Salah satu kapal tradisional yang banyak digunakan nelayan di Indonesia adalah perahu katir. Perahu ini beroperasi di sekitar pantai dan biasanya
membawa alat tangkap yang bersifat aktif maupun pasif. Pengoperasian perahu ini umumnya digerakkan oleh motor tempel. Metode penangkapan yang besifat aktif
menuntut perahu tesebut bergerak dengan kecepatan yang tinggi, namun pada umumnya nelayan tidak memperhatikan efisiensi dari pergerakan perahu dengan
daya yang dihasilkan motor tempel. Efisiensi tersebut berkaitan erat dengan besarnya ship resistance yang terjadi pada perahu saat melaju. Dengan gaya
dorong yang sama, semakin besar tahanan yang dimiliki kapal maka kecepatan kapal akan berkurang Djatmiko, et all 1983.
Pada dasarnya tahanan gerak kapal dapat diestimasi menggunakan suatu pendekatan analisis data hirdostatik yang diolah dengan model simulasi, namun
pada pada akhirnya percobaan secara eksperimental juga diperlukan karena memiliki tingkat keakuratan data yang lebih tinggi. Berdasarkan hal tersebut,
penelitian mengenai tahanan gerak perahu katir perlu dilakukan. Namun pada kenyataannya pengujian tahanan gerak dengan menggunakan perahu dengan
ukuran yang sebenarnya sulit dilakukan. Oleh sebab itu, model ikonik—suatu model perahu berukuran kecil yang memiliki skala terhadap perahu sebenarnya—
diperlukan untuk dijadikan sebagai media uji. Pengujian model perahu merupakan salah satu tahapan yang dilakukan dalam perancangan dan pembangunan pada
industri pembangunan kapal.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan tahanan gerak model perahu katir dengan mengetahui ukuran parameter hidrostatis terlebih dahulu.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi tentang nilai ship resistance
dari perahu katir sehingga dapat menentukan daya penggerak yang optimum agar kegiatan operasional perahu katir dapat berjalan efisien.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kapal Ikan
Menurut Nomura dan Yamazaki 1977 kapal perikanan adalah suatu fasilitas apung yang digunakan dalam aktifitas perikanan seperti kegiatan
penangkapan ikan di laut lepas serta perairan pedalaman, kegiatan penelitian, pemanduan, latihan dan pengawasan. Kapal perikanan mempunyai karakteristik
khusus dalam hal kecepatan, olah gerak kapal, tahanan, kemampuan jelajah, mesin, konstruksi, fasilitas penyimpanan dan pengolahan. Syarat-syarat umum
kapal ikan untuk operasi penangkapan ikan adalah kekuatan struktur badan kapal, menunjang keberhasilan operasi penangkapan ikan, mempunyai stabilitas yang
tinggi dan fasilitas yang lengkap untuk penyimpanan. Selanjutnya Nomura dan Yamazaki 1977 juga mengemukakan bahwa
kapal ikan berbeda dengan jenis kapal lainnya, sehingga memiliki beberapa keistimewaan yakni:
1 Kecepatan kapal; membutuhkan kecepatan yang tinggi untuk mengamati dan
mengejar kelompok ikan serta membawa hasil tangkapan yang segar dalam waktu yang relatif singkat.
2 Kemampuan olah gerak kapal; membutuhkan olah gerak khusus yang baik
pada saat pengoperasian, seperti kemampuan kemudi steerability yang baik, radius putaran turning cycle yang kecil dan daya dorong mesin propulsion
engine yang dapat dengan mudah bergerak maju dan mundur.
3 Kelaiklautan; laiklaut digunakan dalam operasi penangkapan ikan dan cukup
tahan untuk melawan kekuatan angin, gelombang, stabilitas yang tinggi dan daya apung yang cukup diperlukan untuk menjamin keamanan dalam
pelayaran. 4
Lingkup area pelayaran; lingkup area pelayaran harus luas karena pelayarannya ditentukan oleh pergerakan kelompok ikan, daerah musim ikan
dan migrasi ikan. 5
Kontruksi badan kapal yang kuat; konstruksi harus kuat karena dalam operasi penangkapan ikan akan menghadapi keadaaan yang berubah-ubah.
Disamping itu konstruksi kapal pun harus dapat menahan beban getaran mesin yang ditimbulkan.
6 Daya dorong mesin; kapal ikan membutuhkan daya dorong mesin yang cukup
besar dengan sebisa mungkin volume mesin yang kecil dan getaran yang kecil pula.
7 Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan; umumnya kapal ikan dilengkapi
dengan fasilitas penyimpanan hasil tangkapan dalam ruang tertentu palkah berpendingin terutama untuk kapal-kapal yang memiliki trip cukup lama,
terkadang bahkan ada yang dilengkapi dengan ruang pembekuan dan pengolahan.
8 Mesin-mesin bantu perlengkapan; umumnya kapal ikan dilengkapi dengan
mesin-mesin bantu ini sepeti winch, power block, line hauler, dan sebagainya. Desain dan konstruksi kapal ikan untuk ukuran tertentu harus dapat
menyediakan tempat yang sesuai untuk hal ini. Menurut Fyson 1985, kapal ikan adalah kapal yang khusus digunakan
untuk kegiatan perikanan. Kapal tersebut dilihat dari segi ukuran, perlengkapan dek, kapasitas muatan, akomodasi, mesin dan perlengkapanya yang fungsinya
berhubungan dengan operasi penagkapan ikan. Syarat-syarat bentuk umum kapal yang juga harus dimiliki oleh kapal ikan
menurut Brown, 1957 diacu dalam Liberty, 1997 terdiri atas: 1
Seaworthines , merupakan kesanggupan berlayar di laut dengan baik, bentuk
yang dapat memberikan stabilitas dan daya apung yang baik. 2
Seakindlines , merupakan pergerakan selama di laut dipandang dari sudut
mudahnya bergerak dan memberi kepuasan sebanyak-banyaknya kepada anak buah, yaitu jika kapal kering bersih, cukup mempunyai daya apung,
mengangguk, dan oleng dengan tidak tersentak-sentak dan mudah dioperasikan.
3 Effeciency
, yang sebagian besar adalah masalah ekonomi berdasarkan pada kebutuhan ukuran, tenaga dan kecepatan, jarak dan penangkapan.
Bentuk dan jenis kapal ikan berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh perbedaan tujuan usaha penangkapan, spesies target dalam usaha penangkapan
dan kondisi perairan Ayodhyoa, 1972.
Menurut Iskandar dan Pujiati 1995, kapal ikan berdasarkan metode pengoperasian alat tangkap dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu :
1 Kelompok kapal encircling gear, yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan
alat tangkap dengan cara dilingkarkan; 2
Static gear , yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkap pasif;
3 Towed gear
, yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkap dengan cara ditarik;
4 Multi purpose
, yaitu kelompok kapal yang mengoperasikan lebih dari satu alat tangkap.
2.1.1 Desain kapal ikan
Menurut Ayodhyoa 1972 salah satu hal penting dalam desain sebuah kapal adalah perbandingan dimensi kapal LB, LD, BD. Jika nilai LB menurun maka
akan berpengaruh negatif - terhadap kecepatan kapal, dan jika nilai LD membesar akan berpengaruh negatif - terhadap kekuatan memanjang kapal. Lain
halnya dengan nilai BD, jika nilainya membesar maka akan berpengaruh positif + terhadap stabilitas kapal tetapi berpengaruh negatif terhadap propulsive ability
kapal. Fyson 1985 menyatakan nilai dari dimensi utama menentukan kemampuan
dari suatu kapal. Ukuran dari dimensi utama antara lain adalah : 1
L
OA
Length Over All, yaitu panjang seluruh kapal diukur dari bagian paling ujung haluan hingga bagian paling ujung buritan kapal;
2 L
PP
Length Perpendicular, yaitu panjang kapal antara AP dan FP. AP After Perpendicular
merupakan garis khayal yang tegak lurus pada perpotongan antara Lwl pada bagian buritan kapal, sedangkan FP Fore Perpendicular
merupakan garis khayal yang tegak lurus pada perpotongan antara Lwl dan badan kapal bagian haluan kapal. Lwl Load water line, yaitu garis air pada
kondisi kapal penuh; 3
LWL Length of Water Line, yaitu panjang garis yang diukur antara titik perpotongan Lwl pada badan kapal bagian buritan hingga badan kapal bagian
haluan;
4 B Breadth, yaitu lebar kapal terlebar yang diukur dari satu sisi ke sisi
lainnya; 5
D Depth, yaitu bagian dalamtinggi kapal yang diukur dari dek terendah hingga ke bagian badan kapal terbawah.
6 d Draft, yaitu bagian dalam kapal diukur dari Lwl hingga ke badan kapal
bagian terbawah. Fyson 1985 menyatakan bahwa desain dapat digambarkan sebagai proses
merumuskan perincian dan menghasilkan gambar dari sebuah proyek untuk tujuan pembuatan dan pengoperasiannya.
Menurut Fyson 1985 prosedur atau tahapan desain dari sebuah kapal ikan adalah sebagai berikut:
1 Persiapan tentang rancangan kapal;
2 Pengevaluasian data dari kapal yang relatif sama;
3 Penentuan nilai LB, LD, BD, Cb;
4 Perkiraan nilai Ton displacement ∆, Volume displacement
∇ ,L, B, D, d;
5 Perkiraan berat kapal pada kondisi kosong;
6 Perhitungan berat untuk kondisi penuh;
7 Gambar rancangan umum;
8 Pemilihan nilai coefficient of fineness selain Cb;
9 Gambar rencana garis;
10 Perhitungan tahanan penggerak dan kekuatan mesin;
11 Perhitungan dan pemilihan mesin-mesin tambahan yang diperlukan;
12 Persiapan akhir gambar rancangan umum dan rencana garis dan
13 Persiapan spesifikasi.
Pembangunan kapal seharusnya mempunyai perencanaan. Perencanaan pembangunan kapal memerlukan data-data antara lain jenis kapal, daerah
pelayaran, muatan bersih yang dapat dimuat, kecepatan dan data yang lain yang diperlukan seperti panjang, lebar, dalam dan beberapa koefisien bagian kapal di
bawah air Djatmiko dkk, 1986 diacu dalam Liberty, 1997. Namun menurut Pasaribu 1985 pembangunan kapal terutama kapal tradisional tidak dilengkapi
terlebih dahulu dengan gambar teknis tersebut. Hal ini disebabkan pembangunan kapal masih sederhana serta dapat dikatakan ilmu warisan secara turun temurun.
2.1.2 Koefisien bentuk
Bentuk badan kapal menurut Fyson 1985 digambarkan oleh suatu koefisen bentuk yang disebut coefficient of fineness. Koefisien bentuk kapal merupakan
koefisien yang menggambarkan tingkat kegemukan kapal pada tiap garis air. Koefisien bentuk ini menujukkan bentuk tubuh kapal berdasarkan hubungan
antara luas area tubuh kapal yang berbeda dan volume tubuh kapal terhadap masing-masing dimensi utama kapal. Koefisien bentuk terdiri atas:
1 Coefficient of block
Cb, menunjukkan perbandingan antara nilai kapasitas displacement
kapal dengan volume bidang empat persegi panjang yang mengelilingi tubuh kapal;
2 Coefficient of midship
⊗
C , menunjukkan perbandingan luas area penampang melintang tengah kapal dengan bidang empat persegi panjang
yang mengelilingi luas area tersebut; 3
Coefficient of waterplan Cw, menunjukkan besarnya luas area penampang
membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut;
4 Coefficient of prismatic
Cp, ditunjukkan perbandingan antara kapasitas displacement
kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal dengan panjang kapal pada water line. Cp juga dapat
diperoleh dengan membandingkan nilai Cb dengan nilai dan
⊗
C ; 5
Coefficient vertical prismatic Cvp, menunjukkan perbandingan antara
kapasitas displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas water plan area
dengan draft kapal. Cvp juga dapat diperoleh dengan membandingkan nilai Cb dengan nilai Cw.
Muckle 1975 menyatakan bahwa semakin besar nilai coeffiecient of block Cb dan coefficient of prismatic Cp pada kecepatan tertentu maka tahanan gerak
yang dihasilkan juga akan semakin besar. Adapun menurut Novita 1994, semakin besar nilai coefficient midship
⊗
C maka tahanan gerak yang dihasilkan akan semakin besar.
2.1.3 Perahu katir
Perahu katir terinspirasi dari jenis perahu katamaran. Perahu katamaran merupakan satu unit perahukapal dengan dua lambung yang dihubungkan dengan
kuat oleh palang-palang bersilang, menjadi satu kesatuan yang kokoh dan dikemudikan sebagai satu kapal Mac Lear, 1967 diacu dalam Wahyudi, 2005.
Adanya perahu berkatir dan katamaran terjadi akibat pencampuran budaya antara orang-orang Polynesia orang-orang yang kini mendiami wilayah
Indonesia dengan orang Melanesia yang sekarang mendiami wilyah Irian dan pulau-pulau sekitarnya. Orang–orang Melanesia sebelumnya telah mengenal
kebudayaan perahu berkatir dan katamaran. Akhirnya orang-orang Polynesia meniru dengan jalan memberi katir pada perahu balok kayu dag-out canoe yaitu
dengan tiang melintang yang diikatkan secara sederhana ke sebuah pelampung. Sedangkan orang Melanesia menggunakan tongkat penghubung yang dipasang
melintang dengan pelampung untuk menghindari hambatan air Morwood, 1972 diacu dalam
Wahyudi, 2005. Perahu dengan katir dari bambu pada kedua sisinya banyak digunakan di
pulau-pulau Asia Tenggara. Sedangkan perahu dengan satu katir pada salah satu sisinya dominan digunakan di pulau-pulau tropic pasifik, Menurut Shibata dan
Masengi 1991 diacu dalam Liberty 1997 seluruh perahu di pulau Jawa lebar dan tidak mempunyai katir. Perahu berkatir ditemukan di Palabuhanratu dan
Cilacap di Pesisir Samudra Hindia, serta Tuban dan Rembang di Pesisir Laut Jawa.
2.2 Stabilitas Kapal
Stabilitas adalah kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula setelah menjadi miring akibat gaya yang datang dari dalam ataupun luar kapal. Menurut
Taylor 1977 diacu dalam Rahayu 2006, menjelaskan bahwa kondisi stabilitas dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
1 Stable equilibrium
atau keseimbangan stabil adalah kondisi dimana kapal kembali ke posisi tegak semula setelah gaya yang bekerja pada kapal
menyebabkan kapal menjadi miring. Kondisi ini dapat terjadi apabila titik pusat gravitasi G berada di bawah titk metacenter M atau kapal memiliki
metasenter positif dengan lengan penegak GZ positif pula, yang dapat
mengembalikan kapal ke posisi semula.
2 Unstable equilibrium
atau keseimbangan tidak stabil yaitu kondisi dimana kapal menjadi miring akibat adanya gaya yang bekerja pada kapal dan kapal
tidak dapat kembali ke posisi semula melainkan terus ke arah kemiringannya. Hal ini dapat terjadi apabila pusat gravitasi G lebih tinggi
dari titik metacenter M atau kapal memiliki tinggi metacenter GM negative dan lengan penegak M negatif meneruskan gerak ke arah
olengnya kapal.
3 Netral equilibrium
atau keseimbangan netral yaitu kondisi dimana kapal menjadi miring akibat gaya yang bekerja dan kondisi ini tetap tidak berubah
ke posisi semula atau pun bergerak ke arah kemiringan. Pada kondisi ini, posisi titik pusat gravitasi G berhimpit dengan titik metacenter M di satu
titik zero GM dan tidak dihasilkan lengan kopel GZ. Kondisi ini juga
disebut list.
L
K B
G M
Equilibrium W1
L1 W
L W
M G
Z B
B1
Stable equilibrium
W1 L1
W L
W G
M B
B1
Unstable equilibrium W1
L1 W
L W
M G
B B1
Neutral equilibrium W
Z
K W
K
Gambar 1 Ilustrasi posisi ketiga titik yang mempengaruhi stabilitas kapal Hind 1982
Keterangan : B
: Centre of buoyancy K : Keel lunas
G : Centre of gravity
W : Gaya yang bekerja θ
M : Metacentre θ
: Sudut oleng GZ : Righting arm
WL : Water line
2.3 Tahanan Gerak Kapal