UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.2. Pembahasan
Pada Tabel 5.1 dan 5.4, didapatkan bahwa jumlah laki-laki 57.7 yang menjalani hemodialisis lebih besar dibandingkan dengan jumlah perempuan
42.3. Hal ini sesuai dengan hasil Riskesdas 2013 yang menyatakan bahwa prevalensi GGK pada pria di Indonesia lebih besar dibandingkan pada wanita.
Ujianto 2005 pada penelitiannya memaparkan bahwa 69.6 dari peserta penelitiannya yang menjalani hemodialisis merupakan laki-laki.
Dari Tabel 5.4, peneliti tidak mendapatkan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan adekuasi hemodialisis. Dalam penelitian ini, peneliti tidak dapat
menemukan jumlah peserta penelitian dengan perbandingan peserta penelitian yang mencapai hemodialisis yang adekuat dengan peserta penelitian yang tidak
mencapai hemodialisis yang kuat sehingga peneliti tidak dapat membandingkan hubungan antara jenis kelamin dengan adekuasi hemodialisis.
Muzasti 2011 memaparkan tidak ada perbedaan harapan hidup antara pasien laki-laki yang menjalani hemodialisis dengan pasien perempuan yang
menjalani hemodialisis. Meskipun dalam laporan penelitiannya, didapat mean harapan hidup pada perempuan 34.09 bulan lebih besar daripada mean harapan
hidup pada laki-laki 27.76 bulan. Berdasarkan Tabel 5.5, hasil penelitian menggambarkan tidak ada
hubungan antara frekuensi hemodialisis per minggu dengan adekuasi hemodialisis. Namun, pada tabel 5.10 peneliti mendapatkan bahwa ada hubungan
yang kuat antara frekuensi hemodialisis per minggu dengan adekuasi hemodialisis. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengingatkan kembali bahwa
peneliti tidak dapat menemukan jumlah peserta penelitian dengan perbandingan peserta penelitian yang mencapai hemodialisis yang adekuat dengan peserta
penelitian yang tidak mencapai hemodialisis yang kuat sehingga peneliti tidak dapat membandingkan hubungan antara frekuensi hemodialisis dengan adekuasi
hemodialisis. Pernefri 2003 menyebutkan bahwa frekuensi yang direkomendasikan
untuk melakukan tindakan hemodialisis adalah antara 10-15 jam yang terbagi dalam minimal 2 kali tindakan hemodialisis dalam seminggu. Chertow et al
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010 menyebutkan bahwa frekuensi menjalani tindakan hemodialisis yang sering akan menurunkan angka mortalitas pasien dengan penyakit ginjal kronik
karena bisa mengontrol kondisi kelebihan cairan, kekurangan albumin, hipertensi, dan hyperphosphatemia.
4
th
Report of Indonesian Renal Registry 2011 mencatat bahwa sekitar 322 orang dari 423 pasien 76.1 yang menjalani hemodialisis di Sumatera
Utara memiliki frekuensi hemodialisis 2 kali dalam seminggu. Berdasarkan Tabel 5.6, peneliti tidak menemukan hubungan antara
adekuasi hemodialisis dengan tingkat mortalitas. Dalam penelitian ini, peneliti tidak dapat menemukan jumlah peserta penelitian dengan perbandingan peserta
penelitian yang mencapai hemodialisis yang adekuat dengan peserta penelitian yang tidak mencapai hemodialisis yang kuat sehingga peneliti tidak dapat
membandingkan hubungan antara adekuasi hemodialisis dengan tingkat mortalitas.
Hemodialisis dikatakan mencapai adekuat apabila URR lebih besar atau sama dengan 65. Penelitian Owen dkk dalam Gatot 2008 mencatat bahwa
rendahnya kadar URR akan meningkatkan resiko mortalitas. Pasien dengan URR dibawah 60 mempunyai perbedaan makna resiko mortalitas dengan pasien yang
memiliki URR di antara 65-69. Dari Tabel 5.1 dan Tabel 5.7 di atas, peneliti juga menemukan bahwa dari
52 peserta penelitian, distribusi penyebaran kelompok usia yang terbanyak adalah 55-64 tahun 46.2. Pernefri melalui 4
th
Report of Indonesian Renal Registry 2011 memaparkan bahwa usia peserta hemodialisis yang aktif adalah dari 45-54
tahun 27. Sedangkan, Pernefri memaparkan usia peserta hemodialisis di antara 55-64 tahun ada 22.
Muzasti 2011 dalam penelitiannya mencatat bahwa pasien yang menjalani hemodialisis paling banyak memulai pada saat berusia di antara 40-59
tahun 61. Berdasarkan Tabel 5.7 dan tabel 5.10, peneliti menemukan adanya
hubungan yang lemah antara usia saat memulai hemodialisis dengan adekuasi daripada hemodialisis. Namun, menurut penelitian Carvalho et al 2003, semakin
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
muda onset ketika pasien memulai hemodialisis, maka pasien akan memiliki survival rate yang lebih baik. Carvalho et al 2003 membaginya menjadi 3, yaitu
dibawah 43 tahun, diantara 43 sampai 57 tahun, dan di atas 57 tahun. Apabila onset saat memulai hemodialisis di bawah 43 tahun, akan memiliki survival rate
yang lebih baik. Muzasti 2011 melaporkan bahwa resiko mortalitas pada pasien yang
memulai hemodialisis pada usia lebih besar dari 60 tahun adalah hampir dua setengah kali dibandingkan dengan pasien yang memulai hemodialisis pada usia
40-59 tahun. Pasien yang memulai hemodialisis pada usia lebih dari 60 tahun juga memiliki resiko mortalitas sebesar lebih kurang satu setengah kali dibandingkan
dengan pasien yang memulai hemodialisis kurang dari 40 tahun. Pada Tabel 5.1 dan 5.8, didapatkan bahwa jumlah peserta penelitian yang
didiagnosa dengan hipertensi jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan peserta penelitian yang didiagnosa dengan penyakit lainnya. 82.7. Hal ini sesuai
dengan 4
th
Report of Indonesian Renal Registry 2011 yang melaporkan bahwa sekitar 46 pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis juga disertai
dengan hipertensi. Pada Tabel 5.8, hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara adekuasi hemodialisis pada peserta penelitian dengan berbagai macam diagnosa penyakit. Namun, Haller 2008 melaporkan bahwa pasien yang
menjalani hemodialisis dengan hipertensi ataupun hipotensi memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang normal.
Diepen et al 2014 menyebutkan bahwa pasien dengan riwayat gangguan pembuluh darah dan pada pasien dengan diabetes mellitus memiliki prognosis
yang lebih buruk meskipun hemodialissis yang dijalani adekuat. Pada penelitian Carvalho 2003 menyebutkan bahwa survival pada pasien
yang menjalani hemodialisis dengan hipertensi dan diabetes jauh lebih rendah dibandingkan dengan lainnya.
Muzasti 2011 mencatat bahwa pasien yang menjalani hemodialisis dengan diabetes memiliki resiko mortalitas sebesar lebih dari satu setengah kali
dibandingkan dengan pasien yang non-diabetes.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan Tabel 5.9, peneliti menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara adekuasi hemodialisis pada pasien yang telah menjalani
hemodialisis selama 1 bulan sampai dengan pasien yang menjalani hemodialisis selama 9 bulan. Lama hemodialisis yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini
adalah waktu sejak peserta penelitian melakukan hemodialisis yang pertama kali sampai dengan penelitian ini dilakukan.
Dalam penelitian ini, peneliti tidak dapat menemukan jumlah peserta penelitian dengan perbandingan peserta penelitian yang mencapai hemodialisis
yang adekuat dengan peserta penelitian yang tidak mencapai hemodialisis yang kuat . Peneliti juga tidak dapat menemukan hasil URR pada saat peserta penelitian
melakukan proses hemodialisis yang pertama sehingga peneliti tidak dapat membandingkan hubungan antara lama hemodialisis dengan adekuasi
hemodialisis Muzasti 2011 dalam penelitiannya mengatakan semakin lama pasien
menjalani hemodialisis, maka harapan hidup dari pasien tersebut akan semakin tinggi. Muzasti2011 membagi lama hemodialisis menjadi 3 kategori yaitu;
dibawah 60 bulan, antara 60-120 bulan, dan lebih dari 120 bulan. Dalam penelitiannya, Muzasti melaporkan rata-rata harapan hidup pada pasien yang telah
menjalani hemodialisis lebih dari 120 bulan 61.5 bulan lebih besar dibandingkan dengan pasien yang menjalani hemodialisis antara 60-120 bulan 42.3 bulan dan
pasien yang menjalani hemodialisis kurang dari 60 bulan 23.1 bulan. Muzasti 2011 juga melaporkan bahwa pasien dengan lama hemodialisis
kurang dari 5 tahun memiliki resiko mortalitas sebesar hampir sepuluh kali dibandingkan dengan pasien yang sudah menjalani hemodialisis selama lebih dari
10 tahun. Pasien dengan lama hemodialisis kurang dari 5 tahun juga memiliki resiko mortalitas sebesar dua setengah kali dibandingkan dengan pasien yang
telah menjalani hemodialisis selama 5-10 tahun.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Tidak ada hubungan antara karakteristik pasien dengan adekuasi hemodialisis.
2. Adekuasi hemodialisis yang dilakukan di KSGH Rasyida Medan mencapai tingkat keberhasilan sebesar 96.2.
3. Ada hubungan yang lemah antara kelompok usia pasien pada saat memulai
hemodialisis dengan adekuasi hemodialisis. 4. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin pasien yang menjalani hemodialisis
dengan adekuasi hemodialisis. 5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit penyerta pasien
yang menjalani hemodialisis dengan adekuasi hemodialisis.
6.2. Saran dan Keterbatasan Peneliti
Dalam proses penulisan penelitian ini, ada beberapa saran yang akan disampaikan oleh peneliti dengan harapan saran tersebut akan bermanfaat bagi semua pihak
yang terlibat dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut adalah : 1.
Melalui penelitian ini, disarankan kepada pihak KSGH Rasyida Medan untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas hemodialisis.
2. Disarankan kepada pihak KSGH Rasyida Medan, khususnya bagian
pemeriksaan laboratorium untuk melakukan pemeriksaan laboratorium seperti URR setiap kali dilakukan hemodialisis pada pasien.
3. Disarankan kepada pihak KSGH Rasyida Medan, khususnya bagian yang
bertanggung jawab dalam penulisan dan penyimpanan rekam medik agar dapat melengkapi serta menulis rekam medik dengan baik dan rapi sehingga
rekam medik dapat dipahami dan diinterpretasi dengan tepat. 4.
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memperluas wilayah penelitian dan memperbanyak data peserta penelitian ataupun menggunakan metode