kegiatan usahanya dan membebaskan users dari segala macam gugatantuntutan para pencipta yang tergabung pada YKCI.
50
Royalti harus dibayar karena lagu adalah suatu karya intelektual manusia yang mendapat perlindungan hukum. Jika pihak lain ingin menggunakan,
sepatutnya minta izin kepada si pemilik Hak Cipta. Pembayaran royalti merupakan konsekuensi dari menggunakan karya cipta orang lain.
C. Tata Cara Pengalihan Karya Cipta Lagu dan Musik dalam Bentuk Ringtone pada Telepon Seluler
Mochtar Kusumaatmadja dalam teorinya yaitu teori hukum dalam pembangunan menyebutkan bahwa salah satunya hukum itu tidak boleh
menghambat modernisasi, maksudnya bahwa hukum itu berorientasi ke masa depan dan menciptakan manusia modern yang ukurannya adalah rasional, jujur,
tepat waktu, efisien, status timbul tidak gengsi. Perlindungan hak cipta lagu belum begitu lama dibandingkan dengan usia budaya lagu atau musik itu sendiri.
Perkembangan pengaturan perlindungan karya cipta lagu di Indonesia pada tahun 1912, yaitu pada saat diundangkannya Auteurswet Wet van 23 September 1912,
Staatsblaad 1912 Nomor 600, yang mulai berlaku 23 September 1912. Setelah Indonesia Merdeka, ketentuan Auteurswet 1912 dirasakan sangat ketinggalan
jaman karena dalam praktiknya banyak merugikan kepentingan pihak-pihak yang hidupnya bergantung di bidang hak cipta lagu, kurang mendorong penciptaan dan
penyebarluasan dari karya intelektual, sehingga kurang mendorong meningkatkan
50
Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung: PT. Alumni, 2006, hlm. 120.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kemajuan ilmu dan seni yang berguna untuk mempercepat pertumbuhan kecerdasan hidup bangsa dan pengaturannya kurang menggariskan keseimbangan
yang adil antara hak pencipta untuk mengawasi penyebaran karyanya dan kepentingan umum dalam memelihara penyebaran yang luas
51
. Mengenai permasalahan pengalihan karya cipta lagu dan musik dalam
bentuk ringtone, harus dilihat kepada perjanjian antara pencipta lagu dengan produser rekaman. Perjanjian yang dibuat sering kali tidak jelas, sehingga
merugikan pencipta lagu, yang sebenarnya memiliki hak atas royalti, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 45 ayat 3 UUHC. Namun demikian, hak pencipta lagu
atas royalti untuk lagu ciptaannya, hanya dapat diminta jika perjanjian yang dibuat antara pencipta lagi dengan produser rekaman adalah perjanjian Lisensi.
Mengenai lisensi ini diatur dalam Pasal 1 angka 14 UUHC sebagai berikut: “Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Hak Terkait
kepada pihak lain untuk mengumumkan danatau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.”
Adapun kegiatan-kegiatan
yang dapat
dikategorikan sebagai
mengumumkan danatau memperbanyak, menurut Penjelasan Pasal 2 ayat 1 UUHC adalah sebagai berikut:
1. Menerjemahkan; 2. Mengadaptasi;
3. Mengaransemen; 4. Mengalihwujudkan;
51
Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung: PT. Alumni
,
2003 , hlm 56-57.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Menjual; 6. Menyewakan;
7. Meminjamkan; 8. Mengimpor;
9. Memamerkan; 10. Mempertunjukkan kepada publik;
11. Menyiarkan; 12. Merekam;
13. Mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun. Jika melihat pada ketentuan di atas, seharusnya pencipta lagu dapat
memperoleh keuntungan secara ekonomis, berupa royalti, dari penjualan lagu ciptaannya oleh produser rekaman, kepada provider telepon seluler. Hanya saja,
pencipta lagu tidak memiliki hak atas royalti terhadap penggunaan lagunya oleh provider telepon seluler, dalam bentuk nada dering dan nada tunggu. Hal ini
dikarenakan pencipta lagu tidak secara langsung melakukan perjanjian dengan provider telepon seluler. Provider telepon selular hanya melakukan
perjanjian dengan produser rekaman. Dengan demikian, royalti atas ringtone dan ringbacktone, menjadi milik produser rekaman, sebagai pemegang hak cipta atas
ciptaan lagu tersebut. Pada prakteknya, keadaan demikian sangat dimungkinkan terjadi karena
adanya masalah perdata antara pencipta lagu dengan produser rekaman. Ada pencipta lagu, yang karena ketidaktahuannya akan hukum, membuat perjanjian
dengan produser rekaman secara perjanjian bayar putus atau flatpay. Dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perjanjian jenis ini, maka terjadi pengalihan hak secara ekonomi. Menurut Edmon Makarim, seluruh hak yang timbul dari adanyan ciptaan, merupakan hak pencipta
yang dapat dialihkan secara ekonomis. Bagi sebagian orang, pengalihan hak secara ekonomi ini dipandang
sebagai pengalihan hak secara keseluruhan, sehingga menghilangkan hak eksklusif pencipta lagu untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya,
ataupun memberikan izin untuk pengumuman dan perbanyakan ciptaan, sebagaimana hak dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UUHC juncto Pasal 1 ayat 2
UUHC, karena hal tersebut telah beralih ke tangan produser rekaman. Namun demikian, sebenarnya hak pencipta lagu tidak bisa disingkirkan
begitu saja, karena sebenarnya pemilik mutlak dari hak cipta atas sebuah ciptaan lagu adalah sang pencipta lagu, bukan pada produser rekaman. Yang harus
diperhatikan oleh pencipta lagu adalah kontrak perdata yang dibuat dengan produser rekaman. Pencipta lagu harus teliti dalam mendefinisikan hak-hak
ekonomis yang dimaksud, sehingga tidak mendatangkan kerugian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA ATAS PELANGGARAN KARYA CIPTA