diharapkan. Contoh yang lain seperti Program Unit Pengolahan Pupuk Organik UPPO yang diberikan kepada kelompok tani berupa ternak, rumah kompos
beserta peralatan pendukung, yang tujuannya agar kelompok tani tersebut menjadi mandiri, dan dapat membangun perekonomian yang sifatnya merakyat.
2.2. Landasan Teori
Dalam usaha pertanian, produksi diperoleh melalui suatu proses yang cukup panjang dan penuh dengan resiko. Panjangnya waktu yang dibutuhkan
tidak sama tergantung pada jenis komuditas yang diusahakan. Tidak hanya waktu, kecukupan faktor produksi pun ikut sebagai penentu pencapaian produksi. Pada
subsektor usaha seperti pemeliharaan sapi, kambing, ayam, dan lain sebagainya juga membutuhkan variasi waktu Daniel, 2002 : 49.
Ilmu usaha tani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan
efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu
Seokartawi, 1995 : 54.
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usaha tani swasembada, khususnya faktor tenaga kerja petani dan para anggota keluarganya. Dalam usaha
tani swasembada atau usaha tani keluarga, faktor tenaga kerja keluarga petani merupakan unsur penentu Tohir, 1991 : 221.
Kalau orang mengatakan bahwa dalam usahatani tenaga kerja adalah salah satu produksi yang utama, maka yang dimaksudkannya adalah mengenai
kedudukan si petani dalam usaha tani. Petani dalam usahatani tidak hanya menyumbangkan tenaga labour saja, tetapi lebih dari pada itu. Petani adalah
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
pemimpin usaha tani yang mengatur organisasi produksi secara keseluruhan Mubyarto, 1984 : 106.
Proses produksi baru bisa berjalan bila persyaratan yang dibutuhkan tanaman, ternak, ataupun ikan dapat dipenuhi. Persyaratan ini lebih dikenal
dengan nama faktor produksi Daniel, 2002 : 50. Menurut rogers 1983, banyak dilakukan penelitian tentang hubungan
antara indeks adopsi dan ciri-ciri sosial individu. Adapun indeks adopsi individu terebut yaitu: pendidikan, baca tulis, status sosial yang lebih tinggi, unit ukuran
besar, orientasi ekonomi komersial, sikap yang lebih berkenan terhadap kredit, sikap yang lebih berkenan terhadap perubahan, sikap yang lebih berkenan
terhadap pendidikan, intelegensi, partisipasi sosial, kosmopolitalisme, kontak dengan agen perubahan, keterbukaan dengan media massa, pencarian informasi
yang lebih aktif, pengetahuan tentang inovasi, dan pendapat tentang kepemimpinan. Variabel ini telah diteliti diberbagai wilayah pertanian yang
berbeda, baik negara industri maupun negara yang sedang berkembang, yaitu pada pendidikan, kesehatan dan perilaku konsumen. Hasil penelitian yang mencolok
ditemukan hampir disemua bidang Van Den Ban dan Hawkins, 1999 : 126-127. Latar belakang sosial ekonomi dan budaya ataupun politik sangat
mempengaruhi cepat lambatnya suatu inovasi, sebagai berikut: umur, tingkat pendidikan, keberanian mengambil resiko, pola hubungan masyarakat dengan
dunia luar dan sikap petani dengan perubahan Mosher, 1987 : 45. Tingkat pendidikan petani sering disebut sebagai faktor rendahnya tingkat
produktivitas usahatani. Tingkat pendidikan yang rendah maka petani akan lambat mengadopsi inovasi baru dan mempertahankan kebiasaan-kebiasaan lama,
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
sedangkan seseorang yang berpendidikan tinggi tergolong lebih cepat dalam
mengadopsi inovasi baru Soekartawi, 2002 : 26.
Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau memihak pada objek tersebut
Azwar, 1995 : 5. Pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan,
kecakapan dan sikap mental petani itu sendiri. Dalam hal ini pada umumnya karena tingkat kesejahteraan hidupnya dan keadaan lingkungan dimana mereka
tinggal dapat dikatakan masih menyedihkan. Sehingga menyebabkan pengetahuan dan kecakapannya tetap berada dalam tingkatan rendah dan keadaan seperti ini
tentu akan menekan sikap mentalnya Kartasapoetra, 1991. Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan
kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani, umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja bilamana
dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal Hasyim, 2006.
Petani yang berusia lanjut berumur sekitar 50 tahun biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat
mengubah cara berpikir, cara bekerja, dan cara hidupnya. Mereka ini bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru Kartasapoetra, 1991 : 55.
Pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh dalam merima inovasi dari luar. Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah menerapkan
inovasi dari dari pada petani pemula atau baru. Petani yang sudah lama
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
berusahatani akan lebih mudah menerapkan anjuran penyuluhan demikian pula dengan penerapan teknologi Soekartawi, 1999.
Lamanya berusahatani untuk setiap orang berbeda-beda, oleh karena itu lamanya berusahatani dapat dijadikan bahan pertimbangan agar tidak melakukan
kesalahan yang sama sehingga dapat melakukan hal-hal yang baik untuk waktu- waktu berikutnya Hasyim, 2006.
Luas lahan akan mempengaruhi skala usaha. Makin luas lahan yang dipakai petani dalam usaha pertaniannya, maka lahan semakin tidak efisien. Hal
ini disebabkan pada pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang mengarah pada segi efisisen akan berkurang.
Sebaliknya pada lahan yang sempit upaya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, sehingga usaha pertanian seperti ini lebih efisien.
Meskipun demikian lahan yang terlalu kecil cenderung mengahasilkan usaha yang tidak efisien pula Soekartawi, 1999 : 23.
Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya.
Banyaknya jumlah tanggungan keluarga akan mendorong untuk melakukan banyak aktivitas terutama dalam mencari dan menambah pendapatan keluarganya
Hasyim, 2006.
2.3. Kerangka Pemikiran