2001 yang diformulasikan kembali oleh Tiryana 2011 dan dengan menggunakan BEF
. BEF merupakan rasio total berat biomassa kering tanur diatas permukaan tanah pada diameter diameter setinggi
dadaD minimum 10 cm atau lebih dengan berat biomassa kering tanur pada volume yang dapat dimanfaatkan atau BEF pada biomassa kering tanur pada
volume batang. Model alometrik Hendri yang digunakan dalam pendugaan biomassa atas permukaan ialah sebagai berikut:
B = 0.2759D
.
Keterangan : B = Biomassa Atas Permukaan
D = Diameter setinggi dada cm
Selain menggunakan persamaan alometrik pada penelitian ini juga dilakukan perhitungan nilai biomassa dengan menggunakan BEF
dengan menggunakan rumus sebagai berikut: = × ×
Volume V, m
3
dihitung dengan menggunakan formulasi : = 0.000112514085796703
.
= 0.000106673063988034
.
Keterangan : B
bef
= Biomassa diduga menggunakan BEF tonha = Volume untuk Bagian Hutan Balo m
3
= Volume untuk Bagian Hutan Tuder m
3
D = Diameter setinggi dada cm
ρ = Berat jenis rataIrata Pohon Jati sebesar 0.67 tonm
3
BEF =
dengan nilai koefisien 1,53186 untuk Jati pada hutan tropis Kraenzel
2003.
3.3.3 Pengolahan Data Citra
Citra yang digunakan dalam penelitian ini yaitu citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m dan 50 m yang telah dilakukan koreksi kelerengan
. Pada citra radar biasanya terdapat beberapa efek topografi yang mempengaruhi nilai digital pada citra seperti
- , atau
bayangan. HalIhal tersebut berpengaruh pada nilai digital yang nantinya akan
mempengaruhi nilai yang akan digunakan untuk pemodelan dan
pemetaan. Namun dengan adanya koreksi kelerengan efek topografi tersebut bisa diminimalisir.
Nilai hamburan balik yang terdapat pada plot pengamatan
diperoleh dengan mengkonversi nilai digital citra ALOS PALSAR pada masing masing plot atau daerah pengamatan tersebut. Nilai
dapat diperoleh dengan menggunakan formulasi sebagai berikut Shimada
2009: = 10 × 10+ , + .
Keterangan : BS =
dB dN = Nilai Dijital degree
CF = + dari Citra ALOS PALSAR peliputan tahun 2009 sebesar
I83 JAXA 4
Pada penelitian ini juga dilakukan pada citraIcitra hasil
model terbaik yang telah dibuat. Setiap citra model dilakukan kernel 3x3
dan 4x4 untuk citra ALOS PALSAR resolusi 50 m. Pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m dilakukan
dengan kernel 5x5 dan 7x7. Proses dilakukan dengan menggunakan bantuan software ERDAS IMAGINE 9.1
dengan menu .
8 .
berfungsi untuk menghilangkan noise pada citra ALOS PALSAR.
3.3.4 Penyusunan dan Pemilihan Model
Pada penelitian ini pendugaan nilai biomassa digunakan dengan menggunakan hubungan antara biomassa di atas permukaan tanah dengan nilai
pada citra Alos PALSAR, umur pohon, dan tinggi pohon. Penyusunan dan pemilihan model dilakukan dengan beberapa model matematika yaitu sebagai
berikut:
Tabel 3 Model yang digunakan untuk pendugaan biomassa Jenis Model
Bentuk Model Model regresi linier berganda
Y = a + bX
1
+ cX
2
+ dX
3
Model eksponensial
Y = Exp a + bX
1
+ cX
2
+ dX
3
Model Kuadratik
Y = a + bX
1 2
+ cX
2 2
+ dX
3 2
9 : ; = ;
ALOS PALSAR; X
2
= Umur Pohon; X
3
= Tinggi pohon
Pada tahapan ini terdapat empat jenis penyusunan dan pemilihan model yang dapat dilakukan, yaitu dengan menggunakan dua dan tiga variabel
menggunakan bentuk sederhana dari model matematika di atas, kemudian empat variabel. Model yang digunakan dalam pemetaan biomassa berasal dari
pemodelan dengan variabel biomassa y, x
1
dan tinggix
2
. Hal tersebut dikarenakan data tinggi pohon tidak tersedia pada seluruh areal
pengamatan. Alternatif untuk menyediakan data tinggi pohon tersebut dapat diperoleh yaitu dengan bantuan LIDAR, namum pada penelitian ini lebih
difokuskan pada pemetaan sebaran biomassa dengan variabelIvariabel prediktor yang tersedia, yaitu umur dan backscatter.
Pemilihan model dilakukan dengan memperhatikan koefisien determinasi R
2
, koefisien determinasi terkoreksi R
2 adj
, dan RMSE yang dihasilkan oleh masingImasing persamaan. Koefisien determinasi
adalah nilai yang menceminkan seberapa besar keragaman variabel tak bebas Y dapat dijelaskan oleh suatu variabel bebas X. Nilai R
2
dinyatakan dalam persen yang berkisar antar 0 hingga 100. Semakin tinggi nilai R
2
, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi keragaman variabel tak bebas Y yang
dapat dijelaskan oleh variabel bebas X. Nilai R
2
ditentukan dengan rumus :
² = 123 − 12,
123 × 100
Keterangan : R²
= Koefisien determinasi JKT
= Jumlah Kuadrat Total JKS = Jumlah Kuadrat Sisa
Koefisien determinasi terkoreksi adalah koefisien determinasi yang telah terkoreksi dari derajat bebas sisa dan derajat bebas totalnya. Dimana koefisien
determinasi terkoreksi dihitung menggunakan formulasi sebagai berikut:
67 = 12 9 − :,
123 9 − 1, ; 100
Keterangan : JKS = Jumlah kuadrat sisa
JKT = Jumlah kuadrat total
n I p = derajat bebas sisa n I 1 = derajat bebas total
sedangkan akar kuadrat error dihitung berdasarkan formula :
MSE = ∑= − =?, 9 − :,
RMSE = √A
B
Keterangan : MSE = Kuadrat tengah sisa
RMSE = Akar kuadrat tengah sisa :
= Biomassa keIi
=?
; RataIrata biomassa keIi n
= Jumlah plot sampel p
= Jumlah parameter yang digunakan Model dengan lebih dari satu variabel rentan terhadap terjadinya
multikolinearitas. Oleh karena itu, pada model terbaik perlu dilakukan pengujian multikolinearitas. Cara yang pertama ialah dengan melihat nilai korelasi antar
peubah bebasnya. Cara yang kedua ialah dengan mengukur faktor inflasi variasinya VIF. Jika suatu model mengandung VIF 5 maka model tersebut
mengandung multikolinearitas.
3.3.5 Validasi Model