Belan d Sebi ra
44
Nilai skor parameter dalam kategori exposure di lokasi penelitian menunjukkan nilai yang hampir sama. Sedikit perbedaan hanya pada parameter
tinggi gelombang dan kedalaman habitat terumbu karang. Hal ini disebabkan karena pulau-pulau ujicoba merupakan wilayah yang memiliki karakteristik
oseanografi dan ekosistem yang relatif sama. Hal ini juga terlihat dalam ukuran bubble
pada Gambar 31 yang menggambarkan ukuran yang hampir sama dalam ketegori medium exposure. Hal ini juga sama seperti yang diungkapkan oleh
Eestradivari et al. 2009 yang menyatakan bahwa kondisi ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu cenderung mirip antar pulau, kecuali beberapa pulau
yang letaknya berdekatan atau terletak di Teluk Jakarta Kelurahan Pulau Untung Jawa.
Pulau Pramuka, pulau Harapan dan pulau Kelapa memiliki nilai indeks kerantanan dalam kategori yang sama. Perbedaan skor antara pulau Pramuka dan
Harapan terdapat pada parameter dalam kategori kepekaan sensitivity, dan kedalaman habitat exposure, sedangkan untuk parameter kapasitas adaptif,
keduanya memiliki kesamaan dimana dua pulau ini memiliki karakter masyarakat dan kelembagaan yang hampir sama. Terdapat sedikit perbedaan kapasitas adaptif
antara pulau Harapan dan Kelapa, dimana pulau Kelapa memiliki masyarakat yang mayoritas masih mengandalkan usaha penangkapan ikan di terumbu karang.
Kemiripan karakter parameter penyusun indeks kerentanan ini juga terlihat pada pulau Panggang, Kelapa dan Pulau Sebira. Dalam kategori kapasitas adaptif,
pulau Panggang dan Kelapa memiliki nilai skor yang sama, tetapi pengecualian untuk Pulau Sebira untuk parameter instusi konservasi dimana pulau Sebira tidak
memilikinya. Untuk parameter dalam kategori keterpaparan umumnya semua pulau memiliki nilai skor yang tidak berbeda jauh. Perbedaan banyak terdapat
pada parameter dalam kategori kepekaan yang mencerminkan kondisi ekosistem terumbu karang di masing-masing wilayah.
Gambar 31 Bubble plot indeks kerentanan ekosistem terumbu karang di lokasi penelitian
P. Pramuka P. Panggang
P. Harapan P. Kelapa
P. Belanda
P. Sebira Low Exposure
Medium Exposure High Exposure
0,0 0,5
1,0 1,5
2,0 2,5
3,0 3,5
4,0 4,5
5,0
0,0 1,0
2,0 3,0
4,0 5,0
S en
si tivi
ty
Adaptive Capacity Semakin rentan
Kurang rentan
45 Pulau Panggang, Belanda dan Sebira berdasarkan hasil perhitungan indeks
kerentanan termasuk dalam kategori kerentanan sedang. Pada pulau Belanda, nilai skor tinggi pada parameter status perlindungan dan karakteristik ekosistem
terumbu karangnya yang cenderung lebih baik dibanding pulau lainnya. Selain itu, hal yang menyebabkan kerentanan tinggi ekosistem terumbu karang pulau
Belanda terhadap tumpahan minyak adalah komponen kapasitas adaptif. Pulau Belanda sebagai bagian dari Zona Inti III Taman Nasional Kepulauan Seribu
merupakan pulau tidak berpenghuni dan berjarak cukup jauh dari pulau-pulau berpenghuni. Jarak terdekat pulau Belanda dengan pulau berpenghuni adalah
sekitar 6 kilomeneter, yaitu ke pulau Harapan. Kondisi terpencil ini menyebabkan nilai parameter respon masyarakat untuk pulau Belanda rendah. Dalam kasus
tumpahan minyak, kondisi terpencil menyebabkan penanganan tumpahan minyak diprediksi lebih lambat dibanding pulau-pulau lainnya. Estradivari et al. 2009 juga
menyatakan masalah remoteness menjadi salah satu kendala dalam pengelolaan zona inti. Upaya-upaya monitoring di wilayah ini serta upaya pengendalian dari
gangguan kerusakan perlu ditingkatkan. Khususnya dalam kasus tumpahan minyak yang masuk ke wilayah pulau Belanda, dibutuhkan informasi yang cepat
sehingga bantuan penanganan lebih cepat meminimalisir paparan minyak terhadap ekosistem terumbu karang. Selain upaya pengawasan dan monitoring yang
dilakukan oleh BTNKpS, penelitian ini juga mengindikasikan rekomendasi peningkatan peran masyarakat dalam memberikan respon ketika terjadi tumpahan
minyak dengan memberikan laporan kepada personil lokal di pulau berpenghuni terdekat untuk dapat segera mendapatkan bantuan penanganan.
Pengelolaan Kerentanan Ekosistem Terumbu Karang terhadap Ancaman Tumpahan Minyak
Dengan mengetahui dampak tumpahan minyak dan mengidentifikasi lokasi- lokasi, masyarakat dan ekosistem yang rentan dapat membantu untuk menyusun
rekomendasi adaptasi. NOAA 2010 menjelaskan dampak tumpahan minyak bervariasi tingkat kepelikannya tergantung kondisi tumpahan minyak termasuk
tipe minyak, jumlah, komposisi spesies dan nature of oil spill. Minyak dapat membunuh karang tergantung dari spesies dan paparannya. Paparan yang lama
dengan level minyak yang rendah dapat membunuh karang seperti juga paparan yang sebentar namun level konsentrasi minyaknya tinggi. Toksisitas kronis
minyak dapat mempengaruhi reproduksi karang, pertumbuhan, tingkah laku dan perkembangannya. Waktu saat terjadinya tumpahan minyak juga menjadi hal
yang kritikal, karena reproduksi karang dan tahap awal kehidupannya merupakan bagian yang sangat sensitif terhadap minyak. Respon stress terumbu karang yang
terpapar oleh minyak menurut Fuick et al. 1984; Hawker and Connel 1992 diantaranya adalah: kematian jaringan lokal necrosis, gangguan respon makan,
gangguan retraksi polip, gangguan kemampuan pembersihan sedimen, gangguan pertumbuhan penurunan laju kalsifikasi, kerusakan gonad penurunan
kesuburan, kematian larva, gangguan penempelan larva, kerusakan Coenosarc jaringan di polip, bleaching ledakan zooxanthellae, penurunan produksi
zooxanthellae, dan muscle atrophy terhentinya pertumbuhan otot.
46
Gambar 32 Peta kerentanan ekosistem terumbu karang terhadap tumpahan minyak di lokasi penelitian
47 Penelitian ini tidak menelaah hal-hal yang sangat spesifik antara hubungan
karang dengan berbagai jenis minyak, namun penelitian ini menilai hal yang lebih luas dan mengasumsikan tumpahan minyak terhadap terumbu karang
menyebabkan kematian terumbu karang. Serta mengasumsikan segala bentuk proses yang dialami minyak yang tumpah di perairan memberikan dampak yang
sama terhadap terumbu karang.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisis kerentanan ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu diketahui terdapat beberapa parameter yang
dapat dijadikan kunci untuk pengelolaan kondisi kerentanan tersebut. Parameter dalam kategori keterpaparan tipe pasut, tunggang pasang, tinggi gelombang,
kedalaman habitat dan tipe substrat merupakan kondisi alamiah yang tidak dapat direkayasa untuk menghasilkan tingkat keterpaparan yang lebih rendah. Parameter
dalam kategori kepekaan tipe pertumbuhan terumbu karang, kelandaian, persen tutupan, kerapatan, status perlindungan, spesies yang dilindungi dan kelimpahan
ikan juga merupakan kondisi alamiah. Dalam hal tipe pertumbuhan terumbu karang, dan kelandaian merupakan kondisi alamiah yang sudah ada seperti itu.
Kondisi tutupan terumbu karang, kerapatan, kelimpahan ikan dan keberadaan spesies yang dilindungi juga merupakan kondisi alami yang mencerminkan
kepekaan ekosistem. Semakin baik kondisi parameter tersebut maka semakin tinggi nilai sensitivitasnya, artinya semakin tinggi tingkat kualitas lingkungannya.
Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa jenis-jenis terumbu karang bervariasi tingkat sensitivitasnya terhadap minyak Ballou et al.
1987; Hatcher et al. 1989; Hawker and Connell 1992. Mayoritas penelitian terdahulu membuktikan bahwa tumpahan minyak di area terumbu karang telah
membuat penurunan yang signifikan terhadap jumlah terumbu karang, tutupan karang hidup, dan keanekaragaman jenis Guzman et al. 1991. Sebagai contoh,
Bak 1987 menemukan bahwa Acropora, Montastrea dan Agaricia rusak secara signifikan oleh pencemaran minyak kronis, sementara Diploria relatif lebih
melimpah dalam area terumbu karang yang rusak. Ketahanan jenis Diploria terhadap minyak juga telah didemontrasikan dalam skala laboratorium oleh Knap
1987. Di situasi lain, Guzman et al. 1991 melaporkan bahwa jenis karang bercabang branching lebih mampu bertahan terhadap minyak daripada jenis-
jenis karang massive. Berdasarkan informasi ini dapat direkomendasikan upaya pengelolaan dengan pendekatan ekologi bagi wilayah yang memiliki tingkat
kerentanan yang tinggi terhadap tumpahan minyak yaitu dengan melakukan transplantasi jenis karang bercabang branching dan Diploria brain coral.
Dengan adanya jenis-jenis yang dapat bertahan dalam kejadian tumpahan minyak diharapkan dapat mempercepat proses pemulihan recovery.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, upaya pengelolaan yang paling sesuai dalam kasus ini adalah pengelolaan kemampuan adaptasi dari
sistem sosial-ekologi untuk menghadapi ancaman tumpahan minyak. Mendorong pemerintah dan pelaku usaha migas serta transportasi laut untuk memperkuat
sistem tanggap darurat untuk penanganan tumpahan minyak. Dengan sistem penanganan ini peluang dan risiko paparan tumpahan minyak pada kawasan
ekosistem terumbu karang menjadi berkurang. Oil spill contingency plan merupakan suatu sistem yang digunakan dalam skala lokal maupun regional
dalam merespon kejadian tumpahan minyak dengan fokus utama pada perlindungan lingkungan. Suatu contingency plan yang tersistem dengan baik
48 melingkupi: 1 Delineasi area yang kemungkinan terdampak dari sumber
tumpahan minyak dan menentukan pola-pola penyabaran minyak di perairan tersebut; 2 pemilihan metode penanganan yang tepat, mengambil kembali
minyak yang tumpah dan membuangnya di lokasi yang aman; 3 menentukan metode pembersihan yang sesuai dan 4 pengorganisasian yang baik agar
penanganan berjalan cepat dan efektif. Bagian yang tidak terpisahkan dari upaya penanggulan tumpahan minyak adalah menentukan daerah prioritas untuk
mendapatkan perlindungan terlebih dahulu Gundlach and Hayes, 1978.
Keberadaan lembaga konservasi sangat penting dalam upaya rehabilitasi pasca kejadian tumpahan minyak. Semakin dekat upaya konservasi tersebut
dilakukan oleh masyarakat maka semakin kuat daya adaptasi sistem terhadap gangguan. Terumbu karang yang telah rusak akibat tumpahan minyak akan
membutuhkan berdekade waktu untuk dapat pulih. Upaya rehabilitasi seperti transplantasi dan lainnya dapat mempercepat upaya rekolonisasi di area yang
rusak oleh tumpahan minyak. Area yang terlindung protected area mempunyai peluang recovery lebih baik dibanding area lainnya Sloan 1993. Westmacott et
al.
2000 juga menyebutkan bahwa Daerah Perlindungan Laut DPL dapat memegang peranan yang semakin penting bagi pelestarian dan pengelolaan
terumbu karang yang rusak. DPL dapat melindungi daerah terumbu karang yang tidak rusak yang dapat menjadi sumber larva dan sebagai alat untuk membantu
pemulihan dan melindungi daerah yang bebas dari dampak manusia dan cocok sebagai substrat bagi penempelan karang dan pertumbuhan kembali.
Peningkatan kapasitas adaptif lainnya adalah memperkuat aspek sosial dan finansial masyarakat. Pengalaman-pengalaman terdampak akibat tumpahan
minyak bagi masyarakat Kepulauan Seribu membuat masyarakat familiar dan dapat memberikan respon yang cepat dan efektif jika terjadi tumpahan minyak di
wilayah mereka. Hal seperti ini dapat menjadi pembelajaran bagi wilayah-wilayah lain yang berpotensi terancam tumpahan minyak namun masyarakatnya belum
memiliki pengalaman bagaimana berhadapan dengan tumpahan minyak. Selain itu, secara ekonomi masyarakat Kepulauan Seribu dengan didukung oleh
kemudahan aksesibilitas memiliki kekuatan finansial yang baik, sehingga ketergantungan ekonomi terhadap terumbu karang pada beberapa wilayah sudah
mulai berkurang. Masyarakat Kepulauan Seribu sudah memiliki pola penghasilan yang beragam, tidak hanya bergantung pada satu sumber penghasilan. Hal ini
mungkin akan berbeda di daerah lain yang belum mendapatkan manfaat dari ekowisata dan hanya menggantungkan sumber ekonominya dari memanfaatkan
sumber daya di laut sebagai penghasilan utama.
Pengelolaan kerentanan dengan mengacu pada parameter kapasitas adaptif yang digunakan dalam penelitian ini memberikan implikasi pengelolaan
kerentanan secara terintegrasi. Dimana parameter perangkat tumpahan minyak yang merupakan ranah kewenangan dan kewajiban SKK Migas dengan
perusahaan migas; parameter institusi konvervasi yang merupakan ranah BTNKpS, LSM dan kelompok masyarakat; serta parameter respon masyrakat dan
ketergantungan ekonomi merupakan ranahnya masyarakat Kepulauan Seribu. Melalui informasi yang dihasilkan dari penelitian ini, institusi yang berwenang
dalam upaya penanganan tumpahan minyak dapat menentukan prioritas penanganan. Upaya kolaborasi dengan masyarakat dalam rangka mengedukasi
49 masyarakat bagaimana memberikan respon dan melaporkan ketika mengetahui
adanya kasus tumpahan minyak.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Indeks Kerentanan Ekosistem Terumbu Karang terhadap Tumpahan Minyak
Penelitian ini merupakan pengayaan dari metode analisis kerentanan yang dikembangkan untuk menilai kerentanan ekosistem terumbu karang terhadap
tumpahan minyak. Terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dalam metode dan formula yang berhasil dibangun dari penelitian ini.
Kelebihan dari metode yang digunakan dan formula yang dihasilkan dalam penelitian ini diantaranya:
- Penelitian ini merupakan yang pertama dalam mengembangkan metode penilaian kondisi ekosistem terumbu karang terhadap tumpahan minyak
dengan pendekatan indeks kerentanan yang dibangun atas parameter exposure
, sensitivity, adaptive capacity. Penelitian terdahulu mengkaji kerentanan terumbu karang terhadap perubahan iklim.
- Menggunakan pendapat responden pakar dalam memberikan bobot signifikansi masing-masing parameter dalam membangun indeks
kerentanan - Parameter yang digunakan bersifat generik sehingga mudah untuk
diaplikasikan di lokasi lain, sehingga dalam konteks pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan bisa menjadi model penilaian yang aplikatif
globally applicable
- Parameter yang digunakan bersifat umum dan mudah didapatkan datanya, sehingga penilaian indeks kerentanan dapat dilakukan dengan cepat
bahkan dengan menggunakan data sekunder sekalipun. Adapun kelemahan-kelemahan dari metode yang digunakan dan formula
indeks kerentanan yang dihasilkan diantaranya: - Skala dan batas skor penilaian parameter masih menggunakan data yang
tersedia saat ini di lokasi studi kasus, sehingga berpotensi skala penilaian dapat berbeda di lokasi lain, perlu diperbaiki untuk mendapatkan skala
penilaian yang lebih baku.
- Penggunaan parameter perangkat teknis, perangkat kelembagaan, perangkat sosial dan finansial dalam penilaian adaptive capacity masih
menimbulkan perdebatan. Beberapa berpendapat bahwa adaptive capacity seharusnya dinilai dari kemampuan ekologi untuk pemulihan diri sendiri
akibat paparan tumpahan minyak. Hal ini bisa dijadikan sebagai dasar untuk bahan penelitian berikutnya.
- Parameter yang digunakan bersifat statis, sehingga menghasilkan penilaian kerentanan yang tidak dinamis, perubahan waktu kemungkinan dapat
merubah nilai kerentanan. Diperlukan pengembangan parameter yang bersifat dinamis seperti faktor musim, dan perubahan delta dari kondisi
masa lalu hingga sekarang untuk memprediksi tren kerentanan di masa mendatang.
-
Penghitungan indeks yang dilakukan di Kepulauan Seribu memiliki hasil yang kurang bervariasi karena karakteristik biofisik, dan sosial ekonomi
yang relatif sama, sehingga perlu dilakukan ujicoba di lokasi lain.
50
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Indeks kerentanan ekosistem terumbu karang terhadap tumpahan minyak dapat disusun atas beberapa parameter yang terbagi dalam kategori keterpaparan,
kepekaan dan kapasitas adaptif. Parameter kedalaman habitat terumbu karang dan tunggang pasang merupakan parameter yang memiliki signifikansi terbesar dalam
menentukan keterpaparan ekosistem terumbu karang terhadap tumpahan minyak. Parameter keberadaan spesies yang dilindungi dan kerapatan terumbu karang
adalah dua parameter yang memiliki signifikansi yang besar dalam menentukan kepekaan ekosistem terumbu karang terhadap tumpahan minyak. Parameter sistem
penanganan tumpahan minyak merupakan parameter yang sangat menentukan adaptasi terhadap tumpahan minyak.
Indeks kerentanan ekosistem terumbu karang terhadap tumpahan minyak berdasarkan formula yang dibangun dalam penelitian ini berkisar antara 0 hingga
12. Indeks kerentanan di Kepulauan Seribu berkisar antara 3,64 hingga 6,39 yang tergolong dalam kerentanan rendah hingga kerentanan sedang. Nilai indeks
kerentanan di pulau Pramuka, Harapan dan Kelapa secara berturut-turut adalah 3,64; 4,08; dan 4,66 yang termasuk dalam kategori kerentanan rendah. Indeks
kerentanan di pulau Panggang, Belanda dan Sebira masing-masing adalah 5,06; 6,39; dan 5,16 yang termasuk dalam kategori kerentanan sedang.
Rekomendasi untuk menurunkan kerentanan ekosistem terumbu karang Kepulauan Seribu terhadap tumpahan minyak adalah dengan meningkatkan
kapasitas adaptif. Penguatan sistem penanganan tumpahan minyak dan kolaborasi antara perusahaan migas, Balai Taman Nasional serta masyarakat dalam merespon
setiap kejadian tumpahan minyak merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam rangka mengurangi dampak paparan tumpahan minyak terhadap ekosistem
terumbu karang.
Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, terdapat beberapa hal yang bisa disarankan, diantaranya:
1 Uji coba formula dan parameter indeks kerentanan ini di lokasi lain dengan karakteristik yang berbeda
2 Pengembangan parameter indeks kerentanan dengan mempertimbangkan variabel musim dan parameter tidak tetap lainnya
3 Pertimbangan parameter ekologis dalam kategori kapasitas adaptif
51
DAFTAR PUSTAKA
Adger WN, Arnell NW, and Tompkins EL. 2005. Successfull adaptation to Climate Change Accross Scales. Global Environmental Change 15: 77-86
Adger WN. 2006. Vulnerability. Global Environmental Change. 16 3: 268-281 [API] American Petroleum Institute US. 1999. Fate of Spilled Oil in Marine
Waters . Publication No. 4691
Bak RPM. 1987. Effects of chronic oil pollution on Caribbean coral reef. Marine Poll. Bull.
18: 534-539. In Effects of Oil on Marine Resources: A Worldwide Literature Review Relevant to Indonesia.
Sloan NA. 1993. EMDI Environmental Report. p 26
Ballou TG, Dodge RE, Hess SC, Knap AH, and Sleeter TD. 1987. Effects of a dispered and undispered crude oil on mangroves, seagrasses and corals.
American Petroleum Institute Publication No. 4460. Washington: Am. Petroleum Inst. In Effects of Oil on Marine Resources: A Worldwide Literature
Review Relevant to Indonesia.
Sloan NA. 1993. EMDI Environmental Report. p 26
[BPMigas] Badan Pengawas Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi ID, 2010. Report Acceleration For Establishment Of Tier-2 Oil Spill Response Center
For Upstream Oil And Gas. Jakarta: 347p [BPMigas] Badan Pengawas Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi ID, 2011.
Pedoman Tata Kerja Nomor: PTK-005BP000002011 revisi 01 tentang Penanggulangan Tumpahan Minyak. Jakarta: 36 hlm.
[BTNKpS] Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu ID. 2011. Review Rencana Pengelolaan Taman Nasional RPTN Kepulauan Seribu Periode Tahun 1999
sd 2019 Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. 159 hlm.
Chapin III FS, Kofinas GP, and Folke C. 2009. Principle of Ecosystem Stewardship. Resilience-Based Natural Resources Management in a Changing
World. Springer. New York. 409p Cinner JE, McClanahan TR, Graham NAJ, Daw TM, Maina J, Stead SM,
Wamukota A, Brown K, and Bodin O. 2011. Vulnerability of Coastal Communities to key impacts of Climate Change on Coral Reef Fisheries.
Global Enviro. Change 2011:09-18
Cinner JE, McClanahan T, Wamukota A, Darling E, Humphries A, Hicks C, Huchery C, Marshall N, Hempson T, Graham N, Bodin Ö, Daw T, and Allison
E. 2013. Social-ecological vulnerability of coral reef fisheries to climatic shocks. FAO Fisheries and Aquaculture Circular No. 1082. Rome, FAO. 63 pp
Dahuri R, Rais Y, Putra SG, dan Sitepu MJ. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu
. Jakarta. PT Pradnya Paramita.
Darwin CR. 1842. The structure and distribution of Coral Reefs. Smith, elder and Company, London, 214pp. reprinted 1962, University of California Press,
Berkeley, CA De Lange HJ, Van der Pol JJC, Lahr J, and Faber JH. 2006. Ecological
vulnerability in wildlife. A conceptual approach to assess impact of
52 environmental stressors.
Alterra report 1305. Wageningen, The Netherlands: Alterra; 112 pp.
De Lange HJ, Sala S. Vighi M, Faber JH. 2010. Ecological vulnerability in risk assessment
—A review and perspectives. Science of the Total Environment 408. 3871
–3879. De León VJ. 2006: Vulnerability. A Conceptual and Methodological Review.
SOURCE No. 4. UNU-EHS. Bonn. [DEPHUT] Departemen Kehutanan ID. Siaran Pers No: S.666IIPIK-12004.
10 November 2004. http:www.dephut.go.idindex.phpnewsdetails1645. [Retrieved on 7 April 2016]
[Dishidros TNI-AL] Dinas Hidrografi dan Oseanografi – TNI Angkatan Laut ID.
2013. Daftar Pasang Surut Tahun 2013. Dishidros TNI-AL. Jakarta. 686hlm Doukakis E. 2005. Coastal Vulnerability and Risk Parameters. European Water
1112: 3-7 English S, Wilkinson C, and Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resources . Townsville: Australian Institute of Marine Science.
Estradivari, Setyawan E, dan Yusri S. editor. 2009. Terumbu Karang Jakarta: Pengamatan Jangka Panjang Terumbu Rarang Kepulauan Seribu 2003-2007.
Yayasan TERANGI. Jakarta. viii +102 hlm Fabricius KE, Guldberg OH, Johnson J, McCook L, and Lough J. 2007.
Vulnerability of Coral Reefs of the Great Barrier Reef to climate change. Chapter III. Climate Change and The Great Barrier Reef: A Vulnerability
Assessment.
Farhan AR and Lim S. 2012. Vulnerability Assessment of Ecological Condition in Seribu Islands, Indonesia. Ocean Coastal Management 65: 1-14
Folke C, Colding J, and Berkes F. 2003. Synthesis: Building resilience and adaptive capacity in social-ecological systems. Pages 23 in Chapin III, F.S.,
G.P. Kofinas, and C. Folke. 2009. Principle of Ecosystem Stewardship. Resilience-Based Natural Resources Management in a Changing World.
Springer. New York. 409p.
Fuick KW, Bright TJ and Goodman KS. 1984. Measurement of damage, recovery, and rehabilitation of coral reefs exposed to oil. In Effects of Oil on Marine
Resources: A Worldwide Literature Review Relevant to Indonesia. Sloan NA.
1993. EMDI Environmental Report. p 26 Garrity SD, and Levings SC. 1990. Effects of an oil spill on the gastropods of
tropical intertidal reef flat. Marine Environ. Res. 30: 119-152. In Effects of Oil on Marine Resources: A Worldwide Literature Review Relevant to Indonesia.
Sloan NA. 1993. EMDI Environmental Report. p 26
Gibb J, Sheffield A, and Foster G. 1992. A Standardised Coastal Sensitivity Index Based on an Initial Framework for Physical Coastal Hazards Information.
Science and Research Series No. 55. Departemen of Conservation. Wellington, NZ. 101p
Google Earth US. 2016. Imagery Capture diakses Februari 2016.US Department of State Geographer. Google ©2016
Gundlach ER, and Hayes MO. 1978. Vulnerability of Coastal Environment to Oil Spill Impacts. Marine Technology Society Journal 12 No. 4:18-27
Guzman HM, Jackson JBC, and Weil E. 1991. Short-term ecological consequences of major oil spill on Panamanian subtidal reef corals. Coral reefs.
53 10: 1-12. In Effects of Oil on Marine Resources: A Worldwide Literature
Review Relevant to Indonesia. Sloan NA. 1993. EMDI Environmental Report.
p 26 Hatcher BG, Johannes RE, and Robertson AI. 1989. Review of research relevant
to the conservation of shallow tropical marine ecosystems. Oceanography and Marine Biol. Ann. Rev.
27: 337-414. In Effects of Oil on Marine Resources: A Worldwide Literature Review Relevant to Indonesia.
Sloan NA. 1993. EMDI Environmental Report. p 26
Hawker BG, and Connel DW. 1992. Standards and criteria for pollution control in coral reef areas. In Effects of Oil on Marine Resources: A Worldwide
Literature Review Relevant to Indonesia. Sloan NA. 1993. EMDI
Environmental Report. p 26 Hughes TP, Bellwood DR, Folke C, Steneck RS, and Wilson J. 2005. New
Paradigms for Supporting the Resilience of Marine Ecosystems. Trends in Ecology and Evolution
20 No. 7: 380 - 386 [IMO] International Maritime Organization US. 1988. Manual on Oil
Pollution. Section IV. Combatting Oil Spills . London: IMO.
[IPIECA] International Petroleum Industry Environmental Conservation AssociationInternational Maritime Organisation US. 1992. Biological
Impacts Of Oil Pollution: Coral Reefs . Report Series. Vol. 3.
[IPIECAIMO] International Petroleum Industry Environmental Conservation AssociationInternational Maritime Organisation US. 1994. Sensitivity
Mapping For Oil Spill Response. Report Series. Vol. 1.
[IPIECAIMOOGP] International Petroleum Industry Environmental Conservation AssociationInternational Maritime OrganisationInternational
Association of Oil and Gas Producers US. 2012. Sensitivity Mapping for Oil Spill Response
. [ITOPF] The International Tanker Owners Pollution Federation Limited UK.
2002. Fate of Marine Oil Spills. Technical Information Paper. London: ITOPF Knap AH. 1987. Effects of chemically dispersed oil on brain coral, Diploria
strigosa . Marine Poll. Bull. 18: 119-122. In Effects of Oil on Marine
Resources: A Worldwide Literature Review Relevant to Indonesia. Sloan NA.
1993. EMDI Environmental Report. p 26 Kohler KE, and Gill SM. 2006. Coral Point Count with Excel extensions CPCe:
A Visual Basic program for the determination of coral and substrate coverage using random point count methodology. Computers Geosciences 32: 1259 -
1269
Luers A. 2005. The surface of vulnerability: An analytical framework for examining enavironmental change
. Global Environmental Change 15: 214- 223
Mauludiyah dan Mukhtasor. 2009. Perhitungan Skala Biaya Kerugian Akibat Tumpahan Minyak: Relevansinya untuk Perairan Indonesia. Prosiding Seminar
Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan 17 Desember 2009: 119 – 128.
Moberg F and Folke C. 1999. Ecological Goods and Services Of Coral Reef Ecosystem
. Elsevier 29, 215-233. Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Luat. Jakarta: PT. Pradnya Paramita
54 [NOAA] National Oceanic and Atmospheric Administration US. 2010. Oil
Spills in Coral Reef. Planning Response Considerations. U.S Department of Commerce: NOAA. 84p
[PKSPL-IPB] Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Institut Pertanian
Bogor ID. 2009. Sensitivity Area Mapping Project for Offshore and Onshore Operations. PKSPL-IPB. Bogor.
Pariwono, JI. 1989. Kondisi Pasang-Surut di Indonesia. ASEAN- Australia Cooperative Pragrams on Marine Science. Project 1: Tides and Tidal
Phenomena . Pasang Surut. Penyunting: Otto S.R. Ongkosongo dan Suyarso.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Jakarta. 135-147: ISBN: 979-8105-00-1. 257 hlm.
Rao KN, Subra EP, Rao TV, Malini BH, Ratheesh R, Bhattacharya S, Rajawat AS, and Ajai. 2008. Sea level rise and coastal vulnerability: an assessment of
Andhara Pradesh Coast, India through remote sensing and GIS. J. Coast Conser
12: 195-207 Rogers CS, Garrison G, Grober R, Hillis Z, and Franke MA. 1994. Coral reef
monitoring manual for the Caribbean and Western Atlantic. Florida Integrated Science Center. 114p
Romadhon A. 2014. Analisis Kerentanan dan Adaptasi Masyarakat Pulau Gili Labak Terhadap PErubahan Iklim Berbasis Ekosistem Terumbu Karang.
Proceeding Konferensi dan Seminar Nasional Pusat Studi Lingkungan Hidup
XXII, Surabaya, 2014. Saaty TL. 1993. Decision making for leader: The analytical hierarchy process for
decision in complex world. Pittsburgh: prentice Hall Coy. Ltd.
Tomascik T, Mah AJ, Nontji A, and Moosa MK. 1997. The ecology of Indonesia series, volume VII: the ecology of the Indonesian Seas, part two. The Ecology
of Indonesian Series. Vol VII. Periplus Eds. HK. Ltd. Turner BL, Kasperson RE, MatsonePA, McCarthy JJ, Corellg RW, Christensene
L, Eckley N, Kasperson JX, Luers A, Martello ML, Polsky C, Pulsipher A, and Schiller A. 2003. A Framework for Vulnerability Analysis in Sustainability
Science . In: PNAS. Vol. 100, no. 14, pp. 8074-8079
Schroter D, Polsky C, Patt AG. 2005. Assessing vulnerabilities to the effects of global change: An eight step approach.
Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change 10: 573-596
Schallier R, van Roy W, and van Cappellen M. 2013. Technical Sub-report 6: Development of an Environmental and Socioeconomic Sensitivity
Methodology. Be Aware, Bonn Agreement Belgium. [SOPAC] South of Pacific Islands Applied Geoscience Commission US. 2005.
Environmental Vulnerability Index: EVI: Description of Indicators . UNEP-
SOPAC.61p Sloan N. 1993. Berbagai Dampak Minyak Terhadap Sumberdaya Laut: Suatu
tinjauan pustaka dari seluruh dunia yang relevan bagi Indonesia. Jakarta: EMDI Environmental Report. 65p.
Walker BH, and Meyers JA. 2004. Thresholds in ecological and social –ecological
systems: A developing database. Ecology and Society 92:3 Wardiatno Y, Irfangi C, and Hestirianoto T. 2010. Dolphins Encountered in
Kepulauan Seribu. Ilmu Kelautan 154: 202-213.
55 Westmacott S, Teleki K, Wells S, dan West JM. 2000. Pengelolaan terumbu
karang yang telah memutih dan rusak kritis. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. vii + 36 pp
Williams LRR, and Kapustka LA. 2000. Ecosystem Vulnerability: a complex interface with technical components. Environ Toxicol Chem 194: 1055-1058
Wyrtki K. 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. NAGA Report Vol. 2, Scientific result of marine investigation of the South China Sea
and the Gulf of Thailand, Scripps Institute of Oceanography, La Jolla, California. 195p
Lampiran 1A. Hasil Analisis Persentase Tutupan Karang Hidup dengan software CPCe 4.0 56
PARAMETER
P. Pramuka P. Panggang
P. Harapan P. Kelapa
P. Belanda P. Sebira
MAJOR CATEGORY of transect
CORAL C 43,36
43,05 54,19
52,01 53,80
61,63 GORGONIANS G
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
ASCIDIANS ASC 0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 LAMUN LMN
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
ALGAE A 1,84
3,00 2,38
4,38 1,24
0,38 OTHER FAUNA OF
1,28 0,00
0,95 0,97
0,00 0,13
DEAD CORAL WITH ALGAE DCWA 9,36
35,37 12,10
10,23 5,90
27,13 CORALLINE ALGAE CRA
0,08 0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
DEAD CORALS DAC 4,08
13,79 11,81
12,84 10,57
8,75 SAND, SILT, WATER, ROCK, RUBBLE ABC
38,00 1,11
17,52 18,52
22,57 2,00
OTHERS OT 2,00
3,67 1,05
1,05 5,92
0,00 TAPE, WAND, SHADOW TWS
0,00 0,11
0,00 0,00
0,19 0,00
Sub-CATEGORY CORAL C
Acropora branching ACB 0,16
21,80 17,62
15,42 9,13
5,75 Acropora digitate ACD
16,48 0,00
8,57 5,38
12,86 0,00
Acropora encrusting ACE 0,08
0,78 0,38
0,68 0,00
12,00 Acropora submassive ACS
0,32 4,56
2,00 2,21
1,43 6,75
Acropora tabulate ACT 4,80
4,45 5,71
4,01 2,29
10,38 Coral branching CB
1,04 2,56
0,57 0,67
6,76 3,88
Coral encrusting CE 0,00
1,11 1,43
1,43 0,10
0,00 Coral foliose CF
5,04 5,56
6,76 8,02
2,95 2,13
Coral heliopora CHL 0,00
0,00 0,00
0,00 0,67
1,38 Coral massive CM
13,20 0,00
0,00 2,35
6,57 8,88
Coral millepora CME 0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 Coral mushroom CMR
0,00 0,22
0,29 0,00
0,10 0,00
Coral submassive CS 2,24
2,00 10,86
11,83 10,95
10,50 SUM
43,36 43,05
54,19 52,01
53,80 61,63
Lampiran 1B. Hasil Analisis Kerapatan Karang
57
No Transek
Photo ID P.
Panggang No.
Transek Photo ID