Pembinaan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya Terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya.

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

Disusun Oleh : DONY RACHMAWAN

NPM : 0541010016

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


(2)

Di susun Oleh :

DONY RACHMAWAN NPM : 0541010016

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 10 November 2010

Pembimbing Tim Penguji : 1.

Dra. Ertien Rining N., M.Si

NIP. 196801161994032001 Drs. Pudjo Adi, M.Si NIP. 030 134 568

2.

Dra. Ertien Rining. N, M.Si NIP. 196801161994032001

3.

Dra. Sri Wibawani, M.Si NIP. 196704061994032001

Mengetahui, Dekan

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si.


(3)

memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini dengan judul“Pembinaan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya”.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kurikulum Program Studi Administrasi Negara, Fakultas iLmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Ertien Rining N., M.Si, sebagai dosen pembimbing. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan sehingga penyusunan skripsi ini diantaranya :

1. Ibu Dra.Ec.Hj. Suparwati, MSi, selaku Dekan Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak DR. Lukman Arif, MSi, selaku Ketua Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Dra. Diana Hertati, MSi, selaku sekretaris Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur.

i  


(4)

Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya.

6. Bapak Markum, S.sos, Selaku Staf Bidang Usaha Kecil dan Menengah di Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerinyah kota Surabaya.

7. Orang tua dan saudara-saudara saya yang selalu memberikan Doa dan memotivasi dalam mengerjakan Skripsi ini.

8. Buat COMPAX and GEPUK LOVER’S dan untuk sahabat dan teman-temanku yang tidak dapat kusebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Dan seluruh teman-teman Progdi ILMU ADMINISTRASI NEGARA 2005. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan dari para pembaca. Skripsi ini dapat memberikan manfaat dari penulis dan khususnya bagi para pembaca.

Sidoarjo, November 2010

Penulis

ii  


(5)

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan ... 6

1.4.Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1. Penelitian Terdahulu ... 8

2.2. Landasan Teori ... 12

2.2.1. Pengertian Pembinaan ... 12

2.2.2. Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 16

2.2.3. Sektor Informal ... 24

2.2.4. Peran Sektor Infromal ... 24

2.2.5. Pembinaan (PKL)... 30

2.3. Kerangka Berpikir ... 32

iii  


(6)

3.3. Lokasi Penelitian ... 36

3.4. Sumber Data ... 37

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.6. Analisa Data ... 41

3.7. Keabsahan Data ... 44

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1.Gambaran Umum Objek Penelitian ... 48

4.1.1. Sejarah Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya ... 48

4.1.2. Letak Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ... 49

4.1.3. Visi dan Misi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya ... 49

4.1.4. Tujuan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ... 50

4.1.5. Strategi Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah... 51

4.1.6. Tugas dan Fungsi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya ... 51

iv  


(7)

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota

Surabaya ... 54

4.1.9. Karakteristik Jumlah Pegawai ... 65

4.1.10.Tujuan, Sasaran dan Strategi Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya ... 68

4.1.11.Sarana dan Prasarana Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya ... 71

4.1.12.Gambaran Umum PKL Lapangan Karah Surabaya .... 73

4.2. Hasil Penelitian ... 76

4.2.1. Pembinaan Dinas Koperasi dan UMKM Terhadap PKL Lapangan Karah Kota Surabaya ... 76

4.3. Pembahasan ... 95

4.3.1. Pembinaan Bintek Produksi dan Kesehatan ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

5.1. Kesimpulan ... 108

5.1.1. Pembinaan ... 108

5.2. Saran ... 111 DAFTAR PUSTAKA

MATRIK LAMPIRAN

v  


(8)

Gambar 2. Kerangka Berpikir ... 33 Gambar 3. Analisis Interaktif Menurut Miles and Huberman ... 44 Gambar 4. Struktur Organisasi Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah Pemerintah Kota Surabaya ... 53 Gambar 5. Struktur Organisasi Paguyuban PKL Lapangan Karah

Surabaya ... 73 Gambar 6. Dinas Koperasi Melakukan Pembinaan Terhadap PKL

Lapangan Karah Surabaya ... 77 Gambar 7. Para Pedagang Mengikuti Pembinaan yang Dilakukan Dinas

Koperasi ... 78 Gambar 8. Akses Pencucian Peralatan di PKL Lapangan Karah ... 79 Gambar 9. Bahan Makanan Di Dalam Etalase ... 82 Gambar 10. Tempat Pembuangan Sampah PKL Lapangan Karah

Surabaya ... 84 Gambar 11. Konstruksi atau Tempat Dagang PKL Lapangan Karah

Surabaya ... 86 Gambar 12. Bahan Makanan Dalam Kondisi Segar ... 88 Gambar 13. Bahan Berbahaya Borak dan Formalin ... 90 Gambar 14. Makanan dan Minuman yang Belum Kadaluarsa PKL di

Lapangan Karah Surabaya ... 93

vi  


(9)

Tabel 4.2. Karakteristik Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan 66

Tabel 4.3. Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin ... 67

Tabel 4.4. Karakteristik Jumlah Pegawai Berdasarkan Umur ... 67

Tabel 4.5. Sasaran Dinas Dalam Pembinaan Tahun 2006-2009 ... 69

Tabel 4.6. Sarana dan Prasarana ... 72

Tabel 4.7. Jumlah Pedagang Kaki Lima di Lapangan Karah Surabaya ... 75

Tabel 4.8. Jumlah Jenis Usaha Pedagang Kaki Lima Lapangan Karah Surabaya ... 75

vii  


(10)

Lampiran 2. Pedoman Wawancara.

Lampiran 3. Daftar Hadir Rapat Bintek Produksi dan Kesehatan PKL Lapangan Karah Surabaya

Lampiran 4. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Bintek Produksi dan Kesehatan. Lampiran 5. Surat Perintah Dinas Koperasi UMKM Pemerintah Surabaya. Lampiran 6. Surat Undangan PKL Lapangan Karah Surabaya.

Lampiran 7. Matrik Data.

viii  


(11)

ix  

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini didasarkan pada fenomena dimana masih ditemukan adanya kendala mekanisme dalam pembinaan PKL Lapangan Karah Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan di PKL Lapangan Karah Surabaya, semakin banyaknya PKL Lapangan Karah Surabaya menimbulkan masalah yang mengganggu yaitu kemacetan sehingga Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya bekerja sama dengan Kecamatan Jambangan melakukan pembinaan untuk melakukan kesadaran PKL dalam menjaga lingkungan dengan melakukan pembinaan bintek dari Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya yaitu: 1) akses pencucian peralatan yang memadai telah dilaksanakan, 2) tidak terdapatnya lalat atau hewan pengganggu lainnya sudah dilaksanakan, 3) tersedia pembuangan air limbah yang tertutup mengalir lancar dan tidak berbau telah terlaksana, 4) Kontruksinya memudahkan untuk di bersihkan sudah terealisasi, 5) bahan makanan dalam kondisi segar tidak busuk atau rusak sudah dilaksanakan, 6) tidak mengandung bahan berbahaya seperti borak dan formalin sudah terelaisasi, dan 7) bahan makanan kemasan tidak kadarluarsa sudah terlaksana.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pembinaan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, data sekunder dan dokumentasi foto pada kegiatan pembinaan PKL Lapangan Karah Surabaya.

Kesimpulan tentang pembinaan Bintek (bimbingan teknis) produksi dan kesehatan yang dilakukan terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya sudah mencapai sasaran, karena pedagang telah memahami dan melaksanakan sesuai dengan pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya. PKL di lapangan Karah Surabaya juga merasakan bahwa pembinaan Bintek produksi dan kesehatan bagi pedagang memberikan dampak positif bagi peningkatan usahanya.


(12)

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan ... 6

1.4.Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1. Penelitian Terdahulu ... 8

2.2. Landasan Teori ... 12

2.2.1. Pengertian Pembinaan ... 12

2.2.2. Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL) ... 13

2.2.3. Sektor Informal ... 21

2.2.4. Peran Sektor Infromal ... 24

2.2.5. Pembinaan (PKL)... 27

2.3. Kerangka Berpikir ... 29

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 31

3.1. Jenis Penelitian ... 31

3.2. Fokus Penelitian ... 32


(13)

3.6. Analisa Data ... 36 3.7. Keabsahan Data ... 40 DAFTAR PUSTAKA


(14)

v

Sektor Informal PKL di Perkotaan ... 18 Gambar 2 Kerangka Berpikir ... 30 Gambar 3 Analisis Interaktif Menurut Miles and Huberman ... 40


(15)

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini didasarkan pada fenomena dimana masih ditemukan adanya kendala mekanisme dalam pembinaan PKL Lapangan Karah Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan di PKL Lapangan Karah Surabaya, semakin banyaknya PKL Lapangan Karah Surabaya menimbulkan masalah yang mengganggu yaitu kemacetan sehingga Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya bekerja sama dengan Kecamatan Jambangan melakukan pembinaan untuk melakukan kesadaran PKL dalam menjaga lingkungan dengan melakukan pembinaan bintek dari Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya yaitu: 1) akses pencucian peralatan yang memadai telah dilaksanakan, 2) tidak terdapatnya lalat atau hewan pengganggu lainnya sudah dilaksanakan, 3) tersedia pembuangan air limbah yang tertutup mengalir lancar dan tidak berbau telah terlaksana, 4) Kontruksinya memudahkan untuk di bersihkan sudah terealisasi, 5) bahan makanan dalam kondisi segar tidak busuk atau rusak sudah dilaksanakan, 6) tidak mengandung bahan berbahaya seperti borak dan formalin sudah terelaisasi, dan 7) bahan makanan kemasan tidak kadarluarsa sudah terlaksana.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pembinaan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, data sekunder dan dokumentasi foto pada kegiatan pembinaan PKL Lapangan Karah Surabaya.

Kesimpulan tentang pembinaan Bintek (bimbingan teknis) produksi dan kesehatan yang dilakukan terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya sudah mencapai sasaran, karena pedagang telah memahami dan melaksanakan sesuai dengan pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya. PKL di lapangan Karah Surabaya juga merasakan bahwa pembinaan Bintek produksi dan kesehatan bagi pedagang memberikan dampak positif bagi peningkatan usahanya.


(16)

1.1. Latar Belakang Masalah

Negara-negara berkembang saat ini sedang melakukan pembangunan dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat, demikian juga Negara Indonesia dimana dalam melaksanakan pembangunan tersebut mempunyai tujuan untuk meningkatkan taraf hidup kesejahteraan seluruh rakyat serta meletakkan landasan yang kuat bagi pembangunan berikutnya.

Masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi saat ini menganut rezim ekonomi kapitalis, akan terjadi adalah kontraksi antara pasar tenaga kerja dan pertumbuhan pencari kerja. Bila hal tersebut yang terjadi maka rakyat kecil berusaha mencari cara lain untuk bisa mempertahakan hidupnya. Seperti keadaan para pedagang kaki lima yang merupakan suatu fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil. Akibat dari fenomena tersebut, akhir-akhir ini banyak sekali dilakukan penataan terhadap PKL di beberapa wilayah Surabaya. Pemerintah kota Surabaya saat ini sedang menggulirkan program pembersihan kawasan atau jalan dari unsur pedagang kaki lima.

Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai sektor informal ternyata sangat membantu pemerintah dalam hal penyesuaian lapangan kerja dan mengatasi masalah dan menanggulangi pengangguran. Oleh karena itu peran pemerintah kota maupun Kabupaten dalam menunjang sektor sangat diperlukan, seperti penyediaan lokasi yang layak untuk berdagang.


(17)

Kehadiran Pedagang Kaki Lima (PKL) dikota-kota besar merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan kota. Kehadiran PKL di kota mempunyai peranan dalam memberikan penghasilan yang relative cukup bagi penduduk “marginal” maupun sebagai produsen-produsen barang-barang dan jasa yang diperlukan masyarakat kelas bawah. Faktor timbulnya PKL sendiri disebabkan prosedur pendirian usaha ini relative mudah, tidak memerlukan biaya dan waktu yang lama serta modal yang relatif kecil pula.

Selain memiliki peranan dan fungsi yang menopang perekonomian rakyat bawah tersebut, kehadiran sektor informal PKL di kota-kota besar di identifikasikan telah memunculkan berbagai permasalahan ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dan pendidikan. Permasalahan ekonomi yaitu PKL merupakan kegiatan usaha ekonomi berskala kecil dan bermodal relative kecil, permasalahan sosial budaya antara lain lokasi pemukiman dari rumah tangga PKL ini umumnya di daerah-daerah yang kumuh di perkotaan. Permasalahan lingkungan antara lain mengganggu ketertiban dan kelancaran lalu lintas kota, keindahan dan kebersihan kota serta kenyamanan dan keamanan lingkungan.

Contoh permasalahan PKL yang menggunakan bahu jalan sebagai tempat berdagang yang dapat menganggu fasilitas umum. Seperti yang dimuat dalam harian surya, Selasa 18 Mei 2010;

“Sudah jadi rahasia umum bahwa jalan raya Wiyung hampir selalu macet pada jam-jam sibuk. Gerbong panjang antrian kendaraan senantiasa menguras keringat dan emosi pengendara. Dan, pasar Wiyung di tuding sebagai salah satu pemicu utamanya.”


(18)

Hal ini juga terjadi di daerah kawasan Tugu Pahlawan seperti yang dimuat di harian Jawa Pos, Senin 31 mei 2010 :

“Pedagang dikawasan Tugu Pahlawan tidak mudah menata PKL dikawasan Tugu Pahlawan, meski mendapat toleransi boleh membuka dagangan hingga pukul 10.00 WIB. Banyak pedagang yang nekat berjualan melebihi batas waktu yang disepakati. Kondisi itu kerap dikeluhkan penguna jalan lantaran pedagang memakan badan jalan, dan menimbulkan kemacetan jalan. Selain itu, pembeli memarkir kendaraan seenaknya.”

Permasalahan PKL diatas banyak ditemui di Surabaya, hal ini juga dihadapi PKL Ikan Segar di lapangan Karah Kota Surabaya. Masalah kebersihan dan keindahan kota, kelancaran lalu lintas serta penyediaan lahan untuk lokasi usaha.

Pedagang kaki lima ikan segar di Lapangan Karah Kota Surabaya, jumlahnya semakin hari semakin banyak sehingga perlu lokasi yang lebih besar, dengan memanfaatkan trotoar bahu jalan sekitar jembatan sehingga mengurangi estetika kota dan menyebabkan kemacetan lalu lintas yang dapat dilihat setiap hari khususnya pada pagi dan sore hari.

Dinas koperasi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Pemkot Surabaya bekerja sama dengan Kecamatan Jambangan memberikan kebijaksanaan untuk berjualan pada waktu pagi hari yaitu pukul 04.00 – 07.00 WIB dan sore hari + 16.00 WIB dengan catatan tidak menggunakan trotoar dan bahu jalan dan harus bertanggung jawab atas keberhasilan disekitar lapangan Karah Kota Surabaya.

Usaha mewujudkan kota tertib, sehat, rapi dan indah serta untuk mengurangi jumlah kemacetan lalu lintas Kota Surabaya telah diatur dalam


(19)

Perda Nomor 17 Tahun 2003 Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.

Dalam mewujudkan keindahan Kota Surabaya Dinas Koperasi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Pemkot Surabaya mempunyai kebijakan dalam mempunyai tugas serta fungsi dalam memberikan penataan

dan pengembangan PKL yang dimana Dinas Koperasi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) mempunyai tujuan antara lain :

a. Mewujudkan PKL sebagai pelaku usaha kecil yang terdaftar dan berhak mendapat perlindungan dan pembinaan sehingga dapat melakukan kegiatan usahanya pada lokasi yang ditetapkan.

b. Mengembangkan ekonomi sektor informal melalui pembinaan PKL serta mewujudkan harmonisasi keberadaan PKL dengan lingkungannya. Selain itu Dinas Koperasi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Pemkot Surabaya mempunyai sasaran penataan dan pemberdayaan antara lain : 1. Terciptanya ketertiban umum

2. Terwujudnya tertib umum.

3. Terciptanya keseimbangan, keselarasan dan keserasian

4. Meningkatkan kinerja usaha PKL menjadi kelompok yang resmi sebagai sasaran binaan.

5. Terwujudnya dukungan ruang bagi keberadaan PKL

6. Terciptanya keberadaan PKL yang harmonis dengan kegiatan usaha lain. Dinas Koperasi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Pemkot Surabaya bekerjasama dengan Kecamatan Jambangan memberikan


(20)

pembinaan berupa penataan PKL ikan segar maksud dan tujuan memberikan kesempatan berjualan bagi PKL dan menata keindahan jalan di pinggir jembatan Karah yang dimanfaatkan Pedagang kaki Lima pada pagi hari dan sore. Arah kebijakan penataan ini diarahkan dalam kondisi yang tidak membuat lingkungan menjadi kumuh, dalam hal ini harus dilakukan penanganan secara terpadu oleh dinas-dinas terkait khususnya dinas koperasi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Pemkot Surabaya berjalan sejak tahun 2008 sampat saat ini.

Dari fenomena yang telah diuraikan melihat kondisi Pedagang Kaki Lima Ikan segar lapangan Karah Kota Surabaya, hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian secara mendalam dengan judul penelitian

“Pembinaan Dinas Koperasi Terhadap PKL Lapangan Karah Kota Surabaya”

1.2. Perumusan Masalah

Banyaknya pedagang kaki lima disekitar tempat fasilitas umum yang berada di sekitar yang perlu dibina secara kontinyu dan berkesinambungan dengan memberikan masukan atau wawasan kepada mereka agar mereka tidak menganggu ketertiban umum. Karena fasilitas usaha mereka adalah fasilitas umum yang juga diperlukan oleh orang lain. Melihat keadaan itu maka permasalahan yang akan diteliti ini adalah “Bagaimana pola Pembinaan Dinas Koperasi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah)


(21)

Pemkot Surabaya dalam membina pedagang kaki lima di lapangan Karah Kota Surabaya ?

1.3. Tujuan

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah tersebut diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di lapangan Karah Kota Surabaya yang dilakukan oleh Dinas Koperasi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Pemkot Surabaya.

1.4. Kegunaan Penelitian

a. Bagi Penulis

Merupakan atau alat sarana yang baik untuk menerapkan teori yang sudah diperoleh di bangku perkuliahan dengan penerapannya di masyarakat atau dengan kenyataan yang ada.

b. Bagi Instansi

Memberikan gambaran mengenai karakteristik dan permasalahan yang dihadapi PKL sebagai masukan positif untuk Pemerintah Kota Surabaya khususnya Dinas Koperasi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dalam pelaksanaan kebijakan pembinaan pedagang kaki lima.


(22)

c. Bagi fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Untuk memberikan tambahan referensi atau perbendaharaan di perpustakaan sehingga merupakan bahan bagi mahasiswa FISIP maupun UPN “Veteran” Jawa Timur pada umumnya.


(23)

2.1. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian kali ini akan disampaikan beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan obyek penelitian ini, antara lain :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2003) jurusan Administrasi Publik dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya, yang berjudul “Peranan Program Pembinaan Pedagang Kaki Lima terhadap Kesejahteraan Sosial Pedagang Kaki Lima di Wilayah Kecamatan Gubeng Kotamadya Dati II Surabaya.”

Berdasarkan kerangka berfikir dan landasan teori, maka hipotesa penelitian yang diajukan adalah diduha ada peranan program pembinaan pedagang kaki lima terhadap kesejahteraan sosial pedagang kaki lima di wilayah Kecamatan Gubeng Kotamadya Surabaya. Penelitian ini menggunakan metode analisa kuantitatif dengan jenis penelitian komparatif, data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu data primer dan sekunder.

Sedangkan teknik sampling yang digunakan yaitu teknik sample random sampling terhadap sample sebanyak 120 orang PKL. Selanjutnya digunakan analisa uji jenjang bertanda (Wilcoxon Match pairs Test). Dan disimpulkan bahwa program pembinaan pedagang kaki lima


(24)

berperan terhadap kesejahteraan sosial PKL di wilayah kecamatan Gubeng Kotamadya TK. II Surabaya.

Beda penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati adalah penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan hanya menggunakan satu variabel saja sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati menggunakan metode penelitian kuantitatif dan menggunakan lebih dari satu variabel.

2. Oscar Dedik (2008), http//tesis-skripsi.blogspot.com. Penelitian ini bertujuan untuk 1) ingin mengetahui kondisi pedangang kaki lima di Kota Malang Nomor 1 Tahun 2000;3 Ingin menganalisis faktor-faktor yang menghambat dan mendukung pendekatan penelitian deskriptif kualitatif, sehingga metode yang digunakan menekan pada proses penelusuran data/informasi hingga dirasakan telah cukup digunakan untuk membuat suatu interpretasi. Sampel diambil dari Populasi dengan metode total sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui interview, observasi dan dokumentasi, yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Selanjutnya data dianaliis secara teknik deskriptif eksplanatif, yaitu dengan model interaktif dengan tahapan yaitu melakukan reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan dan analisis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Pemerintah Kota Malang bersikap tidak tegas dan masih bersikap mendua dalam upaya menata lingkungan dan disisi yang lain dalam uapaya mengacu pembangunan


(25)

ekonomi daerah yaitu dalam mewujudkan pemberdayaan usaha-usaha ekonomi kecil seperti Pedagang Kaki Lima ;2) Pola pembinaan yang dibuat belum efektif dan terpadu yang disebabkan adanya berbagai kepentingan dari unit-unit pelaksana teknis sebagai implementor Perda Nomor I Tahun 2000 ; 3) Pelaksanaan Pembinaan masih dilakukan secara insidentil dan tidak berkesinambungan.

3. Winarno (2003), Jurusan administrasi Publik dari Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur, dengan judul “Hubungan Penataan PKL dengan Tingkat Pengembangan Usaha di Kecamatan Waru Kabupaten Daerah Tk. II Sidoarjo.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitif terhadap 2 (dua) variabel yaitu variabel bebas (X) penataan PKL tentang keadaan lokasi, manfaat penetapan dan manfaat pemberian penyuluhan serta variabel terikat (Y) tingkat pengembangan usaha yang terdiri dari perluasan unit, pertambahan modal usaha, penyerapan konsumen dan penyerapan tenaga kerja.

Pengumpulan data dilakukan cara observasi, dokumentasi, kuisioner dan wawancara kepada responden dan populasi penataan PKL di Kecamatan Waru sebanyak 245 orang, terpilih menjadi responden sebanyak 81 orang dengan teknik random sampling.

Dari kerangka berpikir yang mengkaji variabel bebas (X) penataan pedagang kaki lima dan variabel terikat (X) tingkat pengembangan usaha, diajukan hipotesa yang menyatakan ada hubungan positif antara


(26)

penataan PKL dengan tingkat pengembangan usaha. Hipotesa penelitian tersebut kemudian diuji dengan analisa Rho Sper Man dan uji t pada taraf kesalahan 10 %.

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang kuat dan positif antara penataan PKL dengan tingkat pengembangan usaha di kecamatan Waru Kabupaten Daerah Tk. II Sidoarjo. Dengan nilai koefisien kolerasi sebesar 0,8547 yang artinya apabila penataan PKL ditingkatkan maka tingkat pengembangan usaha akan meningkat pula.

Beda penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Winaryo, penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan menitik beratkan pada penataan PKL sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Winaryo sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati yaitu menggunakan metode kuantitatif dan menggunakan lebih dari satu variabel.


(27)

2.2. Landasan teori

2.2.1. PengertianPembinaan

Pengertian pembinaan menurut Thoha (2003 : 7), merumuskan pembinaan adalah suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan menjadi lebih baik. Ada dua unsur dari pengertian ini yakni pembinaan itu sendiri bisa berupa suatu tindakan, proses, atau pernyataan dari suatu tujuan, dan kedua pembinaan itu bisa menunjukkan kepada “perbaikan” atas sesuatu.

1. Bentuk Pembinaan

Metode Pembinaan Dinas Koperasi UMKM Pemkot Surabaya terhadap PKL :

1) Bimbingan Teknis (Bintek) produksi dan kesehatan :

Untuk meningkatkan kesadaran Pedagang Kaki Lima (PKL) akan seterillisasi peralatan produksi makanan serta untuk menjaga para konsumennya. Adapun Bentuk pembinaan itu sendiri terdiri dari :

1.Akses Pencucian Peralatan Yang Memadai. Menurut Sihombing dalam Khairuddin (2002:127), adalah “partisipasi dalam konteks pembangunan yang memerdekakan bukan semata – mata kebaikan hati para elit pemgambil keputusan, akan tetapi partisipasi adalah hak dasar yang sah dari umat manusia untuk turut serta merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan pembangunan yang menyajikan harapan pemerdekaan dirinya”.


(28)

Menurut Sediaoetama (2006 : 154), pada jaman saat ini masalah hewan serangga sangat mengganggu masyarakat setempat, masyarakat telah mengetahui dari pengalaman bahwa jenis-jenis makanan tersebut mengandung bahan beracun, tetapi mereka telah mengonsumsinya karena berbagai sebab.

3.Tersedia Pembuangan Limbah yang Tertutup,Mengalir Lancar dan Tidak Berbau.

Menurut Khiatuddin (2003 : 168),di daerah aliran sungai, perlu diciptakan lahan yang direboisasi yang berfungsi sebagai wilayah rasapan/tangkapan air, mulai dari hulu sampai ke hilir sungai.

4.Kontruksinya Memudahkan Untuk di Bersihkan.

Seperti yang diungkapakan oleh Simanjuntak (2005 : 51), menyebutkan bahwa salah satu pembinaan PKL adalah revolusi penempatan PKL di lokasi yang baru, hal ini dapat diartikan bahwa dengan penempatan PKL yang baru juga harus memperhatika kondisi PKL untuk dapat berubah menjadi baik. 5.Bahan Makanan dalam Kondisi Segar,Tidak Busuk atau Tidak Rusak.

Menurut Departemen Gizi dan Kesehan Masyarakat Universitas Indonesia (2008 : 15). Bahan makanan juga sering dikenal sebagai bahan pangan atau dalam perdagangan dikenal sebagai komoditas. Bahan makanan diproduksi atau diperdagangkan


(29)

seperti daging, sayur, buah, beras, dll. Bila bahan makanan dalam kondisi yang rusak atau busuk tidak dapat dikonsumsi manusia karena akan merusak fungsi pencernaan pada manusia. 6.Tidak Mengandung Bahan Berbahaya Seperti Borak dan Formalin.

Formalin adalah zat yang berbahaya bagi tubuh manusia, merupakan zat beracun, karsinogen (menyebabkan kanker)

mutagen (menyebabkan perubahan sel dan jaringan tubuh dan bersifat korosif serta iritatif). Formalin banyak digunakan untuk mengawetkan bahan makanan seperti bakso, tahu, mie basah dan ikan. Dengan direndam dalam beberapa tetes formalin yang dicampur dengan air, maka bahan-bahan tersebut akan lebih tahan lama dan lebih kenyal (www.sobatmuda.multiply.com). Sedangkan Boraks juga merupakan bahan terlarang untuk dicampurkan pada makanan sebagai pengawet dan pengenyal. Banyak digunakan dalam pembuatan bakso agar awet dan kenyal. Zat ini bukan merupakan BTP (Bahan Tambahan Pangan) dan Food Grade. Bahkan boraks ini merupakan bahan pengawet kayu dan rotan. Selain itu juga digunakan untuk menghaluskan gelas, dan juga bahan pengontrol kecoa.

7.Bahan Makanan Kemasan tidak Kadarluarsa

Menurut Ir. Udjang Sumarwan, Ph.D (Dosen mata kuliah Pendidikan Konsumen pada Fakultas Pertanian Jurusan Gizi


(30)

Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga Institut Pertanian Bogor) dalam Lokakarya Hukum Perlindungan Konsumen bagi Dosen Praktisi Hukum yang Diselenggarakan: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mengungkapkan :

Pada zaman modem ini, masih banyak masyarakat yang kurang mengerti dan tidak memperdulikan batas kadaluarsa makanan yang dikonsumsinya. Hal demikian banyak terjadi di daerah-daerah dimana makanan pada umumnya diolah secara sederhana yang pada umumnya mempunyai masa simpan yang relatif pendek. sehingga meskipun makanan tersebut telah kadaluarsa mereka tetap mengkonsumsinya. Hal tersebut disebabkan karena pengetahuan yang kurang. Keadaan demikian sering dimanfaatkan oleh sebagian pedagang atau produsen makanan untuk menjual makanan kadaluarsa dengan harga murah. Hal inilah yang banyak disambut oleh orang-orang yang kurang pengetahuannya dan pada umumnya banyak menimpa golongan ekonomi lemah.

2. Manfaat Pembinaan

Menurut Burhanudin (1993 : 48) manfaat pembinaan adalah : 1) Mengembangkan potensi.

2) Sebagai wahana untuk memotivasi karyawan agar

mengembangkan bakat dari kemampuannya. 3) Mengurangi subyektivitas dalam promosi.


(31)

4) Memberikan kepastian hari depan.

5) Sebagai usaha untuk mendukung organisasi dalam rangka memperoleh tenaga-tenaga yang cakap dan terampil dalam melaksanakan program.

3. Karakteristik Pembinaan

Sifat dan karakteristik pembinaan yang amat menonjol French dan Bell dalam Thoha (2003 : 17) antara lain :

1) Lebih memberikan penekanan walaupun tidak eksklusif pada proses kelompok dan organisasi dibandingkan dengan isi yang subtantif. 2) Memberikan penekanan pada kerja tim sebagai suatu kunci untuk

mempelajari lebih efektif berbagai macam perilaku organisasi.

3) Memberikan penekanan pada manajemen yang kolaboratif dari budaya kerja tim.

4) Memberikan penekanan pada manajemen yang berbudaya sistem keseluruhan.

2.2.2. Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL)

Sedangkan Wirosardjono dalam Alisjahbana (2003:14) mengemukakan PKL adalah pola kegiatannya tidak teratur, dalam artian waktu, permodalan maupun penerimanya, tidak tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, modal peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil dan diusahakan atas hitungan harian.


(32)

Timbulnya sektor informal atau pedagang kaki lima(PKL) sebagai sumber kesempatan kerja merupakan manifestasi dari tidak sebandingnya pertumbuhan angkatan kerja dan kesempatan kerja pada satu pihak dan ketidakmampuan sektor formal untuk menampung kelebihan tenaga kerja di lain pihak. Berkembangnya kesempatan kerja sektor informal di kota sekurang-kurangnya dapat dijelaskan melalui tingginya pengangguran di kota yang pada gilirannya menimbulkan suatu respon yang berupa membengkaknya sektor informal.

Sektor informal di kota dapat bertindak sebagai suatu katup pengaman bagi sejumlah sektor informal di daerah perlu mendapat penanganan yang lebih intensif, dalam arti bisa ke arah pengembangan. Dengan demikian, sektor ini lebih berfungsi sebagai kesempatan kerja bagi kaum pengangguran dan masyarakat berpenghasilan rendah di kota.

Adapun karakteristik sektor informal menurut Hidayat (1995:426) sebagai berikut :

1. Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik, karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal.

2. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha

3. Pola kegiatan usaha tidak beraturan baik dalam arti lokasi maupun jam kerja

4. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini


(33)

5. Unit usaha mudah keluar masuk dari sub sektor satu ke sub sektor lain

6. Teknologi yang dipergunakan bersifat tradisional

7. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga relatif kecil.

8. Untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal, karena pendidikan yang diperlukan dari pengalaman sambil kerja.

9. Pada umumnya unit usaha termasuk golongan yang mengerjakan sendiri usahanya dan buruh berasal dari keluarga

10.Sumber dana modal usaha pada umumnya dari tabungan sendiri atau dari lembaga-lembaga yang tidak resmi.

11.Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsikan oleh golongan kota atau desa yang berpenghasilan rendah tetapi kadang-kadang juga yang berpenghasilan menengah.

Sedangkan menurut Perda No. 17 Tahun 2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL di Kota Surabaya, Pedagang Kaki Lima adalah pedagang ekonomi lemah yang menggunakan bagian dari fasilitas-fasilitas umum sebagai tempat kegiatan usahanya dengan menggunakan peralatan bergerak atau tidak bergerak.

Dari pengertian diatas disimpulkan pedagang kaki lima adalah mereka yang dalam melakukan kegiatan dagang dan menjalankan usahanya menggunakan bagian jalan atau trotoar dan tempat-tempat


(34)

usaha serta tempat lain yang bukan miliknya. Sarana ataupun perlengkapan dagang yang dipergunakan relative sederhana.

Bagi perencana kota tumbuhnya pedagang kaki lima banyak mengundang masalah karena pedagang kaki lima terutama yang beroperasi ditempat strategis di kota dapat mengurangi keindahan. Kota dan diduga sebagai penyebab kemacetan lalu lintas dan menurunnya lingkungan hidup dikota. Karena itu perencanaan kota harus mampu untuk berupaya mencari cara terbaik untuk memecahkan masalah yang semakin membengkaknya pedagang kaki lima di perkotaan.

1. Faktor Timbulnya Pedagang Kaki Lima

Timbulnya Perdagangan Jalanan (PKL) disebabkan oleh beberapa faktor. Mereka yang melibatkan diri di sektor informa, pada dasarnya berkaitan dengan etos kewiraswastaan yang mereka miliki. Faktor penyebab ini tampak sekali massa usaha informal yang berasal dari etnis Cina. Mereka tertarik masuk ke sektor ekonomi ini karena 3 (tiga) hal, Pertama, hampir tiadanya prosedur resmi dalam pendirian sektor usaha ini, karena hampir tidak memerlukan biaya dan waktu yang lama, Kedua, persyaratan modal relative kecil. Ketiga, potensi keuntungannya cukup baik.

Ini berarti sektor informal di pandang sebagai lapangan usaha yang relative menggiurkan, dapat dipakai sebagai arena untuk melakukan diversifikasi usaha.


(35)

Selain itu, kegiatan sektor informal ini merupakan ciri ekonomi kerakyatan yang bersifat mandiri dan menyangkut hajat hidup orang banyak mempertimbangkan keadaan dan potensi tersebut, selayaknya pola penanganan dan pembinaan kegiatan pedagang kaki lima harus didasarkan pada konsep perilaku dan karakteristik berwawasan lingkungan agar isi pengaturannya tepat sebagian besar pedagang kaki lima di kawasan perkotaan dan sekitarnya adalah bukan penduduk asli (pendatang dari desa atau luar provinsi) dan bukan merupakan pilihan pertama sebagai mata pencahariannya.

2. Karakteristik dan Masalah yang dihadapi Pedagang Kaki Lima

Dalam merencanakan sebuah model pengembangan PKL di perlukan informasi-informasi tentang karakteristik dan permasalahan yang muncul dari PKL. Selain itu juga dibutuhkan pengetahuan-pengetahuan yang kompleks tentang karakteristik dan ide-ide alternative untuk memecahkan permasalahan PKL. Dengan berbekal informasi dan pengetahuan yang memadai tentang PKL, maka dapat direncanakan sebuah model pengembangan sektor informal di bidang PKL yang lebih realistis. Menurut Firdaus dalam Alisjahbana (2004 : 220-222) mengatakan karakteristik yang dimiliki dalam permasalahan yang dihadapi oleh sektor informal PKL dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) aspek seperti yang dijelaskan dalam gambar di bawah ini :


(36)

Gambar 1

Karakteristik dan Permasalahan yang di hadapi Sektor informal PKL di perkotaan

Karakteristik usaha PKL :

+ Aspek Ekonomi

- Meliputi berbagai kegiatan usaha yang luas.

- Akses mudah dimasuki

pengusaha baru

- Bermodal relative kecil

- Konsumen lokal dan

berpendapatan menengah kebawah

- Teknologi sederhana/tanpa teknologi

- Jaringan usaha terbatas + Aspek Sosial – budaya

- Para migran

- Jam kerja relative lama - Jumlah anggota rumah

Tangga besar

- Bertempat tinggal di daerah kumuh di kota

+ Aspek Lingkungan

- Berlokasi ditempat yang padat lalu lintasnya

- Kurang mengutamakan

kebersihan + Aspek Pendidikan

- Tingkat pendidikan rendah

Permasalahan ekstern PKL :

- Banyaknya pesaing usaha

sejenis

- Sarana dan pra sarana

perekonomian yang tidak memadai

- Belum adanya pembinaan yang memadai

- Akses terhadap kredit masih sukar dan terbatas

Permasalahan intern PKL :

- Lemah dalam struktur

permodalan

- Lemah dalam bidang

organisasi dan manajemen

- Terbatas dalam jumlah

komoditi yang dijual - Tidak ada kerja sama usaha - Pendidikan/ketrampilan usaha

yang rendah

- Rendahnya layanan pada

konsumen

- Kualitas SDM yang kurang memadai P K L Y A N G L E M A H


(37)

3. Dampak Positif dan Negatif Keberadaan PKL.

Keberadaan suatu pedagang kaki lima selain memberikan kontribusi yang besar dalam penyedia lapangan kerja di sektor formal, ternyata keberadaan PKL juga memberikan dampak positif dan negatif. Menuurt Aditya Perkasa dalam sebuah catatannya memaparkan dampak positif dan negatif keberadaan PKL.

Dampak positif :

1. PKL menjadi katup pengaman bagi masyarakat perekonomian yang lemah baik sebagai profesi maupun bagi konsumen untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama akibat krisis ekonomi.

2. PKL menyediakan kebutuhan barang dan jasa yang relative murah bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah kebawah.

3. Jumlah yang besar, ragam bentuk usaha dan keunikan merupakan potensi yang besar untuk menghias wajah kota, apabila ditata dan diatur dengan baik.

4. PKL tidak dapat dipisahkan dari unsur budaya dan eksistensinya tidak dapat dihapuskan.

5. PKL menyimpan potensi pariwisata yang cukup besar. Dampak negatif :

1. Media dagang yang tidak estetis dan tidak tertata dengan baik menimbulkan kesan semrawut dan kumuh, akibatnya menurunkan kualitas visual kota.

2. Tempat atau lokasi berdagangnya PKL yang memakai fasilitas umum, contohnya trotoar, taman penghijauan, dan lain-lain.


(38)

3. Menggeser fungsi ruang public.

4. Menganggu kegiatan ekonomi pedagang formal karena lokasinya yang cenderung memotong jalur pengunjung seperti pinggir jalan dan di depan toko.

4. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi PKL

Menurut Firdausy dalam Alisjahbana (2004:220-221) bahwa permasalahan yang dihadapi sektor informal PKL dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) aspek yaitu :

1. Aspek Ekonomi

PKL merupakan kegiatan usaha ekonomi berskala kecil (micro-scale) bermodal relative kecil, mudah dimasuki oleh pengusaha baru, input tenaga kerja tidak memerlukan syarat-syarat khusus, pasar tidak teratur, baik dalam arti konsumen, maupun lokasi usahanya, kegiatan usaha dikelola oleh satu orang. Jenis komoditi yang diperdagangkan cenderung komoditi yang cepat terjual, tidak tahan lama dan kebanyakan adalah jenis makanan dan minuman.

2. Aspek Sosial dan Budaya

Kegiatan usaha para migran dengan usaha produktif antara lain 24 sampai 34 tahun, jumlah anggota keluarga yang relative besar

(rata-rata 4 orang anggota keluarga), dan jumlah jam kerja cenderung tidak menentu. Lokasi pemukiman dari rumah tangga PKL ini umumnya didaerah yang kumuh di perkotaan. Mereka sebagian besar


(39)

hidup dengan menyewa rumah bersama kerabat sekampungnya yang biasanya berusaha dalam kegiatan PKL sejenis.

3. Aspek Lingkungan

Kegiatan usaha yang menganggu ketertiban dan kaelancaran lalu litas kota, keindahan dan kebersihan kota, serta kenyamanan dan keamanan lingkungan.

4. Aspek Pendidikan

Merupakan aspek yang paling menentukan bagi keberhasilan sector informal PKL. Dimana dengan tingkat pendidikan yang rendah, akan lebih sulit diberi pengertian tentang kebijakan tata kota. Permasalahan yang ditimbulkan oleh PKL ini tidak semata-mata terjadi akibat dari kebiasaan PKL saja., Tetapi juga akibat dari permasalahan penataan dan keterbatasan yang dihadapi PKL serta kebijakan yang tidak terlaksana dengan baik.

2.2.3. Sektor Informal

Menurut Kartono dalam Ali Achsan (2008:41), selain konflik tanah, penggusuran, dan permukiman kumuh, salah satu persoalan serius yang dihadapi berbagai kota besar dewasa ini adalah keberadaan sector informal, khususnya pedagang kaki lima.

Menurut Evens & Korff, definisi pedagang kaki lima adalah bagian dan sector informal kota yang mengembangkan aktivitas produksi barang dan jasa diluar control pemerintah dan tidak terdaftar. Diberbagai kota besar, keberadaan pedagang kaki lima bukan hanya berfungsi sebagai


(40)

penyangga kelebihan tenaga kerja yang tidak terserap di sector formal, tetapi juga memiliki peran yang besar yang menggairahkan dan meningkatkan kegiatan perekonomian masyarakat perkotaan. Sebagai bagian dari system ekonomi rakyat jelata (lumpen proletariat economical system), daya serap sector informal yang involutif bukan saja terbukti mampu menjadi sektor penyangga (buffer zone) yang sangat lentur dan terbuka, tetapi juga memiliki kaitan erat dengan jalur distribusi barang dan jasa di tingkat bawah dan bahkan menjadi ujung tombak pemasaran yang potensial.

Rata-rata pedagang kaki lima menggunakan sarana atau perlengkapan yang mudah dibongkar pasang atau dipindahkan, dan sering kali menggunakan lahan fasilitas umum sebagai tempat usahanya. Beberapa karakteristik khas pedagang kaki lima yang perlu dikenali adalah sebagai berikut : Pertama, pola persebaran pedagang kaki lima umumnya mendekati pusat keramaian dan tanpa izin menduduki zona-zona yang semestinya menjadi milik public (depriving public space). Kedua, para pedagang kaki lima umumnya memiliki daya resistensi social yang sangat lentur terhadap berbagai tekanan dan kegiatan penerbitan. Ketiga, sebagai sebuah kegiatan usaha, pedagang kaki lima umumnya memiliki mekanisme involutif penyerapan tenaga kerja yang sangar longgar.

Keempat, sebagian besar pedagang kaki lima adalah kaum migrant, dan proses adaptasi serta eksistensi mereka di dukung oleh bentuk-bentuk hubungan patronase yang didasarkan pada ikatan factor keasaman yang


(41)

didasarkan pada ikatan factor kesamaan daerah asal (locality sentiment). Kelima, para pedagang kaki lima rata-rata tidak memiliki keterampilan dan keahlian alternative untuk mengembangkan kegiatan usaha baru luar sector informal kota.

Adapun pengertian pedagang kaki lima sebagai bagian dari sector informal dapat dijelaskan melalui cirri-ciri secara umum yang dikemukakan oleh Kartono, dkk, sebagai berikut :

a. Merupakan pedagang yang kadang-kadang juga sekaligus berarti produsen.

b. Ada yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat yang satu ke tempat yang lain (menggunakan pikulan, kereta dorong, tempat atau stan yang tidak permanent serta bongkar pasang). c. Menjajakan bahan makanan, minuman, barang konsumsi lainnya

yang tahan lama secara eceran.

d. Umumnya bermodal kecil, kadang hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan dengan mendapatkan sekedar komisi sebagai imbalan atau jerih payahnya.

e. Kualitas barang yang diperdagangkan relative rendah dan biasanya tidak berstandar.

f. Volume peredaran uang tidak seberapa besar, para pembeli umumnya merupakan pembeli yang berdaya beli renah.


(42)

g. Usaha skala kecil bias berupa family enterprise, dimana ibu dan anak-anak turut membantu dalam usaha tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.

h. Tawar menawar antara penjual dan pembeli merupakan relasi cirri yang khas pada usaha perdagangan kaki lima.

i. Dalam melaksanakan pekerjaan ada yang secara penuh, sebagian lagi melaksanakan setelah kerja atau pada waktu senggang dan ada pula yang melaksanakan secara musiman.

j. Barang yang dijual biasanya merupakan convenience goods jarang sekali speciality goods.

k. Dan seringkali berada dalam suasana psikologis tidak tenang, diliputi perasaan takut kalau tiba-tiba kegiatan mereka dihentikan oleh Tim Penertiban Umum (TEBUM) dan Satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah.

2.2.4. Peran Sektor Informal

Peran sektor informal pedagang kaki lima dimaksud mendudukkan peran paa posisi konseptual yang mapan atau dengan kata lain sebagai sebuah entitas akademik, dimana dalam dimensi dan waktu bekerja atasnya, sedangkan apa dan bagaimananya entitas tersebut bergeser atau berubah merupakan kajian perubahan. Menurut Merton banyak pakar yang menyatakan bahwa peran merupakan paket hak yang diterima secara sosial dan kewajiban yang memiliki eksistensi obyektif, terpisah dari perilaku kerja, dan pengharapan yang tidak berperan.


(43)

Namun ada sebagian lagi yang mengungkapkannya bahwa peran harus dikonseptualisasikan sebagai gaya adopsi individual yang sangat khusus terhadap orang yang memiliki posisi, sehingga lebih mengikat pada kerja individu dari pada harapan kolektif. Dalam hal tersebut peran diartikan sebagai paket hak dan kewajiban yang telah banyak diketahui yang menentukan apa yang diharapkan seseorang yang memiliki posisi dalam suatu hubungan sosial.

Peran juga merupakan pola tingkah laku yang dihubungkan dengan kedudukan seseorang pelaku atau aktor. Lebih jelas lagi peran ialah sebagian yang dimainkan seseorang pelaku sebagai akibat dari jabatan dan statusnya dalam kehidupan sehingga peran dapat dikatakan merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status) seseorang. Peran merupakan implementasi dari kedudukan seseorang maka setiap orang dapat memainkan lebih dari satu peran akibat dari jabatan yang dimiliki, tetapi beberapa peran tidak dapat digantikan orang yang satu oleh orang yang lain.

Berdasarkan pengertian peran tersebut di muka meskipun peran lebih diletakkan dalam keadaan yang given by society (diletakkan oleh sistem sosialnya) dan seolah menafikan atau meniadakan pilihan bebas individu atau pelaku yang pandangan ini khas strukturalis setidaknya dapat dikatakan bahwa konsep peran pedagang kaki lima merupakan hal keadaan yang dihubungkan dengan status sekaligus pilihan-pilihan yang mungkin diambil pedagang kaki lima perkotaan. Termasuk apa yang dapat


(44)

dilakukan dan tidak dapat dilakukan atau dengan kata lain perilaku pedagang kaki lima sebagai individu yang otonom sekaligus bagian dari masyarakat modern perkotaan.

Berdasarkan uraian tersebut maka peran pedagang kaki lima perkotaan paling tidak dapat dipisahkan dalam peran ekonomi dan peran sosial yang lebih umum. Mengenai peran ekonomi dimaksudkan selain dapat meningkatkan pendapatan para pelaku pedagang kaki lima. Juga dapat berperan dalam struktur makro ekonomi seperti distribusi pendapatan perkapita serta pemasukan perekonomian negara. Peran sosial pedagang kaki lima dapat dilihat dari peran sosial budaya dan sosial politik melalui perubahan perilaku dan gaya hidup yang pinggiran atau marjinal yang penuh kepekaan perasaan dan guyub ke tengahan atau kota yang rasional dan patembayan.

Perubahan peran pedagang kaki lima perkotaan terjadi karena perubahan kegiatan atau aktivitas dari yang rutin menjadi kurang rutin yang mengarah pada “profesionalisme” sejalan dengan keberadaan dan keterlibatan mereka dalam perkembangan masyarakat yang semakin kompleks, rumit dan beragam. Pedagang kaki lima berangsur angsur mendefinisikan ulang peran secara cerdas dan kreatif agar lebih dapat menyesuaikan diri terhadap kebutuhan orang lain pada masyarakat modern perkotaan.

Tuntutan pedagang kaki lima dalam kehidupan masyarakat modern perkotaan menjadi semakin kompleks bukan hanya sekedar untuk bertahan


(45)

hidup yang selalu diliputi ketakutan oleh terancamnya kegiatan usaha oleh penerbitan Tim Ketertiban Kota dari Satpol PP, tetapi juga pada pengembangan aktivitas usaha dan keberadaan mereka pada struktur masyarakat perkotaan.

Dengan kata lain perubahan peran pedagang kaki lima perkotaan dapat diamati melalui perubahan peran sosial ekonomi dan perubahan peran sosial budaya dan politik, baik karena upaya kreatif dari dalam (faktor dalam) maupun karena respon atas perkembangan yang berlangsung (faktor luar).

2.2.5. Pembinaan PKL

Menurut Perda No. 17 tahun 2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL di kota Surabaya.

Pembinaan adalah untuk memberikan kepastian usaha, perlindungan serta pengembangan usaha pedagang kaki lima yang tertib, teratur, aman, serasi, selaras dan seimbang dengan lingkungannya.

Alisjahbana (2004:241) pembinaan yang harus dilakukan pemerintah terhadap Pedagang Kaki Lima antara lain :

a. Pembinaan Ketrampilan

Dalam hal ini pemerintah melalui bagian terkait melakukan pembinaan PKL baik itu dalam ketrampilan membuat produk misalnya bagaimana agar merasakan menjadi lebih lezat, menarik atau yang lain


(46)

Pembinaan kelembagaan dimaksudkan agar PKL mempunyai suatu wadah untuk menampung segala kegiatannya, sehingga kegiatan PKL lebih ringan dan lancar. Dalam hal ini pemerintah memotivasi agar PKL membentuk suatu badan yang mampu menampung aspirasi dan kegiatan PKL misalnya, Paguyuban, Koperasi.

c. Pembinaan Permodalan

Pembinaan permodalan dimaksudkan untuk membantu PKL dalam mendapatkan tempat usaha dan mengembangkan usahanya.

Pembinaan PKL di Surabaya dilakukan berdasar Perda Kota Surabaya No. 17 tahun 2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan pedagang kaki lima dari kota Surabaya.

a. Bahwa dalam upaya mengembangkan usaha dan pertumbuhan lapangan kerja bagi pedagang kaki lima, serta upaya mencegah dan sekurang-kurangnya memperkecil permasalahan ketertiban umum dan gangguan lalu lintas yang diakibatkan pedagang kaki lima yang menempati ruang publik, lahan prasarana kota dan fasilitas umum lainnya, perlu dilakukan penataan, pemberdayaan dan pengembangan bagi pedagang kaki lima secara terpadu;

b. Bahwa penataan lokasi/ruang dan pemberdayaan bagi pedagang kaki lima harus mencerminkan pertumbuhan ekonomi kota dan dapat dikendalikan terutama pada aspek keindahan, ketertiban, kebersihan lingkungan, kenyamanan, keselamatan dan keamanan serta kepastian berusaha bagi pedagang kaki lima;


(47)

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan b, maka dalam

rangka pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 17 Tahun 2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki

Lima.

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan landasan teori diatas, penelitian ini merupakan satu variabel yaitu pengaturan tempat usaha dan pembinaan Pedagang Kaki Lima di sekitar lapangan karah kota Surabaya. Hal ini dapat dilihat pada susunan suatu model alur kerangka sebagai berikut :


(48)

Gambar 2

Kerangka Berpikir

Perda No. 17 tahun 2003 tentang penataan dan pemberdayaan

pedagang kaki lima

Dinas Koperasi (UMKM) Pemkot Surabaya

Pembinaan Pedagang Kaki Lima (PKL)

Pelatihan Bintek Produksi dan kesehatan

Tujuan :

- Peningkatan kualitas pedagang kaki lima (PKL) yang bersih dan sehat dalam penyajian makanannya.

- Peningkatan kualitas kesadaran pedagang kaki lima (PKL) dalam menjaga mutu dagangannya.

Sumber : Perda No. 17 tahun 2003 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima.


(49)

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif, yang mencoba menggambarkan secara mendalam suatu obyek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan maksud ingin memperoleh gambaran yang komperehensif dan mendalam tentang penataan PKL di sekitar Lapangan Karah Kota Surabaya. Secara teoritis, menurut Bagdan dan Taylor dalam Moelong (2002 : 3) penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Sedangkan definisi lain penelitian kualitatif menurut (Kirk dan Miler dalam Moleong, 2007 : 4) adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut, dalam bahasanya dan dalam peristilahannya

Sedangkan menurut Denzin dan Loncoln dalam Moleong (2007:5) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.


(50)

Menurut Richie dalam Moleong (2007:6) penelitian kualitatif adalah upaya untuk menyajikan dunia social dan perspektifnya didalam dunia dari segi konsep, perilaku, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti.

Dari kajian tentang definisi-definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud menggambarkan dan memahami fenomena tentang apa yang dialami subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara-cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode ilmiah.

3.2.Fokus Penelitian

Fokus penelitian pada dasarnya adalah masalah. Masalah dalam hal ini adalah keadaan yang membingungkan akibat adanya dua faktor atau lebih faktor (Moleong, 2007 : 386). Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif merupakan batas yang harus dilalui oleh seorang penulis dalam melaksanakan penelitian, dengan merumuskan masalah sebagai fokus penelitian untuk mencari pemecahannya.

Dalam penelitian kualitatif digunakan variabel mandiri tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian adalah pengaturan tempat usaha dan pembinaan PKL di Lapangan Karah Kota Surabaya.


(51)

Pola pembinaan Dinas Koperasi UMKM terhadap PKL di Lapangan Karah Kota Surabaya dan tidak ada satu pun yang dapat di lakukan tanpa adanya fokus, adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah :

Pembinaan yang dilakukan Dinas Koperasi UMKM Surabaya adalah : A. Pelatihan Bintek Produksi dan Kesehatan yang terdiri dari :

1. Terdapat akses pencucian peralatan yang memadai. 2. Tidak terdapat lalat atau hewan pengganggu lainnya.

3. Tersedia pembuangan limbah yang tertutup, mengalir lancar dan tidak berbau.

4. Kontruksinya memudahkan untuk dibersihkan.

5. Bahan makanan dalam kondisi segar, tidak busuk atau tidak rusak. 6. Tidak mengandung bahan berbahaya seperti Borak dan Formalin. 7. Bahan makanan kemasan tidak kadaluarsa.

3.3.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti guna memperoleh data yang akurat. Agar dapat memperoleh data yang akurat atau mendekati kebenaran yang sesuai dengan fokus penelitian yang menjadi batasan masalah maka lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Dinas Koperasi dan UMKM Pemkot Surabaya. Untuk mengetahui program pembinaan yang dilakukan oleh PKL


(52)

2. PKL Lapangan Karah Kota Surabaya. Untuk mengetahui hasil pelaksanaan pembinaan.

Lokasi yang dipilih adalah PKL di Lapangan Karah Kota Surabaya karena PKL di Lapangan Karah Kota Surabaya sudah dibina langsung oleh Dinas Koperasi (UMKM) Kota Surabaya.

3.4.Sumber Data

Menurut Lofland dalam Moleong (2007:157), sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah berasal dari informan yang berupa kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain Sumber data adalah tempat penelitian dapat menemukan data dan informasi yang diperlukan berkenaan dengan penelitian ini yang diperlukan melalui informasi, peristiwa dan dokumen.

1. Informan kunci (key informan) dalam penelitian ini adalah Bapak Markum SH, dimana pemilihannya secara purposive dan diseleksi didasarkan atas subjek yang meguasai permasalahan, memiliki data dan didasarkan atas subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan data yang benar-benar relevan dan kompeten dengan masalah penelitian yakni berupa keterangan, cerita atau kata-kata yang bermakna, sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk membangun teori.selanjutnya dalam penelitian ini yang akan di ambil informan berasal dari:


(53)

2) Pedagang Kaki Lima di Lapangan Karah Kota Surabaya.

2. Tempat dan Peristiwa yaitu dimana fenomena yang terjadi berkaitan dengan fokus penelitian antara lain meliputi masalah-masalah penataan pedagang kaki lima Kota Surabaya, yakni tentang pembinaan tempat usaha yang meliputi penetapan waktu berdagang, tempat usaha, jenis barang dagangan dan peralatan yang digunakan.

3. Dokumen sebagai sumber data yang lain yang sifatnya melengkapi data utama yang relevan dengan masalah dan fokus penelitian antara lain ketentuan kebijakan yang dibuat berupa kesepakatan bersama yang meliputi pembinaan tempat usaha yang meliputi penetapan waktu berdagang, tempat usaha, jenis barang dagangan dan peralatan yang digunakan.

3.5.Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan bagian terpenting dalam penelitian, karena hakekat dari peneliti adalah mencarai data yang nantinya diinterpertasikan dan dianalisis dalam penelitian kebijakan pengumpulan data diperlukan suatu teknik untuk memudahkan dalam upaya – upaya mengumpulkan data di lapangan.

Dalam pengumpulan data, terdapat 3 (tiga) proses kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu :


(54)

Pada teknik ini, peneliti mengadakan tatap muka dan berinteraksi tanya jawab langsung dengan pihak responden atau subjek untuk memperoleh data.

Wawancara dalam penelitian ini, khususnya pada taraf permulaan biasanya tak terstruktur. Tujuannya ialah memperoleh keterangan yang terinci dan mendalam mengenai pandangan orang lain. Pada mulanya belum dapat dipersiapkan sejumlah pertanyaan yang spesifik karena belum dapat diramalkan keterangan apa yang akan diberikan oleh responden, belum diketahui dengan jelas ke arah mana pembicaraan akan berkembang, belum mengetahui apa fokus penelitiannya. Karena itu wawancara tak berstruktur, artinya responden mendapat kebebasan dan kesempatan untuk mengeluarkan buah pikiran, pandangan dan perasaannya tanpa diatur ketat oleh peneliti. Akan tetapi, setelah peneliti memperoleh sejumlah keterangan, peneliti dapat mengadakan wawancara yang lebih berstruktur yang disusun berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh responden.

Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan informen yang berasal : a. Dinas Koperasi (UMKM) Pemkot Surabaya

b. PKL di Lapangan Karah Kota Surabaya


(55)

Peneliti mengadakan pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung atau dekat dengan obyek penelitian. Observasi dilakukan terhadap keseharian responden yang ada kaitannya dengan obyek penelitian.

Dan observasi berupa deskriptif yang faktual, cermat dan terinci mengenai usaha pembinaan pedagang kaki lima di sekitar Lapangan Karah Kota Surabaya.

3. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dilakukan untuk mendapat data yang dilaksanakan dengan cara mengumpulkan data dalam pembinaan PKL di Lapangan Karah Surabaya yang berhubungan dengan pembinaan PKL dalam bentuk gambar atau foto.


(56)

3.6.Analisis Data

Menurut Sugiyono (2005 : 85), analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara catatan laporan, dan dokumen, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka setelah data terkumpul, proses selanjutnya adalah menyederhanakan data yang diperoleh kedalam bentuk yang mudah dibaca, dipahami, dan diinterpretasikan yang ada hakekatnya merupakan upaya mencari jawaban atas permasalahan yang ada sesuai dengan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Karena itulah data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisa secara kualitatif, artinya dari data yang ada dianalisa serinci mungkin dengan dengan jalan mengabstraksikan secara teliti setiap informasi yang diperoleh di lapangan, sehingga diharapkan dapat diperoleh kesimpulan yang memadai.

Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal dan sepanjang proses berlangsung. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisa interaktif (interactive model of analysis)

yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1993 : 15-21) sebagai berikut :


(57)

1. Pengumpulan data

Hal ini dilakukan wawancara dengan pihak yang terkait antara lain pihak Satuan Polisi Pamong Praja Kec. Jambangan-Surabaya dan Dinas koperasi UMKM Pemkot Surabaya, pihak paguyuban PKL Lapangan Karah Surabaya, para pengunjung atau konsumen dan warga setempat. 2. Reduksi data

Data yang diperoleh dari lokasi penelitian data lapangan dituangkan dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terperinci. Laporan lapangan oleh peneliti reduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting kemudian dicari tema atau polanya (melalui penyuntingan, pemberian kode dan pentabelan). Reduksi data ini dilakukan terus menerus selama proses penelitian ini berlangsung.

3. Penyajian data

Penyajian data (display data) dimaksudkan agar memudahkan bagi peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian. Dengan kata lain merupakan pengorganisasian data ke dalam bentuk tertentu sehingga kelihatan dengan sosoknya yang lebih utuh.

4. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi

Verifikasi data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung. Sejak awal memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk menganalisa dan mencari makna dari data yang dikumpulkan yaitu


(58)

dengan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul yang dituangkan dalam kesimpulan-kesimpulan tentative.

Proses analisis data secara interaktif dapat disajikan dalam bentuk skema sebagai berikut :


(59)

Gambar 3

Analisis Interaktif Menurut Miles dan Huberman

Sumber : Miles dan Huberman (1993 : 15-21) Pengumpulan Data

Penyajian Data Reduksi Data

Kesimpulan / Verifikasi

3.7.Keabsahan Data

Dalam setiap penelitian memerlukan standar untuk melihat derajad kepercayaan atau kebenaran dari hasil penelitiannya. Dalam penelitian kualitatif standar tersebut disebut dengan keabsahan data. Menurut Lincoln dan Guba dalam Moleong (2002 : 173-174) untuk menjamin keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sifat kriteria yang digunakan yaitu sebagai berikut :

1. Derajat Kepercayaan (Credibility)

Pada dasarnya penerapan criteria derajda kepercayaan menggantikan konsep validitas dari non kualitatif. Kriteria ini berfungsi untuk melakukan inguiri (penyelidikan) sedemikian rupa, sehingga tingkat


(60)

kepercayaan penemuannya dapat dicapai serta menunjukkan derajad kepercayaan hasil-hail penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah :

a. Memperpanjang Masa Observasi

Yaitu peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk kepentingan pengumpulan data tentang pengaturan tempat usaha dan pembinaan pedagang kaki lima di sekitar Lapang Karah Kota Surabaya. Peneliti melakukan wawancara dengan informan dan peneliti memperpanjang masa observasi karena ingin meyakinkan bahwa penelitian ini sudah mencapai tahap akhir yaitu keabsahan data, dan dapat ditarik sebuah kesimpulan.

b. Membicarakan dengan orang lain (peer debriefing). Sebagai usaha untuk berdiskusi dengan orang lain yang memiliki pengetahuan tentang pokok penelitian dan metode penelitian yang diterapkan. c. Melakukan Triangulasi

Tujuan triangulasi adalah untuk memeriksa kebenaran data tertentu dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain ada berbagai fase penelitian lapangan pada waktu yang berlainan dan dalam penelitian ini metode tersebut digunakan untuk menguji data pada informan dengan dokumen yang ada.

d. Mengadakan member check, yaitu memeriksa ulang secara garis besar setelah wawancara dengan informan penelitian.


(61)

2. Keteralihan (Transferbility)

Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima untuk melakukan pengalihan, tersebut seorang peneliti mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dengan demikian peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya. Data ini berupa catatan-catatan lapangan, peraturan-peraturan, petunjuk-petunjuk, laporan pelaksanaan dari hasil wawancara dengan informan. Keteralihan data dilakukan dengan konfirmasi ulang kepada pihak Satuan Polisi Pamong Praja Sidoarjo terhadap hasil penelitian yang kemudian disusun dalam bentuk skripsi.

3. Standar Ketergantungan (Dependability)

Dalam hal ini yang dilakukan adalah memeriksa antara lain proses penelitian dan taraf kebenaran data serta tafsiran. Untuk itu peneliti harus menyediakan bahan-bahan sebagai berikut :

a. Data Primer, seperti catatan lapangan sewaktu observasi dan wawancara, dokumen, dan lain-lain yang disajikan dalam bentuk laporan lapangan

b. Hasil analisis data, berupa rangkuman, konsep-konsep dan sebagainya

c. Hasil sistesis data, seperti tafsiran, kesimpulan, definisi, tema, pola hubungan dengan literature dan laporan akhir


(62)

d. Catatan mengenai proses data yang digunakan yakni tentang metodologi, desain, strategi, prosedur, rasional, usaha-usaha agar penelitian tercapai, serta upaya melakukan audit trail (memeriksa dan melacak suatu kebenaran).

4. Kepastian (Conformability)

Dalam upaya mewujudkan kepastian atas penelitian, maka peneliti mendiskusikan dengan dosen pembimbing, setiap tahap penulisan penelitan maupun konsep yang dihasilkan dari lapangan. Dengan demikian diperoleh masukan untuk menambah kepastian dari hasil penelitian, disamping untuk menguji, ini untuk memenuhi syarat kepastian.

Berdasarkan hal tersebut diatas, jelaslah bahwa data yang diperoleh di lapangan tidak dibuktikan dengan angka-angka tetapi berisikan uraian-uraian sehingga menggambarkan hasil yang sesuai dengan data yang teranalisa kemudian diinterpertasikan. Masalah yang dihadapi diuraikan dengan berpatokan pada teori-teori serta temuan yang diperoleh pada saat penelitian tersebut, kemudian dicarikan kesimpulan dan seorang peneliti dapat membuat keputusan yang tepat tentang data yang dikumpulkan dan mana yang tidak perlu dijamah atau mana yang akan dibuang.


(63)

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1. Sejarah Dinas Koperasi Dan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya

Sejak adanya Otonomi Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2001 maka nama Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya berganti nama menjadi Dinas Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya sampai dengan tahun 2005, dan pada tahun itu juga berganti nama lagi menjadi Dinas Koperasi dan Sektor Informal Pemerintah Kota Surabaya. Sampai pada akhirnya pada tanggal 20 Desember 2008 Dinas Koperasi dan Sektor Informal Pemerintah Kota Surabaya berubah nama lagi menjadi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya.

Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya dalam ruang geraknya harus tetap mengacu pada perkembangan ekonomi kerakyatan khususnya yang berkaitan dengan perkembangan perkoperasian dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang keberadaannya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Surabaya.

Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya dipimpin oleh Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung


(64)

jawab langsung kepada Kepala Daerah, melalui Sekretaris Daerah Kota Surabaya. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya terletak di Jalan Gayungsari No. 1 Surabaya.

Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. meningkatkan kualitas kelembagaan dan usaha koperasi 2. meningkatkan kualitas kelembagaan dan usaha mikro

3. meningkatkan kualitas kelembagaan dan usaha Pedagang Kaki Lima (PKL). Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya mempunyai sasaran sebagai berikut :

1. terwujudnya pembinaan kelembagaan dan usaha 1.130 koperasi 2. terwujudnya pembinaan kelembagaan dan usaha 1.585 usaha mikro

3. terwujudnya pembinaan kelembagaan dan usaha bagi 4.000 Pedagang Kaki Lima (PKL).

4.1.2. Letak Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Letak Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya terletak dijalan Gayungsari No. 1Surabaya.

4.1.3. Visi dan Misi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya

Untuk melaksanakan kewengangan di bidang koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), maka Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya menetapkan visi dan misi sebagai berikut :


(65)

A. Visi

“Mewujudkan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang berkualitas dan peduli” untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan tersebut di atas Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya perlu menetapkan misi guna menentukan tujuan dan sasaran yang akan dicapai, sehingga dapat diambil langkah kegiatan yang harus dilaksanakan.

B. Misi

1. mewujudkan Koperasi dengan berkualitas baik 2. mewujudkan Usaha Mikro yang terbina

3. mewujudkan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang terbina

Dengan ditetapkannya visi dan misi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya tersebut diharapkan pelaksanaan kewenangan di bidang koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) lebih terarah.

4.1.4. Tujuan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

1.Meningkatkan dan memberdayakan masyarakat Koperasi dan UMKM serta sektor informal.

2.Mengatasi dan mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan.

3.Meningkatkan kesejahteraan masyarakat (masyarakat Koperasi, UMKM serta sektor informal).


(66)

4.1.5.Strategi Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

1. Meningkatan Sumber Daya Manusia Koperasi , Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta sektor informal (PKL).

2. Pembinaan kelembagaan koperasi dan usaha koperasi. 3. Pembinaan UMKM dan penataan sektor informal (PKL). 4 .Tersedianya Hardware dan Sofware serta jaringan internet.

4.1.6. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya

Berdasarkan peraturan Walikota Surabaya No. 68 Tahun 2005 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya mempunyai tugas yaitu melaksanakan kewenangan di bidang Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta tugas pembantuan yang diberikan oleh Pemerintah. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya juga mempunyai fungsi yaitu :

1. perumusan kebijakan teknis di bidang Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

2. pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum 3. pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) 4. pelaksanaan pengelolaan tata usaha

5. tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.


(67)

4.1.7. Struktur Organisasi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya

Setiap departemen atau organisasi pastinya mempunyai struktur organisasi untuk setiap organisasi untuk menjalankan roda organisasi dan keberadaannya sangat penting sekali, baik kelancaran maupun keefektifannya. Oleh karena itu struktur organisasi adalah suatu kerangka yang menunjukkan setiap tugas seseorang di dalam suatu organisasi, sehingga jelas batas-batasnya, hubungannya, wewenang dan tanggung jawabnya dalam usaha untuk mencapai tujusn yang telah ditentukan.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 14 Tahun 2005 Tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya mempunyai struktur organisasi, yang dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :


(68)

Gambar 4

Struktur Organisasi Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya

Kepala Dinas Drs. Hadi Mulyono, MM

Sekretariat

Ir. Indati Kusuma Wardani, MT

Sub. Bag. Kepegawaian M. Syahroel Sulaiman, SH. MM

Sub. Bag Keuangan Drs. Endro Bintoro

Bid. Kelembagaan dan SDM Drs. Rudi Haryono, MM

Seksi Kelembagaan Koperasi Dahliana Lubis, SP

Seksi Pembinaan SDM Dra. Sunarsih, MM

Bidang Usaha Koperasi Drs. Sugeng Prijadi

Seksi Jasa dan Pemasaran Drs. Sutardini

Bid. Usaha Mikro Kecil dan Menengah Drs. Moch. Djamal, MM

Seksi Kemitraan dan Permodalan Drs. Kasban

Seksi Usaha Mikro Drs. Sapto Hadi, MM Seksi Usaha Kecil dan

Menengah Ratnawati, BA

UPTD

Sumber : Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya 2009


(69)

4.1.8. Tugas Pokok dan Fungsi Pegawai Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil, dan Menengah Pemerintah Koya Surabaya.

1. Kepala Dinas

Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Daerah, melalui Sekretaris Daerah Kota Surabaya.

Jabatan ini dipegang oleh Drs. Hadi Mulyono, MM

Kepala Dinas mempunyai tugas :

1. Perumusan kebijakan teknis dibidang Koperasi dan Sektor Informal. 2. Pemberian perijinan dan pelaksanaan pelayanan umum.

3. Pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). 4. Pengelolaan ketatausahaan Dinas.

5. Pelaksanaan Tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2. Sekretariat

Bagian Sekretariat mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di bidang Kesekretariatan

Jabatan ini dipegang oleh Ir. Indati Kusuma Wardhani, MT.

Bagian Kesekretariatan mempunyai fungsi :

1. Pelaksanaan koordinasi perencanaan program, anggaran dan laporan dinas. 2. Pelaksanaan pembinaan organisasi dan ketatalaksanaan.


(70)

4. Pengelolaan surat menyurat, dokumentasi, rumah tangga dinas, kearsipan dan perpustakaan.

5. Pemeliharaan rutin gedung dan perlengkapan / peralatan kantor. 6. Pelaksanaan hubungan masyarakat dan keprotokolan.

7. Pelaksanaan administrasi perizinan / pemberian rekomendasi.

a. Sub Bagian Kepegawaian

Sub Bagian Umum dan Kepegawaian dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang dalam melaksanakan tugas berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Kesekretariatan.

Jabatan ini dipegang oleh M. Syahroel Sulaiman, SH, MM

Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas :

1. Menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis di bidang umum dan kepegawaian

2. Menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis di bidang umum dan kepegawaian.

3. Menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang umum dan kepegawaian.

4. Menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian di bidang umum dan kepegawaian.

5. Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas

6. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh sekretaris sesuai dengan tugas dan fungsinya.


(71)

b. Sub Bagian Keuangan

Sub Bagian Keuangan dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang dalam melaksanakan tugas berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Kesekretariatan.

Jabatab ini dipegang oleh Drs. Endro Bintoro

Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas :

1. Menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis dibidang keuangan.

2. Menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk di bidang keuangan.

3. Menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan instansi lain di bidang keuangan.

4. Menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian bidang keuangan. 5. Menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas.

6. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh sekretaris sesuai dengan tugas dan fungsinya.

3. Bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia

Bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di bidang kelembagaan dan sumber daya manusia.

Jabatan ini dipegang oleh Drs. Rudi Haryono, MM


(72)

1. Pelaksanaan kebijakan pembentukan, penggabungan dan peleburan, serta pembubaran koperasi.

2. Pengesahan pembentukan, penggabungan, dan peleburan, serta pembubaran serta pembubaran koperasi dalam wilayah kota.

3. Pemberian fasilitas pelaksanaan pengesahan dan pengumuman akta pendirian koperasi dalam wilayah kota.

4. Pemberian fasilitas pelaksanaan pengesahan perubahan AD atau ART yang menyangkut penggabungan, pembagian dan perubahan bidang usaha koperasi dalam wilayah kota.

5. Pemberian fasilitas pelaksanaan pembubaran koperasi di tingkat kota sesuai dengan pedoman pmerintah ditingkat kota.

6. Pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan koperasi dalam pembuatan laporan tahunan KSP dan USP dalam wilayah kota.

7. Pemberian fasilitas pelaksanaan pembubaran dan penyelesaian akibat pembubaran KSP dan USP dalam wilayah kota.

8. Pemberian sanksi administratif kepada KSP dan USP dalam wilayah kota yang tidak melaksanakan kewajibannya.

9. Pengembangan iklim serta kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan koperasi dalam wilayah kota.

10.Pemberian bimbingan dan kemudahan koperasi dalam wilayah kota. 11.Perlindungan kepada koperasi dalam wilayah kota.


(1)

Pemerintah Kota Surabaya sudah mencapai sasaran terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya.sehingga para pedagang sudah mengerti adanya pembinaan ini.dan tujuannya untuk menyimpan bahan makanan tetap aman.

3. Tersedia pembuangan air limbah yang tertutup,mengalir lancar dan tidak berbau.

Dinas Koperasi Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya sudah melakukan pembinaan terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya tentang pembuangan air limbah yang tertutup, mengalir lancar dan tidak berbau. maka itu para pedagang sudah melaksanakan dan mengerti dan bermanfaat juga bagi pedagang.tujuannya membantu sirkulasi udara agar tidak timbul bau tak sedap di Lapangan Karah Surabaya.

4. Konstruksinya memudahkan untuk dibersihkan.

Dinas Koperasi Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya dalam melakukan penyuluhan ini terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya tentang konstruksi atau tempat dagang untuk berjualan sangat mudah dibersihkan, para pedagang sudah melakukan apa yang diberikan pembinaan dari Dinas Koperasi sudah mencapai sasaran terhadap pedagang, maka itu pedagang sangat mengerti dan sangat bermanfaat bagi pedagang. Tujuan yang dilakikan oleh Dinas Koperasi sudah mencapai sasaran.


(2)

Pembinaan yeng dilakukan oleh Dinas Koperasi Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya tentang cara menyimpan bahan makanan agar kondisinya tetap segar, tidak busuk atau tidak rusak. maka para pedagang sudah melaksanakan dan mengerti menyimpan bahan makanan tersebut ke dalam lemari es maupun termos.dan tujuan Dinas Koperasi terhadap pedagang sudah mencapai sasaran.

6. Tidak Mengandung bahan berbahaya seperti borak dan formalin.

Pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya tentang bahan berbahaya seperti borak dan formalin dalam makanan sangat berbahaya buat kesehatan, sehingga para pedagang sudah mengerti tentang adanya pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi sangat bermanfaat. Dengan tujuan ini pedagang telah memahami masalah bahan berbahaya seperti borak dan formalin karena bisa merusak kesahatan buat konsumen.

7. Bahan Makanan Kemasan Tidak Kadaluarsa

Dinas Koperasi Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya dalam melakukan pembinaan terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya agar selalu mengontrol bahan makanan


(3)

kemasan yang dijual. maka para pedagang sudah melaksanakan dan pengecekkan terhadap makanan dan miuman kemasan yang masa tanggalya yang akan kadarluarsa.dan para pedagang sudah mengerti dalam pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan sangat bermanfaat juga bagi pedagang, dan tujuan dari Dinas Koperasi untuk padagang berdampak positif terhadap pemasaran atau penjualan bahan makanan kemasan yang dijual.

Kesimpulan tentang pembinaan Bintek (Bimbingan Teknis) Produksi dan Kesehatan yang dilakukan terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya sudah mencapai sasaran karena pedagang telah memahami dan melaksanakan sesuai dengan pembinaan yang dilakukan oleh pihak Dinas Koperasi. PKL di Lapangan Karah Surabaya juga merasakan bahwa pembinaan Bintek Produksi dan Kesehatan bagi pedagang memberikan dampak yang positif bagi peningkatan usahanya.

5.2. SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas maka penulis menyampaikan saran yang berhubungan dengan Pembinaan PKL Lapangan Karah Surabaya. Saran yang peneliti ini sebagai masukan kepada Dinas Koperasi Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah kota Surabaya dalam menumbuhkan kesadaran para pedagang untuk mengikuti pelatihan bimbingan teknis (Bintek) sehingga para pedagang


(4)

tidak merasa bosan maupun materi yang bersifat monoton.Dalam hal ini ada satu kendala yang dialami oleh PKL Lapangan Karah Surabaya dikarenakan tidak adanya fasilitas tempat pencucian yang memadai yang dilakukan pembinaan oleh Dinas Koperasi Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah terhadap PKL Lapangan Karah Surabaya.

1. Akses pencucian peralatan.

Dinas Koperasi Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya. Sementara ini sudah melaksanakan pembinaan terhadap para PKL Lapangan Karah Surabaya. Diharapkan para pedagang tidak merasa kecewa karena akses pencucian yang disediakan oleh Dinas Koperasi belum dibantu adanya sarana yang membantu fasilitas berupa slang air dan pompa air manual. Sehingga Dinas Koperasi hanya memberikan berupa bak air untuk mencuci peralatannya yang ada di PKL Lapangan Karah Surabaya.

2. Tidak terdapat lalat atau hewan penganggu lainnya.

Diharapkan Dinas Koperasi Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya lebih mampu tidak hanya melakukan pembinaa atau penyuluhan tetapi terjun langsung kepada pedagang dalam memberikan contoh kepada masyarakat.

3. Tersedia pembuangan air limbah yang tertutup, mengalir lancar dan tidak berbau.

Diharapkan Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya melakukan tindakan langsung dalam hal ini


(5)

membantu pedagang dalam pembuangan air limbah agar tidak berbau di tempat penjualan.

4. Konstruksinya memudahkan untuk dibersihkan.

Menyediakan tempat khusus bagi pedagang dalam meletakkan konstruksi dagangannya agar tidak mengganggu sarana dan prasarana lainnya, sementara bagi pedagang setelah selesai berjualan supaya meletekkan pada tempatnya.

5. Bahan makanan dalam kondisi segar, tidak busuk atau tidak rusak. Melakukan pengawasan yang begitu ketat terhadap pedagang untuk melakukan penyimpanan barang dagangan dalam kondisi segar dan baik. Dan pedagang telah menyediakan lemari es untuk menyimpan bahan makanan sebagai tempat penyimpanan dagangannya.

6. Tidak mengandung bahan berbahaya seperti borak dan formalin.

Dinas Koperasi Usaha Mikro,Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya diharapkan tanpa lelah untuk mengawasi pengawasan terhadap bahan makanan yang dijual pedagang. Bagi pedagang sendiri agar menjual makanan tidak mengandun bahan berbahaya.

7. Bahan makanan kemasan tidak kadaluarsa.

Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya. Sering melakukan pengawasan terhadap bahan makanan yang batas waktu tanggalnya yang dijual, Sementara pedagang hendaknya menjual makanan yang belum batas kadaluarsa.


(6)

Hidayat, 1990, Pengembangan Sektor Informal dalam Pembangunan Nasional Pusat Penelitian Ekonomi dan Sumber Daya Manusia, Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran, Bandung.

Khaituddin, Maulida, 2003, Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi Rawa Buatani. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Moeleong, Lexy, 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Miftah Thoha, 2002, Pembinaan Organisasi (Proses Diagnosa dan Intervensi), Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Miles, Hubberman, 1992, Analisa Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda Karya.

Mustofa Ali Achsan, 2008, Modal Transformasi Sosial Sektor Informal, Malang: In-Trans Publishing.

Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL Kota Surabaya.

Sediaoetama, Achmad Djaeni, 2004, Ilmu Gizi, Penerbit Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta.

Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2007, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta.

http//tesis-skripsi.blogspot.com


Dokumen yang terkait

STRATEGI KOMUNIKASI PADA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PEMERINTAH KOTA SURABAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya Dalam Penataan PKL).

0 0 109

PERAN DINAS KOPERASI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DALAM PEMBERDAYAAN UKM BATIK MANGROVE DI KECAMATAN RUNGKUT PEMERINTAH KOTA SURABAYA.

4 10 104

PERAN DINAS KOPERASI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DALAM PEMBINAAN SENTRA USAHA KECIL PRODUKSI TEMPE DI KELURAHAN TENGGILIS MEJOYO KECAMATAN TENGGILIS MEJOYO PEMERINTAH KOTA SURABAYA.

8 30 122

STRATEGI DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH KOTA SURAKARTA DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH.

0 0 1

DINAS KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

0 0 1

DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO,KECIL DAN MENENGAH

0 0 1

PERAN DINAS KOPERASI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DALAM PEMBINAAN SENTRA USAHA KECIL PRODUKSI TEMPE DI KELURAHAN TENGGILIS MEJOYO KECAMATAN TENGGILIS MEJOYO PEMERINTAH KOTA SURABAYA

0 0 22

PEMBINAAN DINAS KOPERASI UMKM PEMERINTAH KOTA SURABAYA TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) LAPANGAN KARAH KOTA SURABAYA

0 0 22

PERAN DINAS KOPERASI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DALAM PEMBERDAYAAN UKM BATIK MANGROVE DI KECAMATAN RUNGKUT PEMERINTAH KOTA SURABAYA

0 0 17

STRATEGI KOMUNIKASI PADA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PEMERINTAH KOTA SURABAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya Dalam Penataan PKL)

0 0 21