23
pajak. Menurut teori ini, semakin besar laba EBIT yang dihasilkan oleh perusahaan, semakin besar pula tingkat hutangnya agar pajak yang dibayar
berkurang. Namun demikian, besarnya hutang ini dibatasi oleh besarnya biaya- biaya kepailitan dan biaya tekanan keuntungan yang timbul menjelang perusahaan
bangkrut cost of financial distress.
C. Pecking Order Theory
Menurut Husnan dan Pudjiastuti 2004: 275 dalam buku “dasar-dasar
manajemen keuangan”, disebut sebagai pecking order theory karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hirarki sumber dana yang
paling disukai. Teori ini mendasarkan diri atas informa asimetrik asymmetric information, suatu istilah yang menunjukkan bahwa manajemen mempunyai
informasi yang lebih banyak tentang prospek, risiko, dan nilai perusahaan daripada pemodal publik. Manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak
dari pemodal karena merekalah yang mengambil keputusan-keputusan keuangan, yang menyusun berbagai rencana perusahaan, dan sebagainya. Kondisi ini dapat
dilihat dari reaksi harga saham pada waktu manajemen mengumumkan sesuatu seperti peningkatan pembayaran deviden.
Menurut pecking order theory terdapat skenario urutan dalam memilih sumber pendanaan Smart, Megginson dan Gitman, 2004: 458-459:
1. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal
24
tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.
2. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang
paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham
biasa. 3. Terdapat kebijakan dividen yang konstan, yaitu perusahaan akan
menetapkan jumlah pembayaran dividen yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.
4. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keutungan, serta
kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi
yang lancar
tersedia. Pecking
order theory
tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan
urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan
investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru
mempunyai tingkat hutang yang kecil. Informasi asimetrik ini mempengaruhi pilihan antara sumber dana internal
yaitu dana dari hasil operasi perusahaan ataukah eksternal, dan antara penerbitan hutang baru ataukah ekuitas baru. Karena itu teori ini disebut pecking order
25
theory. Disebut sebagai pecking order theory karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hirarki sumber dana yang paling disukai.
Sesuai dengan teori ini, maka investasi akan dibiayai dengan dana internal terlebih dahulu yaitu laba yang ditahan, kemudian baru diikuti oleh penerbitan saham
hutang baru, dan akhirnya dengan penerbitan ekuitas baru. Dengan adanya asimetrik informasi tersebut juga akan mengakibatkan perusahaan lebih suka
pendanaan internal daripada eksternal. Penggunaan dana internal tidak mengharuskan perusahaan mengungkapkan informasi baru kepada pemodal
sehingga dapat menurukan harga saham Husnan dan Pudjiastuti, 2004: 278.
D. Signalling Theory