169 Fakta penelitian menunjukkan dukungan tokoh masyarakat terhadap petani
untuk mengelola hutan kemiri tergolong rendah. Rendahnya dukungan tokoh masyarakat karena pada hakekatnya mereka adalah bagian dari masyarakat petani
sekitar hutan sehingga merasakan hal yang sama dengan petani lainnya, yaitu tidak memiliki akses ke dalam hutan untuk mengelola hutan kemiri. Tokoh
masyarakat, sama dengan petani lainnya, hanya diberikan hak untuk mengakses hutan kemiri dalam bentuk pemungutan buah, sehingga perhatian mereka terhadap
upaya pengelolaan hutan kemiri juga rendah. Tokoh masyarakat juga mengalami ketidakpastian hak atas kepemilikan tanaman kemirinya yang berada dalam
kawasan hutan. Tokoh masyarakat juga mengalami dilema karena sebagai tokoh masyarakat mereka dituntut oleh pemerintah agar mampu mengajak dan
membawa masyarakatnya petani untuk tidak melakukan kegiatan pengelolaan hutan kemiri.
4. Karakteristik Individu
Faktor keempat
yang berpengaruh terhadap tingkat kemampuan petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri adalah karakteristik individu yang
direfleksikan oleh tiga indikatornya, yaitu: a Umur;
b pengalaman mengelola hutan kemiri; dan c ketergantungan terhadap hutan kemiri.
Hal ini mengandung makna bahwa semakin tinggi karakteristik petani akan semakin mempengaruhi tingkat kemampuan petani dalam mengelola hutan
kemiri. Temuan penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian Syafiuddin 2007 yang menyimpulkan bahwa karakteristik pembudidaya rumput lain berpengaruh
nyata terhadap kompetensi pembudidaya rumput laut dalam mengelola usahatani rumput laut.
Umur petani merupakan indikator karakteristik individu yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap tingkat kemampuan petani dalam mengelola
hutan kemiri. Hal ini berarti perbedaan umur berimplikasi pada kemampuan yang dimiliki petani. Temuan ini sejalan dengan pendapat Dahama dan Bhatnagar
1980 yang mengemukakan bahwa usia mempengaruhi kemampuan petani. Seiring dengan bertambahnya usia, ada kemampuan yang bertahan atau menetap,
170 ada juga kemampuan yang kemudian menurun kapasitasnya. Kemampuan yang
terkait dengan kegiatan mental biasanya relatif menetap atau bahkan lebih tinggi pada orang usia lebih tua dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Hal ini
disebabkan oleh pengalaman hidup dan kebijakan yang dimiliki. Petani sekitar hutan kemiri dengan usia lebih tua memiliki kemampuan mengelola hutan kemiri
yang lebih baik dibandingkan dengan petani yang berusia muda. Dapat dinyatakan bahwa petani sekitar hutan kemiri yang lebih tua memiliki pengetahuan, sikap
positip, dan keterampilan dan wawasan yang lebih luas dalam mengelola hutan kemiri dibandingkan dengan petani yang berusia muda. Rakhmat 2002
mengemukakan bahwa kelompok orang tua memiliki pola tindakan yang berbeda dengan kelompok anak muda, begitupula penelitian Aziz 1995 dan Siahaan
2002 yang menyimpulkan bahwa umur berkaitan dengan peningkatan pengetahuan masyarakat. Pendapat lain yang mendukung temuan ini adalah
pendapat Salkind 1985 yang menyatakan bahwa umur secara kronologis dapat memberikan petunjuk untuk menentukan tingkat perkembangan individu.
Indikator karakteristik individu berikutnya yang memiliki pengaruh terhadap tingkat kemampuan petani adalah pengalaman mengelola hutan kemiri.
Semakin lama petani sekitar hutan mengelola hutan kemiri, maka semakin tinggi kemampuannya dalam mengelola hutan tersebut. Petani yang memiliki
pengalaman lebih lama dalam mengelola hutan kemiri memiliki kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan petani dengan pengalaman yang lebih singkat.
Petani sekitar hutan kemiri Kabupaten Maros dengan pengalaman yang lebih lama telah lama berinteraksi, mempraktekan, mengelola dan memanfaatkan hutan
kemiri, sehingga kemampuan dalam mengelola hutan sudah menyatu dalam diri terinternalisasi dan menjadi bagian dari aktivitas hidupnya sehari-hari. Hal ini
sejalan dengan pendapat Sarwono, 2002 bahwa pengalaman memiliki pengaruh terhadap perilaku individu. Artinya bahwa apa yang telah dialami individu akan
menjadi bekal dalam membentuk dan memberikan kontribusi psikologis bagi seseorang untuk merespons berbagai stimulus yang datang padanya. Aktivitas-
aktivitas mengelola hutan kemiri yang selama ini dijalani atau dialami petani merupakan sebuah proses belajar informal yang membentuk kemampuan petani.
171 Indikator karakteristik individu lainnya yang mempengaruhi tingkat
kemampuan petani adalah tingkat kebergantungan petani terhadap sumberdaya hutan. Semakin terikat petani dengan hutan kemiri, maka semakin tinggi
kemampuannya dalam mengelola hutan kemiri. Aktivitas-aktivitas pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga melalui pengelolaan dan pemanfaatan hutan
kemiri yang telah lama atau turun temurun dijalankan petani, secara psikologis, melahirkan keterikatan emosional petani dengan hutan kemiri. Petani tidak serta
merta melepaskan diri dari keterikatannya terhadap hutan kemiri. Walaupun, fakta penelitian memperilhatkan bahwa ketergantungan petani sekitar hutan terhadap
hutan adalah rendah, dalam arti hasil hutan kemiri tidak lagi menjadi sumber pendapatan utama, karena sumbangan kemiri pada pendapatan total rumah tangga
sekitar 13,9. Namun demikian, berdasarkan hasil wawancara, petani masih membutuhkan hutan kemiri untuk menambah pendapatan rumah tangga atau
menjadikan hasil hutan kemiri sebagai tabungan. Kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa selain sebagai unsur
penunjang pendapatan rumah tangga, petani sekitar hutan generasi saat ini tetap melakukan kegiatan pemanfaatan hutan kemiri, karena hutan kemiri bagi mereka
memiliki nilai historis, nilai perjuangan orang tualeluhurpendahulu mereka. Nilai historis tersebut, membuat mereka tidak mudah untuk melepaskan
keterikatannya dengan hutan kemiri. Aktivitas mengelola hutan kemiri yang dilakukan oleh pendahulu mereka telah memberikan peninggalan berupa nilai-
nilai sosio kultural yang berbentuk kearifan lokal yang mengatur hubungan petani dengan Yang Maha Kuasa dan juga telah menciptakan keeratan hubungan antar
petani dalam mengelola hutan kemiri, di mana sebagian besar dari nilai-nilai tersebut masih dipertahankan sampai dengan sekarang.
Kebergantungan petani sekitar hutan Kabupaten Maros, dengan demikian, pada saat ini telah mengalami transformasi psikologis. Transformasi tersebut
termanifestasi dalam bentuk keterikatan emosional terhadap hutan kemiri sebagai dampak dari faktor historis, sosiologis dan kultural. Petani sekitar hutan tetap
merasa memiliki ikatan atau ketergantungan dengan hutan kemiri karena bagi mereka keberadaan hutan kemiri merupakan bagian dari sejarah perkembangan
172 masyarakat yang telah memberikan nilai-nilai sosial dan budaya setempat,
sebagaimana dikemukakan oleh seorang responden dengan inisial A 48 tahun:
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Motivasi Petani Sekitar Hutan untuk Berpartisipasi dalam Mengelola Hutan Kemiri Rakyat
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat motivasi petani untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan kemiri rakyat adalah:
1. kesempatan atau peluang X
5
; dan 2.
tingkat kemampuan petani Y
1
. Persamaan struktural faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi petani
dalam mengelola hutan kemiri rakyat adalah: Y
2
= 0,33X
5
+ 0,55Y
1
, R
2
= 0,57 .................................................... Persamaan 2 Semula diduga sebagaimana hipotesis 2 yang diusulkan bahwa tinggi
rendahnya motivasi petani untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan kemiri dipengaruhi secara bersama-sama oleh karakteristik individu X
1
, tingkat kekosmopolitan X
2
, intensistas peran penyuluh kehutanan X
3
, dan dukungan lingkungan sosial budaya X
4
, ketersediaan kesempatan peluang X
5
dan tingkat kemampuan petani dalam mengelola hutan kemiri Y
1
, namun temuan penelitian mengacu pada Gambar 7, persamaan 2 dan Tabel 30 menunjukkan bahwa tidak
semua peubah bebas tersebut memiliki pengaruh nyata secara langsung terhadap tingkat motivasi petani. Oleh karena itu, hipotesis 2 tidak semuanya diterima,
hanya dua peubah yang terbukti secara langsung bersama-sama berpengaruh positip terhadap tingkat motivasi petani untuk berpartisipasi dalam mengelola
hutan kemiri. Kotak 6:
........setelah pemasangan patok TGHK pada tahun 1984, semua kebun kemiri milik saya masuk dalam kawasan hutan. Saya masih bertahan untuk
mengelolanya karena kebun tersebut merupakan hasil jerih payah nenek dan orang tua saya yang kemudian diwariskan kepada saya.......
173
Gambar 7. Diagram Jalur Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Motivasi Petani untuk Berpartisipasi dalam Mengelola Hutan Kemiri Rakyat
Keterangan: X
1
= Karakteristik indvidu petani; X
11
Usia, X
12
Pengalaman mengelola hutan kemiri, X
17
Tingkat kebergantungan terhadap hutan kemiri X
2
= Tingkat kekosmopolitan petani; X
22
Aksesibilitas terhadap informasi budidaya dan mengelola hutan kemiri
X
3
= Intensitas peran penyuluh kehutanan; X
31
Peran sebagai fasilitator, X
32
Peran sebagai edukatorpendidik
X
4
= Dukungan lingkungan sosial budaya; X
41
Dukungan kearifan lokal, X
42
Dukungan tokoh masyarakat
X
5
= Ketersediaan kesempatanpeluang; X
53
Dukungan pemerintah, X
55
Kepastian pasar Y
1
= Tingkat kemampuan petani dalam mengelola hutan kemiri; Y
11
Kemampuan teknis, Y
12
Kemampuan manajerial, Y
13
Kemampuan sosial Y
2
= Tingkat motivasi petani untuk berpartisipasi dalam mengelolan hutan kemiri; Y
21
Motivasi untuk meningkatkan pendapatan, Y
22
Motivasi untuk mendapat pengakuan atas kemampuan mengelola hutan kemiri, Y
23
Motivasi melestarikan hutan
Pengaruh kedua peubah tersebut bersifat langsung, dimana bila dilihat secara individual pengaruh terbesar berdasarkan pada koefisien regresi
terstandarkan ada pada peubah tingkat kemampuan petani, diikuti oleh peubah ketersediaan peluang. Faktor-faktor lain yang secara tidak langsung melalui
peubah antara memiliki pengaruh terhadap tingkat motivasi petani untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan kemiri adalah intensitas peran penyuluh
kehutanan, tingkat kekosmopolitan dukungan lingkungan sosial budaya, dan karakterisitik individu.
174
1. Tingkat Kemampuan Petani dalam mengelola hutan kemiri