3. Dampak Positif dan Negatif Keberadaan PKL.
Keberadaan suatu pedagang kaki lima selain memberikan kontribusi yang besar dalam penyedia lapangan kerja di sektor formal,
ternyata keberadaan PKL juga memberikan dampak positif dan negatif. Menuurt Aditya Perkasa dalam sebuah catatannya memaparkan dampak
positif dan negatif keberadaan PKL. Dampak positif :
1. PKL menjadi katup pengaman bagi masyarakat perekonomian yang
lemah baik sebagai profesi maupun bagi konsumen untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama akibat krisis ekonomi.
2. PKL menyediakan kebutuhan barang dan jasa yang relative murah
bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah kebawah. 3.
Jumlah yang besar, ragam bentuk usaha dan keunikan merupakan potensi yang besar untuk menghias wajah kota, apabila ditata dan
diatur dengan baik. 4.
PKL tidak dapat dipisahkan dari unsur budaya dan eksistensinya tidak dapat dihapuskan.
5. PKL menyimpan potensi pariwisata yang cukup besar.
Dampak negatif : 1.
Media dagang yang tidak estetis dan tidak tertata dengan baik menimbulkan kesan semrawut dan kumuh, akibatnya menurunkan
kualitas visual kota. 2.
Tempat atau lokasi berdagangnya PKL yang memakai fasilitas umum, contohnya trotoar, taman penghijauan, dan lain-lain.
3. Menggeser fungsi ruang public.
4. Menganggu kegiatan ekonomi pedagang formal karena lokasinya
yang cenderung memotong jalur pengunjung seperti pinggir jalan dan di depan toko.
4. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi PKL
Menurut Firdausy dalam Alisjahbana 2004:220-221 bahwa permasalahan yang dihadapi sektor informal PKL dapat dikelompokkan
dalam 4 empat aspek yaitu : 1.
Aspek Ekonomi PKL merupakan kegiatan usaha ekonomi berskala kecil micro-
scale bermodal relative kecil, mudah dimasuki oleh pengusaha baru,
input tenaga kerja tidak memerlukan syarat-syarat khusus, pasar tidak teratur, baik dalam arti konsumen, maupun lokasi usahanya,
kegiatan usaha dikelola oleh satu orang. Jenis komoditi yang diperdagangkan cenderung komoditi yang cepat terjual, tidak tahan
lama dan kebanyakan adalah jenis makanan dan minuman. 2.
Aspek Sosial dan Budaya Kegiatan usaha para migran dengan usaha produktif antara lain
24 sampai 34 tahun, jumlah anggota keluarga yang relative besar rata-rata 4 orang anggota keluarga, dan jumlah jam kerja cenderung
tidak menentu. Lokasi pemukiman dari rumah tangga PKL ini umumnya didaerah yang kumuh di perkotaan. Mereka sebagian besar
hidup dengan menyewa rumah bersama kerabat sekampungnya yang biasanya berusaha dalam kegiatan PKL sejenis.
3. Aspek Lingkungan
Kegiatan usaha yang menganggu ketertiban dan kaelancaran lalu litas kota, keindahan dan kebersihan kota, serta kenyamanan dan
keamanan lingkungan. 4.
Aspek Pendidikan Merupakan aspek yang paling menentukan bagi keberhasilan sector
informal PKL. Dimana dengan tingkat pendidikan yang rendah, akan lebih sulit diberi pengertian tentang kebijakan tata kota.
Permasalahan yang ditimbulkan oleh PKL ini tidak semata-mata terjadi akibat dari kebiasaan PKL saja., Tetapi juga akibat dari
permasalahan penataan dan keterbatasan yang dihadapi PKL serta kebijakan yang tidak terlaksana dengan baik.
2.2.3. Sektor Informal
Menurut Kartono dalam Ali Achsan 2008:41, selain konflik tanah, penggusuran, dan permukiman kumuh, salah satu persoalan serius
yang dihadapi berbagai kota besar dewasa ini adalah keberadaan sector informal, khususnya pedagang kaki lima.
Menurut Evens Korff, definisi pedagang kaki lima adalah bagian dan sector informal kota yang mengembangkan aktivitas produksi barang
dan jasa diluar control pemerintah dan tidak terdaftar. Diberbagai kota besar, keberadaan pedagang kaki lima bukan hanya berfungsi sebagai
penyangga kelebihan tenaga kerja yang tidak terserap di sector formal, tetapi juga memiliki peran yang besar yang menggairahkan dan
meningkatkan kegiatan perekonomian masyarakat perkotaan. Sebagai bagian dari system ekonomi rakyat jelata lumpen proletariat economical
system, daya serap sector informal yang involutif bukan saja terbukti
mampu menjadi sektor penyangga buffer zone yang sangat lentur dan terbuka, tetapi juga memiliki kaitan erat dengan jalur distribusi barang dan
jasa di tingkat bawah dan bahkan menjadi ujung tombak pemasaran yang potensial.
Rata-rata pedagang kaki lima menggunakan sarana atau perlengkapan yang mudah dibongkar pasang atau dipindahkan, dan sering
kali menggunakan lahan fasilitas umum sebagai tempat usahanya. Beberapa karakteristik khas pedagang kaki lima yang perlu dikenali adalah
sebagai berikut : Pertama, pola persebaran pedagang kaki lima umumnya mendekati pusat keramaian dan tanpa izin menduduki zona-zona yang
semestinya menjadi milik public depriving public space. Kedua, para pedagang kaki lima umumnya memiliki daya resistensi social yang sangat
lentur terhadap berbagai tekanan dan kegiatan penerbitan. Ketiga, sebagai sebuah kegiatan usaha, pedagang kaki lima umumnya memiliki
mekanisme involutif penyerapan tenaga kerja yang sangar longgar. Keempat,
sebagian besar pedagang kaki lima adalah kaum migrant, dan proses adaptasi serta eksistensi mereka di dukung oleh bentuk-bentuk
hubungan patronase yang didasarkan pada ikatan factor keasaman yang
didasarkan pada ikatan factor kesamaan daerah asal locality sentiment. Kelima,
para pedagang kaki lima rata-rata tidak memiliki keterampilan dan keahlian alternative untuk mengembangkan kegiatan usaha baru luar
sector informal kota. Adapun pengertian pedagang kaki lima sebagai bagian dari sector
informal dapat dijelaskan melalui cirri-ciri secara umum yang dikemukakan oleh Kartono, dkk, sebagai berikut :
a. Merupakan pedagang yang kadang-kadang juga sekaligus berarti
produsen. b.
Ada yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat yang satu ke tempat yang lain menggunakan pikulan, kereta
dorong, tempat atau stan yang tidak permanent serta bongkar pasang. c.
Menjajakan bahan makanan, minuman, barang konsumsi lainnya yang tahan lama secara eceran.
d. Umumnya bermodal kecil, kadang hanya merupakan alat bagi
pemilik modal dengan dengan mendapatkan sekedar komisi sebagai imbalan atau jerih payahnya.
e. Kualitas barang yang diperdagangkan relative rendah dan biasanya
tidak berstandar. f.
Volume peredaran uang tidak seberapa besar, para pembeli umumnya merupakan pembeli yang berdaya beli renah.
g. Usaha skala kecil bias berupa family enterprise, dimana ibu dan anak-
anak turut membantu dalam usaha tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
h. Tawar menawar antara penjual dan pembeli merupakan relasi cirri
yang khas pada usaha perdagangan kaki lima. i.
Dalam melaksanakan pekerjaan ada yang secara penuh, sebagian lagi melaksanakan setelah kerja atau pada waktu senggang dan ada pula
yang melaksanakan secara musiman. j.
Barang yang dijual biasanya merupakan convenience goods jarang sekali speciality goods.
k. Dan seringkali berada dalam suasana psikologis tidak tenang, diliputi
perasaan takut kalau tiba-tiba kegiatan mereka dihentikan oleh Tim Penertiban Umum TEBUM dan Satpol PP sebagai aparat
pemerintah daerah.
2.2.4. Peran Sektor Informal
Peran sektor informal pedagang kaki lima dimaksud mendudukkan peran paa posisi konseptual yang mapan atau dengan kata lain sebagai
sebuah entitas akademik, dimana dalam dimensi dan waktu bekerja atasnya, sedangkan apa dan bagaimananya entitas tersebut bergeser atau
berubah merupakan kajian perubahan. Menurut Merton banyak pakar yang menyatakan bahwa peran merupakan paket hak yang diterima secara sosial
dan kewajiban yang memiliki eksistensi obyektif, terpisah dari perilaku kerja, dan pengharapan yang tidak berperan.
Namun ada sebagian lagi yang mengungkapkannya bahwa peran harus dikonseptualisasikan sebagai gaya adopsi individual yang sangat
khusus terhadap orang yang memiliki posisi, sehingga lebih mengikat pada kerja individu dari pada harapan kolektif. Dalam hal tersebut peran
diartikan sebagai paket hak dan kewajiban yang telah banyak diketahui yang menentukan apa yang diharapkan seseorang yang memiliki posisi
dalam suatu hubungan sosial. Peran juga merupakan pola tingkah laku yang dihubungkan dengan
kedudukan seseorang pelaku atau aktor. Lebih jelas lagi peran ialah sebagian yang dimainkan seseorang pelaku sebagai akibat dari jabatan dan
statusnya dalam kehidupan sehingga peran dapat dikatakan merupakan aspek dinamis dari kedudukan status seseorang. Peran merupakan
implementasi dari kedudukan seseorang maka setiap orang dapat memainkan lebih dari satu peran akibat dari jabatan yang dimiliki, tetapi
beberapa peran tidak dapat digantikan orang yang satu oleh orang yang lain.
Berdasarkan pengertian peran tersebut di muka meskipun peran lebih diletakkan dalam keadaan yang given by society diletakkan oleh
sistem sosialnya dan seolah menafikan atau meniadakan pilihan bebas individu atau pelaku yang pandangan ini khas strukturalis setidaknya dapat
dikatakan bahwa konsep peran pedagang kaki lima merupakan hal keadaan yang dihubungkan dengan status sekaligus pilihan-pilihan yang mungkin
diambil pedagang kaki lima perkotaan. Termasuk apa yang dapat
dilakukan dan tidak dapat dilakukan atau dengan kata lain perilaku pedagang kaki lima sebagai individu yang otonom sekaligus bagian dari
masyarakat modern perkotaan. Berdasarkan uraian tersebut maka peran pedagang kaki lima
perkotaan paling tidak dapat dipisahkan dalam peran ekonomi dan peran sosial yang lebih umum. Mengenai peran ekonomi dimaksudkan selain
dapat meningkatkan pendapatan para pelaku pedagang kaki lima. Juga dapat berperan dalam struktur makro ekonomi seperti distribusi
pendapatan perkapita serta pemasukan perekonomian negara. Peran sosial pedagang kaki lima dapat dilihat dari peran sosial budaya dan sosial
politik melalui perubahan perilaku dan gaya hidup yang pinggiran atau marjinal yang penuh kepekaan perasaan dan guyub ke tengahan atau kota
yang rasional dan patembayan. Perubahan peran pedagang kaki lima perkotaan terjadi karena
perubahan kegiatan atau aktivitas dari yang rutin menjadi kurang rutin yang mengarah pada “profesionalisme” sejalan dengan keberadaan dan
keterlibatan mereka dalam perkembangan masyarakat yang semakin kompleks, rumit dan beragam. Pedagang kaki lima berangsur angsur
mendefinisikan ulang peran secara cerdas dan kreatif agar lebih dapat menyesuaikan diri terhadap kebutuhan orang lain pada masyarakat modern
perkotaan. Tuntutan pedagang kaki lima dalam kehidupan masyarakat modern
perkotaan menjadi semakin kompleks bukan hanya sekedar untuk bertahan
hidup yang selalu diliputi ketakutan oleh terancamnya kegiatan usaha oleh penerbitan Tim Ketertiban Kota dari Satpol PP, tetapi juga pada
pengembangan aktivitas usaha dan keberadaan mereka pada struktur masyarakat perkotaan.
Dengan kata lain perubahan peran pedagang kaki lima perkotaan dapat diamati melalui perubahan peran sosial ekonomi dan perubahan
peran sosial budaya dan politik, baik karena upaya kreatif dari dalam faktor dalam maupun karena respon atas perkembangan yang
berlangsung faktor luar.
2.2.5. Pembinaan PKL
Menurut Perda No. 17 tahun 2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL di kota Surabaya.
Pembinaan adalah untuk memberikan kepastian usaha, perlindungan serta pengembangan usaha pedagang kaki lima yang tertib,
teratur, aman, serasi, selaras dan seimbang dengan lingkungannya. Alisjahbana 2004:241 pembinaan yang harus dilakukan
pemerintah terhadap Pedagang Kaki Lima antara lain : a.
Pembinaan Ketrampilan Dalam hal ini pemerintah melalui bagian terkait melakukan
pembinaan PKL baik itu dalam ketrampilan membuat produk misalnya bagaimana agar merasakan menjadi lebih lezat, menarik
atau yang lain b.
Pembinaan Kelembagaan
Pembinaan kelembagaan dimaksudkan agar PKL mempunyai suatu wadah untuk menampung segala kegiatannya, sehingga kegiatan
PKL lebih ringan dan lancar. Dalam hal ini pemerintah memotivasi agar PKL membentuk suatu badan yang mampu menampung
aspirasi dan kegiatan PKL misalnya, Paguyuban, Koperasi. c.
Pembinaan Permodalan Pembinaan permodalan dimaksudkan untuk membantu PKL dalam
mendapatkan tempat usaha dan mengembangkan usahanya. Pembinaan PKL di Surabaya dilakukan berdasar Perda Kota
Surabaya No. 17 tahun 2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan pedagang kaki lima dari kota Surabaya.
a. Bahwa dalam upaya mengembangkan usaha dan pertumbuhan
lapangan kerja bagi pedagang kaki lima, serta upaya mencegah dan sekurang-kurangnya memperkecil permasalahan ketertiban umum dan
gangguan lalu lintas yang diakibatkan pedagang kaki lima yang menempati ruang publik, lahan prasarana kota dan fasilitas umum
lainnya, perlu dilakukan penataan, pemberdayaan dan pengembangan bagi pedagang kaki lima secara terpadu;
b. Bahwa penataan lokasiruang dan pemberdayaan bagi pedagang kaki
lima harus mencerminkan pertumbuhan ekonomi kota dan dapat dikendalikan terutama pada aspek keindahan, ketertiban, kebersihan
lingkungan, kenyamanan, keselamatan dan keamanan serta kepastian berusaha bagi pedagang kaki lima;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan b, maka dalam
rangka pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 17 Tahun 2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima.
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori diatas, penelitian ini merupakan satu variabel yaitu pengaturan tempat usaha dan pembinaan Pedagang Kaki Lima di
sekitar lapangan karah kota Surabaya. Hal ini dapat dilihat pada susunan suatu model alur kerangka sebagai berikut :
Gambar 2
Kerangka Berpikir
Perda No. 17 tahun 2003 tentang penataan dan pemberdayaan
pedagang kaki lima
Dinas Koperasi UMKM Pemkot Surabaya
Pembinaan Pedagang Kaki Lima PKL
Pelatihan Bintek Produksi dan kesehatan
Tujuan : -
Peningkatan kualitas pedagang kaki lima PKL yang bersih
dan sehat dalam penyajian makanannya.
- Peningkatan kualitas kesadaran
pedagang kaki lima PKL dalam menjaga mutu
dagangannya.
Sumber : Perda No. 17 tahun 2003 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif, yang mencoba menggambarkan secara mendalam suatu obyek
penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan maksud ingin
memperoleh gambaran yang komperehensif dan mendalam tentang penataan PKL di sekitar Lapangan Karah Kota Surabaya. Secara teoritis, menurut
Bagdan dan Taylor dalam Moelong 2002 : 3 penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Sedangkan definisi lain penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miler
dalam Moleong, 2007 : 4 adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada kawasannya sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang tersebut, dalam bahasanya dan dalam peristilahannya
Sedangkan menurut Denzin dan Loncoln dalam Moleong 2007:5 penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan
maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.
34
Menurut Richie dalam Moleong 2007:6 penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia social dan perspektifnya didalam dunia dari
segi konsep, perilaku, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Dari kajian tentang definisi-definisi tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud menggambarkan dan memahami fenomena tentang apa yang dialami subyek
penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara-cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode ilmiah.
3.2.Fokus Penelitian
Fokus penelitian pada dasarnya adalah masalah. Masalah dalam hal ini adalah keadaan yang membingungkan akibat adanya dua faktor atau lebih
faktor Moleong, 2007 : 386. Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif merupakan batas yang harus dilalui oleh seorang penulis dalam melaksanakan
penelitian, dengan merumuskan masalah sebagai fokus penelitian untuk mencari pemecahannya.
Dalam penelitian kualitatif digunakan variabel mandiri tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian adalah pengaturan tempat usaha dan pembinaan PKL di Lapangan Karah Kota Surabaya.
Pola pembinaan Dinas Koperasi UMKM terhadap PKL di Lapangan Karah Kota Surabaya dan tidak ada satu pun yang dapat di lakukan tanpa
adanya fokus, adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah : Pembinaan yang dilakukan Dinas Koperasi UMKM Surabaya adalah :
A. Pelatihan Bintek Produksi dan Kesehatan yang terdiri dari :
1. Terdapat akses pencucian peralatan yang memadai.
2. Tidak terdapat lalat atau hewan pengganggu lainnya.
3. Tersedia pembuangan limbah yang tertutup, mengalir lancar dan tidak
berbau. 4.
Kontruksinya memudahkan untuk dibersihkan. 5.
Bahan makanan dalam kondisi segar, tidak busuk atau tidak rusak. 6.
Tidak mengandung bahan berbahaya seperti Borak dan Formalin. 7.
Bahan makanan kemasan tidak kadaluarsa.
3.3.Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti guna
memperoleh data yang akurat. Agar dapat memperoleh data yang akurat atau mendekati kebenaran yang sesuai dengan fokus penelitian yang menjadi
batasan masalah maka lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Dinas Koperasi dan UMKM Pemkot Surabaya. Untuk mengetahui
program pembinaan yang dilakukan oleh PKL
2. PKL Lapangan Karah Kota Surabaya. Untuk mengetahui hasil
pelaksanaan pembinaan. Lokasi yang dipilih adalah PKL di Lapangan Karah Kota Surabaya
karena PKL di Lapangan Karah Kota Surabaya sudah dibina langsung oleh Dinas Koperasi UMKM Kota Surabaya.
3.4.Sumber Data
Menurut Lofland dalam Moleong 2007:157, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah berasal dari informan yang berupa kata-kata
dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain Sumber data adalah tempat penelitian dapat menemukan data dan informasi
yang diperlukan berkenaan dengan penelitian ini yang diperlukan melalui informasi, peristiwa dan dokumen.
1. Informan kunci key informan dalam penelitian ini adalah Bapak
Markum SH, dimana pemilihannya secara purposive dan diseleksi didasarkan atas subjek yang meguasai permasalahan, memiliki data dan
didasarkan atas subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan data yang benar-benar relevan dan kompeten
dengan masalah penelitian yakni berupa keterangan, cerita atau kata-kata yang bermakna, sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk
membangun teori.selanjutnya dalam penelitian ini yang akan di ambil informan berasal dari:
1 Pegawai Dinas Koperasi UMKM Pemkot Surabaya
2 Pedagang Kaki Lima di Lapangan Karah Kota Surabaya.
2. Tempat dan Peristiwa yaitu dimana fenomena yang terjadi berkaitan
dengan fokus penelitian antara lain meliputi masalah-masalah penataan pedagang kaki lima Kota Surabaya, yakni tentang pembinaan tempat
usaha yang meliputi penetapan waktu berdagang, tempat usaha, jenis barang dagangan dan peralatan yang digunakan.
3. Dokumen sebagai sumber data yang lain yang sifatnya melengkapi data
utama yang relevan dengan masalah dan fokus penelitian antara lain ketentuan kebijakan yang dibuat berupa kesepakatan bersama yang
meliputi pembinaan tempat usaha yang meliputi penetapan waktu berdagang, tempat usaha, jenis barang dagangan dan peralatan yang
digunakan.
3.5.Teknik Pengumpulan Data
Data merupakan bagian terpenting dalam penelitian, karena hakekat dari peneliti adalah mencarai data yang nantinya diinterpertasikan dan
dianalisis dalam penelitian kebijakan pengumpulan data diperlukan suatu teknik untuk memudahkan dalam upaya – upaya mengumpulkan data di
lapangan. Dalam pengumpulan data, terdapat 3 tiga proses kegiatan yang
dilakukan dalam penelitian ini, yaitu : 1.
Interview wawancara
Pada teknik ini, peneliti mengadakan tatap muka dan berinteraksi tanya jawab langsung dengan pihak responden atau subjek untuk memperoleh
data. Wawancara dalam penelitian ini, khususnya pada taraf permulaan
biasanya tak terstruktur. Tujuannya ialah memperoleh keterangan yang terinci dan mendalam mengenai pandangan orang lain. Pada mulanya
belum dapat dipersiapkan sejumlah pertanyaan yang spesifik karena belum dapat diramalkan keterangan apa yang akan diberikan oleh
responden, belum diketahui dengan jelas ke arah mana pembicaraan akan berkembang, belum mengetahui apa fokus penelitiannya. Karena itu
wawancara tak berstruktur, artinya responden mendapat kebebasan dan kesempatan untuk mengeluarkan buah pikiran, pandangan dan
perasaannya tanpa diatur ketat oleh peneliti. Akan tetapi, setelah peneliti memperoleh sejumlah keterangan, peneliti dapat mengadakan wawancara
yang lebih berstruktur yang disusun berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh responden.
Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan informen yang berasal : a.
Dinas Koperasi UMKM Pemkot Surabaya b.
PKL di Lapangan Karah Kota Surabaya
2. Observasi
pengamatan
Peneliti mengadakan pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung atau dekat dengan obyek penelitian. Observasi dilakukan
terhadap keseharian responden yang ada kaitannya dengan obyek penelitian.
Dan observasi berupa deskriptif yang faktual, cermat dan terinci mengenai usaha pembinaan pedagang kaki lima di sekitar Lapangan
Karah Kota Surabaya. 3.
Dokumentasi Teknik dokumentasi dilakukan untuk mendapat data yang dilaksanakan
dengan cara mengumpulkan data dalam pembinaan PKL di Lapangan Karah Surabaya yang berhubungan dengan pembinaan PKL dalam
bentuk gambar atau foto.
3.6.Analisis Data
Menurut Sugiyono 2005 : 85, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara
catatan laporan, dan dokumen, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke
dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka setelah data terkumpul, proses
selanjutnya adalah menyederhanakan data yang diperoleh kedalam bentuk yang mudah dibaca, dipahami, dan diinterpretasikan yang ada hakekatnya
merupakan upaya mencari jawaban atas permasalahan yang ada sesuai dengan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Karena itulah data yang diperoleh
selanjutnya akan dianalisa secara kualitatif, artinya dari data yang ada dianalisa serinci mungkin dengan dengan jalan mengabstraksikan secara teliti
setiap informasi yang diperoleh di lapangan, sehingga diharapkan dapat diperoleh kesimpulan yang memadai.
Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal dan sepanjang proses berlangsung. Teknik analisa data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model analisa interaktif interactive model of analysis yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman 1993 : 15-21 sebagai
berikut :
1. Pengumpulan data
Hal ini dilakukan wawancara dengan pihak yang terkait antara lain pihak Satuan Polisi Pamong Praja Kec. Jambangan-Surabaya dan Dinas
koperasi UMKM Pemkot Surabaya, pihak paguyuban PKL Lapangan Karah Surabaya, para pengunjung atau konsumen dan warga setempat.
2. Reduksi data
Data yang diperoleh dari lokasi penelitian data lapangan dituangkan dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terperinci. Laporan lapangan
oleh peneliti reduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting kemudian dicari tema atau polanya melalui
penyuntingan, pemberian kode dan pentabelan. Reduksi data ini dilakukan terus menerus selama proses penelitian ini berlangsung.
3. Penyajian data
Penyajian data display data dimaksudkan agar memudahkan bagi peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian
tertentu dari penelitian. Dengan kata lain merupakan pengorganisasian data ke dalam bentuk tertentu sehingga kelihatan dengan sosoknya yang
lebih utuh. 4.
Penarikan Kesimpulan Verifikasi Verifikasi data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan secara terus
menerus sepanjang proses penelitian berlangsung. Sejak awal memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk
menganalisa dan mencari makna dari data yang dikumpulkan yaitu
dengan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul yang dituangkan dalam kesimpulan-kesimpulan tentative.
Proses analisis data secara interaktif dapat disajikan dalam bentuk skema sebagai berikut :
Gambar 3 Analisis Interaktif Menurut Miles dan Huberman
Sumber : Miles dan Huberman 1993 : 15-21 Pengumpulan Data
Penyajian Data Reduksi Data
Kesimpulan Verifikasi
3.7.Keabsahan Data
Dalam setiap penelitian memerlukan standar untuk melihat derajad kepercayaan atau kebenaran dari hasil penelitiannya. Dalam penelitian
kualitatif standar tersebut disebut dengan keabsahan data. Menurut Lincoln dan Guba dalam Moleong 2002 : 173-174 untuk menjamin keabsahan data
diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sifat kriteria yang digunakan yaitu sebagai berikut :
1. Derajat Kepercayaan Credibility
Pada dasarnya penerapan criteria derajda kepercayaan menggantikan konsep validitas dari non kualitatif. Kriteria ini berfungsi untuk
melakukan inguiri penyelidikan sedemikian rupa, sehingga tingkat
kepercayaan penemuannya dapat dicapai serta menunjukkan derajad kepercayaan hasil-hail penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti
pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah :
a. Memperpanjang Masa Observasi
Yaitu peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk kepentingan pengumpulan data tentang pengaturan tempat usaha dan pembinaan
pedagang kaki lima di sekitar Lapang Karah Kota Surabaya. Peneliti melakukan wawancara dengan informan dan peneliti
memperpanjang masa observasi karena ingin meyakinkan bahwa penelitian ini sudah mencapai tahap akhir yaitu keabsahan data, dan
dapat ditarik sebuah kesimpulan. b.
Membicarakan dengan orang lain peer debriefing. Sebagai usaha untuk berdiskusi dengan orang lain yang memiliki pengetahuan
tentang pokok penelitian dan metode penelitian yang diterapkan. c.
Melakukan Triangulasi Tujuan triangulasi adalah untuk memeriksa kebenaran data tertentu
dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain ada berbagai fase penelitian lapangan pada waktu yang berlainan
dan dalam penelitian ini metode tersebut digunakan untuk menguji data pada informan dengan dokumen yang ada.
d. Mengadakan member check, yaitu memeriksa ulang secara garis
besar setelah wawancara dengan informan penelitian.
2. Keteralihan Transferbility
Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima untuk melakukan pengalihan, tersebut
seorang peneliti mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dengan demikian peneliti bertanggung jawab untuk
menyediakan data deskriptif secukupnya. Data ini berupa catatan-catatan lapangan, peraturan-peraturan, petunjuk-petunjuk, laporan pelaksanaan
dari hasil wawancara dengan informan. Keteralihan data dilakukan dengan konfirmasi ulang kepada pihak Satuan Polisi Pamong Praja
Sidoarjo terhadap hasil penelitian yang kemudian disusun dalam bentuk skripsi.
3. Standar Ketergantungan Dependability
Dalam hal ini yang dilakukan adalah memeriksa antara lain proses penelitian dan taraf kebenaran data serta tafsiran. Untuk itu peneliti harus
menyediakan bahan-bahan sebagai berikut : a.
Data Primer, seperti catatan lapangan sewaktu observasi dan wawancara, dokumen, dan lain-lain yang disajikan dalam bentuk
laporan lapangan b.
Hasil analisis data, berupa rangkuman, konsep-konsep dan sebagainya
c. Hasil sistesis data, seperti tafsiran, kesimpulan, definisi, tema, pola
hubungan dengan literature dan laporan akhir
d. Catatan mengenai proses data yang digunakan yakni tentang
metodologi, desain, strategi, prosedur, rasional, usaha-usaha agar penelitian tercapai, serta upaya melakukan audit trail memeriksa
dan melacak suatu kebenaran. 4.
Kepastian Conformability Dalam upaya mewujudkan kepastian atas penelitian, maka peneliti
mendiskusikan dengan dosen pembimbing, setiap tahap penulisan penelitan maupun konsep yang dihasilkan dari lapangan. Dengan
demikian diperoleh masukan untuk menambah kepastian dari hasil penelitian, disamping untuk menguji, ini untuk memenuhi syarat
kepastian. Berdasarkan hal tersebut diatas, jelaslah bahwa data yang diperoleh di
lapangan tidak dibuktikan dengan angka-angka tetapi berisikan uraian-uraian sehingga menggambarkan hasil yang sesuai dengan data yang teranalisa
kemudian diinterpertasikan. Masalah yang dihadapi diuraikan dengan berpatokan pada teori-teori serta temuan yang diperoleh pada saat penelitian
tersebut, kemudian dicarikan kesimpulan dan seorang peneliti dapat membuat keputusan yang tepat tentang data yang dikumpulkan dan mana yang tidak
perlu dijamah atau mana yang akan dibuang.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
4.1.1. Sejarah Dinas Koperasi Dan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya
Sejak adanya Otonomi Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2001 maka nama Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah
Pemerintah Kota Surabaya berganti nama menjadi Dinas Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya sampai dengan tahun 2005, dan
pada tahun itu juga berganti nama lagi menjadi Dinas Koperasi dan Sektor Informal Pemerintah Kota Surabaya. Sampai pada akhirnya pada tanggal 20
Desember 2008 Dinas Koperasi dan Sektor Informal Pemerintah Kota Surabaya berubah nama lagi menjadi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah Pemerintah Kota Surabaya. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota
Surabaya dalam ruang geraknya harus tetap mengacu pada perkembangan ekonomi kerakyatan khususnya yang berkaitan dengan perkembangan
perkoperasian dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM yang keberadaannya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota
Surabaya. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota
Surabaya dipimpin oleh Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung
48
jawab langsung kepada Kepala Daerah, melalui Sekretaris Daerah Kota Surabaya. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya
terletak di Jalan Gayungsari No. 1 Surabaya. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota
Surabaya mempunyai tujuan sebagai berikut : 1.
meningkatkan kualitas kelembagaan dan usaha koperasi 2.
meningkatkan kualitas kelembagaan dan usaha mikro 3.
meningkatkan kualitas kelembagaan dan usaha Pedagang Kaki Lima PKL. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota
Surabaya mempunyai sasaran sebagai berikut : 1.
terwujudnya pembinaan kelembagaan dan usaha 1.130 koperasi 2.
terwujudnya pembinaan kelembagaan dan usaha 1.585 usaha mikro 3.
terwujudnya pembinaan kelembagaan dan usaha bagi 4.000 Pedagang Kaki Lima PKL.
4.1.2. Letak Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Letak Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya terletak dijalan Gayungsari No. 1Surabaya.
4.1.3. Visi dan Misi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya
Untuk melaksanakan kewengangan di bidang koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah UMKM, maka Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah Pemerintah Kota Surabaya menetapkan visi dan misi sebagai berikut :
A. Visi
“Mewujudkan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang berkualitas dan peduli” untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan tersebut di
atas Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya perlu menetapkan misi guna menentukan tujuan dan sasaran yang akan
dicapai, sehingga dapat diambil langkah kegiatan yang harus dilaksanakan.
B. Misi
1. mewujudkan Koperasi dengan berkualitas baik
2. mewujudkan Usaha Mikro yang terbina
3. mewujudkan Pedagang Kaki Lima PKL yang terbina
Dengan ditetapkannya visi dan misi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya tersebut diharapkan pelaksanaan
kewenangan di bidang koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah UMKM lebih terarah.
4.1.4. Tujuan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. 1.Meningkatkan dan memberdayakan masyarakat Koperasi dan UMKM serta
sektor informal. 2.Mengatasi dan mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan.
3.Meningkatkan kesejahteraan masyarakat masyarakat Koperasi, UMKM serta sektor informal.
4.1.5.Strategi Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
1. Meningkatan Sumber Daya Manusia Koperasi , Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta sektor informal PKL.
2. Pembinaan kelembagaan koperasi dan usaha koperasi. 3. Pembinaan UMKM dan penataan sektor informal PKL.
4 .Tersedianya Hardware dan Sofware serta jaringan internet.
4.1.6. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya
Berdasarkan peraturan Walikota Surabaya No. 68 Tahun 2005 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah Pemerintah Kota Surabaya mempunyai tugas yaitu melaksanakan kewenangan di bidang Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM
serta tugas pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya juga mempunyai
fungsi yaitu : 1.
perumusan kebijakan teknis di bidang Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM
2. pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum
3. pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas UPTD
4. pelaksanaan pengelolaan tata usaha
5. tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
4.1.7. Struktur Organisasi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya
Setiap departemen atau organisasi pastinya mempunyai struktur organisasi untuk setiap organisasi untuk menjalankan roda organisasi dan keberadaannya
sangat penting sekali, baik kelancaran maupun keefektifannya. Oleh karena itu struktur organisasi adalah suatu kerangka yang menunjukkan setiap tugas
seseorang di dalam suatu organisasi, sehingga jelas batas-batasnya, hubungannya, wewenang dan tanggung jawabnya dalam usaha untuk mencapai tujusn yang telah
ditentukan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 14 Tahun 2005 Tentang
Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya mempunyai struktur organisasi, yang dapat
dilihat pada gambar sebagai berikut :
Gambar 4 Struktur Organisasi Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Pemerintah Kota Surabaya
Kepala Dinas Drs. Hadi Mulyono, MM
Sekretariat Ir. Indati Kusuma Wardani, MT
Sub. Bag. Kepegawaian M. Syahroel Sulaiman, SH. MM
Sub. Bag Keuangan Drs. Endro Bintoro
Bid. Kelembagaan dan SDM Drs. Rudi Haryono, MM
Seksi Kelembagaan Koperasi Dahliana Lubis, SP
Seksi Pembinaan SDM Dra. Sunarsih, MM
Bidang Usaha Koperasi Drs. Sugeng Prijadi
Seksi Jasa dan Pemasaran
Drs. Sutardini Bid. Usaha Mikro Kecil
dan Menengah Drs. Moch. Djamal, MM
Seksi Kemitraan dan Permodalan
Drs. Kasban Seksi Usaha Mikro
Drs. Sapto Hadi, MM Seksi Usaha Kecil dan
Menengah Ratnawati, BA
UPTD
Sumber : Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Pemerintah Kota Surabaya 2009
4.1.8. Tugas Pokok dan Fungsi Pegawai Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil, dan Menengah Pemerintah Koya Surabaya.
1. Kepala Dinas
Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Daerah, melalui
Sekretaris Daerah Kota Surabaya.
Jabatan ini dipegang oleh Drs. Hadi Mulyono, MM
Kepala Dinas mempunyai tugas : 1.
Perumusan kebijakan teknis dibidang Koperasi dan Sektor Informal. 2.
Pemberian perijinan dan pelaksanaan pelayanan umum. 3.
Pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas UPTD. 4.
Pengelolaan ketatausahaan Dinas. 5.
Pelaksanaan Tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.
2. Sekretariat