30
BAB II PSIKOLOGI PENGARANG
Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari materi dalam bab ini, mahasiswa
diharapkan mampu menjelaskan pengertian dan ruang lingkup psikologi pengarang, hubungan antara psikologi pengarang
dengan pendekatan ekspresif, dan contoh kajian psikologi pengarang.
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi Pengarang
Psikologi pengarang merupakan salah satu wilayah psikologi kesenian yang membahas aspek kejiwaan pengarang
sebagai suatu tipe maupun sebagai seorang pribadi Wellek Warren, 1990:90. Dalam kajian ini yang menjadi fokus adalah
aspek kejiwaan pengarang yang memiliki hubungan dengan proses lahirnya karya sastra.
Seperti dikemukakan oleh Hardjana 1984:62 kajian yang berhubungan dengan “keadaan jiwa” sebagai sumber pen-
ciptaan puisi yang baik telah dikemukakan oleh Wordsworth, seorang penyair romantik Inggris pada awal abad sembilan
belas. Wordsworth mengatakan sebagai berikut.
Penyair adalah manusia yang bicara pada manusia lain. Manusia yang benar-benar memiliki rasa
tanggap yang lebih peka, kegairahan dan kelembutan jiwa yang lebih besar. Manusia yang memiliki
pengetahuan yang lebih mendalam tentang kodrat manusia dan memiliki jiwa yang lebih tajam dari pada
manusia-manusia lainnya.
Wordsworth menjelaskan bahwa “keadaan jiwa” dengan psikologi khususnya, akan melahirkan pengungkapan
31
bahasa puisi yang khusus pula. Pendirian Wordsworth mengenai proses penciptaan puisi yang dikatakannya sebagai
pengungkapan alamiah dari perasaan-perasaan yang meluap- luap, dari getaran hati yang berkembang dalam kesyahduan,
juga menunjukkan adanya hubungan antara aspek psikologi dalam proses penciptaan puisi Hardjana, 1984:62.
Pengakuan penyair Subagio Sastrowardoyo mengenai proses kreatifnya, yang semula disampaikan kepada H.B. Jassin
berikut ini, juga mendukung adanya hubungan yang tak terpisahkan antara psikologi dengan penciptaan karya sastra.
Saudara Jassin, Sajak-sajak adalah suara dari bawah sadar. Aku
tidak mau bilang tentang suara-suara yang timbul dari roh, untuk menghindarkan kesan yang mengandung
pretense. Dalam hal ini aku lebih baik mempergunakan istilah teknis psikologis: bawah sadar. Kecuali itu, meski
sesungguhnya soal bawah sadar sama irasionalnya dengan soal roh, tetapi orang akan lebih lekas percaya
dan menerima pengertian bawah sadar daripada roh, yang sudah terlanjur mengingatkan orang kepada
kemenyan dan takhayul.
Apa yang muncul dari bawah sadar mungkin sesuatu
yang memalukan
diri, seolah-olah
menyebabkan kita berdiri telanjang bulat di muka umum; mungkin pula bayangan angan-angan yang
pelik hanya sekali saja menampakkann diri di depan mata hati kita. Pada saat-saat yang sepintas-sepintas itu,
kita berada di dalam kesadaran yang paling cerah yang mengungkapkan diri dan situasi kita sampai kepada inti
hakikatnya.
Sajak-sajak yang terkumpul dalam Simphoni bagiku adalah hasil pergulatan untuk merebut kilatan-
kilatan kesadaran itu sebelum tenggelam lagi ke dalamketakdasaran yang dungu. Bagiku, tujuan pada
32
hidup dan kerja sastra itu harus memuncak kea rah kesadaran itu, kesadaran yang sepenuhnya. Volle bewus-
twording itu harus menjadi akhir segala kerja ilmu, seni,
dan laku hidup. Subagio Sastrowardoyo. “Catatan tentang Simphoni,
dalam Pamusuk Eneste, 2009:27-28
Keadaan jiwa yang khas sebagai pendorong kreativitas menulis juga diakui oleh penyair Sitor
Situmorang “Usaha Rekonstruksi yang Dirundung Ragu Proses Sajak” dalam Eneste, 2009:43 yang antara
lain mengatakan:
Periode 1950-1960, lagi-lagi menurut skema pribadi, saya jalani sebagai periode jatuhnya kata putus
tentang karir. Sepulang dari bertualang di Eropa, di penghujung tahun 1953, berumur 29 tahun, saya menja-
lani sejenis krisis perasaan dan krisis intelektual. Krisis emosional menyangkut antara lain soal cinta,
percintaan,
dan sebangsanya.
Krisis intelektual
menyangkut identitas sosial di negeri sendiri…. Dalam tempo beberapa hari, tidak sampai
seminggu, saya menulis dan menulis sajak-sajak, hari demi hari, menempuk menjadi belasan dan lebih
banyak lagi, sebagaimana kemudian terkumpul dalam Surat Kertas Hijau.
Semuanya selesai seperti dalam satu tarikan nafas panjang kerja saya, yang memisahkan diri
dan terpisah dari rutinitas sehari-hari. Berdasarkan pengakuan Subagio Sastrowardoyo dan Sitor
Situmorang tersebut tampak bahwa karya-karya sastra puisi lahir dari seorang penyair yang sedang berada dalam kondisi
kejiwaan tertentu. Artinya, pemahaman seorang peneliti
33
terhadap aspek psikologi pengarang dalam konteks ini perlu dilakukan. Informasi tentang aspek psikologi pengarang, dapat
diperoleh bukan hanya dari yang bersangkutan secara langsung, melalui wawancara, ngobrol, maupun tulisan atau
buku hariannya, tetapi seorang peneliti juga dapat secara langsung bergaul sendiri dan mengamati apa yang terjadi dan
dialami oleh seorang pengarang. Namun, hal ini tentu saja hanya dapat dilakukan apabila pengarang masih hidup dan
sezaman dengan peneliti. Informasi tentang aspek kejiwaan pengarang juga dapat diperoleh dari orang-orang terdekat
pengarang, keluarga maupun sahabat-sahabatnya. Berdasarkan pengertian,
pendapat dan
pengakuan proses
kreatif Wordsworth dan Subagio Sastrowardoyo dan Sitor Situmorang,
maka dapat dikemukakan bahwa wilayah kajian psikologi pengarang antara lain adalah aspek kejiwaan pengarang yang
berhubungan dengan penciptaan karya sastranya, pengalaman individual dan lingkungan pengarang, dan tujuan khusus yang
mendorong penciptaan karya sastra.
B. Hubungan