Sejarah Industri Mobil Indonesia Perkembangan Kebijakan Industri Mobil Indonesia

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI MOBIL INDONESIA

Industri mobil di Indonesia telah ada sejak dekade 1960an. Pada awal mulanya, kegiatan industri mobil Indonesia hanya sebatas mengimpor dan mendistribusi produk berupa mobil kepada konsumen. Seiring perkembangannya, kegiatan tersebut berkembang menjadi perakitan mobil dalam bentuk terurai completely knocked down CKD hingga mampu menghasilkan kendaraan dengan kandungan komponen produksi lokal lebih dari 50 persen. Perkembangan industri mobil tersebut tidak lepas dari peran pemerintah yang terus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendorong peningkatan perkembangan industri mobil Indonesia. Krisis finansial yang sempat melanda Indonesia terbukti mampu dilewati oleh industri mobil Indonesia yang saat ini menjadi salah satu industri besar di Indonesia dengan kontribusi terhadap PDB Indonesia mencapai 2,41 persen pada tahun 2007 Direktorat Industri Alat Transport, 2007.

4.1. Sejarah Industri Mobil Indonesia

Industri mobil Indonesia dimulai pada akhir dekade 1960 dengan kehadiran merek Datsun yang saat ini dikenal sebagai Nissan dan Isuzu. Ketika itu, peranan industri mobil Indonesia hanyalah sebagai importir dan distributor produk. Masuknya perusahaan-perusahaan mobil baru seperti Toyota, Mitsubishi, Daihatsu, dan Suzuki pada dekade 1970 serta semakin tingginya perhatian pemerintah terhadap perkembangan sektor industri mobil mendasari dibentuknya asosiasi industri mobil di Indonesia dengan nama Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Gaikindo pada tanggal 1 Agustus 1969. Sebagai asosiasi non profit terbesar yang menaungi pelaku industri mobil Indonesia, Gaikindo bertujuan untuk meningkatkan pembangunan industri otomotif, memperbaiki kualitas hidup bangsa Indonesia dan kegiatan lain yang dipengaruhi oleh industri otomotif Indonesia. Salah satu tujuan utama Gaikindo adalah sebagai jembatan antara pemerintah dengan pelaku industri mobil di Indonesia. Saat ini, industri mobil Indonesia telah berkembang dengan pesat.

4.2. Perkembangan Kebijakan Industri Mobil Indonesia

Secara garis besar, perkembangan kebijakan seputar industri mobil di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode sebagai berikut: 1. Periode 1969 – 1979 Tahun 1969, menteri perindustrian dan perdagangan mengeluarkan surat keputusan bersama untuk mengatur impor kendaraan bermotor, baik dalam bentuk Completely Built Up CBU maupun CKD, pendirian pabrik perakitan seperti pabrik aki, ban, dan cat, serta pendirian agen tunggal pemegang merek ATPM sebagai penjual tunggal bagi suatu merek mobil tertentu. PT. Indokaya, sebagai agen tunggal Datsun, merupakan agen tunggal yang pertama beroperasi di Indonesia pada tahun 1969. Memasuki dekade 1970, penjualan domestik telah mencapai 50.000 unit per tahun. Hal ini memicu pemerintah untuk semakin mengembangkan industri mobil Indonesia dengan mengeluarkan larangan impor kendaraan dalam bentuk CBU pada tahun 1974. Sejak saat itu, impor kendaraan dilakukan dalam bentuk CKD melalui perantara ATPM. Pada tahun 1976, pemerintah mengeluarkan serangkaian peraturan yang dikenal dengan sebutan Program Penanggalan. Bagian pertama dari kebijakan ini adalah penetapan bea masuk yang tinggi untuk kendaraan yang tidak menggunakan stamping parts atau bagian-bagian komponen berupa lempengan baja yang dipress produksi dalam negeri. Pada periode ini, pemerintah masih memprioritaskan pengembangan kendaraan jenis minibus dengan penerapan pajak yang lebih tinggi pada kendaraan jenis sedan serta pajak yang rendah untuk minibus. Pada akhir periode ini, angka penjualan kendaraan telah mencapai 103.000 unit per tahun 2. Periode 1980 – 1989 Pada awal dekade 1980, tepatnya pada tahun 1983, pemerintah mulai menaruh perhatian pada industri mobil Indonesia dalam bentuk pemberian insentif terhadap penggunaan komponen produksi lokal dengan penetapan bea masuk bagi komponen impor serta larangan impor kendaraan dalam kondisi utuh CBU. Melalui kebijakan tersebut, diharapkan industri mobil Indonesia tidak bergantung pada produk komponen impor dari negara lain. 3. Periode 1990 – 1998 Pada tahun 1993, pemerintah mengganti program penanggalan dengan suatu program insentif pajak yang dikenal dengan nama deregulasi Paket Juni Pakjun 1993. Kebijakan ini berupa insentif pengurangan bea masuk mulai dari 0 hingga 100 persen. Semakin besar kandungan lokal suatu kendaraan, semakin rendah bea masuk yang harus dibayar. Bagi kendaraan jenis sedan, pengurangan bea masuk sebesar 100 persen akan diberikan apabila kandungan lokal yang dipergunakan lebih dari 60 persen, sedangkan bagi kendaraan niaga, syarat tersebut lebih rendah yaitu hanya 40 persen saja. Pada tahun 1995, pemerintah mengeluarkan paket deregulasi Mei 1995 Pakmei 1995. Kebijakan ini berisi pengurangan bea masuk komponen sebesar 35 persen. Pada tahun 1996, pemerintah mengeluarkan kebijakan mobil nasional Mobnas. Program ini menetapkan bahwa agar suatu produk mendapatkan pembebasan bea masuk, tingkat kandungan lokal yang dipergunakan harus sebesar 20 persen untuk tahun pertama, 40 persen untuk tahun kedua, dan 60 persen untuk tahun ketiga. Krisis ekonomi tahun 1997 memberikan tekanan pada industri mobil Indonesia. Terdepresiasinya nilai rupiah mencapai kisaran Rp 18.000 per dollar AS dari sebelumnya Rp 2.500 per dollar AS serta ketidakstabilan politik yang berujung pada iklim investasi yang tidak sehat berdampak pada merosotnya industri mobil Indonesia. Nilai penjualan yang pada tahun 1997 mencapai 390.000 unit turun menjadi hanya 58.000 unit pada tahun 1998. Naiknya harga kendaraan antara 100 hingga 300 persen turut menjadi penyebab merosotnya jumlah penjualan kendaraan. 4. Periode 1999 - sekarang Pada tahun 1999, pemerintah kembali mengeluarkan deregulasi terhadap industri mobil Indonesia. Deregulasi yang dikeluarkan pada tanggal 24 Juni 1999 berupa penghapusan larangan impor mobil dalam kondisi CBU. Akibat deregulasi ini, hak impor kendaraan utuh tidak hanya pada ATPM saja, tetapi juga dimiliki oleh importir-importir umum IU. Deregulasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi serta kualitas industri mobil indonesia yang dianggap terlalu dimanjakan oleh proteksi-proteksi yang diakibatkan oleh kebijakan- kebijakan terdahulu. Saat ini, tarif bea maksimum diturunkan menjadi maksimum 80 persen dari sebelumnya yang mencapai 200 persen. Perubahan kebijakan tersebut terbukti mendorong industri mobil Indonesia ke arah yang lebih baik. Sejak tahun 2005, Indonesia sudah dijadikan basis ekspor kendaraan jenis Sport Utility Vehicle SUV dan niaga oleh dua perusahaan yang berada di bawah grup Astra International yakni PT. Toyota Astra Motor yang mengekspor Toyota Innova, Fortuner, Rush, serta Avanza serta PT. Astra Daihatsu Motor yang mengekspor Daihatsu Xenia, Terios, Gran Max, serta Luxio. Sebagai basis produksi, perakitan kendaraan-kendaraan diatas sepenuhnya dilakukan di Indonesia, serta diekspor ke negara-negara ASEAN, Timur Tengah, serta Asia Timur.

4.3. Profil Beberapa Perusahaan Mobil di Indonesia