Hubungan Adekuasi Hemodialisis Dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis Di Unit Hemodialisis Klinik Spesialis Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan Tahun 2014

(1)

PASIEN HEMODIALISIS DI UNIT HEMODIALISIS

KLINIK SPESIALIS GINJAL DAN HIPERTENSI RASYIDA MEDAN TAHUN 2014

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

RADOT OKTORA TUA PASARIBU 110100306

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PASIEN HEMODIALISIS DI UNIT HEMODIALISIS

KLINIK SPESIALIS GINJAL DAN HIPERTENSI RASYIDA MEDAN TAHUN 2014

KARYA TULIS ILMIAH

Karya tulis ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran

Oleh:

RADOT OKTORA TUA PASARIBU 110100306

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Hubungan Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

Tahun 2014 Nama : RADOT OKTORA TUA PASARIBU Nim : 110100306

Pembimbing,

NIP. 19670527 199903 2 001 dr. Isti Ilmiati Fujiati, M.Sc, CM-FM,

M.Pd.Ked

Penguji I,

NIP. 19620411 198903 002 dr. Nelly Rosdiana, Sp.A (K)

Penguji II,

NIP. 130349092

dr. Datten Bangun, M.Sc, Sp.FK

Medan, 16 Desember 2014 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

NIP. 19540220 198011 1 001


(4)

Pada era ini, hemodialisis adalah terapi pengganti ginjal yang paling banyak digunakan dari pilihan-pilihan terapi pengganti ginjal lainnya pada pasien-pasien gagal ginjal terminal. Prevalensi gagal ginjal kronis berdasar diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0.2 persen. Penyakit gagal ginjal terminal memiliki dampak yang besar terhadap status fungsional kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan adekuasi hemodialisis dengan kualitas hidup pada pasien hemodialisis.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik, dengan menggunakan desain cross-sectional. Responden dalam penelitian ini berjumlah 30 orang, dengan penarikan sampel menggunakan purposive sampling.Responden diwawancarai dengan menggunakan Kuesioner dari WHO, WHOQOL-BREF. Uji statistik yang digunakan adalah uji mutlak Fisher. Penelitian ini dilakukan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

Dalam penelitian dijumpai, terdapat 15 responden berjenis kelamin laki-laki, dan 15 responden berjenis kelamin perempuan. Responden yang berumur

≥45 tahun (66.7%) lebih banyak dibandingkan <45 tahun (33.3%). Uji mutlak

Fisher yang digunakan untuk melihat hubungan adekuasi hemodialisis dengan kualitas hidup menunjukkan nilai p=1.000, (p>0.5).

Dengan demikian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara adekuasi hemodialisis dengan kualitas hidup pada pasien hemodialisis.


(5)

In this era, hemodialysis is renal replacement therapy are the most widely used of the choices of other renal replacement therapy in patients with terminal renal failure. Prevalence of chronic kidney failure diagnosis based physicians in Indonesia by 0.2 percent. Terminal renal failure disease has a great impact on the functional status of quality of life. This study aims to determine the adequacy of hemodialysis relationship with quality of life in patients on hemodialysis.

This research is descriptive analytic, using cross-sectional design. Respondents in this study were 30 people, with sampling using purposive sampling. Respondents were interviewed using a questionnaire from the WHO, WHOQOL-BREF. The statistical test used is an absolute test of Fisher. This research was conducted at Specialist Clinic Kidney and Hypertension Rasyida Medan.

In the study found, there were 15 respondents gender male and 15 female respondents. Respondents were aged ≥45 years (66.7%) more than <45 years (33.3%). Fisher absolute test that is used to see the relationship with the quality of life of hemodialysis adequacy shows the value of p = 1.000, (p> 0.5).

Thus concluded that there is no relationship between the adequacy of hemodialysis with the quality of life in patients on hemodialysis.


(6)

Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kasih karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Hubungan antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup pada Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis Rasyida Medan”. Karya tulis ilmiah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Peneliti juga menyadari bahwa selama masa perkuliahan dan penulisan karya tulis ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan baik materi, moral, dan spiritual dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), Sp.A(K), selaku rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku dekan Fakultas Kedoteran Universitas Sumatera Utara.

3. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dr. Rodiah Rachmawaty Lubis, Sp.M yang telah menjadi dosen penasihat akademik peneliti selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 4. Dedikasi kepada Alm. Dr. Salli Roseffi Nasution, Sp.PD-KGH, yang telah

menjadi dosen pembimbing pertama yang telah memberi arahan dan masukan dalam penelitian ini.

5. Kepada dr. Isti Ilmiati Fujiati, M.Sc, CM-FM, M.Pd.Ked, selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan masukkan kepada peneliti sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. 6. Kepada dosen penguji, dr. Nelly Rosdiana, Sp.A (K) dan dr. Datten

Bangun, M.Sc, Sp.FK yang telah memberikan saran dan kritikan yang membangun dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

7. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaian studi dan juga penulisan karya tulis ilmiah ini.


(7)

telah memberikan bantuan selama proses penelitian.

9. Kepada pasien-pasien hemodialisis di Unit Hemodialisis Rasyida Medan yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

10.Ucapan terimakasih juga peneliti sampaikan kepada rekan-rekan stambuk 2011, teman teman saya Aprianto, Glancius, Glori, Jos Bryan, Hendriawan Putra,juga teman-teman HORBES dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang dengan ikhlas memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

11.Serta kepada Ayahanda Yosafat Pasaribu, Ibunda Roma Eden Sertama Purba, Adik saya After Helfert Pasaribu dan semua keluarga besar peneliti yang telah memberikan doa, perhatian, motivasi dan semangat kepada saya.

Peneliti menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan isi dan analisis yang disajikan. Akhir kata, semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Desember 2014


(8)

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4.Manfaat Penelitian... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1.Hemodialisis ... 7

2.1.1. Pengertian Hemodialisis ... 7

2.1.2. Indikasi Hemodialisis... 7

2.1.3. Peralatan Hemodialisis ... 9

2.1.4. Prinsip dan Cara Kerja Hemodialisis ... 14

2.2.Adekuasi Hemodialisis ... 15

2.3.Akses Vaskular ... 18

2.3.1. Jenis-jenis Akses Vaskular ... 18

2.3.2. Komplikasi Akses Vaskular ... 21

2.3.2.1.Komplikasi Vascath ... 22

2.3.2.2.Komplikasi Arterio-Venous Fistula ... 23

2.3.2.3.Komplikasi Graft ... 23

2.3.2.4.Komplikasi Permcath ... 24


(9)

2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup ... 25

2.4.3. Metode Konsep Kualitas Hidup ... 27

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 29

3.1.Kerangka Konsep Penelitian ... 29

3.2.Definisi Operasional ... 30

3.3.Hipotesis ... 33

BAB4METODE PENELITIAN ... 34

4.1.Rancangan Penelitian ... 34

4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

4.3.Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

4.3.1. Kriteria Inklusi... 35

4.3.2. Kriteria Eksklusi ... 35

4.4.Metode Pengumpulan Data ... 35

4.4.1. Alat Pengumpulan Data ... 35

4.4.2. Uji Instrumen Penelitian ... 36

4.5.Metode Analisis Data ... 36

4.5.1. Pengolahan Data ... 37

4.5.2. Analisis data ... 37

4.6.Persetujuan Komite Etik (Ethical Clearence) ... 38

BAB5HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

5.1.Hasil Penelitian ... 39

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 39

5.1.2. Analisis Univariat ... 39

5.1.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 39

5.1.2.2. Deskripsi Adekuasi Hemodialisis Responden ... 40

5.1.2.3. Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Aspek Fisik ... 41

5.1.2.4. Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Aspek Psikologis ... 42

5.1.2.5. Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Aspek Sosial ... 43


(10)

Berdasarkan Aspek Lingkungan ... 44

5.1.2.7. Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Aspek-aspek Kualitas Hidup ... 46

5.1.2.8. Deskripsi Kualitas Hidup Responden ... 46

5.1.3. Analisis Bivariat ... 47

5.1.3.1. Kualitas hidup dengan Aspek Fisik, Psikologis, Sosial, Lingkungan ... 47

5.1.3.2. Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup ... 47

5.2. Pembahasan... 48

5.2.1. Karakteristik Responden ... 48

5.2.2. Adekuasi Hemodialisis Responden ... 48

5.2.3. Jawaban Responden berdasarkan Aspek Fisik ... 49

5.2.4. Jawaban Responden berdasarkan Aspek Psikologis ... 51

5.2.5. Jawaban Responden berdasarkan Aspek Sosial ... 51

5.4.6. Jawaban Responden berdasarkan Aspek Lingkungan ... 52

5.2.7. Jawaban Responden berdasarkan Aspek-aspek Kualitas Hidup ... 53

5.2.8. Kualitas Hidup Responden ... 53

5.2.9. Hubungan Kualitas Hidup dengan Aspek Fisik, Psikologis, Sosial, dan Lingkungan ... 54

5.2.10. Hubungan Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup .... 54

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

6.1. Kesimpulan ... 56

6.2. Saran dan Keterbatasan Penelitian ... 56

6.2.1. Saran ... 56

6.2.2. Keterbatasan Penelitian ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(11)

Nomor Judul Halaman

2.1 Berat Molekul 12

2.3 Tipe Akses Vaskular Permanen 21

3.1 Definisi Operasionil Variabel Penelitian 30

5.1 Distribusi Karakteristik Responden 39

5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Adekuasi Hemodialisis 40 5.3 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Aspek Fisik 41 5.4 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Aspek Psikologis 42 5.5 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Aspek Sosial 43 5.6 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Aspek Lingkungan 45 5.7 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Aspek-aspek

Kualitas Hidup

46

5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Hidup 46 5.9 Korelasi Pearson antara Kualitas Hidup dengan Aspek Fisik,

Psikologis, Sosial, Lingkungan

47

5.10 Distribusi Responden Menurut Adekuasi Hemodialisis dan Aspek Fisik di Unit Hemodialisis Rasyida Medan


(12)

Nomor Judul Halaman Gambar 2.1. Cara Kerja Hemodialisis (Sumber: Foote dan Manley,

2008)

14

Gambar 2.2. Contoh Double Lumen Catheter 1 (Sumber:

19

Gambar 2.3. Contoh Double-Lumen Catheter 2 (Sumber:

19

Gambar 2.4. Adhesi Permcath yang Dikelilingi Sebuah Snaring Wire

(Sumber: Beigi, Yaribakht, Sehhat, 2013)

25

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien.


(13)

Nomor Judul Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Contoh Kuesioner

Lampiran 3 Surat Persetujuan Komite Etik tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian Lampiran 5 Data Induk Penelitian Lampiran 6 Output SPSS


(14)

AKI : Acute Kidney Injury

ASN : American Society of Nephrology

AV : arteriovenous

AVF : Autogenous Arteriovenous Fistula

BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

BUN : Blood Ureum Nitrogen

CLcr : Kreatinin Klirens

ESRD : End-Stages Renal Disease

GGK : Gagal Ginjal Kronik HD : hemodialisis

IPD : Ilmu Penyakit Dalam

IRR : Indonesian Renal Registry

KDQoL : Kidney Disease Quality of Life

KSGH` : Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi LFG : Laju Filtrasi Glomerulus

MCS : Mental Component Summary

NKF/DOQI : National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcome Quality

Initiative

PGK : Penyakit Ginjal Kronik

QoL : Quality of Life

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

RRT : Renal Replacement Therapy

THC : Tunneled Hemodialysis Catheters

UF : Ultrafiltrasi

UKM : Urea Kinetic Modeling

URR : Ureum Reduction Ratio


(15)

DAFTAR PUSTAKA

American Society of Nephrology (ASN) Kidney Week, 2013. Nephrology News & Issues. Available from: 2014]

Besarab, A. & Pandey, R., 2011. Catheter Management in Hemodialysis Patients: Delivering Adequate Flow. Clin J Am Soc Nephrol, 6: 228. Available from: Cahyaningsih, N. D., 2008. Hemodialisis (Cuci Darah). Yogyakarta: Mitra

Cendikia Press

Chanif, Yuwono, I.H & Armiayati, Y., 2013. Pengaturan Kecepatan Aliran Darah (Quick Of Blood) terhadap Rasio Reduksi Ureum pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUD Kota Semarang. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah

Semarang, Semarang: 139. Available from:

30 May 2013]

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI

Dinwiddie, L. C. & Bhola, C., 2010. Hemodialysis Catheter Care: Current Recommendations for Nursing Practice In North America. Nephrology Nursing Journal, 37(5): 507-521, 528

Gurudev, K. C., Sathvik, B. S., Parthasarathi, G., & Narahari, M. G., 2008. An Assessment of The Quality of Life in Hemodialysis Patients Using The WHOQOL-BREF Questionnaire. Indian Journal of Nephrology, 18(4),

141-149. Available from:

[Accessed 05


(16)

Heinrich, W. L., 2012. Principles and Practice of Dialysis. Lippincolt William & Willkins: 45. Available from May 2014]

Hijjazi, K. H., Ayoub, A., Nelson, K., & Wood, P., 2014. The Relationship between Laboratory Values and Quality of Life of Dialysis Patients in the United Arab Emirates. Renal Society of Australasia Journal, 10(1), 12-20 Ilayabharthi, V., Veerappan, I., Arvind., R. M., 2012. Predictors of quality of life

of hemodialysis patients in India. Indian Journal of Nephrology, 22(1): 16-25 Ismael, S. & Sastroasmoro, S., 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis:

Edisi Ke-4.Jakarta : Sagung Seto

Kandarini, Y., 2013. Peranan Ultrafiltrasi terhadap Hipertensi Intradialitik dan Hubungannya dengan Perubahan Kadar: Endothelin-1, Asymetric Dimethylarginin dan Nitric Oxide. Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar: 11-14. Available from:

[Accessed 30 May 2014]

Kazancioglu, R., Aydin, Z., Gurzu, M. et al., 2012. Placement of Hemodialysis Catheters with a Technical, Functional, and Anatomical Viewpoint. Hindawi Publishing Corporation International Journal of Nephrology: 1. Available from: 2014]

Lee, J. B., Son, Y. J., Choi, K. S., Park, Y. R., Bae, J. S., 2009. Depression, Symptoms and the Quality of Life in Patients on Hemodialysis for End-Stage Renal Disease. Am J Nephrol, 29: 42

Lee, S. A., Lee, H. J., Chang, I. S et al., 2013. A Comparison of Standard Dual-Tip Hemodialysis Catheter Split Lumen Hemodialysis Catheter. Clinical Imaging, 37: 251-255

Manley, H. J & Foote, E. F., 2008. Hemodialysis and Peritoneal Dialysis: Chapter 48. The McGraw-Hill Companies, Inc: 104-106. Available from:


(17)

hill.com/sites/dl/free/007147899x/603552/Pharmacotherapy_chap048.pdf [Accessed 30 May 2014]

Nichols, W. K., 1983. Vascular Access. Dalam: Van Stone, John C. Dialysis and the Treatment of Renal Insufficiency. New York: Grune & Stratton, Inc.

NKF-DOQI, 2001. Clinical Practice Guidelines for Hemodialysis Adequacy.

America Journal of Kidney Disease: Vol 37, No 1, Suppl 1: pp S15-S26 Nurcahyati, S., 2011. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas

Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Islam Fatimah Cilacap dan Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia, Jakarta: 19-21

O’Connell, K. A., Skevington, S. M., Lotfy, M., 2004. The World Health Organization’s WHOQOL-BREF Quality of Life Assessment: Psychometric Properties and Results of the International Field Trial, A Report from the WHOQOL Group. Quality of Life Research, 13: 299-310

Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2011. 4th Report Of Indonesian Renal

Registry. Available from:

[Accessed 30 May 2014]

Purnomo, Basuki B., 2012. Dasar-dasar Urologi: Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013.

Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia.

Racki, S., Germin-Petrovic, D., Mesaros-Devcic, I. et al., 2011. Health-related Quality of Life in the Patients on Maintenance Hemodialysis: The Analysis of Demographic and Clinical Factors. Coll.Antropol.,35(3): 687-693

Robinson, K. & Clarkson, K. A., 2010. Life on Dialysis: Alived Experienced.

Nephrology Nursing Journal, 37(1): 30

Rostami, Z. & Lessan-Pezeshki, M., 2009. Contributing Factors in Health-Related Quality of Life Assessment of ESRD Patients: A Single Center Study. Int J Nephrol Urol, 1(2):129-136


(18)

Sehhat, S., Beigi, A. A. & Yaribakht, M., 2013. Four Cases of Adhered Permanent Double Lumen Hemodialysis Catheters (Permcath). Arch Iran Med., 16(4): 243-245

Septiwi, C., 2011. Hubungan antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis RS Prof.Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia, Jakarta: 20-27.

Suhardjono, Rahardjo, P., & Susalit, E., 2009. Hemodialisis. Dalam: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Edisi kelima, Jilid II. Jakarta: Interna Publishing

Suwitra, Ketut., 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Edisi kelima, Jilid II. Jakarta: Interna Publishing.

Triawanti, Rudiansyah. M, Rahman. A. R. A., 2013. Hubungan antara Adekuasi Hemodialisis dan Kualitas Hidup Pasien di RSUD Ulin Banjarmasin. Berkala Kedokteran Vol.9 No.2: 151-160 . Available from: http://ejournal.unlam.ac.id/index.php/bk/article/download/674/630 [Accessed 5 December 2013]

United State Renal Data System (USRDS), 2013. Incident and Prevalent Count

by Quarter. Available From:

30 May 2014]

Unni, V. N., Sreejitha, N. S., Devi, K. S. G. et al., 2012. The Quality of Life of Patients on Maintenance Hemodialysis and those who underwent Renal Transplantation. Amrita Journal of Medicine, 8(1): 14-18

Widowati, S. R., Supriyadi, Wagiyo, 2011. Tingkat Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Terapi Hemodialisis. Kemas, 6 (2): 107-112

Wijaya, A., 2008. Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis dan Mengalami Depresi. Universitas Indonesia.


(19)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Radot Oktora Tua Pasaribu Tempat, Tanggal Lahir : Kuala Kapuas, 18 Oktober 1993

Agama : Kristen Protestan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jalan Setiabudi, Gg. Rambutan, Perumahan PrimaVilla2, No. A3, Medan

Riwayat Pendidikan :

1.Taman Kanak-Kanak Pembina Kuala Kapuas, Kab. Kapuas (1997-1999) 2.Sekolah Dasar Santo Paulus Kuala Kapuas, Kab. Kapuas (1999-2002) 3.Sekolah Dasar Santa Maria Tarutung, Kab. Tapanuli Utara (2002-2005)

4.Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Tarutung, Kab. Tapanuli Utara (2005-2008)

5.Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Balige, Kab. Toba Samosir (2008-2011) Riwayat Organisasi :

1.Anggota Seksi Acara Panitia Paskah Mahasiswa Kristen FK USU 2013 2.Anggota Seksi Acara Panitia Natal Mahasiswa Kristen FK USU 2013 3.Panitia Penyambutan Mahasiswa Baru FK USU 2014


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Ginjal merupakan organ yang mempunyai fungsi vital pada manusia, organ ini memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme toksin dari darah, serta mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit tubuh, yang kemudian dibuang melalui urin (Purnomo, 2012).

Suwitra (2009) menyatakan bahwa banyak keadaan patologis pada organ ginjal yang membuat fungsi organ tidak berjalan semestinya, keadaan-keadaan tersebut mengarah ke keadaan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel.

Prevalensi gagal ginjal kronis berdasar diagnosis dokter di Indonesia sebesar 0.2 persen. Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 0.5 persen, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0.4 persen. Sementara Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur masing–masing 0.3 persen. Provinsi Sumetera Utara sebesar 0.2 persen (Riskesdas, 2013).

Pada suatu derajat pasien tertentu gagal ginjal memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis ataupun transplantasi ginjal. Saat ini, karena keefektifannya, hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak digunakan. Pada terapi ini, fungsi ginjal dalam membersihkan dan mengatur kadar plasma digantikan oleh mesin. (Suwitra, 2009)

Di dunia, telah terjadi peningkatan 165% dalam perawatan dialisis untuk End-Stages Renal Disease (ESRD) selama dua dekade terakhir. Prevalensi global pengobatan ESRD dengan dialisis untuk negara-negara dengan akses dialisis universal yang meningkat sebesar 134% setelah disesuaikan untuk pertumbuhan populasi dan penuaan (145% pada wanita vs 123% pada pria). Untuk negara-negara yang populasi tidak memiliki akses dialisis universal, disesuaikan prevalensi meningkat sebesar 102% (116% untuk wanita, 90% untuk laki-laki).


(21)

Lima wilayah dunia tidak mengalami peningkatan yang substansial dalam prevalensi dialisis termasuk Oceania, Asia Selatan, tengah sub-Sahara Afrika, Eropa Timur, dan Amerika Latin tropis (American Society of Nephrology (ASN), 2013).

Data dari United State Renal Data System (USRDS), tahun 2013 menyatakan bahwa insidensi ESRD yang menjalani hemodialisis di Amerika Serikat pada kuarter 4 tahun 2012, terdapat 29.152 orang, di mana 91,3 % menjalani hemodialisis.

Hemodialisis adalah bentuk paling umum dari Renal Replacement Therapy di Asia, diikuti oleh dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal. Sekitar 500.000 pasien saat menerima perawatan dialisis, yang kebanyakan adalah di Cina dan Jepang (Abraham, 2008)

Data Indonesian Renal Registry (IRR), tahun 2011 didapatkan jumlah diagnosis ESRD mencapai 13.619, ESRD merupakan penyakit utama yang terbanyak kasusnya, di wilayah Sumut tercatat sebanyak 392. Dari data ini juga memperlihatkan grafik pasien baru dan aktif di Indonesia tahun 2007-2011. Data pada tahun 2011, pasien baru tercatat 15.353 orang, dan pasien aktif 6.951. Jumlah pasien baru dan aktif tercatat lebih banyak karena jumlah unit hemodialisis yang melaporkan pun meningkat.

Suhardjono, Rahardjo, & Susalit (2009) menyatakan bahwa kecukupan dosis hemodialisis yang diberikan diukur dengan istilah adekuasi dialisis. Terdapat korelasi yang kuat antara adekuasi dialisis dengan angka morbiditas dan mortalitas pada pasien dialisis. Adekuasi dialisis diukur dengan menghitung

ureum reduction ratio (URR) dan (KT/V). Lazarus et al(1993) juga menyatakan bahwa dibandingkan dengan pasien dengan URR 65 sampai 69 persen, pasien dengan nilai-nilai di bawah 60 persen memiliki risiko kematian yang lebih tinggi selama masa tindak lanjut (odds ratio: 1.28 pada URR 55 sampai 59 persen dan 1.39 pada URR di bawah 50 persen).

Nurcahyati (2011) menuliskan bahwa hemodialisis merupakan terapi yang lama, mahal, serta membutuhkan restriksi cairan dan diet. Hal ini menyebabkan pasien kehilangan kebebasan, tergantung pada pemberi pelayanan kesehatan,


(22)

perpecahan dalam perkawinan, keluarga dan kehidupan sosial serta berkurang atau hilangnya pendapatan. Karena hal-hal tersebut maka aspek fisik, psikologis, sosioekonomi dan lingkungan dapat terpengaruh secara negatif, berdampak pada kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis. Data penelitiannya menunjukkan dari 95 orang, terdapat 56 orang yang tidak bekerja; terdapat 48 orang yang menjalani HD > 11 bulan.

Unni et al (2012) menyatakan bahwa ESRD memiliki dampak yang cukup besar pada status fungsional dan Quality of Life (QoL) dirasakan oleh pasien. Bahkan dalam tahap relatif awal, bisa saja disertai dengan gejala yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari; terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis atau dialisis peritoneal sebagian dapat memperbaiki uremia dan juga membuat perubahan gaya hidup yang cukup besar. Aspek multidimensi kualitas hidup telah dilaporkan dalam literatur kesehatan terkait dan tidak hanya mencakup persepsi keseluruhan kualitas umum hidup seseorang, tetapi juga aspek-aspek tertentu dari fungsi fisik, fungsi psikologis, dan fungsi sosial. Dengan menggunakan WHOQOL-BREF, dari data penelitian menunjukkan sangat jelas terlihat dari aspek fisik perbedaan mean dari data kontrol (responden yang sehat) dari 100 responden adalah 68.89, sedangkan mean responden HD dari 75 orang adalah 44.05; dari aspek psikologis, mean kontrol didapatkan 80.83, sedangkan pada responden HD didapatkan 80.83; Demikian juga aspek sosial, mean kontrol sebanyak 90.28, dan mean responden HD sebanyak 55.43; sama seperti aspek lingkungan, dari hasil penelitian mean kontrol didapatkan 82.61, sedangkan mean

HD sebanyak 55.93.

Dalam 20 tahun terakhir, minat para peneliti tumbuh dalam QoL untuk menilai efektivitas intervensi terapeutik. Ukuran kualitas hidup sebagian besar telah berevolusi dari persepsi pribadi dan faktor-faktor kunci yang dianggap penting dalam menentukan kualitas hidup individu. Termasuk indikator kualitas hidup dalam pemantauan pasien ini penting tidak hanya karena itu adalah bagian dasar dari konsep kesehatan tetapi juga karena hubungan yang erat antara kualitas hidup, morbiditas, dan mortalitas. Hubungan ini jelas dari banyak faktor umum yang muncul ketika parameter tersebut dianalisis. Kelangsungan hidup lebih besar


(23)

pada pasien dengan kualitas hidup yang lebih baik, status kinerja yang lebih baik dan kurang morbiditas (Unni et al, 2012).

Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi (KSGH) Rasyida Medan adalah salah satu klinik yang memiliki unit hemodialisis di kota Medan. KSGH Rasyida Medan turut dalam pelayanan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) – Kesehatan. KSGH Rasyida Medan memiliki mesin hemodialisis yang banyak mesin HD dalam pelayanan kesehatannya, memungkinkan melayani pasien yang sudah terjadwal setiap harinya. Pasien-pasien hemodialisis ternyata banyak yang menjadi pasien tetap, walaupun beberapa pasien merupakan pasien travelling. Data rekam medis yang baik dan administrasi yang baik memungkinkan peneliti melakukan pengambilan sampel di tempat tersebut.

Berdasarkan data dan paparan di atas, peneliti melihat bahwa kualitas hidup yang mencakup aspek fisik, aspek psikologis, aspek sosial, dan aspek lingkungan memiliki kemungkinan dipengaruhi oleh adekuasi hemodialisis. Oleh karena itu, peneliti berminat untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan adekuasi hemodialisis dengan “Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan”.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Meningkatnya prevalensi HD di Indonesia adalah tanda bahwa banyak masyarakat Indonesia mengalami gagal ginjal, khususnya gagal ginjal terminal. Ketidak adekuatan hemodialisis yang dinilai dari ureum reduction ratio yang tidak sesuai nilai minimal akan mengakibatkan peningkatan kerusakan ginjal yang progresif, sehingga meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas pasien gagal ginjal.

2. HD mempengaruhi kualitas hidup, dilihat dari adekuasi hemodialisis, belum diketahui apakah ada dampak pada ada tidaknya evaluasi dan pemantauan terhadap tindakan hemodialisis, hal ini mengacu kepada penilaian kualitas hidup. Penilaian kualitas hidup merupakan salah satu


(24)

indikator penting untuk menilai keefektifan tindakan hemodialisis yang dilakukan.

Dengan demikian, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan adekuasi hemodialisis dengan kualitas hidup pasien hemodialisis di Unit Hemodialisis Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan adekuasi hemodialisis dengan kualitas hidup pasien hemodialisis di Unit Hemodialisis Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi pencapaian adekuasi hemodialisis pada pasien hemodialisis.

2. Mengidentifikasi kualitas hidup pasien hemodialisis.

3. Mengidentifikasi aspek-aspek kualitas hidup pasien hemodialisis.

4. Menganalisis hubungan aspek-aspek kualitas hidup dengan kualitas hidup pasien hemodialisis

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat :

a. Memberikan masukan kepada institusi pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang optimal untuk mencapai adekuasi hemodialisis sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis.

b. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan dalam praktik kedokteran yang tepat guna dan efektif untuk mencapai adekuasi hemodialisis sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis


(25)

c. Penelitian ini dapat menjadi acuan dan data dasar untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan adekuasi hemodialisis dan kualitas hidup pasien hemodialisis.

d. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peneliti dalam melakukan penelitian.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Hemodialisis

Perkembangan hemodialisis sangatlah berkembang, dilihat dari sejarahnya, dicatat bahwa Abel, Rowntree, dan Turner di John Hopkins University in Baltimore, terakreditasi dengan menunjukkan Hemodialisis pertama (Van Stone, 1983).

Di Indonesia hemodialisis dilakukan 2 kali seminggu dengan setiap hemodialisis dilakukan selama 5 jam. Di senter dialisis yang dilakukan 3 kali seminggu dengan lama dialisis 4 jam (Suhardjono, Rahardjo & Susalit, 2009).

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermeabel

(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.

2.1.1.Pengertian Hemodialisis

Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler (Kandarini, 2013).


(27)

Suhardjono, Rahardjo & Susalit (2009) mencatat bahwa pada umumnya indikasi dialisis pada GGK adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5 mL/menit. Keadaan pasien yang hanya memiliki LFG < 5 mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah:

• Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata • K serum > 6 mEq/L

• Ureum darah > 200 mg/dL • pH darah < 7,1

• Anuria berkepanjangan ( > 5 hari) • Fluid overloaded

Kandarini (2013) menyebutkan bahwa indikasi HD dibedakan menjadi HD segera dan HD kronik.

A. Indikasi hemodialisis segera antara lain: 1. Kegawatan ginjal

a. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi b. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam) c. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)

d. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l )

e. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l) f. Uremia ( BUN >150 mg/dL)

g. Ensefalopati uremikum

h. Neuropati/miopati uremikum 12 i. Perikarditis uremikum

j. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L) k. Hipertermia

2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.


(28)

Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Kandarini, 2013):

a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis

b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah. c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.

d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan. e. Komplikasi metabolik yang refrakter.

Seperti yang direkomendasikan oleh National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI), perencanaan untuk dialisis harus dimulai setelah laju filtrasi glomerulus pasien (LFG) atau kreatinin klirens (CLcr)

turun di bawah 30 mL/menit per 1,73 m2. Awal proses persiapan pada saat ini memungkinkan waktu yang cukup untuk edukasi yang tepat dari pasien dan keluarga dan untuk pembuatan sebuah akses vaskular atau akses peritoneal. Untuk pasien HD tertentu, akses arteriovenous (AV) permanen (sebaiknya fistula), pembedahan harus dibuat sebelum 6 bulan diantisipasi kebutuhan untuk dialisis (Manley & Foote, 2008).

Kriteria utama untuk inisiasi dialisis adalah pasien status klinis: adanya anoreksia terus-menerus, mual, dan muntah, terutama jika disertai dengan penurunan berat badan, kelelahan, penurunan kadar serum albumin, hipertensi yang tidak terkontrol atau kegagalan jantung kongestif, dan defisit neurologis atau pruritus. Beberapa nephrologis menggunakan critic lab values serum kreatinin atau nitrogen urea darah sebagai indikator kapan harus memulai dialisis. Update 2006 dari Pedoman K/DOQI menunjukkan bahwa manfaat dan risiko dialisis harus dievaluasi ketika diperkirakan LFG atau CLcr adalah <15 mL/menit per 1,73

m2.


(29)

Pada Penyakit Ginjal Kronik (PGK), hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan (artificial) dengan kompartemen dialisilat. Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke arah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen (difusi). Pada proses dialisis, air juga dapat berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen cairan. Perpindahan air ini disebut ultrafiltrasi (Rahardjo, Susalit, Suhardjono dalam Buku Ajar IPD, 2009).

Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat terlarut yang berpindah. Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat dibanding molekul dengan berat molekul lebih rendah. Kecepatan perpindahan zat terlarut tersebut makin tinggi bila (1) perbedaan konsentrasi di kedua kompartemen makin besar, (2) diberi tekanan hidrolik di komparetemen darah, dan (3) bila tekanan osmotik di kompartemen cairan dialisis lebih tinggi. Cairan dialisis ini mengalir berlawanan arah dengan darah untuk meningkatkan efisiensi. Perpindahan zat terlarut pada awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian melambat sampai konsentrasinya sama di kedua kompartemen.

Selama proses dialisis pasien akan terpajan dengan cairan dialisat sebanyak 120-150 liter setiap dialisis. Cairan dialisat perlu dimurnikan agar tidak terlalu banyak mengandung zat yang dapat membahayakan tubuh. Dengan teknik reverse osmosis air akan melewati membran semipermeabel yang memiliki pori-pori kecil sehingga dapat menahan molekul dengan berat molekul kecil seperti urea, natrium, dan klorida.

Dalam Cahyaningsih (2008) menyebutkan beberapa komponen-komponen hemodialisis, antara lain:


(30)

 Dialiser

Terdapat 4 jenis membran dialiser yaitu: selulosa, selulosa yang diperkaya, selulo sintetik, dan membran sintetik. Pada membran selulosa terjadi aktivasi komplemen oleh gugus hidroksil bebas, karena itu penggunaan membran ini cenderung berkurang digantikan oleh membran lain. Aktivasi sistem komplemen oleh membran lain tidak sehebat aktivasi oleh membran selulosa (Rahardjo, Susalit, Suhardjono dalam Buku Ajar IPD, 2009).

a. Fungsi dan Komponen

Setiap dialiser terdiri dari kompartemen darah dan dialisat, dimana kedua kompartemen ini akan dipisahkan oleh suatu membran semipermeabel. Membran ini diletakkan dalam suatu tabung plastik dan diposisikan di tengah daripada kedua kompartemen agar darah dan dialisat dapat mengalir masuk dan keluar.

Selama tindakan hemodialisis, darah pasien, dengan kadar elektrolit, air dan sampah tubuh yang tinggi melewati kompartemen darah. Dialisat, cairan yang secara kimiawi disesuaikan dengan komposisi darah manusia, melewati kompartemen dialisat pada sisi lain membran.

b. Karakteristik Dialiser

Ada beberapa aspek dari dialiser dapat mempengaruhi efektifitas tindakan hemodialisis, yaitu:

 Biokompatibilitas

Biokompatibel berarti tidak berbahaya terhadap fungsi biologis. Ketika darah bersentuhan dengan substansi asing, sel-sel imun di dalam darah bereaksi sebagai bentuk pertahanan tubuh. Pertahanan ini meliputi aktivasi komplemen, dan mekanisme yang lain dapat bervariasi mulai dari clotting (darah membeku) sampai reaksi alergi yang berat.

Biokompatibilitas dari membrane dapat diuji dengan memeriksa darah pasien terhadap adanya protein dan kimia tertentu. Kemampuan membrane untuk adsorbsi (menarik dan menahan) protein pada dinding fiber adalah kunci untuk biokompabilitas.


(31)

Luas permukaan adalah kunci seberapa baik dialiser mengeluarkan solut. Bila aspek yang lain sama, dialiser dengan area permukaan yang lebih luas akan lebih banyak mengekspos darah dengan dialisat. Hal ini berarti lebih banyak solut yang dapat dikeluarkan dari dalam darah. Total luas permukaan dialiser dapat bervariasi antara (0.5 – 2.4) m2.  Mass Transfer Coefficient (KoA)

Adalah kemampuan solut untuk dapat melewati porus/lubang pada dialiser.

Secara teori, KoA, adalah kemungkinan tertinggi clearance yang mampu dilakukan dialiser pada kecepatan aliran darah dan dialisat yang tidak terbatas. Semakin tinggi KoA, dialiser semakin permeabel.  Batas Berat Molekul

Setiap membran memiliki batas berat molekul terbesar yang dapat diukur dalam dalton (Da). Molekul besar memiliki berat molekul lebih berat, molekul kecil memiliki berat molekul lebih ringan. Dialiser dapat dipilih dengan batas berat molekul yang bervariasi mulai 3000 Da sampai lebih dari 15000 Da.

Tabel 2.1: Berat Molekul

Molekul Berat Molekul (Da)

Albumin 66000.0

Calcium (Ca++) 40.0

Creatinin 113.0

Nitric Oxide (NO3) 62.0

Phosphorus (PO4) 94.9

Urea 60.0

Air (H2O) 18.0

Zinc (Zn2+) 65.3

(Sumber : hemodialysis device, 2005, dalam Cahyaningsih, 2008) Zat dengan berat molekul ringan yang terdapat dalam cairan dialisilat akan dapat dengan mudah berdifusi ke dalam darah pasien selama dialisis. Karena itu kandungan solut cairan dialisilat harus dalam


(32)

batas-batas yang dapat ditoleransi oleh tubuh. (Rahardjo, Susalit, Suhardjono dalam Buku Ajar IPD, 2009)

 Koefisien Ultrafiltrasi

Ultrafiltrasi (UF) adalah cara untuk mengeluarkan kelebihan cairan dari tubuh pasien selama hemodialisis dengan memberikan tekanan. Tekanan hidrolik yang yang diberikan pada kompartemen dialisat akan mendorong air melewati membrane.

Clearance

Jumlah darah yang dapat dibersihkan dari suatu solut dalam suatu periode tertentu disebut clearance (K).

Ada 3 cara mempengaruhi clearance dialiser: difusi, konveksi, dan adsorbsi.

c. Desain dialiser

Dialyzer hollow fiber adalah silinder plastik bening yang menyatukan ribuan helai fiber yang setipis rambut. Diasilat mengalir disekitar fiber dengan arah aliran yang berlawanan, dengan aliran countercurrent.

d. Membran

Membran semipermeabel berperan seperti dinding pembuluh pada nefron manusia, karena selektif. Dilubangi oleh porus yang mikroskopik, membran hanya dapat dilewati oleh air dan solut tertentu.

Luas permukaan membran juga penting untuk proses pembersihan. Luas permukaan membran yang tersedia adalah dari 0.8 m2 sampai 2.1 m2. Semakin tinggi luas permukaan membran semakin efisien proses dialisis yang terjadi ( Suhardjono, Rahardjo & Susalit, 2009).

Cahyaningsih (2008) juga menyebutkan ada faktor membran lain yang juga mempengaruhi keluarnya solut dan cairan selama dialisis. Hal ini meliputi material membran dan karakteristik tiap dialiser.


(33)

2.1.4.Prinsip dan Cara Kerja Hemodialisis

Gambar 2.1.

Cara Kerja Hemodialisis (Sumber: Foote dan Manley, 2008)

Disebutkan dalam Manley & Foote (2008), sistem HD terdiri dari sirkuit vaskuler eksternal melalui mana darah pasien ditransfer dalam steril polyethylene tubing ke dialisis filter atau membran (dialiser) melalui pompa mekanik. Darah pasien kemudian melewati dialiser pada satu sisi membran semipermeabel dan dikembalikan ke pasien. Solut dialisat, yang terdiri dari air murni dan elektrolit, dipompa melalui dialiser berlawanan dengan aliran darah di sisi lain dari membran semipermeabel. Dalam kebanyakan kasus, antikoagulasi sistemik (dengan heparin) digunakan untuk mencegah pembekuan dari sirkuit hemodialisis.


(34)

Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solut (bahan terlarut) suatu larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membran semipermeabel (dialiser). Perpindahan solutemelewati membran disebut sebagai osmosis. Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan UF. Difusi adalah perpindahan solut terjadi akibat gerakan molekulnya secara acak, ultrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya solut berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air melewati porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air (transmembrane pressure) atau mekanisme osmotik akibat perbedaan konsentrasi larutan (Kandarini, 2013).

2.2.Adekuasi Dialisis

Kecukupan dosis hemodialisis yang diberikan diukur dengan istilah adekuasi dialisis. Terdapat korelasi yang kuat antara adekuasi dialisis dengan angka morbiditas dan mortalitas pada pasien dialisis. Adekuasi dialisis diukur dengan menghitung urea reduction ratio (URR) dan (KT/V). URR dihitung dengan mencari rasio pengurangan kadar ureum pascadialisis. Pada hemodialisis 2 kali seminggu dialisis dianggap cukup bila URR-nya lebih dari 80 % (Suhardjono, Rahardjo & Susalit, 2009).

Chanif et al (2013) menyatakan bahwa tindakan hemodialisis bisa mencapai hasil yang maksimal apabila parameter adekuasi hemodialisis bisa tercapai semua. Salah satu parameter adekuasi tindakan hemodialisis adalah rasio reduksi ureum (RRU). RRU yang direkomendasikan oleh National Kidney Foundation Disease Outcomes Quality Initiative / NKF-DOQI (2006) dan Persatuan Nefrologi Indonesia / PERNEFRI (2003) adalah minimal 65%. Nilai dari RRU sangat tergantung pada aliran cairan dialysate, quick of blood (QB), jenis dan bahan

dialyzer, pemakaian ulang dialyzer dan luas permukaan dialyzer (NKF-DOQI, 2006).

NKF-K/DOQI (2001) menuliskan Metode pengumpulan dialisat merupakan pendekatan alternatif untuk mengukur dosis hemodialisis yang diterima. Dalam


(35)

pendekatan ini, total dialisat yang melewati dialiser dikumpulkan selama tatalaksana hemodialisis. Massa total urea removed kemudian dihitung sebagai produk dari konsentrasi urea dan volume dialisat dikumpulkan. Metode ini telah dipertimbangkan oleh beberapa peneliti untuk menjadi standar emas untuk analisis urea kinetik. Pendukung metode ini menekankan keuntungan dari meminimalkan eksposur pasien dan staf pada darah–tersimpan patogen . Namun,

work group adekuasi HD mengakui bahwa teknik pengukuran dialisat tidak tersedia secara rutin, tidak praktis untuk menerapkan di sebagian besar unit hemodialisis, belum diperiksa dalam kaitannya dengan outcome pasien, dan mungkin terkait dengan berlebihannya systemic collection error. Misalnya, kesalahan 7 % dalam koleksi dialisat dapat menyebabkan kesalahan 20 % di dalam keseimbangan Kt/V. Meskipun, work group adekuasi HD juga mengakui bahwa kinetika sisi dialisat urea adalah karakteristik terbaik sebagai model keseimbangan, yang work group pikir itu terbaik untuk fokus pada model single-pool urea removal. Oleh karena itu, work group berfokus pada pengukuran berbasis darah urea removal.

Untuk menormalkan perbedaan dalam ukuran dan habitus pasien, dosis hemodialisis (diresepkan atau disampaikan) yang terbaik digambarkan sebagai clearance pecahan urea sebagai fungsi volume distribusinya (Kt/V). Pecahan klirens secara operasional didefinisikan sebagai produk dari klirens dialiser (dinyatakan sebagai K dan diukur dalam liter per menit [L/min]) dan waktu pengobatan (dinyatakan sebagai t dan diukur dalam menit); volume distribusi urea dinyatakan sebagai V dan diukur dalam L. Kt/V dapat ditentukan dengan formal

Urea Kinetic Modeling (UKM) atau dengan ekstrapolasi dari perubahan fraksional konsentrasi urea darah selama sesi dialisis. Dosis yang disampaikan pada hemodialisis juga dapat dinilai dengan menggunakan URR tersebut.

Berdasarkan tinjauan literatur yang diterbitkan sebelum dan sejak rilis RPA(Renal Physicians Association)’s Clinical Parctice Guideline on Adequacy of Hemodialysis, work group setuju dengan kesimpulan RPA itu bahwa secara UKM formal, berdasarkan dua atau tiga sampel BUN(Blood Urea Nitrogen), adalah metode terbaik untuk pengukuran rutin dosis hemodialisis pada pasien dewasa dan


(36)

anak. Dari single-pool, volume variabel secaran matematis dianalisis untuk kuantisasi urea removal selama sesi hemodialisis tunggal, UKM formal dianggap yang paling akurat dan lengkap . Namun, itu adalah paling tidak sederhana untuk implemen.

Literatur terbaru menunjukkan bahwa hanya satu metode alternative untuk menghitung Kt/V (Kt/V rumus logaritma natural ) dan satu pengukuran lain dari penyampaian dosis hemodialisis (URR) harus dipertimbangkan untuk penggunaan rutin pada orang dewasa. Masing-masing, yaitu:

1) Kt/V rumus logaritma natural

Kt/V = - Ln (R - 0.008 × t) + (4 - 3,5 × R ) × UF/W (1)

di mana Ln adalah logaritma natural; R adalah BUN postdialysis ÷ BUN predialysis; t adalah dialisis lama sesi dalam jam; UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter; dan W adalah pasien berat postdialisis dalam kilogram; dan

2) URR

URR = 100 × ( 1 - Ct/C0 ) (2)

dimana Ct adalah BUN postdialysis dan C0 adalah BUN predialysis.

Formal urea kinetic modeling. Modeling kinetik formal menyediakan metode kuantitatif untuk mengembangkan resep pengobatan untuk pasien tertentu. Karena kompleksitas formula yang memberikan informasi untuk perhitungan Kt/V oleh UKM, software komputasi diperlukan untuk menghitung Kt/V menggunakan UKM formal. UKM formal dapat digunakan untuk menghitung tepat waktu pengobatan yang diperlukan dalam memberikan dosis hemodialisis tertentu pada darah tertentu dan dialisat mengalir dengan dialiser tertentu. UKM formal membutuhkan langkah-langkah akurat :

1. Predialisis dan postdialisis BUN untuk pengobatan dialisis pertama dalam minggu itu dan predialysis BUN pada sesi dialisis minggu kedua dalam tiga kali seminggu jadwal hemodialisis.

2. Predialisis dan bobot postdialisis pada waktu pengobatan hemodialisis pertama minggu.


(37)

3. Waktu pengobatan yang sebenarnya, yaitu, persis jumlah menit selama tatalaksana hemodialisis disampaikan pada dialisis minggu pertama (bukan panjang waktu tatalaksana yang ditentukan atau waktu yang telah berlalu antara menempatkan pasien pada mesin dan melepasnya) .

4. Klirens efektif dialiser yang diukur dalam unit hemodialisis (bukan in vitro nilai cukai yang dilaporkan oleh produsen saja).

Dua sampel hemodialisis UKM berdasarkan predialisis dan postdialisis BUN tengah minggu sudah dijelaskan dan divalidasi untuk akurasi dibandingkan dengan klasik tiga sampel UKM.

2.3.Akses Vaskuler

Dialisis memerlukan darah pasien agar dapat terekspos dengan dialisat melewati membrane semipermeabel. Hal ini dicapai dengan menyalurkan darah keluar tubuh pasien keluar tubuh pasien ke dialiser. Hemodialisis membutuhkan aliran darah yang tinggi antara 250-450 ml/menit. Aliran sebesar itu tidak dapat dicapai dengan vena perifer. Sehingga dialisis membutuhkan akses vena sentral untuk menyediakan kebutuhan aliran darah tersebut. Bila dialisis dilakukan jangka panjang maka dibutuhkan akses permanen yang ideal (fistula, graft atau permacath) dan kanulasi akses temporer menggunakan vena besar (femoral, subklavian atau jugular internal) paling sering digunakan (Cahyaningsih, 2008).

2.3.1.Jenis-jenis Akses Vaskular

Disebutkan dalam Cahyaningsih (2008), akses vascular ada dibagi dalam 2 garis besar, yaitu:

1. Akut / Akut Temporer

Akses akut dibutuhkan untuk pasien dengan gagal ginjal akut atau pada pasien yang membutuhkan dialisis jangka pendek. Akses ini juga dibutuhkan oleh pasien dengan gagal ginjal kronik bila :

1. Membutuhkan dialisis segera dan belum mempunyai akses permanen 2. Akses permanen belum siap digunakan


(38)

Ini adalah contoh akses vaskular yang dipakai pada akses yang akut :  Vascath (percutaneus venous kateter)

Vascath sebenarnya adalah nama merk dagang namun sering digunakan oleh staff dialisis sehingga semua kateter venous disebut dengan vascath. Kateter dimasukkan pada vena besar yang ada di subclavian, femoral atau jugular internal. Kateter dapat single atau double lumen

(namun yang sering digunakan adalah double lumen) dan tersedia dengan panjang yang berbeda-beda. Kateter triple lumen juga tersedia dan dapat digunakan pada pasien dengan kondisi akut yang juga membutuhkan infuse antibiotic atau nutrisi parenteral diantara dialisis. Ahli anastesi yang memasang vascath dengan lokal anastesi. Kemudian dijahit dibagian luar, dan harus dijahit sebelum digunakan. Posisi kateter dipastikan dengan melakukan X-Ray dada (untuk akses subklavian dan jugular) dan kateter kemudian dapat segera dipergunakan.

Gambar 2.2.


(39)

Gambar 2.3.

Contoh double-lumen catheter 2 (Sumber: 2. Kronik / Akses Permanen

Kronik atau akses permanen hanya digunakan oleh pasien yang harus dilakukan dialisis permanaen atau untuk persiapan dilakukan tindakan dialisis suatu saat nanti. Akses internal seperti fistula atau graft adalah akses yang dipilih untuk penggunaaan jangka panjang.

Arterio-venous fistula

Fistula adalah anastamosis subcutaneous arteri dan vena. Fistula umumnya dibuat di kamar operasi dengan lokal anastesi oleh ahli bedah vascular. Lengan bawah adalah tempat yang paling sering digunakan dan yang paling sering digunakan adalah arteri ulnar dan vena cephalika. Pembuluh lain yang juga dapaat digunakan adalah arteri ulnar dan vena basilica. Anastomosis dilakukan side to side atau end to side (end vena ke side arteri) atau end to end, yang biasanya menyediakan aliran lebih baik dan mengurangi risiko syndrome steal dan distensi vena pembuluh darah. Fistula tidak dapat segera digunakan. Idealnya harus ditunggu 6-8 minggu agar matur. Vena yang kini membawa darah arteri akan mengembang dan memungkinkan untuk dilakukan kanulasi. Bila akses menjadi masalah dan fistula berkembang dengan baik, dapat digunakan penusukan segera dengan persetujuan dari ahli bedah vaskular (Cahyaningsih, 2008).


(40)

Autogenous Arteriovenous Fistula(AVF) adalah pilihan pertama sebagai permanen akses vaskular, dianjurkan jangka waktu setidaknya enam minggu untuk lulus setelah pembentukan AVF digunakan. Tambahan waktu mungkin diperlukan untuk intervensi atau bedah operasi pada AVF untuk dewasa itu. Cangkok prosthetic arteriovenous(AV) dapat dikanulasi dalam waktu 2-3 minggu dari implantasi, meskipun tidak disukai sebagai primary akses vaskular. Selain itu, AVF mungkin tidak sesuai untuk pasien dengan gagal jantung serius atau gagal pernafasan kronis atau bagi mereka dengan sindrom yang menyebabkan rasa sakit dan iskemia perifer (Kazancioglu et al, 2012).

Graft

Formasi dari fistula graft dengan implantasi pembedahan menggunakan suatu graft yang dapat berupa Dacron, graft vena umbilical, pembuluh darah bovine atau bahkan vena saphenous pasien sendiri. Graft disambungkan dengan arteri dan vena. Biasanya dilakukan pada pasien yang mempunyai pembuluh darah kecil atau tidak adekuat untuk dilakukan fistula namun gagal. Biasanya dilakukan di kamar operasi dengan anastesi umum. Tempat sama dengan A-V fistula namun graft lebih sering diletakkan pada U shape (Cahyaningsih, 2008).

 Permacath / permanent vascath

Vascath permanen adalah akses alternative permanen lain bagi pasien yang gagal dilakukan fistula atau graft. Vascath ditanam di bawah kulit untuk meminimalisir infeksi, dan terdapat cuff Dacron untuk menahan kateter dan memberikan barier lebih lanjut terhadap infeksi. Perawatannya sama seperti vascath lain dan dapat digunakan oleh pasien selama setahun atau lebih.

Tabel 2.3: Tipe Akses Vaskular Permanen

Type of Access Potency Rates

Primary arterio-venous fistula 60%-70% at 1 yr 50%-65% at 2-4 yr


(41)

PTFE graft 62%-83% at 1 yr 50%-77% at 2 yr Tunneled cuffed catheter 30%-74% at 1 yr Subcutaneous ports attached to

catheter

Device survival as high as 90% at 6 mo

(Sumber: Henrich, 2012)

2.3.2.Komplikasi Akses Vaskuler

Komplikasi mayor yang mana dapat terjadi dengan beberapa tipe akses vaskular termasuk thrombosis, infeksi, pembentukan aneurisme, stenosis, dan gagal jantung high-output (Nichols, 1983 dalam Van Stone, 1983).

Besarab & Vanday (2011) menuliskan bahwa cedera pada pembuluh endotel dimulai dengan penyisipan kateter dan ditambah dengan turbulen mengalir di sekitar kateter. Pembalikan atau "Manipulasi" kateter sebagai upaya untuk meningkatkan aliran darah lebih mempromosikan gangguan dalam sistem fibrinolitik, memulai koagulasi dan kaskade inflamasi. Ketidakteraturan waktu polimer kateter memungkinkan adhesi permukaan platelet dan aktivasi koagulasi jalur intrinsik. Silicone dapat memiliki potensi throbogenic yang kurang dari bahan lain.

Ini adalah pengembangan dari selubung fibrin yang menentukan patensi jangka panjang kateter. Selubung ini, awalnya terdiri dari fibrinogen, albumin, lipoprotein, dan faktor koagulasi, mulai terbentuk dalam 24 jam penyisipan. Selubung fibrin menarik trombosit dan faktor koagulasi dan mempromosikan perlekatan leukosit. Selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan, kolagen disimpan sebagai sel-sel otot polos dari vena yang dinding pembuluh bermigrasi ke arah ujung. Tingkat dari proses ini bervariasi antara pasien karena karakteristik

inherited atau acquired. Pada akhirnya, jika pembekuan dalam kelebihan kapasitas sistem fibrinolitik endogen yang berkembang, trombosis kateter terjadi.


(42)

Dalam Cahyaningsih, 2008 dituliskan komplikasi yang sering terjadi pada vascath adalah thrombosis dan infeksi. Thrombosis dapat muncul ketika menyiapkan kateter untuk dialisis atau muncul bila alirannya pelan.

Infeksi dapat muncul di daerah exit site dengan kemerahan, nyeri tekan dan keluar eksudat pada daerah insersi. Infeksi intraluminal juga dapat terjadi bila muncul demam pada pasien atau tanda-tanda sepsis lain. Kateter harus segera dilepas bila diduga demam muncul karena infeksi kateter.

Selama pemasangan, (lewat subclavia) ada risiko mengalami hemothoraks dan pneumothoraks. Pasien harus diobservasi dengan cermat selama dan setelah pemasangan dan X-Ray dada akan dapat memastikan adanya masalah tersebut di atas.

2.3.2.2.Komplikasi Arterio-Venous Fistula

Dipaparkan dalam Cahyaningsih (2008) bahwa infeksi dan thrombosis adalah komplikasi yang paling sering terjadi, namun kejadiannya lebih sedikit dibandingkan pemakaian shunt dan vascath. Komplikasi lain meliputi STEAL SYNDROME dan formasi ANEURYSM.

Steal syndrome adalah refleksi dari insufisiensi arterial. Terjadi lebih sering pada anastomosis side to side pada arteri radialis. Selama dialisis aliran yang mengarah menuju mesin, ‘mencuri / mengambil’ darah dari aliran arterial distal. Pasien dapat mengeluh nyeri iskemik atau tangan terasa dingin selama dialisis. Pada kasus yang lebih berat gangrene dan nekrosis pada jari dapat terjadi. Masalah ini diatasi dengan pembedahan pada arteri radialis distal pada fistula. Hal ini harus dilakukan jauh sebelum terjadi nekrosis.

Aneurysm digambarkan sebagai ‘sacular dilatasi dinding pembuluh darah’ (Gutch, Stoner dan Corea, 1993 dalam Cahyaningsih, 2008) umumnya sebagai akibat dari insersi jarum berulang pada daerah yang sama dan dapat dicegah dengan melakukan penusukan dengan variasi tempat sebanyak mungkin.

Lee et al (2013) menyatakan bahwa tunneled hemodialysis catheters (THC)

memainkan peran penting pendukung selama pematangan graft dan fistula, serta melayani utilitas tambahan pada pasien yang menjalani kontinu dialisis peritoneal


(43)

rawat jalan, sementara mereka menyembuhkan kateter atau selama episode peritonitis. Namun, kateter ini memiliki sejumlah komplikasi, khususnya penyumbatan yang berhubungan dengan kateter dan disfungsi (baik oleh trombus atau selubung fibrin), malposisi dan/atau migrasi, bakteremia dan sepsis, peningkatan risiko stenosis vena sentral dan akhirnya kegagalan perangkat.

2.3.2.3.Komplikasi Graft

Cahyaningsih (2008) juga mengatakan, yang tersering adalah infeksi dan thrombosis. Infeksi adalah komplikasi adalah komplikasi yang serius pada rupture graft dan dapat terjadi perdarahan. Hal ini harus dideteksi sedini mungkin dan dapat diatasi sesegera mungkin.

Thrombosis terjadi lebih sering pada graft dibandingkan dengan A-V fistula, namun bekuan darah dapat dihilangkan melalui pembedahan.

Pseudo aneurysm juga salah satu masalah dalam pemasangan graft karena graft diletakkan di sekitar jaringan untuk bergranulasi dan memberikan ruang untuk tempat insersi jarum. Penting untuk melakukan penusukan dengan variasi tempat untuk mencegah hal ini terjadi.

2.3.2.4.Komplikasi Permcath

Hasil penelitian Sehhat et al (2013) antara September 2010 dan Januari 2012, empat pasien di rumah sakit mereka diamati dengan kateter dialisis permanen yang teradhesi baik SVC atau atrium kanan. Pasien pertama menjalani intraoperatif fluoroskopi dan dijadwalkan untuk operasi jantung. Sayangnya karena gangguan metabolisme, kondisi pasien memburuk dan dia meninggal sebelum operasi. Pasien yang kedua menjalani bedah kardio-toraks dengan mid-sternotomy and cardio-pulmonary bypass. Kateter telah dilepas dan rute akses lain untuk hemodialisis dibuat. Kasus ketiga dijadwalkan untuk interventional venocavagraphic exploration dari adhesi Permcath. Sebuah kawat endovascular diberikan melalui kawat panduan, yang memisahkan kateter dari SVC. Akhirnya, pasien keempat adalah kasus penyakit Von Willebrand yang dijadwalkan untuk intervensi pelepasan Permcath angiografik. Sayangnya, beberapa jam setelah


(44)

upaya di operasi pengangkatan Permcath, kondisinya memburuk dan dia meninggal.

Beberapa metode telah digunakan untuk mengelola adhesi Permcath. Hal ini diasumsikan bahwa semakin lama kateter di tempat, probabilitas adhesi ke vena sentral meningkat. Perubahan histologi telah dibuktikan di dinding vena tambahan untuk kateter.

Gambar 2.4.

Adhesi Permcath yang dikelilingi sebuah snaring wire (Sumber: Beigi, Yaribakht, Sehhat, 2013)

2.4. Kualitas Hidup

Banyak dilakukan penilaian tentang kualitas hidup pada pasien ESRD, karena penyakit ini dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien baik dari penyakitnya maupun dari terapi hemodialysis yang harus dijalani.

2.4.1.Pengertian Kualitas Hidup

Ferrans & Powers (1994) dalam Septiwi (2011) mendefinisikan kualitas hidup sebagai suatu kesejahteraan yang dirasakan oleh seseorang dan berasal dari kepuasan/ketidakpuasan dengan bidang kehidupan yang penting bagi mereka. Persepsi subyektif tentang kepuasan terhadap berbagai aspek kehidupan dianggap sebagai penentu utama dalam penilaian kualitas hidup, karena kepuasan merupakan pengalaman kognitif yang menggambarkan penilaian terhadap kondisi kehidupan yang stabil dalam jangka waktu lama. WHO dalam O’Connell (2004) mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu posisi mereka dalam


(45)

kehidupan dalam konteks yang sistem budaya dan nilai di mana mereka tinggal, dan dalam kaitannya dengan tujuan mereka, harapan, standar dan keprihatinan.

2.4.2.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa kualitas hidup pasien hemodialisis lebih buruk dibandingkan dengan populasi secara umum, dimana hal tersebut berhubungan dengan perubahan fisik, psikologis, sosial dan lingkungan yang terjadi pada pasien, bisa terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu:

a. Demografi pasien

Racki et al (2011) melakukan penelitian kualitas hidup pada pasien hemodialisis dengan analisis data demografi dan factor klinis. Data demografi yang dianalisis adalah umur, jenis kelamin, dan pendidikan. Rostami & Lessan-Pezeshki (2009) juga melakukan penelitian dengan data demografiknya berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, status pernikahan, dan pekerjaan.

b. Terapi hemodialisis yang dijalani

Septiwi (2011) menuliskan bahwa kualitas hidup pasien dipengaruhi oleh keadekuatan terapi hemodialisis yang dijalani dalam rangka mempertahankan fungsi kehidupannya. Efektifitas hemodialisis dapat dinilai dari bersihan ureum selama hemodialisis karena ureum merupakan indikator pencapaian adekuasi hemodialisis. Agar hemodialisis yang dilakukan efektif perlu dilakukan pengaturan kecepatan aliran darah (Qb) dan akses vaskular yang adekuat.

c. Cara terapi pengganti ginjal

Kualitas hidup pasien ESRD dipengaruhi oleh cara terapi pengganti ginjal yang digunakan. Unni et al (2012) mendapatkan dalam penelitian mereka bahwa pasien yang menjalani transplantasi ginjal memiliki kualitas hidup secara signifikan lebih baik daripada mereka yang melanjutkan perawatan hemodialisis.


(46)

Robinson (2010) mencatat ada beberapa faktor yang merupakan tujuan panduan NKF-KDOQI, 2002, yaitu: akses vaskular, adekuasi dialisis, nutrisi, anemia, dan penyakit tulang. Ilayabharthi, Veerappan, Arvind (2012) mencatat dalam kesimpulan penelitiannya bahwa malnutrisi protein-energi sangat tinggi dalam studi kohort mereka dengan menggunakan Kidney Disease Quality of Life (KDQoL)-36 mencatat bahwa dapat mempengaruhi Mental Component Summary (MCS) sangat signifikan.

e. Depresi

Lee et al (2009) mendapatkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa depresi adalah umum pada pasien HD dan terkait dengan beban gejala peningkatan dan penurunan kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan di Korea. Wijaya (2005) meneliti 61 orang di RSCM Jakarta dan RS PGI Cikini Jakarta mendapatkan prevalensi depresi pada pasien sakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sebesar 31.1%. Sebagian besar komponen kualitas hidup pasien yang mengalami depresi lebih rendah dibandingkan dengan pasien sakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis tanpa mengalami depresi.

2.4.3.Metode Konsep Kualitas Hidup

Dalam penilaian kualitas hidup perlu memperhatikan beberapa hal. Ada beberapa metode konsep kualitas hidup, salah satunya adalah dari WHO. Dikenal dengan namaThe World Health Organization Quality of Life (WHOQoL), berkembang sejak tahun 1991.

O’Connell, Skevington, & Lotfy (2004) menyatakan bahwa dalam mengukur kualitas hidup, WHOQOL Grup mengambil pandangan bahwa penting untuk mengetahui seberapa puas atau terganggu orang dengan aspek penting dari kehidupan mereka, dan interpretasi ini akan menjadi masalah yang sangat individual. Penilaian The World Health Organization Quality of Life –WHOQOL-100 adalah penilaian kesehatan yang valid antar lintas-budaya. Penilaian dioperasionalisasikan melalui 100 item yang mewakili 25 aspek yang


(47)

diselenggarakan di enam domain. Alat ini dikembangkan melalui kolaborasi 15 situs di seluruh dunia bekerja dalam bahasa nasional mereka sendiri.

WHOQOL-BREF sedang dikembangkan sebagai versi singkat dari WHOQOL-100. WHOQOL-BREF adalah versi 26 - item yang mengandung item WHOQOL-100 yang diambil dari uji coba lapangan data WHOQOL-100. WHOQOL-BREF berisi satu item dari masing-masing 24 aspek QOL yang termasuk dalam WHOQOL-100, ditambah dua 'patokan' item dari segi umum tentang kualitas hidup secara keseluruhan dan kesehatan umum. WHOQOL-BREF dikembangkan dalam konteks empat domain dari kualitas hidup: fisik, psikologis, sosial dan lingkungan.

Dalam mengukur kualitas hidup dapat juga dengan melalui skoring sistem berupa Short Form-36, terdiri dari 36 pertanyaan yang berisi 8 item yang diukur, yaitu: a. Fungsi fisik terdiri 10 pertanyaan yang mengevaluasi tentang kemampuan untuk memenuhi kebutuhan fisik hidup misalnya memenuhi ADL, berjalan, berpindah; b. Peran-fisik, terdiri 4 item pertanyaan mengevaluasi kemampuan fisik dalam melakukan aktivitas yang terbatas; c. Nyeri tubuh, berisi 2 item skala yang mengevaluasi pengalaman nyeri selama 4 minggu yang lalu dan bagaimana nyeri muncul saat melakukan aktivitas normal; d. Kesehatan umum, berisi 5 item skala mengevaluasi kesehatan umum dalam lingkup persepsi personal; e. Vitalitas, berisi 4 item skala yang mengevaluasi perasaan energy, kelelahan, kelemahan; f. Fungsi sosial, berisi 2 item skala yang mengevaluasi seberapa sering masalah fisik dan emosional muncul mengganggu hubungan dengan keluarga, teman, dan interaksi sosial lain selama 4 minggu yang lalu; g. Peran-emosional, berisi 3 item pertanyaan yang mengevaluasi faktor emosional yang mengganggu kerja atau aktivitas lain; h. Kesehatan mental, berisi 5 item skala yang mengevaluasi perasaan cemas dan depresi (Zadeh, 2003 dalam Nurcahyati 2011).


(48)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara adekuasi hemodialisis dengan kualitas hidup. Variabel independen penelitian ini adalah adekuasi hemodialisis, sedangkan variabel dependen penelitian ini adalah kualitas hidup. Kerangka konsep ini digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian hubungan antara adekuasi hemodialisis dengan kualitas hidup pasien.

Adekuasi Hemodialisis

Kualitas hidup pasien hemodialisis

Aspek Fisik Aspek Psikologis

Aspek Lingkungan Aspek Sosial


(49)

3.2.Definisi Operasional

Tabel 3.1: Definisi Operasional Variabel Penelitian No Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur & Cara Ukur

Hasil Ukur Skala

1. Kualitas Hidup

Kualitas hidup pasien

hemodialisis yang diukur dalam 4 aspek: fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan Alat Ukur: Menggunakan kuesioner kualitas hidup WHOQoL Cara Ukur: Wawancara

Nilai skor maksimum adalah100. Kemudian dibedakan menjadi 2 kelompok.

0 = kualitas kurang baik (total skor responden

<50)

1 = kualitas baik (total skor responden ≥ 50)

Nominal

2. Aspek Fisik Aspek fisik yang diukur melalui

penghitungan jawaban pertanyaan nomor 5; 6; 7; 11; 19; 26.

Alat Ukur: Menggunakan kuesioner kualitas hidup WHOQoL Cara Ukur: Wawancara

Nilai skor adalah

raw score 0 –

100. Kemudian dibedakan

menjadi 2 kelompok.

0 = kualitas kurang baik (total skor responden

<50)

1 = kualitas baik (total skor responden ≥ 50)

Nominal, rasio


(50)

3. Aspek Psikologis Aspek psikologis yang diukur melalui penghitungan jawaban pertanyaan nomor 3; 4; 10; 15; 16; 17; 18.

Alat Ukur: Menggunakan kuesioner kualitas hidup WHOQoL Cara Ukur: Wawancara

Nilai skor adalah

raw score 0 –

100. Kemudian dibedakan

menjadi 2 kelompok.

0 = kualitas kurang baik (total skor responden

<50)

1 = kualitas baik (total skor responden ≥ 50)

Nominal, rasio

4. Aspek sosial Aspek sosial yang diukur melalui

penghitungan jawaban pertanyaan nomor 20; 21; 22. Alat Ukur: Menggunakan kuesioner kualitas hidup WHOQoL Cara Ukur: Wawancara

Nilai skor adalah

raw score 0 –

100. Kemudian dibedakan

menjadi 2 kelompok.

0 = kualitas kurang baik (total skor responden <50)

1 = kualitas baik (total skor responden ≥ 50)

Nominal, rasio

5. Aspek lingkungan Aspek lingkungan yang diukur melalui penghitungan Alat Ukur: Menggunakan kuesioner kualitas hidup WHOQoL

Nilai skor adalah

raw score 0 –

100. Kemudian dibedakan

menjadi 2 Nominal, rasio


(51)

jawaban pertanyaan nomor 8; 9; 12; 13; 14; 23; 24; 25.

Cara Ukur: Wawancara

kelompok.

0 = kualitas kurang baik (total skor responden

<50)

1 = kualitas baik (total skor responden ≥ 50)

6. Adekuasi hemodialisis

Hasil Perhitungan

rumus URR dari kadar BUN sebelum dan setelah tindakan

dialisis

Alat ukur: Lembar

pengumpulan data adekuasi

hemodialisis

Cara ukur:

Data Rekam Medis

1. URR <65%: tidak adekuat

2. URR ≥65%:

adekuat

Nominal

3.3.Hipotesis

1.Hipotesis Nol (Ho)

Tidak ada hubungan antara adekuasi hemodialisis dengan kualitas hidup pasien hemodialisis di Unit Hemodialisis Rasyida Medan.

2.Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada hubungan antara adekuasi hemodialisis dengan kualitas hidup pasien hemodialisis di Unit Hemodialisis Rasyida Medan.


(52)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1.Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain cross-sectional. Desain penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat. Variabel risiko serta efek tersebut diukur menurut keadaan atau statusnya pada waktu observasi, jadi pada desain cross-sectional tidak ada prosedur tindak lanjut atau follow-up (Pramulyo et al, 2011 dalam Ismael & sastroasmoro, 2011).

4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2014 sampai November 2014. Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisis Rasyida Klinik Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan.

4.3.Populasi dan Sampel Penelitian

Perkiraan besar sampel pada penelitian ini didapatkan dengan rumus : � = ��

2�� �2

n=jumlah sampel

��=deviat baku alpha (tingkat kepercayaan 90%, ��=1,64) �=proporsi kategori (�=0,5)

�=1-P

�=presisi/ketepatan relatif (15%) Dengan rumus ini didapat:

� = (1,64)

2× 0,5 × (10,5)

(0.15)2 � = 29,884


(53)

Besar sampel yang digunakan adalah besar sampel minimal, yaitu sebanyak 30 responden.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu peneliti memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subyektif dan praktis, maka dilakukan pengambilan sampel dilakukan dengan memilih secara sengaja menyesuaikan dengan tujuan penelitian dan kriteria responden yang telah ditentukan.

4.3.1.Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini, yaitu:

a. Menjalani terapi hemodialisis secara teratur 2 kali dalam satu minggu, lama tindakan dialisis 4 jam, dan kooperatif,

b. Kesadaran kompos mentis, c. Mampu membaca dan menulis,

d. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini dengan menandatangani

inform concent.

4.3.2.Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini, yaitu: a. Pasien yang tidak sadarkan diri,

b. Pasien yang mengalami penurunan kondisi sehingga tidak memungkinkan ikut serta dalam penelitian ini.

4.4. Metode Pengumpulan Data

4.4.1.Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah lembar alat pengukuran data adekuasi hemodialisis dari rekam medis, dan instrumen berbentuk kuesioner untuk mengukur kualitas hidup.


(54)

Instrumen yang digunakan adalah kuesioner kualitas hidup menurut WHOQoL yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Dr. Ratna Mardiati, dkk.

Aspek/domain yang dinilai dalam penilaian kualitas hidup, yaitu meliputi aspek fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Instrumen penilaian kualitas hidup yang dapat digunakan salah satunya adalah WHOQoL. Telah banyak berkembang alat ukur untuk menilai kualitas hidup oleh para peneliti, digunakan untuk mengukur kualitas pasien-pasien dengan penyakit kronis. WHOQoL berisi 26 item pertanyaan, terdiri dari 5 skala poin. Setiap pertanyaan memiliki skala dengan poin terendah adalah 1 = sangat tidak memuaskan, sampai dengan 5 = sangat memuaskan, kecuali pertanyaan nomor 3, 4, dan 26 dengan pertanyaan bersifat negatif sehingga memiliki jawaban mulai dari 5 = sangat memuaskan, sampai dengan 1 = sangat tidak memuaskan.

Nurcahyati (2011) menuliskan 4 domain, terdiri dari; 1) Domain kesehatan fisik terdiri dari: rasa nyeri, energi, istirahat, tidur, mobilisisasi, aktivitas, pengobatan dan pekerjaan; 2) Domain psikologi yang terdiri dari: perasaan positif dan negatif, cara berpikir, harga diri, body image, spiritual; 3) Domain hubungan sosial terdiri dari: hubungan individu, dukungan sosial, aktivitas seksual; 4) Domain lingkungan meliputi: keamanan fisik, lingkungan rumah, sumber keuangan, fasilitas kesehatan, mudahnya mendapat informasi, kesehatan, rekreasi, transportasi.

4.4.2.Uji Instrumen Penelitian

Dua karakteristik alat ukur dan pengukuran yang amat penting yakni keandalan (realibilitas) dan kesahihan (validitas). Kedua karakteristik itu harus selalu diperhitungkan dalam setiap proses pengukuran. Harus dipahami bahwa tidak ada satu pengukuran pun yang memiliki keandalan dan kesahihan yang sempurna. Peneliti tidak melakukan uji realibilitas dan uji validitas pada kuesioner WHOQoL-BREF, peneliti mengacu pada penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan Septiwi (2011) dan Nurcahyati (2011).


(55)

Nurcahyati (2011) memperlihatkan hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen ini menghasilkan konsistensi internal dan koefisien reliabilitas

(Cronbach’s alpha) sebesar 0.941, sehingga r hasil > r tabel (0.941>0.700), disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan kuesioner WHOQoL adalah valid dan reliable.

4.5.Metode Analisis Data

4.5.1.Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

a. Editing, dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan dan kejelasan data dari hasil pengukuran yang diperoleh dari responden.

b. Coding, adalah merumuskan atau menetapkan kode pada variable yang dibutuhkan. Coding data dilakukan menggunakan komputer.

c. Cleaning data, data yang telah dimasukkan diperiksa kembali, untuk memastikan bahwa data telah bersih dari kesalahan. Baik kesalahan dengan pengkodean maupun dalam membaca kode.

d. Entry data, dalam kegiatan ini data akan dimasukkan sesuai dengan nama-nama variabel yang telah dibuat. Paket program computer akan digunakan untuk mempermudah dan membantu peneliti dari kesalahan-kesalahan pengisian sekaligus untuk dianalisis.

4.5.2.Analisis Data a.Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan msing-masing variabel penelitian, yaitu:

i.Karakteristik responden: jenis kelamin (laki-laki dan perempuan); usia (muda:<45 tahun dan tua ≥45 tahun)

Analisis data kualitas hidup pasien akan dilakukan dengan menentukan frekuensi dan persentasenya. Penyajian data menggunakan tabel distribusi frekuensi.


(1)

Q11

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidaksamasekali 2 6.7 6.7 6.7

sedikit 4 13.3 13.3 20.0

sedang 9 30.0 30.0 50.0

seringkali 6 20.0 20.0 70.0

sepenuhnyadialami 9 30.0 30.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Q19

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangattidakmemuaskan 1 3.3 3.3 3.3

tidakmemuaskan 4 13.3 13.3 16.7

biasa-biasasaja 12 40.0 40.0 56.7

memuaskan 12 40.0 40.0 96.7

sangatmemuaskan 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Q26

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid selalu 1 3.3 3.3 3.3

sangatsering 3 10.0 10.0 13.3

cukupsering 9 30.0 30.0 43.3

jarang 7 23.3 23.3 66.7

tidakpernah 10 33.3 33.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pertanyaan Aspek Sosial

Q20

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidakmemuaskan 5 16.7 16.7 16.7

biasa-biasasaja 16 53.3 53.3 70.0

memuaskan 6 20.0 20.0 90.0

sangatmemuaskan 3 10.0 10.0 100.0


(2)

Q21

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangattidakmemuaskan 2 6.7 6.7 6.7

tidakmemuaskan 11 36.7 36.7 43.3

biasa-biasasaja 13 43.3 43.3 86.7

memuaskan 4 13.3 13.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Q22

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidakmemuaskan 2 6.7 6.7 6.7

biasa-biasasaja 13 43.3 43.3 50.0

memuaskan 12 40.0 40.0 90.0

sangatmemuaskan 3 10.0 10.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Aspek Lingkungan

Q8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sedikit 3 10.0 10.0 10.0

dalamjumlahsedang 16 53.3 53.3 63.3

Sangatsering 11 36.7 36.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Q9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sedikit 2 6.7 6.7 6.7

dalamjumlahsedang 14 46.7 46.7 53.3

Sangatsering 14 46.7 46.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Q12

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidaksamasekali 2 6.7 6.7 6.7

Sedikit 7 23.3 23.3 30.0

Sedang 12 40.0 40.0 70.0

Seringkali 1 3.3 3.3 73.3


(3)

Q12

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidaksamasekali 2 6.7 6.7 6.7

Sedikit 7 23.3 23.3 30.0

Sedang 12 40.0 40.0 70.0

Seringkali 1 3.3 3.3 73.3

sepenuhnyadialami 8 26.7 26.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Q13

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidaksamasekali 2 6.7 6.7 6.7

Sedikit 5 16.7 16.7 23.3

Sedang 9 30.0 30.0 53.3

seringkali 9 30.0 30.0 83.3

sepenuhnyadialami 5 16.7 16.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Q14

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidaksamasekali 5 16.7 16.7 16.7

sedikit 6 20.0 20.0 36.7

sedang 7 23.3 23.3 60.0

seringkali 8 26.7 26.7 86.7

sepenuhnyadialami 4 13.3 13.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Q23

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidakmemuaskan 1 3.3 3.3 3.3

biasa-biasasaja 11 36.7 36.7 40.0

memuaskan 15 50.0 50.0 90.0

sangatmemuaskan 3 10.0 10.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Q24

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidakmemuaskan 1 3.3 3.3 3.3


(4)

memuaskan 16 53.3 53.3 83.3

sangatmemuaskan 5 16.7 16.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Q25

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidakmemuaskan 2 6.7 6.7 6.7

biasa-biasasaja 13 43.3 43.3 50.0

memuaskan 14 46.7 46.7 96.7

sangatmemuaskan 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Aspek-aspek Kualitas Hidup

fisik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 14 46.7 46.7 46.7

kurangbaik 16 53.3 53.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

psikologis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 18 60.0 60.0 60.0

kurangbaik 12 40.0 40.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

sosial

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 20 66.7 66.7 66.7

kurangbaik 10 33.3 33.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

lingkungan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 26 86.7 86.7 86.7

kurangbaik 4 13.3 13.3 100.0


(5)

Kualitas Hidup

kualitashidup

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid baik 22 73.3 73.3 73.3

kurangbaik 8 26.7 26.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Distribusi normal aspek fisik, psikologis, sosial, lingkungan, skor whoqol

Statistics

skorwhoqol D1 D2 D3 D4

N Valid 30 30 30 30 30

Missing 0 0 0 0 0

Mean 55.42 51.23 54.67 52.67 60.90

Std. Error of Mean 1.818 2.337 2.569 2.552 2.338

Median 56.77 44.00 56.00 53.00 56.00

Std. Deviation 9.959 12.803 14.072 13.976 12.807

Variance 99.183 163.909 198.023 195.333 164.024

Skewness .690 1.112 .723 .194 .695

Std. Error of Skewness .427 .427 .427 .427 .427

Kurtosis 1.350 1.450 1.166 .035 .056

Std. Error of Kurtosis .833 .833 .833 .833 .833

Range 46 57 69 56 50

Minimum 40 31 25 25 44

Maximum 85 88 94 81 94

Percentiles 10 42.81 38.00 44.00 31.00 44.00

20 44.79 44.00 44.00 44.00 50.00

25 47.14 44.00 44.00 44.00 50.00

30 50.31 44.00 44.00 44.00 51.80

40 53.13 44.00 46.40 50.00 56.00

50 56.77 44.00 56.00 53.00 56.00

60 57.29 56.00 56.00 56.00 63.00

70 59.79 56.00 56.00 56.00 69.00

75 61.72 57.75 63.00 56.00 69.00

80 63.33 63.00 67.80 66.40 69.00

90 66.67 63.00 74.40 74.40 81.00

Korelasi Pearson aspek fisik, psikologis, sosial, lingkungan, skor whoqol

Correlations

skorwhoqol D1 D2 D3 D4

skorwhoqol Pearson Correlation 1 .792** .670** .647** .822**


(6)

LAMPIRAN 7

N 30 30 30 30 30

D1 Pearson Correlation .792** 1 .440* .519** .488**

Sig. (2-tailed) .000 .015 .003 .006

N 30 30 30 30 30

D2 Pearson Correlation .670** .440* 1 .418* .343

Sig. (2-tailed) .000 .015 .021 .063

N 30 30 30 30 30

D3 Pearson Correlation .647** .519** .418* 1 .495**

Sig. (2-tailed) .000 .003 .021 .005

N 30 30 30 30 30

D4 Pearson Correlation .822** .488** .343 .495** 1

Sig. (2-tailed) .000 .006 .063 .005

N 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .076a 1 .783

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .073 1 .787

Fisher's Exact Test 1.000 .621

N of Valid Cases 30

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .80. b. Computed only for a 2x2 table

kualitashidup

baik kurangbaik

Count Table N % Count Table N % adekuasihemodialisis adekuat 20 66.7% 7 23.3%

tidakadekuat 2 6.7% 1 3.3%


Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Karakteristik Pasien dengan Adekuasi Hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan pada Tahun 2014

0 63 57

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

3 100 81

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 15

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 2

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 5

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

1 3 19

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN ADEKUASI HEMODIALISIS DIKLINIK SPESIALIS GINJAL DAN HIPERTENSI RASYIDA, MEDAN TAHUN 2014

0 2 14

Hubungan Adekuasi Hemodialisis Dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis Di Unit Hemodialisis Klinik Spesialis Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan Tahun 2014

1 1 19

2.1.1. Pengertian Hemodialisis - Hubungan Adekuasi Hemodialisis Dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis Di Unit Hemodialisis Klinik Spesialis Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan Tahun 2014

0 1 22

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang - Hubungan Adekuasi Hemodialisis Dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis Di Unit Hemodialisis Klinik Spesialis Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan Tahun 2014

0 0 6