Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri mobil di Indonesia

(1)

DEPARTEMEN

FAKULTAS EKON

INSTITUT PERTA

OLEH

ANINDITO AJIRESWARA H14050754

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

RINGKASAN

ANINDITO AJIRESWARA. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil di Indonesia (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).

Liberalisasi perdagangan telah menghilangkan hampir seluruh batas antar negara. Arus modal yang demikian cepat, serta beroperasinya perusahaan-perusahaan Multi National Companies (MNC) dengan produksi serta jaringan distribusi yang menyebar di seluruh dunia menjadi gambaran kondisi sektor industri dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diantara sekian banyak industri berskala internasional tersebut, salah satunya adalah industri mobil, yang merupakan sektor yang cukup berkembang di Indonesia. Berkembangnya sektor mobil di Indonesia tidak lepas dari potensi yang dimiliki Indonesia dalam sektor tersebut, baik dari sisi produksi dengan banyaknya sumberdaya yang potensial, maupun dari segi konsumsi, karena memiliki pasar potensial yang senantiasa terus berkembang.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri mobil di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis bagaimana elastisitas masing-masing faktor produksi serta nilai skala hasil usaha industri mobil di Indonesia, kemudian melihat nilai tambah serta efisiensi industri mobil untuk mengetahui perkembangan kinerja industri mobil di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa nilai output dan biaya input industri mobil Indonesia beserta tiga faktor produksi yakni bahan baku, modal, serta energi. Data tersebut merupakan data time series dari periode 1985 hingga 2005 yang berasal dari Badan Pusat Statistik. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan fungsi Cobb-Douglas yang diregresikan secara linear berganda dengan metode Ordinary Least Square(OLS).

Hasil penelitian ini menunjukkan faktor produksi bahan baku memiliki pengaruh positif signifikan, yang berarti bahwa peningkatan input bahan baku akan meningkatkan nilai output, ceteris paribus. Faktor produksi bahan baku merupakan faktor produksi dengan nilai input yang terbesar. Faktor produksi modal memiliki pengaruh positif namun tidak nyata, yang berarti bahwa peningkatan input modal akan meningkatkan nilai output, ceteris paribus.Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi perusahaan jika ingin mendapat hasil optimal dari peningkatan nilai input modal. Faktor produksi energi memiliki pengaruh positif signifikan, yang berarti jika nilai input energi ditingkatkan, maka output akan mengalami peningkatan, ceteris paribus. Peran input energi yang besar dikarenakan industri mobil banyak menggunakan mesin dalam proses produksinya. Kondisi ini menuntut pasokan energi dalam jumlah besar agar proses produksi dapat berjalan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa krisis ekonomi tahun 1997 tidak berpengaruh nyata terhadap industri mobil, yang ditandai dengan cepat pulihnya industri ini pasca krisis,


(3)

sedangkan deregulasi tanggal 24 Juni 1999 bepengaruh nyata terhadap industri mobil, yang dapat dilihat dari meningkatnya efisiensi industri mobil sejak diberlakukannya deregulasi ini.

Nilai elastisitas dari ketiga faktor produksi yang dipergunakan memiliki nilai antara 0 sampai 1. Hal ini berarti bahwa penggunaan ketiga faktor produksi telah optimal. Nilai skala hasil usaha yang terlihat dari penjumlahan seluruh koefisien faktor produksi menunjukkan nilai yang lebih besar dari satu, yang berarti bahwa industri mobil memiliki skala hasil usaha yang meningkat (increasing returns to scale). Kondisi ini umum terjadi pada kondisi industri dengan ukuran perusahaan besar dimana spesialisasi dalam proses produksi sangat kompleks seperti pada industri mobil.

Selama kurun waktu 1985 hingga 2005, industri mobil Indonesia menunjukkan efisiensi yang cukup baik dengan tren yang konstan. Hal ini menandakan bahwa industri mobil di Indonesia telah menerapkan metode produksi yang tepat. Pada tahun 1998, sempat terjadi penurunan nilai efisiensi sebagai akibat dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun sebelumnya. Pasca krisis, tepatnya mulai tahun 1999, efisiensi industri mobil mengalami peningkatan. Kondisi ini sejalan dengan diberlakukannya deregulasi tanggal 24 Juni 1999 yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi industri mobil. Nilai tambah industri mobil memiliki tren yang cukup stabil pada tahun-tahun sebelum krisis namun mengalami peningkatan yang besar pada tahun-tahun pasca krisis. Hal ini dikarenakan semakin efisiennya proses produksi sehingga mampu menghasilkan output dalam nilai yang lebih besar dibandingkan nilai inputnya. Pada tahun 1997, terjadi penurunan nilai tambah yang disebabkan meningkatnya biaya input akibat kondisi ekonomi yang menurun, sedangkan penurunan tahun 2003 disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan industri komponen kendaraan, sehingga berdampak pada jumlah output yang dihasilkan oleh industri mobil Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa industri mobil Indonesia memiliki pertumbuhan yang positif, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi 1997. Akan tetapi masih terdapat beberapa kendala yang harus diatasi agar industri mobil dapat berproduksi dengan lebih optimal. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat terus mendorong produktivitas industri mobil dengan cara menjamin ketersediaan dan kelancaran distribusi pasokan listrik (energi) kepada pelaku industri serta terus mendorong pertumbuhan industri komponen pendukung (bahan baku) agar proses produksi tidak terhambat.


(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA

Oleh

ANINDITO AJIRESWARA H14050754

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(5)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil di Indonesia

Nama : Anindito Ajireswara

NIM : H14050754

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Widyastutik, M.Si NIP. 19751105 200501 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA NYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

Anindito Ajireswara H14050754


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Anindito Ajireswara lahir di kota Bogor pada tanggal 18 Juni 1987. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan ayah Asep Saefuddin dan ibu Ratna Widiyastuti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Papandayan 1 Bogor pada tahun 1999 dan kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 5 Bogor. Setelah lulus pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama, pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa program studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil di Indonesia”. Industri mobil merupakan industri yang saat ini sedang berkembang pesat , karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Disamping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua atas kasih sayang, doa serta dorongan motivasi yang sangat besar bagi penulis.

2. Widyastutik, M.Si yang telah banyak membantu dalam membimbing penulis baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan.

3. Tanti Novianti, M.Si selaku penguji Utama atas saran dan kritiknya demi perbaikan skripsi ini.

4. Fifi Diana Thamrin, M.Si selaku penguji Komisi Pendidikan atas saran dan kritiknya demi perbaikan skripsi ini.

5. Pak Ari Nugraha dan Pak Saman yang telah membantu penulis dalam pengambilan data di BPS.

6. Eci atas kebersamaan, bantuan, serta dorongan motivasi yang sangat besar bagi penulis.

7. 1312 BB serta 5171 BD yang telah menjadi pengantar setia serta ‘teman’ yang baik bagi penulis (good-bye 1312..).

8. Indra, Diki, Icha, teman-teman satu bimbingan, teman-teman IE 42, serta teman-teman A15 kebersamaan selama di IPB serta orang-orang lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.


(9)

Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan pada kata-kata yang penulis gunakan. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2009

Anindito Ajireswara H14050754


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9

2.1. Pengertian Industri... 9

2.2. Fungsi Produksi ... 9

2.2.1. Fungsi Produksi Cobb-Douglas... 15

2.2.2. Konsep Elastisitas... 18

2.2.3. Skala Hasil Usaha (Returns to Scale) ... 19

2.2.4. Efisiensi dan Nilai Tambah ... 21

2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu... 22

2.3.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Output ... 22

2.3.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Industri Mobil ... 23

2.4. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu... 24

2.5. Kerangka Pemikiran ... 24

2.6. Hipotesis Penelitian ... 28

III. METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Jenis dan Sumber Data... 29

3.2. Analisis Data... 31

3.2.1. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas... 32


(11)

DEPARTEMEN

FAKULTAS EKON

INSTITUT PERTA

OLEH

ANINDITO AJIRESWARA H14050754

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(12)

RINGKASAN

ANINDITO AJIRESWARA. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil di Indonesia (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).

Liberalisasi perdagangan telah menghilangkan hampir seluruh batas antar negara. Arus modal yang demikian cepat, serta beroperasinya perusahaan-perusahaan Multi National Companies (MNC) dengan produksi serta jaringan distribusi yang menyebar di seluruh dunia menjadi gambaran kondisi sektor industri dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diantara sekian banyak industri berskala internasional tersebut, salah satunya adalah industri mobil, yang merupakan sektor yang cukup berkembang di Indonesia. Berkembangnya sektor mobil di Indonesia tidak lepas dari potensi yang dimiliki Indonesia dalam sektor tersebut, baik dari sisi produksi dengan banyaknya sumberdaya yang potensial, maupun dari segi konsumsi, karena memiliki pasar potensial yang senantiasa terus berkembang.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri mobil di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis bagaimana elastisitas masing-masing faktor produksi serta nilai skala hasil usaha industri mobil di Indonesia, kemudian melihat nilai tambah serta efisiensi industri mobil untuk mengetahui perkembangan kinerja industri mobil di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa nilai output dan biaya input industri mobil Indonesia beserta tiga faktor produksi yakni bahan baku, modal, serta energi. Data tersebut merupakan data time series dari periode 1985 hingga 2005 yang berasal dari Badan Pusat Statistik. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan fungsi Cobb-Douglas yang diregresikan secara linear berganda dengan metode Ordinary Least Square(OLS).

Hasil penelitian ini menunjukkan faktor produksi bahan baku memiliki pengaruh positif signifikan, yang berarti bahwa peningkatan input bahan baku akan meningkatkan nilai output, ceteris paribus. Faktor produksi bahan baku merupakan faktor produksi dengan nilai input yang terbesar. Faktor produksi modal memiliki pengaruh positif namun tidak nyata, yang berarti bahwa peningkatan input modal akan meningkatkan nilai output, ceteris paribus.Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi perusahaan jika ingin mendapat hasil optimal dari peningkatan nilai input modal. Faktor produksi energi memiliki pengaruh positif signifikan, yang berarti jika nilai input energi ditingkatkan, maka output akan mengalami peningkatan, ceteris paribus. Peran input energi yang besar dikarenakan industri mobil banyak menggunakan mesin dalam proses produksinya. Kondisi ini menuntut pasokan energi dalam jumlah besar agar proses produksi dapat berjalan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa krisis ekonomi tahun 1997 tidak berpengaruh nyata terhadap industri mobil, yang ditandai dengan cepat pulihnya industri ini pasca krisis,


(13)

sedangkan deregulasi tanggal 24 Juni 1999 bepengaruh nyata terhadap industri mobil, yang dapat dilihat dari meningkatnya efisiensi industri mobil sejak diberlakukannya deregulasi ini.

Nilai elastisitas dari ketiga faktor produksi yang dipergunakan memiliki nilai antara 0 sampai 1. Hal ini berarti bahwa penggunaan ketiga faktor produksi telah optimal. Nilai skala hasil usaha yang terlihat dari penjumlahan seluruh koefisien faktor produksi menunjukkan nilai yang lebih besar dari satu, yang berarti bahwa industri mobil memiliki skala hasil usaha yang meningkat (increasing returns to scale). Kondisi ini umum terjadi pada kondisi industri dengan ukuran perusahaan besar dimana spesialisasi dalam proses produksi sangat kompleks seperti pada industri mobil.

Selama kurun waktu 1985 hingga 2005, industri mobil Indonesia menunjukkan efisiensi yang cukup baik dengan tren yang konstan. Hal ini menandakan bahwa industri mobil di Indonesia telah menerapkan metode produksi yang tepat. Pada tahun 1998, sempat terjadi penurunan nilai efisiensi sebagai akibat dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun sebelumnya. Pasca krisis, tepatnya mulai tahun 1999, efisiensi industri mobil mengalami peningkatan. Kondisi ini sejalan dengan diberlakukannya deregulasi tanggal 24 Juni 1999 yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi industri mobil. Nilai tambah industri mobil memiliki tren yang cukup stabil pada tahun-tahun sebelum krisis namun mengalami peningkatan yang besar pada tahun-tahun pasca krisis. Hal ini dikarenakan semakin efisiennya proses produksi sehingga mampu menghasilkan output dalam nilai yang lebih besar dibandingkan nilai inputnya. Pada tahun 1997, terjadi penurunan nilai tambah yang disebabkan meningkatnya biaya input akibat kondisi ekonomi yang menurun, sedangkan penurunan tahun 2003 disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan industri komponen kendaraan, sehingga berdampak pada jumlah output yang dihasilkan oleh industri mobil Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa industri mobil Indonesia memiliki pertumbuhan yang positif, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi 1997. Akan tetapi masih terdapat beberapa kendala yang harus diatasi agar industri mobil dapat berproduksi dengan lebih optimal. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat terus mendorong produktivitas industri mobil dengan cara menjamin ketersediaan dan kelancaran distribusi pasokan listrik (energi) kepada pelaku industri serta terus mendorong pertumbuhan industri komponen pendukung (bahan baku) agar proses produksi tidak terhambat.


(14)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA

Oleh

ANINDITO AJIRESWARA H14050754

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(15)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil di Indonesia

Nama : Anindito Ajireswara

NIM : H14050754

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Widyastutik, M.Si NIP. 19751105 200501 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 19641023 198903 2 002


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA NYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

Anindito Ajireswara H14050754


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Anindito Ajireswara lahir di kota Bogor pada tanggal 18 Juni 1987. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan ayah Asep Saefuddin dan ibu Ratna Widiyastuti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Papandayan 1 Bogor pada tahun 1999 dan kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 5 Bogor. Setelah lulus pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama, pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa program studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil di Indonesia”. Industri mobil merupakan industri yang saat ini sedang berkembang pesat , karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Disamping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua atas kasih sayang, doa serta dorongan motivasi yang sangat besar bagi penulis.

2. Widyastutik, M.Si yang telah banyak membantu dalam membimbing penulis baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan.

3. Tanti Novianti, M.Si selaku penguji Utama atas saran dan kritiknya demi perbaikan skripsi ini.

4. Fifi Diana Thamrin, M.Si selaku penguji Komisi Pendidikan atas saran dan kritiknya demi perbaikan skripsi ini.

5. Pak Ari Nugraha dan Pak Saman yang telah membantu penulis dalam pengambilan data di BPS.

6. Eci atas kebersamaan, bantuan, serta dorongan motivasi yang sangat besar bagi penulis.

7. 1312 BB serta 5171 BD yang telah menjadi pengantar setia serta ‘teman’ yang baik bagi penulis (good-bye 1312..).

8. Indra, Diki, Icha, teman-teman satu bimbingan, teman-teman IE 42, serta teman-teman A15 kebersamaan selama di IPB serta orang-orang lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.


(19)

Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan pada kata-kata yang penulis gunakan. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2009

Anindito Ajireswara H14050754


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9

2.1. Pengertian Industri... 9

2.2. Fungsi Produksi ... 9

2.2.1. Fungsi Produksi Cobb-Douglas... 15

2.2.2. Konsep Elastisitas... 18

2.2.3. Skala Hasil Usaha (Returns to Scale) ... 19

2.2.4. Efisiensi dan Nilai Tambah ... 21

2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu... 22

2.3.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Output ... 22

2.3.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Industri Mobil ... 23

2.4. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu... 24

2.5. Kerangka Pemikiran ... 24

2.6. Hipotesis Penelitian ... 28

III. METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Jenis dan Sumber Data... 29

3.2. Analisis Data... 31

3.2.1. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas... 32


(21)

3.2.3. Analisis Efisiensi ... 34

3.2.4. Analisis Nilai Tambah ... 34

3.3. Pengujian Hipotesis ... 35

3.3.1. Kriteria Uji Ekonomi ... 35

3.3.2. Kriteria Uji Statistik ... 35

3.3.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)... 35

3.3.2.2. Uji F-statistik ... 36

3.3.2.3. Uji t-statistik ... 37

3.3.3. Kriteria Uji Ekonometrika ... 38

3.3.3.1. Uji Multikolinearitas... 39

3.3.3.2. Uji Heteroskedastisitas ... 40

3.3.3.3. Uji Autokorelasi... 41

3.3.3.4. Uji Normalitas Error Term... 42

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI MOBIL INDONESIA ... 43

4.1. Sejarah Industri Mobil Indonesia... 43

4.2. Perkembangan Kebijakan Industri Mobil Indonesia ... 44

4.3. Profil Beberapa Perusahaan Mobil Indonesia... 47

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

5.1. Hasil Estimasi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas... 52

5.2. Analisis Uji Statistik ... 52

5.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 52

5.2.2. Uji F-statistik ... 53

5.2.3. Uji t-statistik ... 53

5.3. Analisis Uji Ekonometrika ... 54

5.3.1. Uji Multikolinearitas ... 54

5.3.2. Uji Autokorelasi ... 54

5.3.3. Uji Heteroskedastisitas ... 55

5.3.4. Uji Normalitas Error Term... 55

5.4. Analisis Ekonomi... 56

5.4.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil Indonesia... 56


(22)

5.4.2. Elastisitas dan Skala Hasil Usaha ... 60 5.4.2.1. Elastisitas Industri Mobil Indonesia ... 60 5.4.2.2. Skala Hasil Usaha Industri Mobil Indonesia ... 62 5.5. Efisiensi dan Nilai Tambah Industri Mobil Indonesia... 63 5.5.1. Efisiensi Industri Mobil Indonesia... 63 5.5.2. Nilai Tambah Industri Mobil Indonesia... 66 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68 6.1. Kesimpulan ... 68 6.2. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN... 73


(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Produksi Mobil Thailand, Malaysia, dan Indonesia 2005-2008... 2 3.1. Rincian Data Variabel Penelitian... 29 4.1. Penjualan dan Pangsa Pasar Berdasarkan Perusahaan

Tahun 2008 ... 48 4.2. Penjualan dan Persentase Berdasarkan Kelas Tahun 2008... 48 5.1. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb-DouglasIndustri Mobil

di Indonesia Periode 1985 - 2005... 52 5.2. Nilai Elastisitas Model Cobb-Douglas ...61


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1. Perkembangan Harga Minyak Dunia 2002 – 2008... 4 2.1. Grafik Fungsi Produksi Jangka Pendek ... 11 2.2. Alur Kerangka Pemikiran ... 27 5.1. Nilai Efisiensi Produksi Industri Mobil Indonesia

Periode 1985 – 2005 ... 64 5.2. Nilai Perkembangan Nilai Tambah Bruto Industri Mobil


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Variabel Data Penelitian ... 74 2. Tabel Efisiensi, NTB, dan Output/TK ... 75 3. Hasil Estimasi Variabel Data... 75 4. Correlation Matrix uji Multikolinearitas... 76 5. Uji Autokorelasi... 76 6. Uji Heteroskedastisitas ... 76 7. Uji Normalitas Error Term (Uji Jarque-Bera) ... 76


(26)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan sektor industri di Indonesia, menurut Thee (1988) dan McCawley (1979) dalam Tumbuan (2006), disebabkan oleh sedikitnya tujuh faktor, yakni pertama, membaiknya iklim perekonomian akibat kebijakan-kebijakan stabilisasi, rekonstruksi, dan rehabilitasi yang dilakukan pasca rezim orde lama; kedua, semakin dikuranginya kontrol ketat pemerintahan terhadap perekonomian dan memberikan kesempatan pada kekuatan pasar, khususnya liberalisasi perdagangan internasional; ketiga, semakin berkurangnya perlakuan khusus terhadap BUMN sehingga memberikan fairness bagi investor swasta baik nasional maupun asing; keempat, dikeluarkannya UU mengenai investasi yakni UU PMA tahun 1967 dan UU PMDN tahun 1968; kelima, terjadinya excess demand yang besar terhadap aneka barang jadi akibat kekurangan pada era orde lama; keenam, melimpahnya devisa pasca tahun 1968 akibat boomminyak, ekspor mineral non-minyak, dan kayu gelondongan serta capital inflow baik akibat PMA maupun bantuan luar negeri; dan ketujuh, pemberlakuan kebijakan substitusi impor yang menjamin tersedianya pasar domestik.

Guna meningkatkan produktivitas industri yang berkelanjutan, perlu diupayakan pemanfaatan secara maksimal dari seluruh potensi sumber daya dan peluang dari dalam maupun luar negeri. Dalam pertumbuhan dan perkembanganya dewasa ini, liberalisasi perdagangan dunia telah menghilangkan hampir seluruh batas antar negara. Arus modal yang demikian cepat serta


(27)

beroperasinya perusahaan-perusahaan Multi National Companies (MNC) dengan produksi serta jaringan distribusi yang menyebar di seluruh dunia menjadi gambaran kondisi sektor industri dunia saat ini, tidak terkecuali di Indonesia. Diantara sekian banyak industri berskala internasional tersebut, salah satunya adalah industri mobil, yang merupakan sektor yang cukup berkembang di Indonesia.

Berkembangnya sektor industri mobil di Indonesia tersebut tidak lepas dari potensi yang dimiliki Indonesia dalam sektor tersebut, baik dari sisi produksi dengan banyaknya sumberdaya yang potensial, maupun dari segi konsumsi, karena memiliki pasar potensial yang senantiasa terus berkembang. Pada tahun 2005 tercatat bahwa Indonesia memproduksi 446.975 unit kendaraan atau peringkat ketiga di bawah Thailand dan Malaysia. Walaupun mengalami penurunan pada tahun 2006, Indonesia tetap tergabung dalam tiga besar penghasil industri mobil di Asia Tenggara.

Tabel 1.1 Produksi Mobil Thailand, Malaysia, dan Indonesia 2005 - 2008

Negara Jumlah Produksi (unit) Perubahan

(%)

2005 2006 2007 2008

Thailand 915.717 1.001.035 1.290.000 1.400.000 8,5

Malaysia 446.097 428.860 - - -3,8

Indonesia 446.975 229.940 411.638 564.202 37

Sumber: Direktorat Industri Alat Transport, 2006 - 2009 (diolah)

Sebagai sektor yang senantiasa berkembang dan menjadi kebutuhan bagi masyarakat Indonesia seiring dengan semakin meningkatnya kemampuan perekonomian bangsa, sektor industri mobil terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Peranan sektor industri mobil terhadap perekonomian Indonesia baik sektor riil maupun fiskal cukup besar. Persentase sektor industri mobil


(28)

terhadap pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal kedua tahun 2007 yang mencapai 2,41 persen (Direktorat Industri Alat Transport, 2007). Semakin terbukanya arus modal antar negara, yang merupakan akibat dari globalisasi juga mempermudah sektor industri mobil dalam berkembang. Tercatat pada tahun 2007, total dana investasi industri mobil di Indonesia baik PMA maupun PMDN mencapai Rp. 4,154 trilyun1. Perkembangan sektor industri otomotif, khususnya industri mobil, juga berdampak pada sektor riil perekonomian Indonesia. Sektor industri mobil berperan dalam meningkatkan sektor-sektor industri lainnya seperti industri komponen mobil. Dalam Atikah (2007), disebutkan bahwa nilai rata-rata integrasi vertikal antara industri mobil dengan industri komponen pendukungnya selama kurun waktu 1974 – 2005 adalah sebesar 0,74.

Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak pertengahan tahun 2008 merupakan sebuah fenomena yang oleh sebagian ekonom digambarkan sebagai krisis terburuk sejak depresi besar pada tahun 1930an dan merupakan jilid kedua dari krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997. Melesunya perekonomian dunia, yang ditandai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga finansial internasional serta perusahaan-perusahaan MNC turut menyerang sektor industri mobil, tak terkecuali di Indonesia. Krisis ini diperkirakan akan menekan pertumbuhan sektor industri mobil. Selain krisis finansial global, industri mobil juga turut terhambat oleh naiknya harga minyak mentah dunia.

1


(29)

Sumber: Bespoke Investment Group2, 2008 (diolah)

Gambar 1.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia (2002 – 2008)

Pada Gambar 1.1, dapat dilihat peningkatan harga minyak yang sangat drastis dari tahun 2002 sampai tahun 2008, mulai dari kisaran US$20 – US$30 pada tahun 2002 mencapai kisaran diatas US$100 pada tahun 2008. Harga minyak dunia yang sempat mencapai angka US$ 146 per barel menyebabkan harga BBM dalam negeri baik bersubsidi maupun non-subsidi mengalami kenaikan. Bagi sektor industri mobil peristiwa ini berpengaruh baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Kenaikan harga bahan bakar ini, dari sisi produksi, berdampak pada biaya operasional produksi, sedangkan dari sisi konsumen, kenaikan harga BBM turut menjadi pertimbangan bagi calon konsumen untuk membeli mobil. Oleh karena itu, guna mengetahui lebih lanjut mengenai industri mobil Indonesia dan bagaimana keberlanjutan proses produksinya, relevan untuk dilakukan penelitian

2

http://bespokeinvest.typepad.com. Oil Price Chart Since 1990. [21 Mei 2009]. 0 20 40 60 80 100 120 140 160

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

H a rg a ( U S $ ) Tahun


(30)

dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil di Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Indonesia merupakan salah satu dari tiga besar kekuatan industri mobil di Asia Tenggara (lihat Tabel 1) serta merupakan salah satu pasar paling potensial industri mobil baik secara regional maupun global. Berbagai potensi serta peluang yang dimiliki oleh industri mobil Indonesia menjadikannya sebagai salah satu sektor yang potensial untuk semakin berkembang dan menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia dari sektor industri.

Kenaikan harga minyak yang terjadi pada kurun waktu 2002 – 2009 menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku industri mobil dunia, tidak terkecuali yang berada di Indonesia. Pergerakan harga minyak dari kisaran US$20 per barel pada tahun 2002 menjadi kisaran US$ 140 pada tahun 2008 memiliki dampak ganda pada sektor industri mobil. Kenaikan harga minyak ini, pada sisi produksi, berdampak pada naiknya biaya input faktor-faktor produksi yang dipergunakan seperti bahan baku serta energi sedangkan pada sisi konsumsi, kenaikan ini berdampak pada preferensi konsumen untuk membeli mobil.

Krisis perekonomian yang terjadi pada tahun 1997 juga merupakan masalah bagi sektor industri mobil di Indonesia. Akibat krisis ini, ekonomi riil serta pasar industri mobil menjadi tertekan, terutama pada negara berkembang yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi. Bagi perusahaan mobil, kondisi ini menyebabkan meningkatnya biaya input produksi, terutama untuk


(31)

faktor produksi yang masih diimpor. Ketidakstabilan kondisi ekonomi pada era krisis ini juga berdampak pada investasi sektor industri mobil. Restrukturisasi manajemen akibat perubahan komposisi kepemilikan saham pada perusahaan-perusahaan pelaku pasar merupakan suatu hal yang terjadi pada era 1997. Permasalahan sektor industri mobil di Indonesia dapat dipetakan melalui dua jalur3. Pertama, hampir semua produsen mobil dunia bermain di Indonesia karena Indonesia dinilai memiliki pasar yang besar. Permasalahannya adalah, kondisi produsen mobil saat ini sedang mengalami penurunan sehingga terdapat kemungkinan terjadinya penurunan produksi. Kedua, perlambatan ekonomi dunia turut menurunkan pertumbuhan ekonomi nasional sehingga menyebabkan daya beli penduduk ikut menurun. Kondisi ini berimplikasi pada turunnya permintaan terhadap barang dan jasa, termasuk permintaan terhadap sektor industri mobil.

Pasca terjadinya krisis ekonomi tahun 1997, pemerintah mengeluarkan deregulasi tanggal 24 Juni tahun 1999. Kebijakan ini diberlakukan untuk menggantikan kebijakan-kebijakan protektif terdahulu yang dianggap terlalu memanjakan industri mobil Indonesia. Melalui kebijakan ini, pemerintah kembali mengizinkan impor kendaraan dalam bentuk utuh, yang bertujuan untuk lebih meningkatkan efisiensi industri mobil dalam negeri yang selama ini relatif tidak memiliki saingan. Akan tetapi, pemberlakuan kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran dari pelaku pasar. Izin impor kendaraan dalam bentuk utuh dikhawatirkan dapat menurunkan penjualan mobil produksi dalam negeri.

3


(32)

Berdasarkan beberapa permasalahan yang timbul terkait dengan keberadaan industri mobil di Indonesia maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi output industri mobil di Indonesia? b. Bagaimana elastisitas, skala hasil usaha, efisiensi, serta nilai tambah industri

mobil Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan pada subbab sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi output industri mobil di Indonesia,

b. Menganalisis elastisitas, skala hasil usaha, efisiensi, serta nilai tambah industri mobil di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan disusunnya penelitian ini, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai:

a. Bagi penulis, merupakan sebuah sarana untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama berada di perguruan tinggi

b. Sebagai bahan kepustakaan bagi mahasiswa-mahasiswa yang akan datang baik untuk memperkaya wawasan maupun untuk dipergunakan sebagai referensi dalam penulisan karya tulis


(33)

c. Sebagai masukkan dan bahan pertimbangan bagi pelaku industri maupun pengambil keputusan yang bergerak dalam bidang industri mobil.

1.5. Ruang Lingkup

Guna lebih menspesifikasi pembahasan dalam penelitian ini, serta sebagai sebuah pembeda dengan penelitian-penelitian lainnya, maka ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Industri mobil yang dimaksud yakni kendaraan bermotor (motor vehicle) dengan jumlah roda 4 atau lebih (ISIC 34100) yang dikhususkan bagi kendaraan penumpang (passanger car), dan tidak termasuk kendaraan jenis trailer dan semi-trailer.

b. Tidak adanya merek produksi 100 persen lokal, maka merek-merek internasional yang diproduksi dan dijual di Indonesia dapat dikatakan sebagai industri mobil Indonesia.


(34)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam menganalisis output suatu industri beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, terlebih dahulu perlu didefinisikan secara lebih mendalam pengertian dari industri dan output itu sendiri serta bagaimana faktor-faktor tersebut berkaitan dengan industri tersebut sehingga pada akhirnya mampu mempengaruhi output industri tersebut.

2.1. Pengertian Industri

Industri adalah kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang-barang yang homogen, atau mempunyai sifat saling mengganti yang erat (Hasibuan, 1993). Sedangkan menurut Dumairy (1995) industri mempunyai dua arti. Pertama, sebagai himpunan perusahaan sejenis, dan kedua, sebagai suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.

2.2. Fungsi Produksi

Dalam menjalankan operasionalnya, kegiatan utama sebuah perusahaan bertujuan untuk mengubah masukan (input) menjadi keluaran (output). Dalam mencapai tujuannya ini, perusahaan memiliki pilihan-pilihan masukan yang dapat dipergunakan dalam proses produksinya itu, seperti berapa komposisi sebuah masukan tertentu yang ideal guna mencapai output yang semaksimal mungkin namun dengan biaya dan kinerja yang seefisien dan seefektif mungkin. Namun, mencapai tujuan ini juga disertai dengan kerumitan yang timbul dalam


(35)

pelaksanaannya. Guna lebih menyederhanakan permasalahan tersebut, dikembangkanlah suatu model produksi abstrak yang disebut fungsi produksi. Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai suatu daftar (schedule) yang memperlihatkan besarnya jumlah barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh sejumlah masukan (input) tertentu pada suatu tingkat teknologi tertentu (Syahruddin, 1989) sedangkan menurut Nicholson (1995), fungsi produksi memperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif sejumlah input tertentu. Secara matematis, hubungan tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

Y = f( X1,X2,X3,….,Xn) (2.1)

Dimana:

Y = Output yang dihasilkan dalam suatu periode tertentu Xn = Input yang digunakan dalam memproduksi Y

f = Bentuk hubungan yang mentransformasikan input-input kedalam output Dalam fungsi produksi, input yang digunakan dalam proses produksi disebut faktor produksi. Menurut Soekartawi (1993), faktor produksi adalah segala sesuatu yang digunakan dalam menghasilkan suatu produk atau output. Faktor produksi umumnya digolongkan menjadi tanah, tenaga kerja, dan modal. Fungsi produksi dapat dinyatakan dalam bentuk grafik yang menggambarkan kenaikan dan penurunan tingkat output yang dikenal dengan hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (The Law of Diminishing Return). Hukum ini menyatakan bahwa jika input produksi ditambah secara terus menerus, dengan asumsi bahwa hanya terdapat satu faktor produksi yang berubah, sedangkan faktor produksi lain


(36)

dianggap tetap (ceteris paribus), maka tambahan jumlah output produksi akan semakin berkurang (Nicholson, 1995).

Y

45°

PT III

II

I

PR

X1 X2 X3 PM X

Sumber: Soekartawi, 1993

Gambar 2.1 Grafik Fungsi Produksi Jangka Pendek

Produk marjinal (PM) dari suatu input adalah bertambah atau berkurangnya suatu output sebesar satu satuan unit yang diakibatkan oleh penambahan suatu input sebesar satu satuan unit (Soekartawi, 1993) dimana input-input lain dianggap konstan. Secara matematis, produk marjinal ditulis sebagai berikut:

Produk Marjinal =

=


(37)

Nicholson (1995) menyatakan bahwa ketika jumlah input yang digunakan masih sedikit, maka produk marjinal akan memiliki nilai yang sangat tinggi dengan asumsi bahwa input lain dinggap konstan, sehingga produk marjinal dari setiap unit terakhir memiliki nilai yang tidak selalu sama. Selain itu secara sederhana, kurva produk marjinal merupakan kemiringan (slope) dari produk total (PT).

Produk total (PT) menggambarkan hubungan antara input dan output total. Jumlah output akan meningkat hingga batas maksimum ketika terjadi peningkatan salah satu faktor produksi dengan asumsi bahwa faktor produksi lainnya dianggap konstan. Jika jumlah output telah mencapai batas maksimum, maka akan terjadi penurunan jumlah output yang dihasilkan. Kurva produk total berguna untuk mengetahui kurva PM dan produk rata-rata (PR). Kedua kurva ini bisa diketahui dengan cara menurunkan kurva PT. PR adalah rata-rata output yang dihasilkan dengan menggunakan keseluruhan jumlah input dalam proses produksi. Secara matematis, PR merupakan hasil pembagian antara jumlah output total dengan jumlah input total yang dirumuskan sebagai berikut:

PR = = (2.3)

Secara matematis, PM dan PR memiliki hubungan yang berbanding terbalik. Dengan demikian, dalam Soekartawi (1993), hubungan antara PM dan PR adalah sebagai berikut:

1. Bila PM lebih besar daripada PR, maka slope kurva PR masih dalam keadaan menanjak (slopepositif).


(38)

2. Bila PM lebih kecil daripada PR, maka slope kurva PR dalam keadaan menurun (slopenegatif).

3. Bila PM sama dengan PR, maka PR dalam posisi titik maksimum.

Adapun hubungan antara PM dengan PT dalam suatu fungsi produksi adalah sebagai berikut:

1. Bila slope PT dalam keadaan menanjak (slope positif), maka PM memiliki nilai positif.

2. Bila PT mencapai titik maksimum, maka PM bernilai nol.

3. Bila PT dalam keadaan menurun (slope negatif), maka PM memiliki nilai negatif.

4. Bila PT bergerak naik pada tahapan increasing rate, maka PM bertambah pada decreasing rate.

Dalam suatu proses produksi, jumlah output yang dihasilkan tidak selalu tetap, namun berubah-ubah. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh faktor produksi yang dipergunakan yang dinyatakan dengan elastisitas produksi (

ε

p). Elastisitas produksi adalah presentase perubahan jumlah output sebagai akibat dari presentase perubahan jumlah input (Soekartawi, 1993) yang dirumuskan sebagai berikut:

ε

p

=

·

=

(2.5)

Dalam Soekartawi (1993), dinyatakan bahwa besarnya nilai

ε

p bergantung pada besar kecilnya PM dari suatu input. Berdasarkan tingkat elastisitasnya, suatu fungsi produksi dapat dibagi ke dalam tiga daerah.


(39)

1. Daerah I

ε

p > 1 dimana produsen masih mampu memperoleh jumlah produksi yang

lebih menguntungkan manakala jumlah input ditambahkan. Daerah ini ditandai dengan PT yang terus naik pada tahapan increasing rate, PR yang terus naik, serta nilai PM yang naik sampai mencapai titik maksimumnya. Daerah ini disebut juga daerah irasional (irrational region) karena keuntungan masih bisa ditingkatkan dengan cara menambahkan faktor produksi, sehingga pada daerah ini keuntungan maksimum belum tercapai. 2. Daerah II

0 <

ε

p < 1 dimana tambahan sejumlah input tidak diimbangi tambahan sejumlah output secara proporsional. Pada daerah ini, PM dan PR mengalami penurunan sedangkan PT tetap mengalami peningkatan pada tahapan decreasing ratekarena setiap tambahan faktor produksi akan diikuti oleh peningkatan jumlah output yang semakin lama semakin berkurang. Hal ini menandakan bahwa penggunaan faktor produksi telah optimal sehingga disebut juga daerah rasional (rational region).

3. Daerah III

ε

p< 0 dimana baik PT, PR, dan PM menurun, bahkan bernilai negatif untuk

PM sehingga tambahan faktor produksi pada daerah ini akan menyebabkan penurunan jumlah output yang dihasilkan. Daerah ini termasuk daerah irasional (irrational region).


(40)

4. Titik perbatasan

Terdapat dua titik perbatasan yaitu titik yang membatasi daerah I dengan daerah II (titik X2) dan titik yang membatasi daerah II dengan daerah III

(titik X3). Pada titik X2, PM memiliki nilai yang sama dengan PR dimana

nilai

ε

p= 1 sedangkan pada titik X3PM bernilai 0 dimana

ε

p= 0.

2.2.1. Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Guna menganalisis hubungan kausalitas antara faktor-faktor input dengan outputnya, salah satu alternatif model yang dapat dipergunakan adalah model Cobb-Douglas. Secara umum, menurut Soekartawi (1993), terdapat tiga alasan pokok mengapa fungsi produksi Cobb-Douglas lazim digunakan untuk menganalisis suatu proses produksi. Ketiga alasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Cobb-Douglas memiliki penyelesaian yang lebih mudah ketimbang fungsi produksi lainnya (misalnya fungsi kuadratik). Hal ini dikarenakan fungsi produksi Cobb-Douglasmudah untuk diubah kedalam bentuk linear.

2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi produksi Cobb-Douglas menghasilkan koefisien regresi yang juga menunjukkan besaran elastisitas dari variabel faktor produksi yang bersangkutan.

3. Besaran koefisien regresi tersebut juga menunjukkan tingkat hasil berbanding skala (returns to scale) dimana penjumlahan dari seluruh koefisen regresi variabel faktor produksi pada fungsi produksi tersebut memperlihatkan bagaimana jenis returns to scale dari fungsi produksi tersebut.


(41)

Selain ketiga alasan tersebut, fungsi produksi Cobb-Douglas juga mampu mengurangi terjadinya heteroskedastisitas dan memudahkan pembandingan penelitian yang satu dengan yang lainnya yang menggunakan alat analisis yang sama (Wahyuni, 2007 dalam Kurniawan, 2008).

Fungsi Cobb-Douglas, yang dinamakan sesuai C.W. Cobb dan P.H. Douglas, merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel yang terdiri dari variabel dependen, yakni variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain atau yang dijelaskan (Y), dan variabel independen yaitu variabel yang mempengaruhi vaiabel lain atau variabel yang menjelaskan (X) (Soekartawi, 1993). Fungsi tersebut, secara matematis, dapat ditulis sebagai berikut:

Y = aX1b1X2b2Xnbn℮u (2.6)

Untuk memudahkan pendugaan, fungsi produksi Cobb-Douglas dapat diubah kedalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan fungsi tersebut sebagai berikut:

Ln Y = a + b1LnX1+ b2LnX2+ bnLnXn+ u (2.7)

dimana:

Y = Variabel dependen

X1,..,n = Variabel independen

a = Intersep

b1,..,n = Koefisien regresi penduga

u = Residual


(42)

Dengan bentuk persamaan di atas, proses pendugaan dapat dilakukan dengan lebih mudah dengan menggunakan regresi linear berganda serta nilai koefisien regresi penduga (bi) dapat digunakan untuk menunjukkan nilai

elastisitas X terhadap Y. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi Cobb-Douglas, yaitu (Soekartawi,1993):

1. Tidak adanya pengamatan bernilai nol. Hal ini disebabkan karena logaritma dari bilangan nol adalah suatu bilangan infinite (tidak diketahui nilainya).

2. Perlunya asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi dalam setiap pengamatan. Hal ini berarti bahwa bila diperlukan analisis yang menggunakan lebih dari satu model, maka perbedaan model–model tersebut terletak pada intersep dan bukan pada kemiringan garis (slope). 3. Perbedaan lokasi pada fungsi produksi seperti iklim sudah tercakup pada

faktor kesalahan (galat) u.

4. Tiap variabel X berada dalam kondisi perfect competition.

Fungsi produksi Cobb-Douglas juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut sebagaimana disebutkan dalam Sanimah (2006) adalah:

1. Elastisitas produksi yang diasumsikan umumnya selalu konstan. 2. Sering timbul multikolinearitas.

3. Nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan berbias jika variabel-variabel faktor produksi yang digunakan kurang lengkap.


(43)

4. Tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol.

2.2.2. Konsep Elastisitas

Konsep elastisitas merupakan suatu konsep untuk mengetahui efek yang ditimbulkan oleh perubahan suatu variabel terhadap variabel lainnya dengan kondisi dimana kedua variabel tersebut tidak dapat diukur dalam ukuran yang sama. Jika dimisalkan terdapat dua variabel yakni:

Y = f(K…) (2.8)

maka, elastisitas variabel Y terhadap K dapat diketahui dengan rumus:

ε

Y.K=

/

/ =

·

(2.9)

Secara teori, elastisitas adalah ukuran persentase perubahan suatu variabel yang diakibatkan oleh perubahan variabel lainnya sebesar satu persen sedangkan dalam prakteknya elastisitas pada dasarnya adalah ukuran seberapa jauh reaksi yang dilakukan oleh pembeli dan penjual dalam suatu pasar terhadap perubahan kondisi-kondisi di pasar.

Pada fungsi produksi Cobb-Douglas, nilai koefisien regresi penduga dari model tersebut dapat digunakan untuk mengetahui nilai elastisitasnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan menurunkan rumus dari persamaan fungsi produksi Cobb-Douglasterhadap salah satu faktor produksinya, sebagai contoh X1.

Y = aX1b1X2b2X3b3eu (2.10)


(44)

ε

X1 =

·

= ab1X1b1-1X2b2X3b3

×

=

= b1 (2.11)

Dimana:

ε

X1 = Elastisitas bahan baku

= Perubahan output Y terhadap bahan baku (X1)

Y = Nilai output yang dihasilkan oleh industri

X1 = Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi

X2,X3 = Faktor produksi lainnya yang dipergunakan dalam proses produksi

(misalnya energi dan permodalan).

2.2.3. Skala Hasil Usaha (Returns to Scale)

Skala hasil usaha (returns to scale) menunjukkan kondisi yang terjadi pada output jika terjadi peningkatan seluruh faktor produksi dalam skala yang sama. Konsep skala hasil usaha merupakan konsep yang terjadi dalam jangka panjang (long run) dimana semua faktor produksi dianggap variabel. Terdapat tiga kriteria pengembalian hasil yakni constant returns to scale(CRTS), increasing returns to scale(IRTS), dan decreasing returns to scale(DRTS).

Suatu fungsi produksi dikatakan sebagai Constant Returns to Scale apabila jika faktor produksi ditingkatkan sebesar mkali lipat, maka hasil output juga akan meningkat dalam proporsi yang sama yakni sebesar mkali lipat juga. Suatu fungsi


(45)

produksi dikatakan Increasing Returns to Scale adalah apabila rasio peningkatan output suatu produksi melebihi penambahan input yang diberikan. Sebagai ilustrasi, jika faktor produksi ditingkatkan sebesar mkali lipat, maka pada fungsi produksi IRTS, output akan meningkat sebanyak 2m, atau dua kali jumlah penambahan input. Yang terakhir, yaitu fungsi produksi Decreasing Returns to Scale (DRTS) yakni jika hasil output meningkat dalam skala yang lebih kecil dibandingkan skala penambahan jumlah inputnya. Sebagai ilustrasi, peningkatan faktor produksi sebesar mkali lipat menyebabkan output meningkat sebesar 0,5m kali lipat.

Skala usaha cenderung berbanding lurus dengan nilai efisiensi. Sebagai contoh, skala hasil usaha yang meningkat cenderung terjadi pada industri berskala ekonomi besar dengan efisiensi tinggi dan spesialisasi yang kompleks pada proses produksinya (Frank, 1997).

Pada fungsi produksi Cobb-Douglas, nilai skala hasil usaha suatu industri dapat diketahui dari penjumlahan koefisien regresi dari seluruh variabel bebasnya. Nilai dari penjumlahan variabel bebas tersebut kemudian dapat diartikan sebagai berikut:

a. Jika (b1 + b2 + … + bn = 1), maka fungsi Cobb-Douglas memperlihatkan

hasil berbanding skala yang konstan.

b. Jika (b1 + b2 + … + bn > 1), maka fungsi Cobb-Douglas memperlihatkan

hasil berbanding skala yang meningkat.

c. Jika (b1 + b2 + … + bn < 1), maka fungsi Cobb-Douglas memperlihatkan


(46)

2.2.4. Efisiensi dan Nilai Tambah

Nilai efisiensi adalah perbandingan antara biaya input terhadap nilai output yang dihasilkan (BPS, 2000). Secara matematis, nilai efisiensi diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

Efisensi (η) = (2.12)

Pentingnya nilai efisiensi ini adalah agar suatu perusahaan dapat mengetahui seberapa efisien penggunaan faktor produksi dalam menghasilkan sejumlah output tertentu. Suatu metode produksi dikatakan efisien apabila telah mengkombinasikan tingkat penggunaan input dan biaya secara optimal (Nicholson, 1995) serta mampu menghasilkan output dalam jumlah yang sama dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan metode lain (Lipsey, 1975). Suatu industri dikatakan efisien apabila memiliki nilai rasio input/output yang rendah.

Nilai tambah, dalam hal ini nilai tambah bruto (NTB) adalah nilai tambah atas dasar harga yang berlaku sebelum dikurangi pajak yang dapat dilihat dari selisih antara nilai output dengan biaya input (Kurniawan, 2008).

NTB = Nilai Output − Biaya Input (2.13)

Nilai output merupakan hasil penjumlahan dari nilai barang yang dihasilkan, jasa yang diberikan pada pihak lain, keuntungan dari barang yang dijual kembali, selisih nilai stock barang setengah jadi, serta penerimaan dari jasa non industri sedangkan biaya input merupakan hasil penjumlahan dari nilai bahan baku yang dipergunakan oleh industri besar dan sedang baik impor maupun produksi sendiri,


(47)

nilai energi yang dipergunakan, serta nilai modal dalam bentuk sewa gedung dan alat-alat yang dipergunakan dalam proses produksi (BPS, 2000).

2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu

2.3.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Output

Kurniawan (2008), dengan penelitian berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Sepeda Motor Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari BPS dan AISI. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh input terhadap output, elastisitas dari masing-masing input dan skala usaha, nilai tambah dan efisiensi industri, serta dampak dari pemberlakuan KepMen Lingkungan Hidup nomor 141/2003 tentang standar emisi kendaraan bermotor. Penelitian ini menggunakan metode OLS dengan hasil bahwa faktor produksi bahan baku, modal, dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap meningkatnya nilai output, sedangkan energi berdampak negatif. Nilai tambah cendering meningkat selama tahun 1980 hingga 2005 dan pemberlakuan KepMen LH no 141/2003 membuat produsen menjadi lebih produktif dan efisien.

Fitriani (2005) dengan penelitian berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Ban di Indonesia Periode 1984 - 2002.Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari BPS dan APBI. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri ban dan mengetahui nilai elastisitas, skala usaha, efisiensi, dan nilai tambah industri ban di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode OLS


(48)

dengan hasil bahwa faktor produksi bahan baku, bahan bakar, dan tenaga kerja berpengaruh positif, sedangkan faktor produksi modal berpengaruh negatif. Faktor produksi bahan baku memiliki nilai elastisitas terbesar sedangkan faktor produksi modal memiliki nilai elastistas terkecil. Industri ban Indonesia merupakan industri yang increasing returns to scale dengan nilai skala usaha sebesar 1,215.

2.3.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Industri Mobil

Atikah (2008), dengan penelitian berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Integrasi Vertikal Industri Mobil di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari BPS, Gaikindo, CSIS, dan Departemen Perindustrian RI. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat integrasi vertikal industri mobil serta faktor-faktor yang mempengaruhinya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM), penelitian memperoleh hasil yang menyatakan bahwa terdapat nilai rata–rata integrasi vertikal sebesar 0,74 antara industri mobil dengan industri pendukung lainnya seperti industri komponen dan suku cadang.

Sutriyono (2007), dengan penelitian berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Industri Mobil di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari BPS dan Gaikindo. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi industri mobil di Indonesia dan pengaruh krisis ekonomi tahun 1997 terhadap industri mobil di Indonesia. Dengan menggunakan OLS PCM, penelitian ini memperoleh hasil bahwa effisiensi-X berpengaruh positif signifikan, tingkat pertumbuhan produksi


(49)

berpengaruh positif signifikan, produktifitas perusahaan dalam menghasilkan output berpengaruh positif signifikan, dan dummykrisis berpengaruh negatif.

2.4. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Mobil di Indonesia mempunyai beberapa perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu yaitu pertama, ruang lingkup penelitian ini adalah output dari industri mobil di Indonesia. Kedua, variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan baku, modal, dan energi yang digunakan dalam proses produksi industri mobil serta memasukan pengaruh krisis ekonomi tahun 1997 dan penerapan deregulasi tanggal 24 juni 1999 dalam bentuk variabel dummy. Ketiga, penelitian ini menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode OLS yang hasil regresinya selain dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh input terhadap output, juga dapat mengetahui elastisitas produksi dan skala usaha dari industri mobil Indonesia. Keempat, penelitian ini menggunakan data sekunder time series dari tahun 1985 - 2005.

2.5. Kerangka Pemikiran

Industri mobil merupakan salah satu industri yang sedang berkembang saat ini. Indonesia merupakan negara penghasil mobil ketiga terbesar di ASEAN, dibawah Thailand dan Malaysia (Direktorat Industri Alat Transport, 2009) dimana sektor ini memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap PDB Indonesia serta


(50)

berperan dalam meningkatkan investasi di dalam negeri. Sektor industri mobil juga berperan dalam mendorong pengembangan industri lain yang terkait, seperti industri bahan baku komponen kendaraan.

Sebagaimana industri-industri lainnya, industri mobil juga memiliki berbagai permasalahan yang mempengaruhi jumlah output yang dihasilkannya. Secara garis besar, permasalahan yang dihadapi industri ini dapat dibagi dua, yakni permasalahan yang berasal dari dalam negeri, dan permasalahan yang berasal dari luar negeri. Permasalahan yang berasal dari dalam negeri berupa permasalahan yang terkait langsung dengan proses produksi, seperti kondisi industri bahan baku kendaraan yang terkadang tidak sesuai dengan permintaan industri mobil, serta kondisi infrastruktur pendukung seperti kelancaran distribusi tenaga listrik (energi). Selain itu, permasalahan dari dalam negeri juga dapat berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap kurang mendukung perkembangan industri mobil.

Permasalah yang berasal dari luar negeri berupa guncangan-guncangan terhadap perekonomian yang umumnya terjadi dalam bentuk krisis perekonomian. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 merupakan salah satu contoh krisis yang memberikan dampak yang negatif terhadap perkembangan industri mobil di Indonesia. Selain krisis, guncangan juga dapat berupa fluktuasi harga minyak yang berimplikasi pada berfluktuasinya biaya-biaya input produksi serta biaya produksi itu sendiri.

Setelah mengetahui permasalahan-permasalahan tersebut, penelitian ini akan menganalisis bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap output


(51)

industri mobil dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang dianalisis menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Penggunaan metode ini dipilih karena selain dapat melihat pengaruh faktor-faktor di atas terhadap output industri mobil, model yang dihasilkan juga dapat digunakan untuk menganalisis elastisitas serta returns to scale atau skala hasil usaha dari industri mobil di Indonesia. Selain menggunakan metode OLS, penelitian ini juga akan menganalisis efisiensi serta nilai tambah industri mobil Indonesia secara terpisah.


(52)

Perumusan Masalah:

Pergerakan harga minyak mentah yang semakin meningkat pada kurun waktu 2002-2008

Krisis perekonomian tahun 1997 mengakibatkan meningkatnya biaya input produksi

Pemberlakuan deregulasi tahun 1999 dikhawatirkan menurunkan produksi mobil produksi dalam negeri

Industri mobil Indonesia

Input industri mobil Indonesia:

Bahan baku

Permodalan

Energi

keterangan:

: dianalisis

Gambar 2.2 Alur Kerangka Pemikiran Analisis Regresi Linear Berganda dengan menggunakan Fungsi

Produksi Cobb-Douglas

Dummykrisis ekonomi 1997

Dummyderegulasi 24 Juni 1999 Skala Hasil Usaha dan

Elastisitas Produksi

Nilai Tambah dan Efisiensi Produksi Output Industri


(53)

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian serta kerangka pemikiran, maka rumusan jawaban sementara mengenai permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor produksi bahan baku, faktor produksi modal, serta faktor produksi energi berpengaruh positif terhadap output yang dihasilkan oleh industri mobil. Hal ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan dalam penggunaan ketiga faktor produksi tersebut, maka nilai output industri mobil juga akan mengalami peningkatan.

2. Variabel dummy krisis ekonomi tahun 1997 memiliki pengaruh negatif terhadap output industri mobil Indonesia.

3. Variabel dummy kebijakan deregulasi 24 Juni 1999 memiliki pengaruh positif terhadap output industri mobil Indonesia.

4. Dugaan nilai elastisitas untuk faktor produksi bahan baku, modal, dan energi adalah positif. Skala hasil usaha industri mobil Indonesia diduga bersifat increasing returns to scale dimana penambahan faktor produksi akan meningkatkan nilai output dalam rasio yang lebih besar dibandingkan nilai penambahan faktor produksinya. Selain itu, dugaan terhadap efisiensi produksi adalah industri ini mampu berproduksi secara efisien dan memiliki nilai tambah (NTB) yang secara rata-rata semakin meningkat dari tahun ke tahun.


(54)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series selama kurun waktu 1985 - 2005. Adapun data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Rincian Data Variabel Penelitian

No Nama Variabel Sumber Keterangan

1 Output (Y) BPS Variabel Dependen

2 Bahan Baku (X1) BPS Variabel Independen

3 Permodalan (X2) BPS Variabel Independen

4 Energi (X3) BPS Variabel Independen

5 Krisis Ekonomi 1997 (Dk) - Variabel Dummy 6 Deregulasi Juni 1999 (DR) - Variabel Dummy

Spesifikasi secara lebih rinci dari data yang dipergunakan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Variabel dependen 1. Output (Y)

Merupakan total output yang dihasilkan oleh industri mobil di Indonesia selama periode 1985–2005 dalam satuan ribu rupiah.

b. Variabel independen 1. Bahan Baku (X1)

Merupakan total nilai bahan baku yang dipergunakan dalam proses produksi oleh industri mobil Indonesia selama periode 1985–2005 dalam satuan ribu rupiah.


(55)

2. Modal (X2)

Merupakan total permodalan yang digunakan pada proses produksi industri mobil Indonesia selama periode 1985–2005 dalam satuan ribu rupiah.

3. Energi (X3)

Merupakan total jumlah energi yang dipergunakan industri mobil Indonesia selama periode 1985–2005 dalam satuan ribu rupiah.

4. DummyKrisis Ekonomi (Dk)

Pengaruh krisis moneter tahun 1997 terhadap industri mobil di Indonesia. 5. Dummy Deregulasi Juni 1999 (DR)

Pengaruh deregulasi kebijakan tanggal 24 Juni 1999 terhadap industri mobil di Indonesia.

Data yang diperoleh merupakan data nominal yang kemudian diubah kedalam bentuk riil dengan rumus sebagai berikut:

Nilai riil =

×

100 (3.1)

Penggunaan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) sebagai deflator dimaksudkan agar semua agregat dinilai atas dasar harga konstan suatu tahun. Penelitian ini menggunakan IHPB dengan tahun dasar 1993 (1993 = 100) dan harga dianggap tetap sehingga adanya perkembangan terhadap agregat dari tahun ke tahun disebabkan oleh perkembangan riil, bukan fluktuasi kenaikan harga.

Selain data utama di atas, penelitian ini juga menggunakan data-data tambahan yang berasal dari instansi-instansi, penelitian terdahulu, buku-buku,


(56)

serta literatur-literatur terkait yang dapat membantu menjelaskan analisis dalam penelitian ini.

3.2. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang mampu menggambarkan pengaruh variabel-variabel independen terhadap suatu variabel dependen tertentu. Pada penelitian ini, yang menjadi variabel dependen adalah variabel output industri mobil Indonesia sedangkan yang menjadi variabel independennya adalah variabel bahan baku, modal, serta energi sektor industri mobil Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh variabel-variabel indpenden tersebut terhadap variabel dependen tersebut dalam kurun waktu tertentu.

Selain variabel independen tersebut, penelitian ini juga menggunakan variabel dummy yakni dummy krisis ekonomi tahun 1997 untuk mengetahui bagaimana dampak dari terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 terhadap output dari industri mobil Indonesia dengan membandingkan kondisi output sebelum dan sesudah terjadinya krisis yakni pada tahun 1997 serta dummyderegulasi kebijakan tanggal 24 Juni 1999 untuk mengetahui dampak deregulasi kebijakan tanggal 24 Juni 1999 terhadap perkembangan output dengan membandingkan kondisi output sebelum dan sesudah deregulasi. Guna lebih memudahkan pendugaan terhadap persamaan dalam bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas, maka model fungsi produksi tersebut terlebih dahulu dilinearkan menjadi bentuk linear berganda


(57)

dengan melogaritmakan persamaan tersebut sehingga dalam model data yang diinput dirubah kedalam satuan persen.

3.2.1. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Fungsi tersebut, secara matematis, dapat ditulis sebagai berikut:

Y = aX1b1X2b2X3b3℮b4dk℮b5dR ℮u (3.2)

Yang apabila dilinearkan menjadi:

Ln Yt= a+b1LnX1t+b2LnX2t+b3LnX3t+b4Dk+b5DR+u (3.3)

dimana:

Y = Output riil industri mobil tahun ke-t (persen) X1 = Bahan baku riil industri mobil tahun ke-t (persen)

X2 = Modal riil industri mobil tahun ke-t (persen)

X3 = Energi riil tahun ke-t (persen)

Dk = Dummykrisis, melihat dampak sebelum (D=0) dan sesudah krisis (D=1)

DR = Dummy deregulasi tahun 1999, melihat dampak sebelum (D=0) dan

sesudah deregulasi (D=1) a = Intersep

bi = Keofisien regresi penduga (i = {1,…,5})

u = Residual

e = 2,1782.. (logaritma natural)

Nilai dugaan parameter yang diharapkan: b1,b2,b3,b5> 0; b4< 0

Dengan fungsi produksi Cobb-Douglas yang telah dilinearkan tersebut, maka variabel-variabel pada fungsi tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan


(58)

analisis regresi linear berganda dan metode Ordinary Least Square (OLS). Asumsi-asumsi dalam OLS adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995):

a. Nilai harapan dari rata-rata kesalahan adalah nol. b. Ragam konstan (homoscedasticity).

c. Tidak ada hubungan antara variabel bebas dan error term. d. Tidak ada korelasi serial antara error(non-autocorrelation).

e. Tidak terdapat hubungan antara variabel bebas (non-multicolinearity). f. Ragam errormenyebar normal.

Jika asumsi di atas dapat dipenuhi dalam model regresi linear berganda, maka penduganya mempunyai ragam minimum yang merupakan penduga linear tak bias atau Best Linear Unbiased Estimator (BLUE).

3.2.2. Analisis Elastisitas dan Skala Hasil Usaha

Nilai koefisien regresi penduga masing-masing variabel bebas pada fungsi Cobb-Douglasmenunjukkan nilai elastistas dari variabel tersebut. Nilai elastisitas (εp) variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya dapat dilihat dari nilai koefisien

regresinya. Terdapat tiga kondisi nilai elastisitas yaitu pertamajika εp> 1 dimana

penggunaan input belum optimal, kedua 0<εp<1 dimana penggunaan input telah

optimal, dan ketigaεp< 0 dimana penggunaan input sudah over utilized.

Penjumlahan dari seluruh nilai koefisien regresi penduga variabel bebas pada fungsi Cobb-Douglas menunjukkan skala hasil usaha. Terdapat tiga kriteria skala hasil usaha yaitu pertama increasing returns to scale (IRTS) jika nilai penjumlahan koefisien regresi penduga lebih besar dari satu (∑b >1), kedua


(59)

constant returns to scale (CRTS) jika ∑b = 1, dan ketiga decreasing returns to scale(DRTS) jika ∑b < 1.

3.2.3. Analisis Efisiensi

Analisis efisiensi ini digunakan untuk mengetahui bagaimana tingkat efisiensi dari faktor produksi untuk menghasilkan suatu output dalam jumlah tertentu. Nilai ini diperoleh dengan menghitung perbandingan antara biaya input dengan nilai output (BPS, 2002), sebagaimana dirumuskan sebagai berikut:

Efisiensi (η) =

(

3.4)

Semakin rendah nilai rasio perbandingan biaya input dengan nilai output, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya nilai koefisien η, menunjukkan tingkat efisiensi yang semakin tinggi (Sanimah, 2006).

3.2.4. Analisis Nilai Tambah

Analisis nilai tambah dilakukan untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan suatu industri (Sanimah, 2006). Dengan mengamati nilai tambah bruto (NTB) suatu industri, dalam hal ini industri mobil, dapat diketahui apakah industri tersebut mengalami pertumbuhan yang positif atau negatif. Nilai tambah bruto merupakan suatu nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu proses produksi sebelum dikurangi pajak, atau secara umum merupakan selisih antara nilai output dengan biaya input, sebagaimana dirumuskan sebagai berikut:


(60)

dimana nilai NTB yang positif menunjukkkan bahwa industri tersebut mengalami pertumbuhan yang positif.

3.3. Pengujian Hipotesis 3.3.1. Kriteria Uji Ekonomi

Pengujian suatu model ekonomi bertujuan untuk mengetahui apakah spesifikasi persamaan struktural suatu model cukup beralasan (reasonable) dan apakah koefisien yang diestimasi memiliki nilai yang sesuai, baik dengan hipotesis yang dibangun, maupun teori yang mendasarinya, dalam hal ini teori ekonomi. Menurut Timor (2008) dalam Kurniawan (2008), kriteria uji ekonomi dilakukan dengan melihat tanda dan besaran masing-masing variabel dugaan apakah tanda dan besarannya sesuai dengan teori ekonomi atau tidak.

3.3.2. Kriteria Uji Statistik

3.3.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Kegunaan uji koefisien determinasi (R2) adalah untuk mengetahui seberapa besar nilai keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas (independen) terhadap variabel tak bebas (dependen). Uji ini menjelaskan persentase keragaman total peubah tidak bebas yang disebabkan oleh peubah bebasnya. Rumus umum penghitungan koefisien determinasi (R2) adalah sebagai berikut:

R2= (3.6)

dimana:


(61)

JKR = Jumlah Kuadrat Regresi, dan JKT = Jumlah Kuadrat Total

Besarnya nilai R2 ini berbanding lurus dengan jumlah variabel bebasnya, artinya nilai R2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah variabel bebas yang dimasukkan dalam model. Gujarati (1995) menjelaskan bahwa R2memiliki dua sifat sebagai berikut:

1. R2selalu bernilai positif.

2. Memiliki besar antara 0 ≤ R2≤ 1.

Nilai R2 sebesar satu (R2 = 1) memiliki arti bahwa variabel independen dalam model memiliki kecocokan sempurna dengan variabel dependennya, sedangkan nilai R2 sebesar nol (R2 = 0) berarti bahwa tidak terdapat kesesuaian antara variabel dependen dengan variabel independennya.

3.3.2.2. Uji F-statisitik (Fstat)

Dalam model persamaan regresi, uji Fstat digunakan untuk membuktikan

bahwa seluruh koefisien regresi signifikan dalam menentukan nilai dari variabel dependen. Nilai Fstatdapat dihitung dengan rumus umum sebagai berikut:

F-Hitung = ² ( )

² (3.7)

Dengan hipotesis sebagai berikut: H0: bi= 0


(62)

Kriteria uji :

F-Hitung > F α (k-1, n-k), maka tolak H0

F-Hitung < F α (k-1, n-k), maka jangan tolak H0

dimana:

R2= Koefisien Determinasi n = Banyaknya data, dan

k = Banyaknya Koefisien Regresi Dugaan.

Kondisi H0 yang ditolak (F-Hitung > F α (k-1, n-k)) memiliki arti bahwa

terdapat paling tidak satu variabel independen yang berpengaruh nyata (signifikan) terhadap total output industri mobil. Sebaliknya, kondisi H0 yang

tidak ditolak (F-Hitung < F α (k-1, n-k)) memiliki arti bahwa tidak ada satupun

variabel independen yang berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap total output industri mobil.

3.3.2.3. Uji tstatistik(tstat)

Uji tstatdigunakan untul membuktikan apakah koefisien regresi dalam model

secara statistik bersifat signifikan atau tidak. Uji ini digunakan untuk melihat apakah secara statistik koefisien regresi dari masing–masing variabel independen dalam model memiliki pengaruh nyata terhadap variabel dependen secara terpisah. Rumus umum untuk menghitung tstatadalah:

t-hitung =

( ) (3.8)


(63)

H0: bi = 0

H1: bi ≠ 0

Kriteria Uji:

t-hitung > t α 2(n-k), maka tolak H0

t-hitung < t α 2(n-k), maka jangan tolak H0

dimana:

S(b)= Simpangan Baku Koefisien Dugaan.

Kondisi H0 yang ditolak (t-hitung > t α 2(n-k)) memiliki arti bahwa

masing-masing variabel independen secara terpisah berpengaruh nyata (signifikan) terhadap total output industri mobil. Sebaliknya, kondisi dimana H0 tidak ditolak

(t-hitung < t α 2(n-k)) memiliki arti bahwa masing-masing variabel independen

secara terpisah tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap total output industri mobil.

3.3.3. Kriteria Uji Ekonometrika

Suatu model persamaan regresi yang menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dapat menghasilkan hasil suatu estimasi yang sah atau valid jika model tersebut menghasilkan nilai parameter yang Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Metode OLS memiliki enam asumsi klasik, dimana pelanggaran terhadap salah satu asumsi tersebut akan menghasilkan nilai parameter yang tidak BLUE. Ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi tersebut dapat diketahui dengan melakukan uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas.


(64)

3.3.3.1. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah suatu kondisi dimana adanya hubungan linear sempurna diantara beberapa atau semua variabel bebas dalam regresi, yang menyebabkan adanya kesulitan untuk memisahkan pengaruh antara variabel dependen dengan variabel independen pada model. Jika dalam suatu model terdapat multikolinearitas, maka parameter yang diestimasi akan memiliki nilai ketepatan yang rendah, oleh karena itu, tujuan asumsi model regresi linear klasik dengan tidak adanya multikolinearitas adalah agar parameter yang diestimasi memiliki ketepatan yang tinggi. Nilai R2 yang tinggi, yakni antara 0,7 sampai 1 merupakan kondisi dimana multikolinearitas sering terjadi. Multikolinearitas memiliki beberapa konsekuensi, diantaranya:

1. Nilai dari galat baku mengalami peningkatan. 2. Estimasi koefisien tidak dapat dilakukan.

3. Probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah meningkat. 4. Penurunan nilai t.

5. Hasil-hasil estimasi sangat sensitif terhadap perubahan spesifikasi.

Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas adalah dengan menggunakan Correlation Matrix, dimana batas terjadinya korelasi antara variabel independen tidak boleh lebih dari tanda mutlak 0,8. Nilai korelasi antar variabel yang melebihi mutlak 0,8 mengindikasikan terjadinya multikolinearitas pada model yang dipergunakan. Namun, menurut Klein, jika nilai korelasi antar variabel yang terjadi tidak melebihi nilai Adjusted R-square yang tertulis, maka


(65)

gejala multikolinearitas yang terjadi dapat diabaikan (Koutsoyiannis, 1977) Beberapa cara untuk menghilangkan multikolinearitas adalah:

1. Menggunakan panel data.

2. Menggunakan informasi tambahan. 3. Menyingkirkan variabel yang berkorelasi. 4. Mentransformasi data.

5. Menambah jumlah data atau memasukkan data baru.

3.3.3.2. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi yang dipakai dalam penerapan model regresi linier adalah homoskedastisitas, yaitu kondisi dimana ragam (varians) dari setiap gangguan (error) adalah konstan.

E(μi2) = σ2untuk i = 1,2,3,….,n (3.9)

Namun, ada kondisi dimana ragam konstan tersebut tidak tercapai. Kondisi ini dinamakan heteroskedastisitas. Adanya heteroskedastisitas menyebabkan tidak efisiennya proses estimasi, meskipun hasil estimasinya tetap konsisten dan tidak bias. Hasil-hasil uji-F dan uji-t menjadi tidak berguna (misleading). Masalah heteroskedastisitas lebih cenderung terjadi pada model yang menggunakan data cross sectionaldibandingkan data time series.

Uji yang dipergunakan untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedasitisitas pada suatu model adalah uji White(White Heteroscedasticity Test). Indikator yang dipergunakan dalam uji White ini adalah nilai Obs*R-square, yakni jika nilai probabilitas Obs*R-square lebih besar dari taraf nyata (α) tertentu, maka


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Atikah, F. 2008.

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Integrasi

Vertikal Industri Mobil di Indonesia

[skripsi]. Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Badan Pusat Statistika. 1985 - 2005.

Statistik Industri Besar dan Sedang (volume I

& II).

BPS, Jakarta.

Direktorat Industri Alat Transport. 2006 - 2009.

Perkembangan Industri Mobil

Indonesia.

Depperin, Jakarta.

Dumairy. 1995.

Perekonomian Indonesia

. Erlangga, Jakarta.

Fitriani. 2005.

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri Ban di

Indonesia Periode 1984 - 2002

[skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Frank, R.H. 1997.

Microeconomics and Behavior, Third Edition.

Irwin/McGraw-Hill, NY.

Gaikindo. 2009.

Penjualan Mobil Tahun 2008.

Gaikindo, Jakarta.

Gujarati, D. 1995.

Ekonometrika Dasar.

Sumarno, S dan Zain, P [penerjemah].

Erlangga, Jakarta.

Hasibuan, N. 1993.

Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli, dan Regulasi.

Pustaka LP3ES, Jakarta.

Kurniawan, D. 2008.

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri

Sepeda Motor di Indonesia

[skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kyoutsoyiannis, A. 1977.

Theory of Econometrics, Second Edition.

Harper &

Row Publishers inc, New York.

Lipsey, G.R. 1975.

Economics, Fourth Edition

. Harper & Row Publishers inc,

New York.

Nicholson, W. 1995.

Teori Mikroekonomi: Prinsip Dasar dan Perluasan Jilid

Satu Edisi Kelima.

Daniel Wirajaya [penerjemah]. Bhina Aksara, Jakarta.

Sanimah. 2006.

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Output Industri

Semen di Indonesia Periode 1983 - 2003 (Dengan Pendekatan Fungsi

Produksi Cobb-Douglas)

[skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(2)

87

Soekartawi. 1993.

Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Edisi

Revisi.

Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sutriyono. 2007.

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri

Mobil di Indonesia

[skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syahruddin. 1989.

Dasar-dasar Teori Ekonomi Mikro

. Lembaga Penerbit FEUI,

Jakarta.

Tumbuan, T. 2006.

The Development of Industry and Industrialization Policy in

Indonesia Since The New Government Era to The Post Crisis Period

.

Kadin-Jetro, Jakarta.

Walpole, R.E. 1988.

Pengantar Statistika Edisi Ke-3.

Bambang Sumantri

[penerjemah]. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, W.W. 2007.

Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews.

Unit

Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN,

Yogyakarta.


(3)

(4)

89

Lampiran 1. Variabel Data Penelitian

TAHUN LN OUT R LN BB R LN MDL R LN ENG R

2005 24,34562 22,13181 20,60251 18,31333

2004 24,17341 22,98643 21,38225 18,85771

2003 23,40545 21,27765 20,34517 18,07847

2002 24,33591 22,82968 18,54036 18,38745

2001 23,49482 21,16971 18,59573 17,91734

2000 23,62174 22,94841 19,60822 17,35277

1999 22,02676 21,23192 19,07650 16,45837

1998 20,59395 20,63271 18,85049 16,19806

1997 22,00144 20,70558 19,35968 17,91816

1996 22,11072 21,28545 19,45494 16,22019

1995 22,09700 21,27467 19,28294 17,09412

1994 21,93124 20,98468 18,01797 17,01100

1993 21,55164 20,50536 18,17547 16,73533

1992 21,04075 20,13825 18,22333 16,69767

1991 21,50745 21,24762 17,76682 16,80170

1990 21,49499 20,63303 17,98064 16,91026

1989 21,10350 20,83613 17,82617 16,69449

1988 21,27965 20,68477 17,90408 16,59377

1987 20,88909 20,38005 18,19933 16,57973

1986 20,98559 20,48884 17,83979 16,66472

1985 20,50460 20,20913 17,39539 16,66070

Keterangan:

Ln OUT R

: Logaritma nilai output riil industri mobil

Ln BB R

: Logaritma nilai bahan baku riil industri mobil

Ln MDL R

: Logaritma nilai modal riil industri mobil

Ln ENG R

: Logaritma nilai energi riil industri mobil


(5)

Lampiran 2. Tabel Efisiensi, NTB, dan Output per TK

TAHUN EFISIENSI NTB Output per TK

2005 0,06706 34.915.823.953 2.116.800 2004 0,05695 29.710.949.317 1.876.348 2003 0,10068 13.145.409.248 1.285.625 2002 0,03872 35.628.938.396 3.802.234 2001 0,08898 14.561.203.820 1.567.254 2000 0,06867 16.900.188.829 1.249.282 1999 0,23610 2.812.806.155 360.056

1998 0,76538 206.163.670 125.401

1997 0,21184 2.829.557.256 279.605 1996 0,16622 3.338.987.902 324.181 1995 0,15519 3.337.062.377 322.529 1994 0,15738 2.820.018.033 281.458 1993 0,17412 1.890.923.972 228.092 1992 0,24014 1.043.793.777 119.908 1991 0,10206 1.967.057.511 95.035 1990 0,09189 1.964.688.836 102.729 1989 0,17883 1.201.061.790 62.664 1988 0,15079 1.481.316.263 75.648

1987 0,15346 999.221.804 55.039

1986 0,11821 1.146.272.963 52.025

1985 0,20824 636.251.241 34.794

Lampiran 3. Hasil Estimasi Variabel Data

Dependent Variable: LN_OUT Method: Least Squares Date: 08/15/09 Time: 11:25 Sample: 1985 2005

Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LN_BB 0,479733 0,158369 3,029214 0,0085

LN_ENG 0,623389 0,160055 3,894834 0,0014

LN_MDL 0,126073 0,117110 1,076539 0,2987

DK -0,378624 0,291716 -1,297922 0,2139

DR 1,043332 0,351963 2,964321 0,0096

C -1,281843 3,356947 -0,381848 0,7079

R-squared 0,941429 Mean dependent var 22,11882

Adjusted R-squared 0,921905 S.D. dependent var 1,258379

S.E. of regression 0,351661 Akaike info criterion 0,982656

Sum squared resid 1,854978 Schwarz criterion 1,281091

Log likelihood -4,317887 F-statistic 48,21954


(6)

91

Lampiran 4. Correlation Matrix Uji Multikolinearitas

Bahan Baku Energi Modal DK DR

Bahan Baku 1,000000 0,693467 0,671696 0,614890 0,765848

Energi 0,693467 1,000000 0,661296 0,652754 0,709720

Modal 0,671696 0,661296 1,000000 0,685191 0,655863

DK 0,614890 0,652754 0,685191 1,000000 0,816497

DR 0,765848 0,709720 0,655863 0,816497 1,000000

Lampiran 5. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0,100322 Probability 0,905240

Obs*R-squared 0,319191 Probability 0,852489

Lampiran 6. Uji Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 2,155228 Probability 0,111367

Obs*R-squared 12,38221 Probability 0,134948

Lampiran 7. Uji Normalitas Error Term (Uji Jarque-Bera)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

-0.5 0.0 0.5

Series: Residuals Sample 1985 2005 Observations 21

Mean 4.92E-16 Median -0.019918 Maximum 0.616982 Minimum -0.688233 Std. Dev. 0.304547 Skewness -0.155475 Kurtosis 3.056209 Jarque-Bera 0.087368 Probability 0.957256