14
BAB II LANDASAN TEORITIS, KERANGKA KONSEPTUAL,
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. LANDASAN TEORETIS 1. Puisi
a. Pengertian Puisi
Puisi merupakan ekspresi pengalaman batin atau jiwa seseorang mengenai kehidupan manusia, alam, dan Tuhan melalui media bahasa yang estetis yang
secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya dalam bentuk teks. Di balik kata- katanya yang ekonomis, padat, dan padu tersebut, puisi berisi potret atau
gambaran kehidupan manusia. Kamus Besar Bahasa Indonesia 2003 : 903 menyatakan puisi adalah:
1 ragam sastra yang terikat oleh rima, mantra, irama, serta penyusunan
larik dan bait, 2
gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan
membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus, dan
3 sajak.
Waluyo 1995:25 mengatakan, “Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun
dengan mengkonsentrasikan
semua kekuatan
bahasa, yakni
dengan mengkonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya.”
Berdasarkan paparan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa puisi adalah karya sastra yang merupakan ekspresi atau ungkapan perasaan
seseorang mengenai kehidupan yang dituangkan dan disusun dengan memanfaatkan segala kekuatan atau daya bahasa secara kreatif dan imajinatif.
15
b. Ciri-ciri Puisi
Seperti karya sastra lainnya, puisi juga mempunyai ciri-ciri sebagai penanda atau pengenal yang membedakannya dengan karya sastra lain. Ada
beberapa pendapat ahli yang mengemukakan ciri-ciri puisi. Menurut Waluyo 1995:25 adalah sebagai berikut:
1 dalam puisi terjadi pemadatan segala unsur kekuatan bahasa, 2 dalam penyusunannya, unsur-unsur bahasa itu dirapikan, diatur dengan sebaik-
baiknya dengan memperhatikan irama dan bunyi, 3 puisi adalah ungkapan pikiran dan perasaan penyair berdasarkan pengalaman
jiwa yang bersifat imajinatif, 4 bahasa yang dipergunakan bersifat konotatif. Hal ini ditandai dengan kata
konkret yang bersifat figuratif, dan 5 bentuk fisik dan bentuk batin puisi yang merupakan unsur kesatuan yang padu.
Selain pendapat di atas, Atmazaki 1993:8 juga memberikan penjelasan mengenai ciri-ciri puisi.
1 Unsur formal puisi adalah bahasa yang tersusun dalam baris dan bait, sedangkan unsur nonformalnya adalah irama. Secara formal, puisi tersusun
dalam baris-baris yang membentuk bait-bait. Akan tetapi, ada puisi yang tidak memperlihatkan ciri formal itu. Untuk yang terakhir, kehadirannya
sebagai puisi ditentukan oleh irama yang ditemukan dalam pembacaannya. Misalnya, puisi sebelum angkatan Chairil Anwar hampir rata-rata
mementingkan unsur formal puisi baris dan bait seperti puisi tradisional yaitu pantun, syair, dan lainnya baru dapat disebut sebagaimana namanya bila
telah memenuhi syarat-syarat meliputi sejumlah baris, kata, suku kata, irama,
16 dan lain-lain. Keadaan sedikit berbeda dengan puisi-puisi di masa Pujangga
Baru. Puisi-puisi Amir Hamzah dan seangkatannya tidak lagi terikat oleh jumlah-jumlah tersebut, walaupun tetap terikat oleh baris dan bait. Perubahan
terjadi sejak Chairil Anwar. Sekalipun masih terikat oleh baris dan bait, tetapi tidak terikat oleh jumlah katanya, suku kata dan persamaan-persamaan bunyi
sebagaimana terdapat pada bentuk-bentuk puisi terdahulu. 2 Berbeda dengan karya sastra bentuk prosa, puisi tidaklah merupakan suatu
deretan peristiwa; tidak bercerita dan tentunya tidak mengutamakan plot. Puisi, pertama-tama adalah sebuah monolog. Sebagai monolog, kekuatan
sebuah puisi terletak pada kekuatan ekspresinya. Daya ekspresi puisi tidak terletak pada banyak atau sedikitnya kata yang digunakan. Daya ekspresi puisi
terletak pada pilihan kata dan pemanipulasian kata-kata tersebut sehingga mampu mengkonkretkan imaji-imaji yang memenuhi intuisi seorang penyair.
3 Keterikatan sebuah kata dalam puisi lebih cenderung pada struktur ritmik sebuah baris dari pada struktur sintaktik sebuah kalimat seperti dalam prosa.
Oleh sebab itu, unsur dasar sebuah puisi bukanlah kalimat-kalimat, melainkan baris, terutama untuk puisi yang mengutamakan unsur formal; tidak pula kata,
melainkan irama yang muncul manakala puisi dibacakan, terutama untuk puisi yang tidak mengutamakan unsur formal. Walaupun kata-kata terikat pada
baris, namun tidak berarti bahwa kata-kata dalam puisi tidak dapat dikembalikan kepada struktur kalimat. Hanya saja, peranan baris lebih
menentukan dibandingkan peranan kalimat. Konsekuensi logis dari struktur yang demikian adalah bahwa bahasa puisi dapat saja tidak mengikuti struktur
logis kalimat. Penyimpangan dari struktur itu mungkin disebabkan oleh
17 kepentingan irama, penekanan sebuah kata, atau karena ingin memunculkan
efek dan kesan tertentu kepada pembacanya. Sebenarnya, hal demikianlah yang memberikan peluang untuk menciptakan puisi-puisi modern yang
inovatif juga kreatif. 4 Bahasa dalam sajak cenderung pada makna konotatif. Ini adalah ciri yang
dominan dalam puisi. Hampir tidak ada puisi yang tidak memanfaatkan konotasi bahasa. Ketidaklangsungan pengucapan adalah darah daging dari
sebuah sajak. Ketidaklangsungan itu, kata Riffeterre dalam Atmazaki 1993:12 disebabkan oleh pergantian arti, penyimpangan arti, penciptaan arti
atau „
disiplacing, distorting,
dan
creating of meani
ng’ . Pergantian arti dapat berbentuk majas atau bahasa kias, penyimpangan arti terjadi pada ambiguitas,
dan penciptaan arti terjadi pada pemanfaatan tipologi tertentu. Sebenarnya, ketiga unsur itu yang menyebabkan puisi lebih padat dan memusat. Karena
memang puisi adalah jenis karya sastra yang segala-galanya dipusatkan dan dipadatkan konsentrasi dan intensifikasi.
5 Pada akhirnya, yang tidak kalah pentingnya dalam menentukan bahwa sebuah karya sastra disebut puisi adalah karena pembaca membacanya sebagai sebuah
puisi. Di sinilah peran pembaca. Setiap pembaca memiliki kesiapan dan harapan terhadap setiap jenis teks yang dibacanya agar teks itu memberikan
sesuatu sebagaimana yang diharapkannya. Apabila seseorang membaca sebuah teks, dan sewaktu membaca ia mempersiapkan mental dengan harapannya
untuk menerima teks itu sebagaimana dipunyai sebuah puisi, maka teks itu adalah puisi. Sebab caranya membaca adalah pertanda bahwa ia mengharapkan
agar teks itu memberikan daya saran sebagaimana dipunyai puisi.
18
c. Unsur-unsur Puisi