Penelitian Terdahulu Kerangka Konseptual

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Penelitian Mukherjee dan Nath 2003 dikembangkan berdasarkan teori commitment-trust yang sangat terkenal dari Morgan dan Hunt 1994. Penelitian yang dilakukan oleh Mukherjee dan Nath 2003 menemukan bahwa shared value adalah faktor yang paling mempengaruhi keepercayaan konsumen dan berpengaruh positif terhadap trust yang diikuti oleh opportunistic behaviour yang berhubungan negatif dengan trust dan communication yang berhubungan positif terhadap trust. Shared value juga faktor yang paling mempengaruhi commitment yang diikuti oleh trust. Privacy, speed of response, regulatory control, reputation, degree and length of association merupakan faktor yang paling tinggi pengaruhnya dalam konstruk shared value, communication, opportunistic behaviour, trust dan commitment 2. Penelitian yang dilakukan oleh Mukherjee dan Nath 2003 serta penelitian Shergill dan Li 2005. Mukherjee dan Nath 2003 meneliti 510 pengguna online banking di India tentang pengaruh shared value, communication dan opportunistic behaviour terhadap trust dan pengaruh trust terhadap relationship commitment. Sedangkan Shergill dan Li 2005 meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan dan loyalitas pengguna I Banking di New Zealand yang terdiri dari shared 10 value, communication, opportunistic behavior control mempengaruhi trust dan trust, satisfaction, brand reputation, switching cost mempengaruhi loyalty.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Internet

Menurut Widjajanto 2001 dalam bukunya Sistem Informasi Akuntansi Internet adalah suatu jaringan internasional dari berbagai jaringan yang menghubungkan puluhan juta penduduk pada lebih dari seratus Negara sehingga merupakan lalulintas informasi yang luar biasa di bumi. Internet adalah medium yang digunakan untuk mendistribusikan informasi tentang apa saja oleh siapa saja dan dari mana saja untuk siapa saja dalam bentuk digital yang ketersediaannya tidak memiliki batasan khusus. Proboyekti, 2007. Menurut Hopwood 2006, 82, internet adalah jalur elektronik yang terdiri dari berbagai standard an protocol yang memungkinkan computer dilokasi manapun untuk saling berkomunikasi. 2.2.1.1.Fungsi dan Kemampuan Internet Menurut Widjajanto 2001, kemampuan yang menonjol dalam internet adalah kemampuannya untuk menghubungkan berbagai pihak yang berada diberbagai lokasi dunia. Fungsi dan kemampuan internet antara lain terletak aspek komunikasi, penyediaan informasi, dan fasilitas 11 untuk promosi. Masing-masing aspek tersebut akan diuraikan sebagai berkut:

1. Kemampuan Komunikasi

Kemampuan ini memberikan fasilitas kepada penggunanya untuk melakukan komunikasi dengan pihak lain di berbagai Penjuru dunia fasilitas electronic mail E-mail memberikan peluang kepada pengguna untuk mengirim pesan, sehingga para pengusaha diseluruh dunia dapat memperlancar transaksi bisnis. Selain itu, internet juga memberikan fasilitas untuk mengobrol chatting membahas berbagai topic yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak dimanapun berada. Widjajanto, 2001: 182

2. Kemampuan Menyediakan Informasi

Internet terhubung dengan ratusan catalog perpustakaan, sehingga pengguna internet dapat meneliti ribuan database yang terbuka untuk umum melalui jaringan tersebut yang disediakan oleh perusahaan, pemerintah ataupun organisasi nirlaba. Pengguna internet dapat mempergunakan informasi untuk berbagai keperluan bisnisnya, sehingga bisa mengetahui kondisi lingkungan termasuk pesaing dan perkembangan kepentingan para stakeholder.

3. Mempermudah Promosi

Kemampuan ini membuat internet dapat dignakan sebagai wahana penawaran dan pemasaran produk. Fungsi ini dilaksanakan oleh World Wide Web the Web. The Web adalah seperangkat standar untuk menyimpan, menarik, memformat, dan menampilkan informasi dengan menggunakan arsitektur client-server, graphical user interface, dan 12 bahasa hiperteks sehingga terhubung secara dinamis dengan dokumen lainnya. Dengan menggunakan kemampuan ini, perusahaan dapat menampilkan iklan di internet sehingga bisa dibaca setiap pengunjung jaringan tersebut e-dagang.

2.2.1.2. Manfaat Internet Menurut Emasria 2006 manfaat yang didapat dari internet adalah:

1. Menghemat biaya komunikasi 2. Meningkatkan kemampuan komunikasi 3. Mempercepat penyebaran pengetahuan 4. Meningkatkan layanan pada pelanggan 5. Memperlancar promosi dan penjualan

2.2.2. Bisnis Melalui Internet

2.2.2.1. E- commerce

Electronic commerce didefinisikan beragam oleh para peneliti. Pada penelitian ini, penulis mengambil definisi electronic commerce yang dikemukakan oleh Urbaczewski et al. 2002 yakni penggunaan jaringan komputer untuk melakukan penjualan dan pembelian barang, jasa atau informasi secara elektronis dengan para suplier, konsumen atau kompetitor atau antar konsumen. Definisi ini membutuhkan dua persyaratan agar suatu perniagaan dapat disebut sebagai electronic commerce. Syarat pertama: perniagaan dilakukan secara online dan kedua, adanya pertukaran nilai exchange value. Perniagaan secara online mengindikasikan adanya penggunaan jaringan komputer yang menjadi dasar teknologi informasinya untuk 13 mendukung akumulasi data, manipulasi atau komunikasi. Jaringan komputer yang digunakan dalam bertransaksi berupa jaringan terbuka seperti internet ataupun jaringan privat yang tertutup seperti intranet yang hanya dapat digunakan oleh kalangan tertentu yang diizinkan pengelola jaringan. Fokus penelitian ini adalah perniagaan secara elektronik pada jaringan internet. Cowles et al. 2002. Pertukaran nilai exchange value yang dilakukan melalui electronic commerce melibatkan hal yang berkaitan dengan barang, jasa, informasi, uang, waktu dan kenyamanan. Perusahaan manufaktur, distributor ataupun pedagang eceran dapat menjual produknya melalui internet. Bila produk berupa barang digital misal: software atau musik dapat juga dijual melalui internet. Demikian pula suatu bank dapat memberikan pelayanan kepada konsumennya untuk membayar tagihan atau memperbaiki data pribadinya dengan menggunakan jaringan internet. Cowles et al. 2002. Ada tiga elemen berbeda yang ditemui di e-commerce. Pertama, vendor yakni organisasi atau orang yang menjual barang atau jasa secara elektronik. Mereka disebut electronic vendor atau e-vendor. Kedua, konsumen yang menggunakan jasa elektronik untuk mencari informasi, memesan jasa atau membeli produk. Ketiga, teknologi berupa perangkat keras komputer, internet, telepon seluler, perangkat lunak yang dapat digunakan untuk bertransaksi Cowles et al. 2002. E-commerce berdasar pasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori: business to business B2B e-commerce dan business to consumer B2C e-commerce. E-vendor yang bergerak di business to 14 business B2B e-commerce akan melakukan pertukaran bisnis antar organisasi bisnis di pasar online tersebut. Sedang pasar yang dituju e- vendor yang bergerak di business to consumer B2C e-commerce adalah konsumen akhir yang akan mengkonsumsi barang atau jasa yang dibeli. Riset ini akan memfokuskan trust yang ada di business to consumer B2C e-commerce.

2.2.2.2. Sistem Aplikasi E-Commerce

Murthy 2004 mengklasifikasikan sistem electronic commerce sebagai sistem informasi akuntansi yang real time dan berbasis internet online. Sistem informasi akuntansi menurut Wilkinson et al. 2001 adalah kesatuan struktur pada suatu entitas bisnis yang menggunakan sumber daya fisik dan komponen lainnya untuk mengubah data ekonomi menjadi informasi akuntansi dengan tujuan memuaskan kebutuhan informasi bagi berbagai pengguna. Aplikasi web e-commerce beroperasi melibatkan dua sisi yakni sisi mesin server dan sisi client atau sering disebut serverclient. Server bertugas menyediakan bermacam-macam jenis layanan misalnya adalah pengaksesan berkas, peripheral, database dan dihubungkan dengan berbagai client. Sedangkan client adalah sebuah terminal yang menggunakan layanan tersebut. Sebuah terminal client melakukan pemrosesan data di terminalnya sendiri dan hal itu menyebabkan spesifikasi dari server tidaklah harus memiliki performansi yang tinggi, dan kapasitas penyimpanan data yang besar karena semua pemrosesan data yang merupakan permintaan dari client dilakukan di terminal client 15 Raharja dkk, 2001. Jaringan komputer yang terdistribusi seperti LAN, WAN dan juga internet yang digunakan untuk e-commerce membutuhkan kontrol dan keamanan yang lebih kompleks, sehingga akuntan terutama fungsi internal audit perlu untuk mengevaluasi lingkungan pengendalian yang relevan dengan jaringan atau web servernya Wilkinson et al., 2000.

2.2.3. Trust Di Electronic Commerce

Mengadopsi istilah yang digunakan Jarvenpaa dan Tractinsky 1999 penulis mendefinisikan kepercayaan trust di sistem e-commerce sebagai kesediaan konsumen untuk bergantung pada penjual dan melakukan tindakan pembelian walaupun penjual dapat dengan mudah merugikan konsumen. Trust adalah suatu harapan bahwa pihak yang telah dipercaya tidak akan berlaku curang dengan mengambil keuntungan pribadi dalam situasi tertentu Gefen et al. 2003. Trust merupakan keyakinan bahwa masing-masing pihak saling bergantung dan saling membutuhkan Kumar et al. 1995. Trust berkaitan dengan keyakinan bahwa pihak yang dipercaya akan memenuhi komitmennya Luhman, 1979 dan Rotter, 1971 dalam Gefen et al. 2003. Jarak jauh yang memisahkan konsumen dan situs belanja dan infrastruktur internet menghasilkan ketidakpastian dalam bertransaksi dengan e-vendor sehingga pelanggan memiliki risiko kehilangan uang dan privasinya Pavlou, 2003. Ketidak-pastian sosial dan risiko dengan electronic vendor e-vendor menjadi tinggi karena perilaku e-vendor tidak dapat dimonitor Reichheld dan Schefter 2000 dalam Gefen et al. 16 2003. Kurangnya rasa percaya menjadi alasan utama konsumen untuk tidak berhubungan dengan situs e-commerce Keen dalam Pavlou, 2003. Ketidakpastian yang melekat di electronic commerce membuat para peneliti berargumen bahwa membangun kepercayaan trust dan memperkecil risiko menjadi faktor paling penting dalam bertransaksi di electronic commerce Pavlov, 2003, Gefen et al. 2003, Jarvenpa dan Tractinsky, 1999, McKnight, 2002. Penelitian-penelitian sebelumnya dengan seting luar negeri telah membuktikan bahwa trust terhadap situs e-commerce akan menimbulkan niatan untuk membeli. Menurut Schneider 2003, e-dagang memberikan peluang kepada para pembisnis untuk mengetahui informasi bisnis baru dimana dianya beroperasi. Ini memberi perkembanganyang sehat diantara pembisnis untuk membicarakansegala maslaah yang berkaitan dengannya dan system e-dagang juga meningkatkan kecepatan dan ketepatan bisnis selanjutnya juga merendahkan cost transaksi.

2.2.4. Shared Value

Suatu tahap dimana mitra bisnis memiliki keyakinan mengenai tingkah laku, tujuan dan peraturan yang penting atau tidak penting, tepat atau tidak tepat dan benar atau salah Morgan dan Hunt 1994. Di dalam konteks online banking, shared value menyimbolkan keyakinan konsumen dan bank terhadap nilai-nilai seperti ethics, security dan privacy Mukherjee dan Nath 2003. Menurut Mukherjee dan Nath 2003 dan Shergill dan Li 2005, shared value dapat diukur dengan menggunakan indikator privacy, security dan ethics. a Privacy. Sudah banyak survei yang menemukan adanya kekhawatiran yang tinggi dari konsumen tentang kerahasiaan data- 17 data pribadi mereka di dalam aktivitas online Swaminathan et al. 1999. Dalam transaksi online, ada resiko hilangnya kerahasiaan, yang merupakan faktor yang signifikan dalam membangun kepercayaan Culnan dan Armstrong 1999. Novak et al. 1999 mengungkapkan bahwa kekhawatiran yang utama mengenai kerahasiaan data-data pribadi bagi pengguna online banking adalah pelanggaran kebebasan pribadi dan kurangnya kerahasiaan, dimana ada penyalahgunaan dan kurangnya pengendalian terhadap kerahasiaan informasi dalam transaksi. Dengan adanya keyakinan pengguna dan bank terhadap nilai privacy maka privacy adalah indikator untuk mengukur shared value, b Security. Menurut Jones dan Vijayasarathy 1998, konsumen percaya bahwa saluran pembayaran di internet tidak aman. Hal ini mengurangi kepercayaan konsumen, sehingga mereka malas melakukan transaksi online banking Mukherjee dan Nath 2003. Di Indonesi adanya situs klikbca.com yang bukan milik BCA akan tetapi dibuat menyerupai klikbca.com typosquatter merupakan fakta yang menodai e-commerce di Indonesia dan jika masalah ini tidak diatasi, maka kepercayaan masyarakat akan amannya transaksi e-commerce menjadi luntur dan menyebabkan layanan ini dihindari Raharjo 2002 dan c Ethics. Nilai-nilai etika menjelaskan kesempatan bank untuk memberikan informasi produk yang tidak lengkap atau membocorkan informasi pribadi dari konsumennya dan menjual informasi itu pada pihak lain Mukherjee dan Nath 2003. Dengan tujuan untuk mengurangi timbulnya resiko terhadap kejujuran, penyedia jasa e-commerce harus mempertimbangkan nilai-nilai etika secara serius Shergill dan Li 2005. Menurut Benassi 1999 mekanisme seperti kode-kode etika perbankan dan lembaga pemerintah yang mendirikan dan menjalankan 18 hokum dan peraturan perbankan dapat membangun kepercayaan mengenai kemanan dan kerahasiaan informasi. Pengguna dan bank memiliki keyakinan mengenai nilai-nilai etika yang baik dalam e-commerce sehingga ethics juga digunakan sebagi indikator untuk mengukur shared value.

2.2.5. Communication

Menurut Anderson dan Narus 1990 yang dikutip oleh Mukherjee dan Nath 2003, communication dapat didefinisikan sebagai “pembagian informasi yang berarti dan tepat waktu baik secara resmi maupun tidak resmi. Morgan dan Hunt 1994 berpendapat persepsi mitra bisnis bahwa communication masa lalu dari pihak lain yang relevan, tepat waktu dan dapat dipercaya akan semakin meningkatkan trust. Penelitian yang dilakukan oleh Gefen dan Straub 2001 menemukan bahwa communication manusia dengan mesin, atau setidaknya trust bahwa sistem elektronik mempunyai karakteristik sosial, sangat penting untuk membangun kepercayaan konsumen online. Semakin tinggi tingkat komunikasi sosial yang ditampilkan oleh suatu website bank, semakin besar pengaruhnya pada trust konsumen dan meningkatkan kemungkinan konsumen melakukan transaksi online Mukherjee dan Nath 2003. Pada tahap dimana suatu website dapat mempertinggi komunikasi sosialnya yang meliputi keterbukaan openness, kecepatan dalam merespon speed of response dan kualitas informasi quality of information akan mempengaruhi kemampuan situs tersebut untuk memenuhi kebutuhan pengguna internet Mukherjee dan Nath 2003. Sehingga communication dapat diukur oleh indikator openness, speed of response dan quality of information. 1 Openness. 19 Kepercayaan didapatkan melalui keterbukaan dalam komunikasi yang secara spesifik melibatkan konsumen perseorangan dan hubungan mereka dengan bank Mukherjee dan Nath 2003, 2 Speed of Response. Menurut Shergill dan Li 2005, tanpa menggunakan cara berkomunikasi yang tepat, e-commerce tidak dapat membangun hubungan yang baik dengan penggunanya dan hasil penelitian yang dilakukan Shergill dan Li 2005 menunjukkan bahwa konsumen mempertimbangkan speed of response dengan serius ketika berkomunikasi dengan penyedia layanan e-commerce dan 3 Quality of Information. Industri e-commerce juga harus terbuka dan menyediakan informasi yang berkualitas tinggi untuk konsumennya Shergill dan Li 2005.

2.2.6. Opportunistic Behaviour Control

Menurut Williamson 1975 yang dikutip oleh Mukherjee dan Nath 2003, opportunistic behavior didefinisikan sebagai pencarian akan kemungkinan seseorang termakan tipu muslihat ketika melakukan suatu transaksi. Opportunistic Behaviour Control berperan sebagai faktor penting yang mempengaruhi kepercayaan Shergill dan Li 2005. Shergill dan Li 2005 mengkonsepkan regulatory control dan asymmetry information control sebagai indikator untuk mengukur opportunistic behaviour control. 1 Regulatory Control Ketika konsumen menggunakan online banking, mereka memperkirakan tingkat keepercayaan diri mereka atas mekanisme regulatory control di dunia virtual Mukherjee dan Nath 2003. Ada website yang palsu dan identitas online dapat dilupakan dengan mudah Ba 2001. 20 Karena perkembangan e-commerce yang cepat menyebabkan timbulnya resiko yang sama dengan keuntungan yang didapatkan, regulatory control menampilkan fungsi identifikasi, pengukuran, pengoperasian e-commerce untuk memperkuat keamanan lingkungan saat melakukan aktivitas keuangan melalui internet Shergill dan Li 2005, 2 Asymmetry Information Control. Terdapat Information asymmetry pada kelengkapan informasi suatu produk, yaitu informasi yang lengkap tentang kualitas produk yang sulit didapatkan di dalam lingkungan virtual Ba 2001. Konsumen yang tidak mendapatkan informasi yang lengkap tentang kualitas suatu produk, seringkali kehilangan kepercayaaan untuk melakukan transaksi online Ba 2001.

2.2.7. Trust

2.2.7.1.Pengertian Trust Kepercayaan trust didefinisikan oleh Moorman,et.al. 2003 : 82 sebagai keinginan untuk mempercayakan pertukaran kemitraan yang diantaranya harus mempunyai confidence. Kepercayaan trust secara umum dipandang sebagai unsur yang mendasar bagi keberhasilan relationships tidak akan bertahan dalam jangka waktu yang panjang, hal ini sesuai dengan definisi Moorman,et.al. 2003 : 82,”Bahwa kepercayan adalah suatu rasa percaya kepada mitra dimana seseorang berhubungan berkerjasama”. Morgan dan Hunt dalam Jasfar 2002, berpendapat bahwa “trust is a willingness to rely on an exchange partner in whom one has convidence”. Sedangkan Donney dan Cannon dalam Jasfar 2002, mendefinisikan bahwa 21 kepercayaan “as a perceived credibility and benevolence of a target of trust”. Kepercayaan menyangkut kredibilitas mitra sekaligus harapan terhadapnya dan secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Menurut Morgan dan Hunt dalam Jasfar 2002 : 69, menjelaskan bahwa kepercayaan timbul karena adanya suatu rasa percaya kepada pihak lain yang memandang mempunyai kualitas yang dapat mengikat dirinya seperti tindakan yang konsisten, kompeter, jujur, adil, bertanggung jawab, suka membantu, dan rendah hati. Apabila kepercayaan sudah terjalin antara pelanggan dan perusahaan, maka usaha membinanya lebih mudah. Pandangan-pandangan tersebut menyatakan bahwa, tanpa adanya vulnerability, trust tidak diperlukan karena hasilnya tidak berkaitan bagi trustor. Pandangan tersebut konsisten dengan pendapat Deutsch dalam Moorman, Deshpande, dan Zaltman 2003 yang menyatakan “trust is actions that increase one’s vulnerability to another”. Kedua, definisi tersebut digambarkan dalam pandangan klasik bahwa trust merupakan harapan umum yang dipertahankan oleh individu yang ucapan dari satu pihak lainnya dapat dipercaya. Morgan dan Hunt 2004; 23 mendefinisikan “trust as the perception of confidence in the exchange partner’s reliability and integrity.” Anderson dan Narus dalam Moorman et.al. 2003: 45, memfokuskan hasil yang dirasakan dari trust ketika mereka mendefinisikan trust sebagai kepercayaan perusahaan terhadap perusahaan lainnya yang memiliki kinerja yang memberikan hasil yang positif sebaik perusahaan yang tidak menempatkan kejadian-kejadian yang tidak diharapkan dari hasil 22 yang negative.mereka menyatakan “the firms belief that another company will perform action that will result in positive outcomes for the firm as well as not take unexpected actions that results in negative outcomes.” Trust adalah suatu harapan bahwa pihak yang telah dipercaya tidak akan berlaku curang dengan mengambil keuntungan pribadi dalam situasi tertentu Gefen et al. 2003. Trust merupakan keyakinan bahwa masing- masing pihak saling bergantung dan saling membutuhkan Kumar et al. 1995. Trust berkaitan dengan keyakinan bahwa pihak yang dipercaya akan memenuhi komitmennya Luhman, 1979 dan Rotter, 1971 dalam Gefen et al. 2003. Jarak jauh yang memisahkan konsumen dan situs belanja dan infrastruktur internet menghasilkan ketidakpastian dalam bertransaksi dengan e-vendor sehingga pelanggan memiliki risiko kehilangan uang dan privasinya Pavlou, 2003. Ketidak-pastian sosial dan risiko dengan electronic vendor e-vendor menjadi tinggi karena perilaku e-vendor tidak dapat dimonitor Reichheld dan Schefter 2000 dalam Gefen et al. 2003. Kurangnya rasa percaya menjadi alasan utama konsumen untuk tidak berhubungan dengan situs e-commerce Keen dalam Pavlou, 2003. Ketidakpastian yang melekat di electronic commerce membuat para peneliti berargumen bahwa membangun kepercayaan trust dan memperkecil risiko menjadi faktor paling penting dalam bertransaksi di electronic commerce Pavlov, 2003, Gefen et al. 2003, Jarvenpa dan Tractinsky, 1999, McKnight, 2002. Penelitian-penelitian sebelumnya dengan seting luar negeri telah membuktikan bahwa trust terhadap situs e- commerce akan menimbulkan niatan untuk membeli. 23 Berbagai penelitian mengenai trust di sistem e-commerce telah mengindentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi trust diantaranya situational normality belief, calculative based-belief, perceived size, cognition based trust. 2.2.7.2.Technology Orientation Besarnya kepercayaan konsumen terhadap sistem elektronik berkaitan dengan besarnya kepercayaan mereka terhadap online banking Lee dan Turban 2001. Ketika konsumen memperkirakan faktor kepercayaan, beberapa persoalan muncul dalam pikiran mereka dan salah satu persoalan tersebut adalah kesesuaian kemampuan dari sistem elektronik tersebut dengan harapan konsumen Mukherjee dan Nath 2003. Konsumen menggunakan beberapa ukuran seperti kecepatan akses, apakah jaringannya dapat dipercaya, sistem navigasi untuk mengevaluasi transaksi-transaksi elektronik Lee dan Turban 2001. Orientasi konsumen terhadap teknologi dari komunikasi elektronik dan internet seringkali mewakili kepercayaan mereka dalam e-commerce Mukherjee dan Nath 2003 sehingga technology orientation merupakan indikator dari kepercayaan 2.2.7.3.Reputation Sebagai “keseluruhan kualitas atau karakter yang dapat dilihat atau dinilai secara umum oleh masyarakat” Malaga 2001. Ketika konsumen memproses informasi dalam online banking, mereka akan mempertimbangkan reputasi bank tersebut Mukherjee dan Nath 2003 dimana reputasi adalah faktor yang sangat penting dari kepercayaan. Ba 2001 menyatakan bahwa ketika konsumen merasa suatu online bank 24 memiliki reputasi yang jelek, mereka akan malas menggunakan website bank tersebut. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa reputation dapat digunakan untuk mengukur kepercayaan. 2.2.7.4.Perceived Risk Besarnya persepsi konsumen mengenai resiko mempengaruhi besarnya kepercayaan mereka terhadap online bank dan sistem dari online bank tersebut sehingga ketika memproses informasi online, konsumen sering menganggap bahwa ada resiko yang tinggi walaupun resiko tersebut sebenarnya rendah Mukherjee dan Nath 2003. Konsumen online yang lebih berpengalaman mempunyai lebih banyak informasi mengenai online banking sehingga mereka beranggapan resikonya rendah dan karena itu mereka mempunyai kepercayaan yang lebih dalam transaksi online Ba 2001. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa perceived risk dapat digunakan untuk mengukur kepercayaan. Morgan dan Hunt 1994, Mukherjee dan Nath 2003 mengkonsepkan kepercayaan dipengaruhi oleh shared value, communication dan opportunistic behaviour. Shergill dan Li 2005 juga mengkonsepkan kepercayaan dipengaruhi oleh shared value, communication dan opportunistic behaviour control. Dengan adanya dukungan teori dari Shergill dan Li, Morgan dan Hunt serta Mukherjee dan Nath maka penelitian ini juga mengkonsepkan kepercayaan dipengaruhi oleh shared value, communication dan opportunistic behaviour control.

2.2.8. Customer Loyalty

Assael 1998: 130 mendefinisikan loyalitas sebagai “a favorable attitude toward a brand resulting in consistent purchase of the brand over time.” Literatur-literatur pemasaran menyatakan bahwa loyalitas dapat 25 dipahami dari dua dimensi sebagai berikut Jacoby dan Kyner, 1973 seperti dikutip oleh Hallowel, 1996: 1. Loyalty is behavioral, artinya loyalitas dapat dipahami sebagai konsep yang menekankan pada runtutan pembelian, proporsi pembelian, probabilitas pembelian Dick dan Basu, 1994. Pemahaman ini sering disebut pendekatan keperilakuan behavioral approach. 2. Loyalty as an attitude, artinya loyalitas dipahami sebagai komitmen psikologis pelanggan terhadap obyek tertentu Dharmmesta, 1999. Pemahaman ini sering disebut sebagai pendekatan attitudinal attitudinal approach. Mowen Minor 1998 seperti dikutip oleh Dharmmesta 1999: 74 mengemukakan definisi loyalitas merek sebagai “kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang.” Boulding dan kawan-kawan 1993 seperti dikutip oleh Dharmmesta 1999 juga mengemukakan bahwa terjadinya loyalitas merek pada konsumen itu disebabkan olehadanya pengaruh kepuasan ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara terus- menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk. Oliver 1999: 34 mendefinisikan loyalitas sebagai “a deeply held commitment to rebuy or repatronize a preferred productservice consistently in the future, thereby causingrepetitive same-brand or same brand-set purchasing, despite situational influences and marketing efforts having the potential to cause switching behavior.” Tiga definisi tersebut di atas didasarkan atas pendekatan keperilakuan dan attitudinal. Penggabungan dua pendekatan 26 tersebut baru dapat memberikan definisi operasional yang cukup memuaskan untuk menganalisa loyalitas pelanggan Dharmmesta, 1999; Dick dan Basu, 1994. Loyalitas akan berkembang mengikuti tiga tahap, yaitu tahap kognitif, afektif, dan konatif. Konsumen akan loyal lebih dulu pada aspek kognitifnya, kemudian pada aspek afektif, dan akhirnya pada aspek konatif Oskamp, 1991 seperti dikutip olehDharmmesta, 1999. Pendapat tersebut sejajar dengan ilmu perilaku konsumen, bahwa konsumen akan melalui tahap learning ฀ perception ฀ attitude ฀ behavior. Sikap sendiri terdiri dari 3 komponen, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif berkaitan dengan proses pembelajaran konsumen, sedangkan komponen afektif berkaitan dengan sikap, dan konatif berkaitan dengan perilaku. Hal ini berarti sebelum mencapai aspek konatif, konsumen harus melewati terlebih dahulu aspekkognitif dan afektif. Dharmmesta 1999 dan Oliver 1999 mengemukakan 4 tahap loyalitas sebagai berikut: a. Tahap pertama: Loyalitas Kognitif Pada tahap ini, konsumen akan menggunakan basis informasi yang secara memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lainnya. Jadi, loyalitasnya hanya didasarkan pada kognisi saja. Karena loyalitas ini hanya didasarkan atas kognisi saja, makaloyalitas ini tidak cukup kuat untuk membuat konsumen tetap loyal. b. Tahap kedua: Loyalitas Afektif Pada tahap ini, loyalitas konsumen didasarkan atas aspek afektif konsumen. Sikap merupakan fungsi dari kognisi pengharapan pada 27 periode awal pembelian masa pra konsumsi dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya plus kepuasan di periode berikutnya masa pasca konsumsi. Loyalitas afektif muncul akibat dorongan factor kepuasan. Tetapi, kepuasan belum menjamin adanya loyalitas, karena kepuasan konsumen berkorelasi tinggi dengan niat membeli ulang di masa mendatang. Niat, bahkan pembelian ulang belum menunjukkan adanya loyalitas, hanya dapat dianggap tanda awal munculnya loyalitas. Loyalitas pada tahap ini jauh lebih sulit dirubah, karena loyalitasnya sudah masuk ke dalam benak konsumen sebagai afek dan bukan sebagai kognisi yang mudah berubah. Afek memiliki sifat yang tidak mudah berubah, karena sudah terpadu dengan kognisi dan evaluasi konsumen secara keseluruhantentang suatu merek Oskamp, 1991 seperti dikutip oleh Dharmmesta, 1999. c. Tahap Ketiga: Loyalitas Konatif Konasi menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu ke arah suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu, loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. Komitmen sepertiini sudah melampaui afek. Afek hanya menunjukkan kecenderungan motivasional, sedangkan komitmen melakukan menunjukkan suatu keinginan untuk menjalankan tindakan. Tahap Keempat: Loyalitas Tindakan Aspek konatif atau niat melakukan adalah kondisi yang mengarah pada kesiapan bertindak dan pada keinginan untuk mengatasi hambatan untuk mencapai tindakan tersebut. Artinya, tindakan merupakan hasil 28 pertemuan dua kondisi tersebut. Dengan kata lain, tindakan mendatang sangat didukunh oleh pengalaman mencapai sesuatu dan penyelesaian hambatan. Hal ini menunjukkan bagaimana loyalitas itu dapat menjadi kenyataan: loyalitas kognitif loyalitas afektif ฀ loyalitas konatif ฀ loyalitas tindakan loyalitas yang ditopang dengan komitmen dan tindakan.

2.2.9. Pengaruh Shared Values Terhadap Trust Pelanggan

Menurut Morgan dan Hunt, 1994 dalam Maharsi dan Fenny. 2006:37 suatu tahap dimana mitra bisnis memiliki keyakinan mengenai tingkah laku, tujuan dan peraturan yang penting atau tidak penting, tepat atau tidak tepat dan benar atau salah. Di dalam konteks online, shared value menyimbolkan keyakinan konsumen dan perusahaan terhadap nilai- nilai seperti ethics, security dan privacy. Menurut Culnan dan Armstrong 1999 dalam Maharsih dan Fenny 2006:37 mengemukakan bahwa dalam transaksi online, terdapat resiko hilangnya kerahasiaan, yang merupakan faktor yang signifikan dalam membangunan kepercayaan. Penelitian yang dilakukan oleh Mukherjee dan Nath 2003 menemukan bahwa Shared value juga faktor yang paling mempengaruhi commitment yang diikuti oleh trust. Privacy, speed of response, regulatory control, reputation, degree and length of association merupakan faktor yang paling tinggi pengaruhnya dalam konstruk shared value 2.2.10. Pengaruh Communication Terhadap Trust Pelanggan Menurut Anderson dan Narus 1990 yang dikutip oleh Maharsih dan Fenny 2006:38, komunikasi dapat didefinisikan sebagai “pembagian informasi yang berarti dan tepat waktu baik secara resmi maupun tidak 29 resmi”. Morgan dan Hunt 1994 berpendapat persepsi mitra bisnis bahwa komunikasi masa lalu dari pihak lain yang relevan, tepat waktu dan dapat dipercaya akan semakin meningkatkan kepercayaan. Untuk membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggannya maka perusahaan harus selalu berkomunikasi dengan pelanggannya sehingga pelanggan merasa aman dan percaya terhadap perusahaan tersebut karena pelanggan dapat dengan mudah memperoleh informasi yang mereka inginkan. Pada tahap dimana suatu web site dapat mempertinggi komunikasi sosialnya yang meliputi openness, speed of response dan quality of information akan mempengaruhi kemampuan situs tersebut untuk memenuhi kebutuhan pengguna internet Mukherjee dan Nath 2003. Penelitian yang dilakukan oleh Gefen dan Straub 2001 menemukan bahwa komunikasi manusia dengan mesin, atau setidaknya kepercayaan bahwa sistem elektronik mempunyai karakteristik sosial, sangat penting untuk membangun kepercayaan konsumen online. Semakin tinggi tingkat komunikasi sosial yang ditampilkan oleh suatu website, semakin besar pengaruhnya pada kepercayaan konsumen dan meningkatkan kemungkinan konsumen melakukan transaksi online. Maharsih dan Fenny, 2006:38 Trust didapatkan melalui keterbukaan dalam komunikasi yang secara spesifik melibatkan konsumen perseorangan dan hubungan mereka dengan perusahaan. Konsumen yang tidak mendapatkan informasi yang lengkap tentang kualitas suatu produk, serngkali kehilangan kepercayaan untuk melakukan transaksi online. Maharsih dan Fenny, 2006:39 30

2.2.11. Pengaruh Opportunistic Behavior Control Terhadap Trust Pelanggan

Menurut Williamson 1975 dalam Maharsih dan Fenny 2006:38 Opportunistic behaviour didefinisikan sebagai pencarian akan kemungkinan seseorang termakan tipu muslihat ketika melakukan suatu transaksi. Opportunistic behaviour berperan sebagai faktor penting yang mempengaruhi kepercayaan. Opportunistic behaviour dapat terjadi dalam transaksi internet dimana pihak perusahaan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan pelanggan sehingga pihak perusahaan bisa dengan mudah memberikan informasi yang tidak lengkap maupun informasi yang tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Konsumen yang tidak mendapatkan informasi yang lengkap tentang kualitas suatu produk, seringkali kehilangan kepercayaan untuk melakukan transaksi online Ba, 2001, karena itu harus ada opportunistic behaviour control. Maharsih dan Fenny, 2006:36 Ketidakpercayaan konsumen terhadap e-commerce dapat menimbulkan rasa takut pada konsumen untuk menggunakan sistem e- commerce. Rasa takut ini menyebabkan konsumen tidak mau menggunakan sistem e-commerce, karena konsumen tidak menggunakan e-commerce dalam transaksinya, maka akan menimbulkan dampak bagi perusahaan. Hal ini akan menimbulkan suatu tantangan bai perusahaan untuk menemukan strategi untuk mendapatkan kepercayaan konsumen terhadap sistem e-commerce. Maharsih dan Fenny, 2006:36 Penelitian yang dilakukan oleh Mukherjee dan Nath 2003 menemukan bahwa shared value adalah faktor yang paling mempengaruhi 31 keepercayaan konsumen dan berpengaruh positif terhadap trust yang diikuti oleh opportunistic behaviour yang berhubungan negatif dengan trust dan communication yang berhubungan positif terhadap trust. 2.2.12. Pengaruh Trust Terhadap Customer Loyalty Menurut Dharsono dan Dharmesta, 2005 dalam Maharsi dan Fenny, 2006:42 pada saat seseorang mempercayai pihak lain dalam hubungan antar pribadi, ia akan menggantungkan dirinya pada pihak lain tersebut dan ia akan mempunyai komitmen dalam hubungan tersebut, dan komitmen seperti ini akan memunculkan niatnya untuk mempertahankan hubungan tersebut. Dalam upaya untuk meningkatkan customer loyalty terhadap sistem e-commerce maka sangat penting bagi perusahaan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi customer loyalty terhadap sistem e-commerce. Pentingnya bagi perusahaan untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi trust dan loyalty terhadap sistem e-commerce sangat penting bagi perusahaan. Menurut Ribbink, et.al.2004, kepercayaan trust dalam media elektronik yaitu “e-trust” dipercaya dapat meningkatkan customer loyalty online.

2.3. Kerangka Konseptual

Berdasar teori-teori dan hasil penelitian terdahulu yang telah dijelaskan diatas, dapat diambil premis-premis yang dapat dijadikan dasar dalam mengemukan hipotesis. Security X 1.2 Shared Values X 1 Privacy X 1.1 Ethics X 1.3 Communication X 2 Opportunistic Behavior Control X 3 Speed of Response X 2.2 Oppenes X 2.1 Quality of Information X 2.3 Asymmetry Information Control X 3.2 Regulatory Control X 3.1 Trust Y Reputation Y 2 Technology Orientation Y 1 Perceived Risk Y .3 Customer Loyalty Z Commitment Z .2 Intention Z 1

2.4. Hipotesis