Koefisien  determinasi  terkoreksi  adalah  koefisien  determinasi  yang  telah terkoreksi  dari  derajat  bebas  sisa  dan  derajat  bebas  totalnya.  Dimana  koefisien
determinasi terkoreksi dihitung menggunakan formulasi sebagai berikut:
67 = 12 9 − :,
123 9 − 1, ; 100
Keterangan : JKS   = Jumlah kuadrat sisa
JKT = Jumlah kuadrat total
n I p  = derajat bebas sisa n I 1  = derajat bebas total
sedangkan akar kuadrat error dihitung berdasarkan formula :
MSE = ∑= − =?, 9 − :,
RMSE = √A
B
Keterangan : MSE  = Kuadrat tengah sisa
RMSE    = Akar kuadrat tengah sisa :
= Biomassa keIi
=?
; RataIrata biomassa keIi n
= Jumlah plot sampel p
= Jumlah parameter yang digunakan Model  dengan  lebih  dari  satu  variabel  rentan  terhadap  terjadinya
multikolinearitas. Oleh karena itu, pada model terbaik perlu dilakukan pengujian multikolinearitas.  Cara  yang  pertama  ialah  dengan  melihat  nilai  korelasi  antar
peubah  bebasnya.  Cara  yang  kedua  ialah  dengan  mengukur  faktor  inflasi variasinya  VIF.  Jika  suatu  model  mengandung  VIF    5  maka  model  tersebut
mengandung multikolinearitas.
3.3.5 Validasi Model
Validsi model dilakukan dengan menggunakan 25 plot yang diambil secara pada  citra  dilakukan  secara  tersebar  dan  merata  pada  seluruh  KU.
Teknik  menyebar  dan  merata  dilakukan  agar  model  yang  dihasilkan  dapat mewakili  seluruh  kelas  umur  KU  yang  ada.  Setelah  25  plot  terpilih,  validasi
model  dilakukan  dengan  cara  membandingkan  antara  hasil  kandungan  biomassa di  atas  permukaan  tanah  hasil  pengukuran  lapang  dengan  menggunakan  model
terpilih. Untuk membandingkannya digunakan uji tI berpasangan Mattjik
Sumertajaya 2000 dengan rumus sebagai berikut. C =
̅ − E
F
√9 ; H = 9 − 1;
= 0 Dengan menggunakan hipotesis uji sebagai berikut :
H : µ
1
I µ
2
= 0 Biomassa aktual = biomassa model H
1
: µ
1
I µ
2
≠ 0 Biomassa aktual ≠ biomassa model Model  yang  dianggap  mewakili  data  dan  layak  digunakan  didasarkan  pada
t
hitung
dengan kriteria apabila t
hitung
t
α2
atau nilai signifikansi  0,05  maka model pendugaannya layak digunakan. Sebaliknya jika t
hitung
t
α2
atau nilai signifikansi 0,05. maka model penduganya kurang layak digunakan.
3.3.6 Pembuatan Peta Sebaran Biomassa
Pembuatan peta sebaran kelas biomassa dilakukan dengan bantuan software .
9.1  dan 3.2.  Dasar  dari  pembuatan  peta  sebaran  kelas
biomassa  ini  adalah  model  terpilih  yang  menjelaskan  hubungan  antara  biomassa dengan
dan  umur  pohon.  Terdapat  dua  jenis  sebaran  peta  biomassa yaitu  berdasarkan
piksel  dari  citra  ALOS  PALSAR  dan berdasarkan peta areal kerja KPH Kebonharjo per anak petak. Pada pembuatan
pete  sebaran  biomassa  berdasarkan  piksel,  terlebih  dahulu  data  vektor  berupa umur pohon pada seluruh areal diubah menjadi data raster dengan ukuran yang di
sesuaikan  dengan  resolusi  citra.  Hal  tersebut  untuk  memudahkan  dalam pembuatan  citra  sebaran  biomassa  dengan  menggunakan  menu
pada .
9.1.
3.3.7 Penghitungan
dan
Penghitungan dan
merupakan  metode yang  digunakan  untuk  mengetahui  tingkat  keterwakilan  dan  akurasi  pada
pembuatan  peta  sebaran  kelas  biomassa  yang  telah  dibuat.  Akurasi  klasifikasi umumnya  dilakukan  dengan  metode
,  akan  tetapi  akurasi  ini umumnya terlalu
sehingga jarang digunakan sebagai indikator yang baik  untuk  mengukur  kesuksesan  suatu  klasifikasi  karena  hanya  menggunakan
pikselIpiksel yang terletak pada diagonal suatu matrik Akurasi yang
saat  ini  disarankan  adalah  dengan  menggunakan  rumus karena
semua  elemen  dalam  matrik akan  diperhitungkan.  Rumus  yang
digunakan Jaya 2002 yaitu :
IJ = ∑ K
LL M
L
+ × 100
2 = + ∑
K
LL M
LN
− ∑ K
LO
K
OL M
LN
+ − ∑ K
LO
K
OL M
L
× 100 Keterangan :
; ;
= = nilai diagonal dari matrik kontingensi bari keIi dan kolom keIi
= = jumlah piksel dalam kolom keIi
= = jumlah piksel dalam baris keIi
? = banyaknya titik contoh
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN