209
1. Peningkatan Motivasi Petani Sekitar Hutan agar tetap Berpartisipasi
dalam Mengelola Hutan Kemiri Rakyat. Strategi pertama untuk meningkatkan partisipasi petani dalam
mengelola hutan kemiri adalah meningkatkan motivasi petani sekitar hutan agar tetap berpartisipasi dalam mengelola hutan kemiri. Petani yang
termotivasi akan penuh energi, terarah dan sekuat tenaga mempertahankan partisipasinya tersebut. Langkah-langkah strategis yang dilakukan adalah:
a. Melakukan penataan dan penyesuaian kembali antara perencanaan
pembangunan kehutanan nasional dan
pengembangan wilayah
kabupaten. Perencanaan pembangunan kehutanan nasional dan pengembangan
wilayah kabupaten terutama penataan peruntukan kawasan hutan perlu ditata kembali secara harmoni sehingga dapat berjalan selaras dengan
mengedepankan aspek manusia. Penyelarasan ini diharapkan mampu menjawab permasalahan yang ada di tingkat grass root atau petani
sekitar hutan. Penataan tata ruang penggunaan wilayah atau kawasan hutan, oleh
pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten, dengan konsep paduserasi antara TGHK dan RTRWK Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
hendaknya lebih bersifat humanis dengan mencermati kondisi obyektif atau faktual lapangan atau mempertimbangkan kondisi biofisik dan
sosio-kultural yang ada di sekitar kawasan hutan kemiri dalam kerangka perspektif integrasi ekosistem, di mana hutan bukan ruang kosong yang
tidak dihuni atau dibutuhkan manusia. Keberadaan petani sekitar hutan kemiri yang kehidupan sehari-harinya bergantung dari interaksinya
dengan hutan kemiri merupakan sebuah keniscayaan, oleh karena itu tidak boleh diabaikan.
Penataan lahan hutan trersebut hendaknya memadukan kondisi kawasan hutan dan kondisi sosial ekonomi petani sekitar hutan sehingga
dapat meningkatkan semua fungsi hutan. Penataan ini sangat penting dilakukan, karena lahan kemiri yang telah dikelola petani sejak lama
sebagian besar terdapat atau masuk dalam kawasan hutan yang berpotensi menimbulkan konflik antara kepentingan masyarakat dan
210 kepentingan pembangunan kehutanan.
Melalui penyelarasan ini,
diharapkan lahir kebijakan pengembangan wilayah terutama peruntukan dan pengelolaan hutan yang menyeimbangkan antara keberadaan hutan
dan keberadaan masyarakat, dalam arti keberlanjutan tiga fungsi pokok hutan yaitu fungsi ekonomiproduksi, fungsi ekologi, dan fungsi sosial
harus tetap dikedepankan sehingga dapat mengantisipasi timbulnya konflik.
b. Menyediakan kesempatanpeluang bagi petani sekitar hutan agar dapat
terus terlibat dalam pengelolaan hutan kemiri. Upaya penyediaan kesempatanpeluang difokuskan dalam bentuk dukungan pemerintah
berupa pengakuan atau pemberian kewenangankepastian hak kelola terbatas kepada petani sekitar hutan untuk mengelola hutan kemiri.
Petani sekitar hutan kemiri membutuhkan pengakuan atas hak- haknya, sekurang-kurangnya tidak ada gangguan formal ketika mereka
melakukan kegiatan pengelolaan hutan kemiri. Harus dipahami benar, bahwa hutan kemiri bagi petani sekitar hutan, selain merupakan bagian
esensial untuk memasok kebutuhan konsumsi sehari-hari, juga berperan sebagai cadangan. Fungsi cadangan ini patut diperhatikan secara
seksama. Legalitas pengelolaan tanaman kemiri yang berada dalam kawasan
hutan kepada petani saat ini belum ada, oleh karena itu pemerintah perlu memfasilitasi terbentuknya legalitas tersebut dalam bentuk pemberian
kepastian hak atau kewenangan kepada petani untuk mengelola hutan kemiri. Keberadaan hutan kemiri merupakan bukti keberhasilan praktek
pengelolaan hutan kemiri oleh petani sekitar hutan yang dilandasi oleh nilai-nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat petani tersebut.
Sejarah pembangunan hutan kemiri oleh petani sekitar hutan menunjukkan bahwa terdapat modal sosial yang kuat dalam pengelolaan
hutan kemiri kawasan pegunungan Bulusaraung. Mengacu pada fakta tersebut, dirasa perlu mempertimbangkan diberikannya hak kelola bagi
petani sekitar hutan untuk mengelola hutan kemiri, dengan kata lain perlu
dikedepankan sistem pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Salah
211 satu alternatif adalah sewa jangka panjang dari kawasan hutan negara
dengan aturan yang memungkinkan perpanjangan, sepanjang semua persyaratan dipenuhi. Pemberian kewenangan atau hak kelola ini harus
disertai dengan berbagai kesepakatan perjanjian dan pengaturan yang mengikat berupa pembagian hak dan tanggung jawab dalam pengelolaan
hutan kemiri berdasarkan undang-undang dan peraturan lain yang berlaku. Oleh karena itu, perlu aturan main atau perangkat hukum yang
jelas yang dapat menjamin rasa aman petani sekitar hutan dan meningkatkan kepercayaan petani sekitar hutan kepada pemerintah atas
hak penguasaan yang diberikan kepada sehingga tidak ada keraguan atas proses pengelolaann yang dilaksanakan atas dasar sewa lahan tersebut
dalam arti sewa lahan tersebut tidak terputus ditengah jalan. Aturan main harus jelas, tegas dan mudah untuk diterapkan serta memperhatikan
aspek ekologi secara seksama dan sejauh mungkin harus menghindari tindakan “salah urus”.
Dalam strategi ini petani sekitar hutan mempunyai hak untuk mengelola hutan kemiri, dan yang terpenting adalah memiliki pula
tanggung jawab untuk menjaga kelestarian hutan di dalam pelaksanaan pengelolaannya, sedangkan kewajiban pihak pemerintah adalah
memberikan bimbingan dan arahan dalam bentuk dukungan teknis, pelayanan, dan bantuan permodalan. Di dalam kesepakatan ini harus ada
unsur pengawasan bersama agar tidak terjadi kegiatan pengelolaan yang seenaknya yang dapat mengakibatkan rusaknya hutan kemiri.
Pemberian hak kelola tidak dimaksudkan untuk merubah fungsi kawasan hutan, tetapi sebagai salah satu bentuk kompensasi dan sebagai
insentif yang diberikan kepada petani atas adanya nilai manfaat tidak langsung atau intangible benefits perlindungan lingkungan dari
keberadaan hutan kemiri yang selama ini telah dikelola dengan baik oleh petani dan sebagai bentuk penghormatan atau penghargaan atas jasa
petani yang telah membangun kebunhutan kemiri dan atas kemampuan petani dalam mengelola hutan kemiri.
212 c.
Menetapkan peraturan daerah yang mendukung pengelolaan hutan kemiri oleh petani sekitar hutan.
Telah banyak peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat yaitu UU No. 411999, SK. Menhut no. 312001 tentang Hutan
Kemasyarakatan, PP No. 342002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan
Kawasan Hutan, dan PP. No 62007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan sebagai payung
pengelolaan hutan yang memberi peluang pemanfaatan kawasan hutan kepada masyarakat dan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama
atau subyek dalam pengelolaan hutan, namun sampai saat ini belum terimplementasi atau terwujud di lokasi penelitian, sementara itu petani
sekitar hutan membutuhkan kepastian hak untuk dapat mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan kemiri tersebut.
Hal tersebut terjadi karena pemerintah daerah belum memfasilitasi agar petani dapat secara legal mengelola tanaman kemirinya. Oleh karena
itu, dirasa mendesak untuk mengeluarkan kebijakan dan program pengelolaan hutan dalam bentuk perda yang dapat diterima dan didukung
oleh semua pihak dimana dalam perda tersebut petani sekitar hutan ditempatkan dan diakui sebagai pelaku utama subyek dari pengelolaan
hutan, meliputi perda tentang pemberdayaan, pelestarian dan
pengembangan kelembagaan
lokal, perda
tentang pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan berbasis masyarakat, perda tentang pengakuan keberadaan masyarakat sekitar hutan, dan perda tentang
pengukuhan hutan kemiri sebagai hutan yang boleh dikelola oleh petani sekitar hutan.
d. Menstimulir petani untuk memelihara, mengelola dan memanfaatkan
hutan kemiri secara baik. Upaya ini perlu dikaitkan dengan keinginan petani untuk meningkatkan pendapatan dari produksi tanaman kemiri,
dengan demikian perlu upaya peningkatan produktivitas tanaman kemiri melalui peremajaan tanaman kemiri yang tidak produktif.
213 Pada saat ini dinilai perlu untuk segera dilakukan peremajaan hutan
kemiri, karena + 79 rata-rata usia tanaman kemiri di atas 35 tahun sehingga tidak lagi produktif. Upaya peremajaan dapat dilaksanakan
secara partisipatif antara pemerintah bersama petani sekitar hutan. Upaya peremajaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan pola tebang pilih
yaitu dengan cara membuat plot tebangan prioritas secara bergiliran daur tebang berdasarkan kriteria-kriteria teknis tingkat kelerengan serta
luasan lahan. Daur tebang untuk peremajaan dapat menggunakan pola pengelolaan
hutan yang telah menjadi kearifan lokal yaitu dengan cara meremajakan hutan kemiri yang tidak produktif dengan pola tumpang sari pada luasan
lahan 0,25 Ha, dimana pengelolaan intensif dilakukan pada tiga tahun pertama. Setelah tumpang sari tidak dapat dilanjutkan lagi karena tertutu
naungan tanaman kemiri yang sudah siap berproduksi, kemudian dilakukan peremajaan pada plot lainnya yang tidak produktif.
e. Mendorong dan mengembangkan terciptanya industri rumah tangga.
Hutan kemiri rakyat hendaknya mulai dikembangkan ke arah skala usaha industri rumah tangga. Perlu dilakukan upaya pengayaan
atau diversifikasi produksi kemiri, sehingga penjualan produk kemiri tidak hanya dalam bentuk biji kemiri, namun dalam bentuk lainnya
seperti minyak kemiri, bahan obat-obatan, shampo dan produk turunan lainnya sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
Untuk kepentingan tersebut, perlu adanya bantuan permodalan danatau
kemitraan dengan pihak yang memiliki modal, serta menjamin adanya pasar
bagi produk
turunan tersebut.
Pelatihan-pelatihan dan
pendampingan untuk kegiatan pengolahan pasca perlu diberikan kepada petani sehingga petani mampu mengolah biji kemiri menjadi produk
yang benilai jual tinggi. Pelatihan ini hendaknya dilengkapi dengan upaya-upaya untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan kewirausahaan.
214
2. Peningkatan Kemampuan Petani Sekitar Hutan dalam Mengelola Hutan