Musrenbang desakecamatan. Selain sistim kelembagaan yang kuat, dan kualitas serta diseminasi hasil prakiraan iklim yang tepat waktu dan sasaran, peningkatan
pemahaman petani terhadap informasi iklim juga menjadi kunci keberhasilan pengelolaan risiko iklim.
Hasil penelitian tentang wilayah endemik kekeringan ini telah ditulis dalam bentuk jurnal dengan judul “Identifikasi dan Delineasi Wilayah Endemik
Kekeringan Untuk Pengelolaan Risiko Iklim di Kabupaten Indramayu”. Jurnal ini
telah diterima pada Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Jakarta dan dalam proses terbit.
3.4. Simpulan
Kejadian kekeringan di Kabupaten Indramayu merupakan penyebab utama 79.8 gagal panen selain OPT 15.6 dan banjir 5.6. Kekeringan pada
umumnya berlangsung selama 1-8 bulan. Petani mengalami kekeringan yang paling sering adalah selama 6 bulan 32. Bulan Juni merupakan bulan dimana
petani paling sering mengalami kekeringan 32.2. Puncak kekeringan pada umumnya terjadi pada musim Gadu yaitu Bulan Juni-Agustus.
Berdasarkan data kekeringan periode Agustus 2005-September 2011, sebaran rata-rata luas kekeringan per kecamatan dari 31 Kecamatan di Kabupaten
Indramayu adalah 26 Ha sampai dengan 1602,5 Ha, dengan rata-rata 406 Ha, dengan jumlah kejadian kekeringan berkisar antara 1-9 kejadian dan rata-rata 4
kejadian kekeringan. Klasifikasi tingkat endemik kekeringan menghasilkan 4 kelompok, yaitu :
wilayah kecamatan dengan tingkat endemik kekeringan tinggi, agak tinggi, agak rendah dan rendah. Wilayah dengan tingkat endemik tinggi meliputi Kecamatan :
Cikedung, Gabuswetan, Indramayu, Kandanghaur, Kedokan Bunder, Krangkeng, Lelea, Lohbener, Losarang dan Sliyeg. Wilayah endemik agak tinggi, antara lain
Kecamatan : Juntinyuat, Kroya dan Terisi. Wilayah endemik agak rendah, yaitu Kecamatan Balongan, Cantigi, Gantar, Haurgeulis, Sukagumiwang, Sukra dan
Tukdana. Wilayah dengan endemik rendah terhadap kekeringan, yaitu Kecamatan : Anjatan, Arahan, Bangodua, Bongas, Jatibarang, Karangampel, Kertasemaya,
Pasekan, Patrol, Sindang dan Widasari.
Peta endemik kekeringan, karakteristik khusus dan diskripsi wilayah dapat dijadikan dasar dalam memberikan pilihan teknologi pengelolaan risiko iklim
untuk meminimalkan risiko kekeringan. Pada wilayah dengan tingkat endemik tinggi dan agak tinggi dapat diterapkan teknik irigasi bergilir teratur, penggunaan
varietas sangat genjah dan toleran kekeringan, tanah diolah minimum atau TOT. Untuk sawah tadah hujan digunakan padi gogorancah pada MH dan walik jerami
pada MK, teknik embung dan pompanisasi, penggunaan varietas tahan OPT, PHT, pergiliran varietas dan pengaturan pola tanam. Untuk wilayah dengan tingkat
endemik agak rendah dan rendah lebih difokuskan pada pemilihan varietas tahan OPT, pengelolaan hama terpadu dan pengaturan pola tanam.
IV. PENETAPAN WILAYAH CAKUPAN INDEKS UNTUK PENERAPAN ASURANSI IKLIM