190 Sumberejo menunjukkan temuan yang sama dengan temuan penelitian ini bahwa
pengelolaan hutan rakyat merupakan usaha yang tetap diusahakan oleh petani dimana hasilnya, walaupun tidak menjadi sumber pendapatan pokok karena
kontribusinya yang kecil terhadap total pendapatan rumah tangga, digunakan sebagai tabungan.
2. Tingkat Kemampuan Petani dalam Pengalolaan Hutan Kemiri
Faktor kedua yang berpotensi mempengaruhi tingkat partisipasi petani
dalam mengelola hutan kemiri adalah tingkat kemampuan petani dalam mengelola hutan kemiri, yang direfleksikan oleh tiga indikatornya yaitu:
a kemampuan teknis; b kemampuan sosial;
c kemampuan manajerial. Hal ini berarti, semakin tinggi tingkat kemampuan petani dalam mengelola
hutan kemiri maka akan semakin meningkatkan partisipasi dalam mengelola hutan kemiri tersebut. Temuan ini mendukung pendapat Sardjono 2004 bahwa
keberhasilan usaha kehutanan dipengaruhi oleh kemauan dan kemampuan masyarakat untuk bekerja dan bekerjasama. Slamet 2003 mengemukakan bahwa
partipasi masyarakat dalam pembangunan memerlukan kemampuan dari anggota- anggota masyarakat dalam pelaksanaannya. Artinya, ketiadaan kemampuan pada
masyarakat sebagai pelaku partisipasi, mengakibatkan partisipasi tidak akan berjalan sebagaimana diharapkan. Zimmerman dan Rappaport 1995 juga
mengemukakan bahwa kemampuan berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan. Masyarakat yang berdaya adalah
masyarakat yang memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Indikator kemampuan teknis berpotensi memiliki pengaruh paling besar
terhadap tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri. Semakin tinggi kemampuan teknis petani dalam mengelola hutan kemiri maka akan semakin
tinggi tingkat partisipasinya. Petani sekitar hutan kemiri pada dasarnya telah memiliki kemampuan teknis pengelolaan hutan kemiri yang memadai. Partisipasi
petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri sudah berjalan sejak lama, bahkan sebelum lahirnya negara Indonesia dimana kegiatan ini masih
dipertahankan sampai dengan sekarang.
191 Sejarah panjang praktek pengelolaan dan pemanfaatan hutan kemiri oleh
petani sekitar hutan kemiri telah membentuk kemampuan teknis petani dalam mengelola hutan kemiri. Johnson et. al 2008 menyebut proses perolehan
kemampuan teknis ini sebagai proses concrete sequential learning yaitu peroleh kemampuan berdasarkan rangkaian situasi nyata yang dialami oleh petani. Petani
sekitar hutan, dengan demikian, telah melakukan teknik silvikultur dalam mengelola hutan kemiri meliputi pengadaan benih, penanaman, pemeliharaan dan
pemanenan, walaupun bersifat sederhana. Petani sekitar hutan masih melakukan penanaman dan pengelolaan tanaman kemiri di lahan miliknya, begitupula yang
berada dalam kawasan hutan walaupun sekedar memanfaatkan buahnya. Temuan penelitian ini mengindikasikan bahwa kemampuan teknis dalam
mengelola hutan kemiri adalah salah satu tolok ukur keberhasilan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri. Kebun kemiri yang ada saat
ini dimana anatominya telah menyerupai hutan merupakan bukti nyata dari aktualisasi kemampuan teknis petani sekitar hutan. Kemampuan teknis, dengan
demikian, merupakan hal yang fundamental bagi petani untuk dapat mengelola secara fisikteknis usahatani kemiri.
Fakta penelitian mendapatkan bahwa kemampuan teknis petani sekitar hutan, pada umumnya, berada dalam kategori sedang. Artinya, bahwa petani
memiliki kemampuan yang cukup baik atau dapat diandalkan untuk melakukan pengelolaan hutan kemiri. Disamping itu, temuan ini juga menunjukkan bahwa
kemampuan teknis petani masih dapat ditingkatkan dan dikembangkan, sehingga dapat berdampak pada hasil kerja dari kegiatan usahatani kemiri yang lebih baik
dan lebih profesional, sebagaimana dinyatakan oleh Klaumeier dan Goodwin 1975 bahwa kemampuan yang dimiliki akan mempengaruhi seseorang dalam
mempelajari dan melaksanakan tugas-tugas baru. Dengan demikian, upaya meningkatkan kemampuan petani sekitar hutan agar menjadi lebih profesional
dalam mengelola hutan kemiri perlu mendapat perhatian. Beberapa aspek kemampuan teknis yang perlu ditingkatkan adalah teknik
persemaian untuk memilih benih dan menghasilkan bibit yang berkualitas baik karena dalam praktek keseharian petani sekitar hutan belum melakukan kegiatan
persemaian secara benar. Selanjutnya, kemampuan mengindentifikasi penyakit
192 yang menyerang tanaman kemiri dan metode atau cara penanggulangannya perlu
dikembangkan pula karena pada prakteknya ketika tanaman kemiri terserang penyakit, pertani tidak tahu jenis penyakit yang menyerang sehingga dibiarkan
atau tidak dilakukan pengobatan pada tanaman kemiri tersebut. Kemampuan teknik pada aspek pengelolaan kesuburan tanah juga perlu
ditingkatkan karena pada prakteknya tidak ada petani yang melaksanakan kegiatan pengelolan kesuburan tanah. Hal ini karena ada anggapan bahwa
tanaman kemiri mudah tumbuh, walaupun tidak ada perlakuan khusus pada tanah sebagai media tumbuhnya. Pengembangan kemampuan teknis ini dapat dilakukan
melalui kegiatan pendidikan non formal seperti penyuluhan, pelatihan dan kegiatan pengembangan lainnya
seperti pendampingan, penerangan dan penyediaan informasi. Berdasarkan temuan penelitian, pendidikan non formal
petani dalam bentuk pelatihan tergolong rendah bahkan nyaris tidak ada pelatihan yang pernah diikuti petani sekitar hutan.
Indikator kedua yang berpotensi mempengaruhi tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri adalah kemampuan sosial. Semakin tinggi
kemampuan sosial petani dalam mengelola hutan kemiri maka akan semakin tinggi tingkat partisipasinya. Temuan ini, dengan demikian, menunjukkan bahwa
kemampuan sosial petani dapat menjadi salah satu modal penting untuk meningkatkan partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri.
Fakta penelitian mendapatkan bahwa kemampuan sosial petani masuk dalam kategori sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa petani sekitar hutan telah
memiliki kemampuan sosial yang memadai untuk mengelola hutan kemiri. Kemampuan sosial petani dalam konteks partisipasinya dalam mengelola hutan
kemiri akan memperlihatkan sejauhmana petani mampu membangun interaksi dan koordinasi serta kerjasama di antara petani, dan dengan pihak lain. Koordinasi dan
kerjasama tersebut diperlukan dalam rangka membangun kesepakatan, mencegah dan menyelesaikan konflik, membangun rasa adil, membangun, kesetaraan dan
membangun kebersamaan, untuk itu dibutuhkan kemampuan sosial yang baik. Petani sekitar hutan kemiri Kabupaten Maros, dengan kemampuan sosial
yang memadai, telah membuktikan hal tersebut. Mereka telah sejak lama mampu membangun interaksi dan kerjasama di antara mereka serta pihak lain dalam
193 kegiatan pengelolaan hutan kemiri, sehingga pengelolaan hutan kemiri berjalan
dengan baik. Kemampuan sosial yang memadai ini juga telah memampukan petani untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah atau konflik yang timbul
sehingga terjalin keharmonisan. Namun demikian, agar partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri dapat menjadi lebih bermakna maka kemampuan sosial
petani dapat perlu dikembangkan dan ditingkatkan. Indikator berikutnya yang berpotensi mempengaruhi tingkat partisipasi
dalam mengelola hutan kemiri adalah kemampuan manajerial petani dalam mengelola hutan kemiri. Semakin tinggi tingkat kemampuan manajerial petani
dalam mengelola hutan kemiri maka akan semakin meningkatkan partsipasinya dalam mengelola huan kemiri. Hal ini, sejalan dengan pendapat Mosher 1978
bahwa selain sebagai juru tani, petani juga merupakan pengelola atau manajer atas usahataninya. Artinya, bahwa kinerja petani dalam berusahatani selain
ditentukan oleh kemampuan teknis, ditentukan pula oleh kemampuan manajerial. Petani dengan kemampuan manajerial yang baik akan mampu mengelola
usahataninya dengan lebih baik dibandingkan dengan petani-petani yang memiliki kemampuan manajerial yang kurang baik Lionberger dan Gwin, 1982.
Fakta penelitian menunjukkan bahwa indikator kemampuan manajerial petani dalam mengelola hutan kemiri berada dalam kategori rendah. Petani sekitar
hutan kemiri, pada kenyataannya, telah melakukan kegiatan-kegiatan manajemen yaitu perencanaan, pengaturan, pendayagunaan tenaga kerja, pengawasan dan
pengevaluasian atas usahatani yang dijalankannya, namun masih bersifat sederhana atau apa adanya yang didasarkan pada kebiasaan, pengetahuan dan
kearifan lokal yang dimiliki, sehingga tampilan kemampuan ini terlihat rendah. Kemampuan manajerial, dengan demikian, perlu diperbaiki dan ditingkatkan agar
hasil dari partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri semakin baik. Faktor-faktor lain, berdasarkan temuan penelitian Gambar 9, yang secara
tidak langsung memberikan pengaruh terhadap partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri adalah intensitas peran penyuluh kehutanan, ketersediaan
kesempatanpeluang, tingkat kekosmopolitan petani, dukungan lingkungan sosial budaya, dan karakterisitik individu.
194 Intensitas peran penyuluh kehutanan, tingkat kekosmopolitan petani,
dukungan lingkungan sosial budaya, dan karakterisitik individu mempengaruhi tingkat partsipasi petani dalam mengelola hutan kemiri melalui kontribusinya
pada tingkat kemampuan petani. Selanjutnya, tingkat kemampuan petani akan memberikan pengaruh pada motivasi petani untuk berpartisipasi dalam mengelola
hutan kemiri. Hal ini berarti, semakin tinggi keempat faktor tersebut memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan dan motivasi petani sekitar hutan kemiri
maka akan semakin meningkatkan partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri.
Sedangkan, faktor ketersediaan peluang memberikan pengaruh tidak langsung pada tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri melalui
kontibusinya pada motivasi petani. Temuan penelitian ini, dengan demikian, menjelaskan bahwa semakin tersedia atau terbuka lebar kesempatanpeluang bagi
petani untuk berpartisipasi maka akan semakin termotivasi petani untuk meraih kesempatan tersebut, yang kemudian direfleksikan oleh petani dalam bentuk
tindakan nyata yaitu semakin meningkat partisipasi mereka dalam mengelola hutan kemiri. Pada saat ini, kebijakan TGHK telah memagari terciptanya proses
aktualisasi atau penyaluran motivasi petani, yaitu petani tidak bisa mengelola hutan kemiri. Oleh karena itu, peluang berupa dukungan pemerintah dalam bentuk
pemberian hak kelola atau kewenangan kepada petani merupakan aspek utama yang akan mendorong petani untuk mau terlibat dalam mengelola hutan kemiri,
karena pada dasarnya petani sekitar hutan telah memiliki motivasi yang dipicu oleh faktor historis dalam mengelola hutan kemiri.
Peubah kemampuan selain memiliki pengaruh langsung terhadap tingkat partisipasi petani, juga memiliki pengaruh tidak langsung terhadap tingkat
partisipasi petani melalui pengaruhnya pada tingkat motivasi petani untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan kemiri. Peubah kemampuan, dengan
demikian, memberikan pengaruh yang paling kuat terhadap tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri apabila dilihat dari pengaruh totalnya
gabungan pengaruh langsung dan tidak langsung, karena adanya kotribusi peubah lain yang memperkuat pengaruh peubah kemampuan terhadap tingkat
partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri yaitu peubah motivasi. Artinya,
195 semakin tinggi tingkat kemampuan yang dimiliki petani maka petani akan
semakin percaya diri bahwa mereka mampu untuk mengelola hutan kemiri dengan baik, sehingga motivasinya untuk terlibat dalam mengelola hutan kemiri juga
semakin meningkat, yang selanjutnya dorongan motivasi tersebut teraktualisasi dalam bentuk tindakan nyata berupa meningkatnya partisipasi petani dalam
mengelola hutan kemiri.
Dampak Partisipasi Petani Sekitar Hutan dalam Mengelola Hutan Kemiri Rakyat terhadap Keberlanjutan Manfaat Hutan Kemiri
Rakyat
Partisipasi petani sekitar hutan memberikan dampak positip terhadap keberlanjutan manfaat hutan kemiri rakyat.
Persamaan struktural dampak partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri terhadap keberlanjutan manfaat hutan kemiri adalah:
Y
4
= 0,31Y
3
, R
2
= 0,10 ..................................................................... Persamaan 4
Gambar 10. Diagram Jalur Dampak Partisipasi Petani Sekitar Hutan dalam Mengelola Hutan Kemiri terhadap Keberlanjutan Manfaat
Hutan Kemiri Rakyat
Keterangan: Y
3
= Tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri; Y
32
Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan kemiri, Y
33
Memanfaatkanmenikmati hasil kegiatan pengelolaan hutan kemiri
Y
4
= Keberlanjutan manfaatfungsi hutan kemiri; Y
41
Keberlanjutan manfaat ekonomi, Y
42
Keberlanjutan manfaat ekologi, Y
43
Keberlanjutan manfaat sosial
Mengacu pada Gambar 10, persamaan 4 dan Tabel 30 maka secara statistik peubah bebas sebagaimana yang diusulkan atau dirancang dalam
hipotesis 4 terbukti memiliki pengaruh nyata terhadap keberlanjutan manfaat hutan kemiri, dengan demikian hipotesis 4 diterima. Artinya, partisipasi petani
sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri memberikan dampak positip pada keberlanjutan manfaat hutan kemiri.
196 Pengaruh partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri
terhadap keberlanjutan manfaat hutan kemiri walaupun positip, namun belum optimal karena kontribusinya relatif kecil yaitu sekitar 10. Kecilnya kontribusi
partisipasi petani petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri terhadap keberlanjutan manfaat hutan kemiri terjadi karena belum optimalnya atau belum
idealnya partisipasi petani sekitar hutan. Partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri masih bersifat parsial. Terlihat bahwa, di lokasi
penelitian, tidak semua tahapan merefleksikan partisipasi petani. Partisipasi petani sekitar hutan kemiri hanya direfleksikan atau terbatas pada dua tahapan, yaitu:
a melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan kemiri; b menikmati atau memanfaatkan hasil dari pengelolaan hutan kemiri.
Menurut Cernea 1988 terdapat tiga hal penting dalam menilai partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan, yaitu : 1 siapa saja yang terlibat dalam
kegiatan tersebut, apakah seluruh masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu saja, 2 apa bentuk partisipai yang dilakukan masyarakat, maksudnya apakah
partisipasi terjadi pada seluruh tahapan partisipasi atau pada salah satu tahapan; perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, atau penilaian, dan 3 bagaimana
terjadinya partisipasi, apakah secara sadar, terpaksa, atau ikut-ikutan. Lebih lanjut Cernea menyatakan bahwa apabila partisipasi terjadi pada
kelompok-kelompok tertentu saja, dan bentuk kegiatannya hanya pada salah satu tahapan, serta tidak disertai dengan kesadaran, maka partisipasi yang terjadi
adalah partisipasi semu. Mengacu pada pendapat Cernea tersebut, dapat dikatakan partisipasi petani sekitar hutan kemiri rakyat, pada saat ini, merupakan partisipasi
semu, karena terbatas pada dua tahapan saja. Partisipasi yang pada awal pembangunan dan pengelolaan hutan kemiri rakyat merupakan partisipasi
swakarsa pada saat ini mengalami degradasi sehingga berubah kondisinya menjadi partisipasi semu.
Selain itu, fakta penelitian telah mengungkapkan bahwa kedua tahapan partisipasi tersebut tergolong rendah. Kondisi ini, kemudian, berdampak pada
keberlanjutan manfaat hutan. Keberadaan hutan kemiri yang seharusnya dapat memberikan manfaat ekonomi, manfaat sosial dan manfaat ekologi yang
berkelanjutan ternyata dirasakan oleh petani semakin berkurang manfaatnya.
197 Rendahnya keberlanjutan manfaat hutan kemiri yang dirasakan petani
sekitar hutan, dapat menjelaskan bahwa perlu optimalisasi pengelolaan hutan kemiri. Artinya jika partisipasi petani pada dua aspek tersebut ditingkatkan maka
akan dapat mempertinggi tingkat keberlanjutan manfaat hutan. Disamping itu, secara teori, agar petani sekitar hutan mampu berpartisipasi secara utuh atau
menyeluruh, tidak parsial, maka dinilai perlu untuk mengembangkan partisipasi pada dua tahapan lainnya yaitu tahapan merencanakan dan tahapan pengewasan
serta penilaian kegiatan pengelolaan hutan kemiri. Berdasarkan analisis SEM, indikator partisipasi petani yang berpotensi
paling besar untuk meningkatkan keberlanjutan manfaat hutan adalah partisipasi dalam pelaksanaan pengelolaan hutan kemiri. Semakin tinggi partisipasi petani
dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan, akan semakin mempertinggi tingkat keberlanjutan manfaat hutan dirasakan oleh petani. Partisipasi dalam
pelaksanaan adalah bentuk keterlibatan petani dalam melakukan kegiatan- kegiatan pengelolaan hutan yang bersifat fisik seperti penanaman, pendangiran,
pemangkasan, peremajaan atau permudaan tanaman, perlindungan tanaman, dan pemeliharaan kesuburan tanah. Kegiatan ini, jika dilakukan sesuai kaidah atau
teknik budidaya tanaman maka akan berdampak pada meningkatnya nilai manfaat hutan kemiri bagi petani sekitar hutan baik dari aspek produktivitas, sosial,
maupun ekologi. Indikator kedua dari partisipasi petani yang berpotensi mempertinggi
keberlanjutan manfaat hutan adalah partisipasi dalam memanfaatkan hasil kegiatan pengelolaan hutan. Semakin tinggi partisipasi petani dalam menikmati
atau memanfaatkan hasil kegiatan pengelolaan hutan kemiri, akan semakin mempertinggi tingkat keberlanjutan manfaat hutan dirasakan oleh petani.
Partisipasi dalam memanfaatkan hutan kemiri dapat dikembangkan, tidak hanya dalam pemungutan buah dan kemudian dijual, namun perlu dilakukan upaya-
upaya diversifikasi terhadap buah kemiri yang dipanen yaitu mengolah buah kemiri menjadi bahan jadi sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi
dibandingkan sekedar menjual buahnya, misalnya diolah menjadi obat-obatan, minyak gosok yang terangkum dalam skala usaha industri rumah tangga. Kegiatan
198 ini, dapat meningkatkan keberlanjutan nilai manfaat hutan bagi petani sekitar
hutan Rendahnya partisipasi petani sekitar hutan kemiri, yang hanya terefleksi
oleh dua indikator tersebut, merupakan dampak dari penetapan TGHK. Kebun kemiri yang selama ini dibangun oleh masyarakat atau petani sekitar hutan secara
swadaya, berdasarkan kriteria-kriteria TGHK, sebagian besar 85 masuk dalam atau menjadi kawasan hutan. Akses petani untuk mengelola hutan kemiri yang
berada dalam wilayah TGHK dibatasi bahkan dilarang, dan status pengusahaan dan kepemilikan lahantanah menjadi lemah. Lemahnya status penguasaan lahan
kemiri mengakibatkan tidak adanya peremajaan yang berdampak pada rendahnya manfaat ekonomi, ekologi dan sosial dari hutan kemiri yang dirasakan petani
sekitar hutan kemiri rakyat Petani sekitar hutan tidak lagi bisa mengelola hutan kemiri yang
sebenarnya sudah sejak lama menjadi bagian dari aktivitas hidup dan budaya mereka sehari-hari. Kegiatan yang hanya boleh dilakukan petani pada tanaman
kemiri yang berada dalam areal TGHK kawasan hutan adalah hanya memanfaatkan hasil hutan kemiri berupa pemanenan atau pemungutan buah
kemiri. Sedangkan, pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan kemiri dalam bentuk penanaman, peremajaan, perlidungan tanaman terkadang masih dilakukan secara
sembunyi-sembunyi oleh sebagian kecil petani, namun tidak dengan cara menebang pohon kemiri yang sudah tua, melainkan dengan cara pengayaan yaitu
memindahkan anakan alami dan menanamnya di tempat yang lebih memberikan ruang tumbuh. Partisipasi petani sekitar hutan kemiri dalam mengelola hutan
kemiri, dengan demikian, bersifat parsial atau tidak menyeluruh. Keterbatasan akses petani untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan
kemiri berdampak pada menurunnya manfaat hutan kemiri tersebut, baik manfaat ekonomi, manfaat sosial, maupun manfaat ekologi. Petani tidak lagi melakukan
permudaan atau peremajaan tanaman kemiri, sehingga komposisi tegakan kemiri tidak ideal. Hutan tanaman kemiri yang ada sekarang ini 79 didominasi oleh
tanaman berusia tua 35 tahun. Hal ini mempengaruhi kualitas hutan kemiri, sebagaimana kesimpulan Yusran 1999 dan Yusran 2005 bahwa hutan kemiri
di Kabupaten Maros mengalami penurunan kualitas dari tahun ke tahun. Akibat
199 usia tua, maka produktivitas tanaman kemiri semakin menyusut sehingga
mempengaruhi pendapatan rumah tangga petani, usia tua taman kemiri juga mempengaruhi keseimbangan ekologi hutan. Dampak ekologi yang telah
dirasakan petani sekitar hutan adalah berkurangnya sumber air pada musim kemarau baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan irigasi pertanian,
sebagaimana dinyatakan oleh sebagian petani bahwa, pada saat ini, debit air sungai Walanae mulai berkurang, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Menurut
beberapa petani di daerah Camba, pada saat ini luas tanam pada sawah irigasi berkurang sekitar 50 karena berkurangnya air irigasi. Selain itu, keterbatasan
akses petani juga mengakibatkan hutan tidak lagi dapat berfungsi sebagai penyedia lapangan kerja pedesaaan.
Temuan penelitian ini, dengan demikian, menjelaskan bahwa kegiatan pengelolaan hutan kemiri rakyat di Kabupaten Maros belum sesuai dengan
semangat pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan, termasuk di bidang kehutanan, yang selama ini ramai diusulkan, dipromosikan dan menjadi
unsur penting belum terlihat nyata pada kegiatan pengelolaan hutan kemiri rakyat Kabupaten Maros. Pembangunan berkelanjutan seharusnya mengandung unsur-
unsur peningkatan produktivitas, adanya distribusi dan pemerataan manfaat bagi seluruh masyarakat, perlidungan atau pelestarian sumberdaya alam, dan
partisipasi masyarakat secara menyeluruh yang berlangsung dalam jangka waktu yang amat panjang dari generasi ke generasi, sebagaimana dikemukakan oleh
Ascher dan Healy 1990 dalam Soetomo 2008 bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan proses pembangunan yang mampu memberikan manfaat
kepada warga masyarakat dalam jangka panjang. Peningkatan nilai manfaat hutan kemiri, dengan demikian, merupakan
faktor kunci peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri. Hal ini sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah yang memihak pada
petani, terutama menyangkut perizinan atau kepastian hakkewenangan dalam mengelola tanaman kemiri yang berada dalam kawasan hutan. Menurunnya nilai
manfaat hutan kemiri, sebagai akibat tidak idealnya komposisi tegakan kemiri, seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk segera diantisipasi, karena pada
kenyataannya selain berfungsi meningkatkan pendapatan petani, hutan kemiri
200 juga memiliki manfaat tidak langsung yaitu untuk pengaturan tata air dan erosi
bagi Kabupaten sekitarnya seperti Kabupaten Bonne, Wajo dan Soppeng. Keberdaan hutan kemiri dapat menjamin ketersediaan air untuk pertanian dan
kebutuhan rumah tangga petani sepanjang tahun.
Model dan Strategi Peningkatan Partisipasi Petani Sekitar Hutan dalam Mengelola Hutan Kemiri Rakyat
Berdasarkan temuan penelitian melalui analisa deskriptif dan analisa SEM dengan bantuan software LISREL 8.70 yang telah dikemukakan terdahulu,
diketahui bahwa sebagian besar peubah masuk dalam kategori rendah, dan juga diketahui peubah-peubah mana yang mempengaruhi tingkat partisipasi petani
sekitar hutan dalam mengelolan hutan kemiri. Dengan demikian, dapat ditentukan peubah-peubah mana yang perlu mendapatkan prioritas untuk diperbaiki yang
dituangkan dalam rancangan model peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri Kabupaten Maros Gambar 11, yang selanjutnya
diteruskan dengan mengoperasionalisasikan model tersebut menjadi strategi peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri.
Perumusan model dan strategi peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri rakyat, dengan demikian, sudah mempertimbangkan
realitas atau fakta empirik yang diperoleh dari analisa deskriptif dan analisa SEM.
Model Peningkatan Partisipasi Petani Sekitar Hutan Kemiri dalam Mengelola Hutan Kemiri Rakyat
Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata maupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut. Model digunakan
sebagai alat untuk menjelaskan fenomena Mulyana, 2001. Model merupakan konstruksi teoritis yang dituangkan dalam bentuk diagram atau persamaan
Kusnendi, 2008. Menurut Rakhmat 2001 bahwa model dapat mempermudah dalam menganalisis masalah. Namun demikian, model pada umumnya tidak
pernah sempurna dan final, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yollies Sumaryo, 2009 bahwa, pertama, model harus bersifat dinamik, artinya model
harus bersifat responsif dan adaptif terhadap segala bentuk perubahan, yang mana hubungan di antara berbagai komponen yang ada dalam model harus saling
201 mendukung. Kedua, model harus bersifat probabilitas, artinya memberikan
peluang bagi pengembangan yang lebih maksimal. Model peningkatan partisipasi sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri
rakyat yang diusulkan sebagaimana Gambar 11, memperlihatkan bahwa tingkat partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri didukung secara
langsung oleh tingkat kemampuan dan tingkat motivasi petani untuk berpartisipasi. Sedangkan, tingkat motivasi petani untuk berpartisipasi didukung
secara langsung oleh adanya peluang atau kesempatan untuk berpartisipasi. Terlihat pula bahwa tingkat kemampuan petani dalam mengelola hutan
kemiri didukung secara langsung oleh karakteristik individu petani, tingkat kekosmopolitan petani, intensitas peran penyuluh kehutanan dan dukungan
lingkungan sosial budaya. Tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri akan mendukung terwujudnya keberlanjutan manfaat hutan tersebut.
Model peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri di atas dirancang dengan pendekatan masukan input, proses process,
keluaran output, dan dampak outcome, dengan berpedoman pada model teoritis yang telah teruji melalui analisa SEM dengan sofware LISREL 8.70
gambar 11. Masukan yang dimaksud dalam model peningkatan partisipasi petani
sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri terdiri dari karakteristik individu, kekosmopolitan petani, peran penyuluh kehutanan, dan lingkungan sosial budaya.
Karakteristik individu petani meliputi 1 usia, 2 pengalaman berinteraksi dengan hutan kemiri, dan 3 tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya hutan
kemiri. Kekosmopoitan petani direfleksikan oleh aksesibilitas petani terhadap berbagai informasi pengelolaan hutan kemiri. Peran penyuluh kehutanan berkaitan
dengan intensitas penyuluh dalam menjalankan perannya sebagai 1 fasilitator, dan 2 edukatorpendidik. Lingkungan sosial budaya berkaitan dengan seberapa
besar lingkungan petani mendukung partisipasi yang meliputi: 1 dukungan kearifan lokal, dan 2 dukungan tokoh masyarakat.
202
Gambar 11. Model Peningkatan Partisipasi Petani Sekitar Hutan dalam Mengelola Hutan Kemiri Rakyat.
Tahap selanjutnya dalam model peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri adalah proses pengembangan kapasitas
sumberdaya manusia petani dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan petani serta mendorong dan mengarahkan petani agar lebih termotivasi untuk turut
serta atau berpartisipasi dalam mengelola hutan kemiri dan mau mempertahankan partisipasinya tersebut. Kemampuan petani yang perlu ditingkatkan meliputi 1
kemampuan teknis, 2 kemampuan manajerial, dan 3 kemampuan sosial. Motivasi petani yang perlu diperhatikan agar petani mau mendorong,
mengarahkan dan mempertahankan partisipasinya terefleksi dalam bentuk: 1 keinginankemauan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga, 2
keinginankemauan untuk mendapatkan pengakuan atas kemampuan dalam mengelola hutan kemiri, dan 3 keinginankemauan untuk melestarikan hutan.
203 Tahap akhir adalah hasil yang ingin dicapai, dengan peningkatan kapasitas
sumberdaya manusia petani, maka akan terjadi peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri. Berdasarkan temuan penelitian
partisipasi petani sekitar hutan kemiri Kabupaten Maros, pada saat ini, hanya berada pada tahap melaksanakan dan menikmati hasil, artinya partisipasi petani
sekitar hutan kemiri masih bersifat parsial. Idealnya, partisipasi petani sekitar hutan harus meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan atau
menikmati hasil, dan pengawasan dan penilaian. Oleh karena itu, partisipasi yang dimaksudkan dalam model peningkatan partisipasi sekitar hutan dalam mengelola
hutan kemiri rakyat adalah partisipasi menyeluruh mulai dari 1 perencanaan, 2 pelaksanaan, 3 pemanfaatan atau menikmati hasil, dan 4 pengawasan dan
penilaian. Dampak yang diharapkan dari partisipasi petani sekitar hutan dalam
mengelola hutan kemiri adalah terjadinya keberlanjutan fungsi atau manfaat hutan kemiri tersebut yaitu 1 keberlanjutan manfat ekonomi, 2 keberlanjutan manfaat
ekologi, dan 3 keberlanjutan manfaat sosial, yang akan berujung pada peningkatan kesejahteraan petani dan lestarinya hutan kemiri.
Model Peningkatan Partisipasi Petani Sekitar Hutan dalam Mengelola Hutan Kemiri Rakyat melalui Dukungan Motivasi untuk Berpartisipasi
Motivasi merupakan keinginan atau kemauan yang kuat dalam diri petani sehingga mendorong, mengarahkan dan mempertahankan partisipasi petani dalam
mengelola hutan kemiri. Dukungan motivasi memberikan pengaruh yang paling kuat terhadap peningkatan partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri.
Dalam model ini dukungan motivasi meliputi keinginankemauan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga, keinginankemauan untuk mendapatkan
pengakuan atas kemampuan dalam mengelola hutan kemiri, dan keinginan kemauan untuk melestarikan hutan. Keinginankemauan untuk meningkatkan
pendapatan berkaitan dengan sejauhmana petani terpicu dan terpacu untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan kemiri dengan tujuan memperoleh
penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Kontribusi hutan kemiri sebagai salah satu sumber pendapatan atau tabungan akan
menentukan keputusan para petani dalam berpartisipasi mengelola hutan dan akan
204 mendorong petani untuk lebih mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya
untuk kegiatan pengelolaan tersebut, karena pada kenyataannya bagi petani kesinambungan perekonomian keluarga kadangkala lebih penting dibandingkan
dengan keuntungan yang tinggi tetapi dalam waktu yang singkat. Keinginankemauan untuk mendapatkan pengakuan atas kemampuan
dalam mengelola hutan kemiri merupakan unsur dukungan motivasi yang penting karena merupakan perwujudan aktualisasi diri petani yang ingin membuktikan
bahwa selama ini mereka telah mampu mengelola hutan kemiri dengan baik. Hal ini mengandung arti bahwa pada dasarnya petani memiliki kemampuan yang
memadai untuk mengelola hutan kemiri dengan baik. Keinginankemauan untuk melestarikan hutan merupakan dorongan yang
dilandasai oleh kesadaran bahwa hutan harus dilestarikan agar tetap dapat dimanfaatkan oleh anak cucu. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan atau tradisi
memberikan menghibahkan berre harta pusaka kepada sanak keluarga atau meninggalkan warisan mana kepada anak cucu. Pemberian lahan kemiri
pabbere biasanya diberikan kepada anak atau keluarga dekat sebagai hadiah perkawinan untuk anak yang akan melangsungkan pernikahan atau dapat
digunakan oleh anak tersebut sebagai mas kawin mahar apabila anak tersebut laki-laki. Warisan mana biasanya diberikan dengan pembagian yang dilakukan
secara bijak kepada anak cucu. Kecenderungan pemberian mana terutama pada anak yang sangat berbakti mengurus orang tua sehingga sebelum meninggal orang
tua memberikan amanah berupa pembagian porsi lahan kemiri sebagai warisan. Keinginankemauan melestarikan hutan juga dilandasi oleh kesadaran bahwa
hutan kemiri penting bagi keberlanjutan ekonomi rumah tangga petani, penting bagi keberlanjutan ekologi, dan penting bagi keberlanjutan nilai-nilai sosial
budaya setempat. Motivasi petani sekitar hutan untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan
dipengaruhi atau ditentukan oleh tersedianya kesempatan atau peluang pada petani untuk berpartisipasi berupa dukungan pemerintah dan kepastian pasar.
Perlu adanya dukungan pemerintah dalam bentuk kerjasama dalam mengelola hutan kemiri danatau kebijakan-kebijakan yang memberikan hak kepada petani
untuk mengelola dan memanfaatkan hutan kemiri. Begitu pula dengan pasar,
205 struktur pasar yang jelas dengan harga jual kemiri yang kompetitif terhadap
komoditas tanaman lainnya akan mendorong petani untuk lebih meningkatkan partisipasinya.
Selain itu, untuk meningkatkan rasa percaya diri petani sehingga lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan kemiri perlu juga
didukung oleh adanya kemampuan yang memadai pada diri petani baik kemampuan
teknis, kemampuan manajerial, maupun kemampuan
sosial. Peningkatan kemampuan petani, dengan demikian, merupakan suatu hal yang
perlu diupayakan. Dengan meningkatnya kemampuan diharapkan petani lebih mau serta lebih mampu berperan dan berpartisipasi dalam mengelola hutan
kemiri.
Model Peningkatan Partisipasi Petani Sekitar Hutan dalam Mengelola Hutan Kemiri Rakyat melalui Dukungan Kemampuan Petani
Kemampuan yang dimiliki
petani meliputi kemampuan teknis,
kemampuan manajerial, dan kemampuan sosial akan memberikan dukungan pada kualitas atau tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri. Oleh karena
kemampuan petani sekitar hutan kemiri pada saat ini masih bersifat apa adanya atau sederhana, maka kemampuan tersebut perlu dibenahi dan ditingkatkan
kualitasnya. Kemampuan teknis budidaya tanaman kemiri perlu ditingkatkan agar
petani dapat mengelola secara fisik hutan kemiri dengan baik. Oleh karena itu, materi berupa pengetahuan dan keterampilan teknik silvikultur perlu diajarkan
kepada petani. Begitu pula kemampuan manajerial petani perlu ditingkatkan agar petani mampu melakukan pengelolaan hutan dengan manajemen yang baik mulai
dari perencanaan sampai dengan pasca panen. Peningkatan kemampuan sosial petani perlu dilakukan sehingga petani sekitar hutan lebih mampu membangun
kerjasama di antara petani dan pihak lain serta mampu membangun jaringan kerja atau jaringan usaha dengan pihak luar.
Peningkatan kemampuan dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas peran penyuluh kehutanan terutama peran fasilitator dan peran peran pendidik.
Penyuluh kehutanan diharapkan lebih intens dalam membantu petani sehingga kualitas kemampuan petani menjadi lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa
206 dalam pembangunan kehutanan penyuluh kehutanan merupakan ujung tombak di
lapangan dalam membangun sumberdaya manusia atau masyarakat sekitar hutan, karena kegiatan penyuluh bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Keberadaan penyuluh kehutanan harus memberikan makna yang berarti bagi kehidupan petani sekitar hutan. Apabila petani membutuhkan bantuan,
bimbingan, arahan, pengajaran, dan informasi dari penyuluh kehutanan maka penyuluh kehutanan sebagai ujung tombak pembangunan kehutanan selalu siap
memberikan bantuan, bimbingan, pengajaran, dan berbagi informasi sesuai dengan kebutuhan petani. Oleh karena itu menjadi penting untuk memperbaiki
kualitas perannya agar upaya pengembangan sumberdaya manusia atau masyarakat sekitar hutan dapat tercapai secara optimal.
Perbaikan kondisi lingkungan sosial budaya tidak kalah pentingnya dalam memberikan dukungan pada peningkatan kemampuan petani. Kearifan lokal atau
nilai-nilai positip yang telah membudaya dalam masyarakat perlu dilestarikan karena terbukti telah efektif melahirkan praktek pengelolaan hutan yang baik. Hal
ini berarti kearifan lokal yang mendasari praktek pengelolaan hutan kemiri telah memberikan kontribusi penting bagi pembentukan kemampuan petani sekitar
hutan kemiri. Tokoh masyarakat sebagai orang yang menjadi panutan, perlu dirangkul
dan diberdayakan sehingga lebih mau dan mampu menggerakkan masyarakatnya, sehingga masyarakatpetani sekitar hutan mau dan mampu belajar bersama dalam
proses pembelajaran sosial dan diharapkan menjadi lebih kompeten dalam mengelola hutan kemiri.
Kekosmopolitan petani sebagai salah satu faktor pendukung peningkatan kemampuan petani dalam mengelola hutan kemiri dapat ditingkatkan dengan cara
memberikan kemudahan bagi petani untuk mengakses sumber-sumber informasi atau lembaga-lembaga yang menyediakan berbagai informasi dan literatur terkait
dengan budidaya dan pengembangan komoditas kemiri. Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan infomasi itu sendiri, karena selama ini
informasi dan literatur tentang kemiri masih sangat terbatas atau jarang tersedia. Karakteristik individu juga memberikan kontribusi pada kemampuan
petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri. Oleh karena itu, untuk
207 meningkatkan kemampuan petani perlu diperhatikan karakteristik individu dari
para petani tersebut. Usia petani merupakan salah satu dimensi karakteristik individu yang harus dipertimbangkan. Para petani berusia muda pada umumnya
memiliki kemampuan yang lebih rendah dibandingkan dengan petani yang berusia tua dalam mengelola hutan kemiri, hal ini berkaitan dengan pengalaman dalam
berinteraksi dengan hutan kemiri, serta tingkat kebergantungan mereka terhadap hutan. Petani yang berusia muda memiliki pengalaman yang lebih sedikit dalam
berinteraksi dengan hutan kemiri dibandingkan dengan petani berusia tua, dan juga tingkat kebergantungan mereka terhadap hutan lebih rendah dibandingkan
dengan petani yang berusia tua. Peningkatan kemampuan petani dalam mengelola hutan kemiri, dengan demikian, perlu difokuskan pada para petani berusia muda,
sehingga dapat menjadi lebih mampu dalam mengelola hutan kemiri.
Strategi Peningkatan Partisipasi Petani Sekitar Hutan dalam Mengelola Hutan Kemiri Rakyat
Demi mengimplementasikan secara lebih operasional model peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri rakyat, maka
diperlukan strategi. Strategi peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri, dengan demikian, merupakan jabaran operasional dari
model peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri yang telah dirumuskan melalui kajian deduktif dan pengujian secara empiris
melalui analisis structural equation modelling SEM dengan program Lisrel 8.70. Strategi, dalam konteks organisasi, dinyatakan sebagai program umum
untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi Handoko, 1997. Pemaknaan terhadap kata organisasi dapat diperluas menjadi pemerintah, departemen, kementerian,
ataupun masyarakat dimana pada hakikatnya eksistensinya memiliki tujuan-tujuan tertentu. Terminologi strategi semula bersumber dari kalangan militer dan secara
populer sering dinyatakan sebagai “kiat yang digunakan oleh para Jenderal untuk memenangkan suatu peperangan” Siagian, 2002. Strategi, menurut Sudjana
2000, merupakan pola umum tentang keputusan atau tindakan. Strategi harus dipahami sebagai rencana atau kehendak yang mendahului dan mengendalikan
kegiatan. Strategi, dengan demikian, adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Sedangkan,
208 Mangkuprawira 2003 menyatakan bahwa strategi adalah cara mengerjakan
sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat diformulasikan bahwa strategi
peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri Kabupaten Maros merupakan rumusan kebijakan berupa rencana tindakan secara
umum untuk meningkatkan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri. Strategi peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola
hutan kemiri rakyat memberikan pengarahan terpadu bagi berbagai pihak terkait dan bagi pencapaian tujuan pihak-pihak tersebut serta memberikan pedoman
pemanfaatan berbagai sumberdaya yang digunakan untuk mencapai tujuan pembangunan kehutanan. Sama halnya dengan sifat model, strategi menurut
Soetomo 2008 bersifat dinamis dan aktualisasinya banyak ditentukan oleh faktor waktu dan tempat.
Rumusan strategi peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri rakyat dirancang berdasarkan temuan penelitian adalah:
1. meningkatkan motivasi petani sekitar hutan agar tetap berpartisipasi dalam
mengelola hutan kemiri; dan 2.
meningkatkan kemampuan petani dalam pengelolaan hutan kemiri. Strategi peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola
hutan kemiri rakyat melalui dukungan motivasi petani sekitar hutan dan dukungan kemampuan petani dalam pengelolaan hutan kemiri bertujuan agar petani tetap
mau dan mampu mempertahankan dan meningkatkan partisipasinya. Untuk
memotivasi petani sekitar hutan agar tetap berpartisipasi dalam mengelola hutan kemiri dan meningkatkan kemampuan petani dalam mengelola hutan kemiri
sehingga partisipasi petani dapat meningkat adalah menyusun kegiatan pokok yang merupakan langkah-langkah strategis. Langkah-langkah strategis dirancang
dengan mempertimbangkan fakta empiris besarnya pengaruh suatu aspek terhadap aspek lainnya. Jalur pengaruh yang lebih besar diprioritaskan untuk dilaksanakan
terlebih dahulu.
209
1. Peningkatan Motivasi Petani Sekitar Hutan agar tetap Berpartisipasi