dimana nilai NTB yang positif menunjukkkan bahwa industri tersebut mengalami pertumbuhan yang positif.
3.3. Pengujian Hipotesis 3.3.1. Kriteria Uji Ekonomi
Pengujian suatu model ekonomi bertujuan untuk mengetahui apakah spesifikasi persamaan struktural suatu model cukup beralasan reasonable dan
apakah koefisien yang diestimasi memiliki nilai yang sesuai, baik dengan hipotesis yang dibangun, maupun teori yang mendasarinya, dalam hal ini teori
ekonomi. Menurut Timor 2008 dalam Kurniawan 2008, kriteria uji ekonomi dilakukan dengan melihat tanda dan besaran masing-masing variabel dugaan
apakah tanda dan besarannya sesuai dengan teori ekonomi atau tidak.
3.3.2. Kriteria Uji Statistik 3.3.2.1. Uji Koefisien Determinasi R
2
Kegunaan uji koefisien determinasi R
2
adalah untuk mengetahui seberapa besar nilai keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas independen
terhadap variabel tak bebas dependen. Uji ini menjelaskan persentase keragaman total peubah tidak bebas yang disebabkan oleh peubah bebasnya. Rumus umum
penghitungan koefisien determinasi R
2
adalah sebagai berikut: R
2
= 3.6
dimana: R
2
= Koefisien Determinasi
JKR = Jumlah Kuadrat Regresi, dan
JKT = Jumlah Kuadrat Total
Besarnya nilai R
2
ini berbanding lurus dengan jumlah variabel bebasnya, artinya nilai R
2
akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah variabel bebas yang dimasukkan dalam model. Gujarati 1995 menjelaskan
bahwa R
2
memiliki dua sifat sebagai berikut: 1. R
2
selalu bernilai positif. 2. Memiliki besar antara 0
≤ R
2
≤ 1. Nilai R
2
sebesar satu R
2
= 1 memiliki arti bahwa variabel independen dalam model memiliki kecocokan sempurna dengan variabel dependennya,
sedangkan nilai R
2
sebesar nol R
2
= 0 berarti bahwa tidak terdapat kesesuaian antara variabel dependen dengan variabel independennya.
3.3.2.2. Uji F-statisitik F
stat
Dalam model persamaan regresi, uji F
stat
digunakan untuk membuktikan bahwa seluruh koefisien regresi signifikan dalam menentukan nilai dari variabel
dependen. Nilai F
stat
dapat dihitung dengan rumus umum sebagai berikut: F-Hitung =
² ²
3.7 Dengan hipotesis sebagai berikut:
H : b
i
= 0 H
1
: minimal ada satu b
i
≠ 0
Kriteria uji : F-Hitung F
α k-1, n-k
, maka tolak H F-Hitung F
α k-1, n-k
, maka jangan tolak H dimana:
R
2
= Koefisien Determinasi n = Banyaknya data, dan
k = Banyaknya Koefisien Regresi Dugaan. Kondisi H
yang ditolak F-Hitung F
α k-1, n-k
memiliki arti bahwa terdapat paling tidak satu variabel independen yang berpengaruh nyata
signifikan terhadap total output industri mobil. Sebaliknya, kondisi H yang
tidak ditolak F-Hitung F
α k-1, n-k
memiliki arti bahwa tidak ada satupun variabel independen yang berpengaruh nyata tidak signifikan terhadap total
output industri mobil.
3.3.2.3. Uji t
statistik
t
stat
Uji t
stat
digunakan untul membuktikan apakah koefisien regresi dalam model secara statistik bersifat signifikan atau tidak. Uji ini digunakan untuk melihat
apakah secara statistik koefisien regresi dari masing–masing variabel independen dalam model memiliki pengaruh nyata terhadap variabel dependen secara
terpisah. Rumus umum untuk menghitung t
stat
adalah: t-hitung =
3.8 dengan hipotesis sebagai berikut:
H : bi = 0
H
1
: bi ≠ 0
Kriteria Uji: t-hitung t
α 2n-k
, maka tolak H t-hitung t
α 2n-k
, maka jangan tolak H dimana:
Sb = Simpangan Baku Koefisien Dugaan. Kondisi H
yang ditolak t-hitung t
α 2n-k
memiliki arti bahwa masing- masing variabel independen secara terpisah berpengaruh nyata signifikan
terhadap total output industri mobil. Sebaliknya, kondisi dimana H tidak ditolak
t-hitung t
α 2n-k
memiliki arti bahwa masing-masing variabel independen secara terpisah tidak berpengaruh nyata tidak signifikan terhadap total output
industri mobil.
3.3.3. Kriteria Uji Ekonometrika
Suatu model persamaan regresi yang menggunakan metode Ordinary Least Square OLS dapat menghasilkan hasil suatu estimasi yang sah atau valid jika
model tersebut menghasilkan nilai parameter yang Best Linear Unbiased Estimator BLUE. Metode OLS memiliki enam asumsi klasik, dimana
pelanggaran terhadap salah satu asumsi tersebut akan menghasilkan nilai parameter yang tidak BLUE. Ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi
tersebut dapat diketahui dengan melakukan uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas.
3.3.3.1. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah suatu kondisi dimana adanya hubungan linear sempurna diantara beberapa atau semua variabel bebas dalam regresi, yang
menyebabkan adanya kesulitan untuk memisahkan pengaruh antara variabel dependen dengan variabel independen pada model. Jika dalam suatu model
terdapat multikolinearitas, maka parameter yang diestimasi akan memiliki nilai ketepatan yang rendah, oleh karena itu, tujuan asumsi model regresi linear klasik
dengan tidak adanya multikolinearitas adalah agar parameter yang diestimasi memiliki ketepatan yang tinggi. Nilai R
2
yang tinggi, yakni antara 0,7 sampai 1 merupakan kondisi dimana multikolinearitas sering terjadi. Multikolinearitas
memiliki beberapa konsekuensi, diantaranya: 1. Nilai dari galat baku mengalami peningkatan.
2. Estimasi koefisien tidak dapat dilakukan. 3. Probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah meningkat.
4. Penurunan nilai t. 5. Hasil-hasil estimasi sangat sensitif terhadap perubahan spesifikasi.
Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas adalah dengan menggunakan Correlation Matrix, dimana batas terjadinya korelasi antara
variabel independen tidak boleh lebih dari tanda mutlak 0,8. Nilai korelasi antar variabel yang melebihi mutlak 0,8 mengindikasikan terjadinya multikolinearitas
pada model yang dipergunakan. Namun, menurut Klein, jika nilai korelasi antar variabel yang terjadi tidak melebihi nilai Adjusted R-square yang tertulis, maka
gejala multikolinearitas yang terjadi dapat diabaikan Koutsoyiannis, 1977 Beberapa cara untuk menghilangkan multikolinearitas adalah:
1. Menggunakan panel data. 2. Menggunakan informasi tambahan.
3. Menyingkirkan variabel yang berkorelasi. 4. Mentransformasi data.
5. Menambah jumlah data atau memasukkan data baru.
3.3.3.2. Uji Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi yang dipakai dalam penerapan model regresi linier adalah homoskedastisitas, yaitu kondisi dimana ragam varians dari setiap gangguan
error adalah konstan. Eμ
i 2
= σ
2
untuk i = 1,2,3,….,n 3.9
Namun, ada kondisi dimana ragam konstan tersebut tidak tercapai. Kondisi ini dinamakan heteroskedastisitas. Adanya heteroskedastisitas menyebabkan tidak
efisiennya proses estimasi, meskipun hasil estimasinya tetap konsisten dan tidak bias. Hasil-hasil uji-F dan uji-t menjadi tidak berguna misleading. Masalah
heteroskedastisitas lebih cenderung terjadi pada model yang menggunakan data cross sectional dibandingkan data time series.
Uji yang dipergunakan untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedasitisitas pada suatu model adalah uji White White Heteroscedasticity Test. Indikator yang
dipergunakan dalam uji White ini adalah nilai ObsR-square, yakni jika nilai probabilitas ObsR-square
lebih besar dari taraf nyata α tertentu, maka
persamaan yang diuji tersebut tidak mengandung heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika nilai probabilitas ObsR-square
lebih kecil dari taraf nyata α tertentu, maka persamaan tersebut mengandung heteroskedastisitas.
3.3.3.3. Uji Autokorelasi
Menurut Gujarati 1995, autokorelasi merupakan kondisi dimana terdapat korelasi antara serangkaian observasi yang diurutkan menurut deret waktu time
series sehingga jika terjadi dalam suatu persamaan akan menyebabkan persamaan tersebut memiliki selang kepercayaan yang semakin lebar dan
pengujian menjadi kurang akurat. Sebagai akibatnya, diperolehlah varian residual yang lebih rendah dari seharusnya sehingga berakibat pada nilai R
2
yang lebih tinggi, tidak sahnya uji-t dan uji-F, serta penaksir regresi akan menjadi sangat
peka terhadap fluktuasi pengambilan contoh. Guna mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, salah satu uji yang biasa
digunakan adalah Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Dalam uji ini, apabila nilai probabilitas probability dari ObsR-squared-nya lebih besar dari
suatu taraf nyata α tertentu, maka dalam persamaan yang diuji tidak terdapat autokorelasi. Sebaliknya, apabila nilai probabilitas dari ObsR-squared-nya lebih
kecil dar i suatu taraf nyata α tertentu, maka dalam persamaan yang diuji terdapat
autokorelasi.
3.3.3.4.Uji Normalitas Error Term
Pada suatu permodelan dengan sampel berjumlah 30 atau lebih, maka error term akan menyebar secara normal. Untuk kasus dimana jumlah sampel kurang
dari 30, normal atau tidaknya penyebaran error term tersebut harus diuji terlebih dahulu. Uji tersebut dinamakan Jarque-Bera Test J-B.
Hipotesis: H
: error term menyebar normal H
1
: error term tidak menyebar normal Asumsi dari kriteria uji statistik Jarque-Bera Test J-B adalah:
1. Jika J- B χ
2 df=k
atau probability P- Value α maka tolak H
Hal ini berarti error term tidak menyebar secara normal 2. Jika J-
B χ
2 df=k
atau probability P- Value α maka jangan tolak H
Hal ini berarti error term menyebar secara normal.
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI MOBIL INDONESIA
Industri mobil di Indonesia telah ada sejak dekade 1960an. Pada awal mulanya, kegiatan industri mobil Indonesia hanya sebatas mengimpor dan
mendistribusi produk berupa mobil kepada konsumen. Seiring perkembangannya, kegiatan tersebut berkembang menjadi perakitan mobil dalam bentuk terurai
completely knocked down CKD hingga mampu menghasilkan kendaraan dengan kandungan komponen produksi lokal lebih dari 50 persen. Perkembangan industri
mobil tersebut tidak lepas dari peran pemerintah yang terus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendorong peningkatan perkembangan industri mobil
Indonesia. Krisis finansial yang sempat melanda Indonesia terbukti mampu dilewati oleh industri mobil Indonesia yang saat ini menjadi salah satu industri
besar di Indonesia dengan kontribusi terhadap PDB Indonesia mencapai 2,41 persen pada tahun 2007 Direktorat Industri Alat Transport, 2007.
4.1. Sejarah Industri Mobil Indonesia
Industri mobil Indonesia dimulai pada akhir dekade 1960 dengan kehadiran merek Datsun yang saat ini dikenal sebagai Nissan dan Isuzu. Ketika itu,
peranan industri mobil Indonesia hanyalah sebagai importir dan distributor produk. Masuknya perusahaan-perusahaan mobil baru seperti Toyota, Mitsubishi,
Daihatsu, dan Suzuki pada dekade 1970 serta semakin tingginya perhatian pemerintah terhadap perkembangan sektor industri mobil mendasari dibentuknya
asosiasi industri mobil di Indonesia dengan nama Gabungan Industri Kendaraan