381 Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
dengan adanya program gernas kakao dan Nagari Model Kakao, petani telah melaku-
kan pemangkasan sekitar 75 dan pengen- dalian hama penyakit 60.
Untuk memperbaiki mutu kakao ini disarankan agar dilaksanakan secara
berkelompok dengan membentuk Unit Fermentasi dan Pengeringan Kakao UFPK
pada setiap GapoktanKoperasi, agar dapat meningkatkan citra tentang kepedulian
petani terhadap kakao fermentasi yang sesuai dengan SNI, serta diiringi dengan
perbedaan harga. Permasalahan yang ditemui dilapangan
adalah serangan hama Penggerek Buah Kakao, Tupai, dan penyakit busuk buah,
serta kondisi naungan yang tinggi tidak dipangkas dari awalnya dan tidak ada
sanitasi lahan.
No Tahun
Luas serangan ha
1 2008
296 2
2009 254
3 2010
299 4
2011 136
5 2012
86
Tabel 4 : Perkembangan serangan BPK di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2008 – 2011
Sumber. Disbun Padang Pariaman, 2012
Terjadinya penurunan produksi dan produktivitas kakao karena adanya serangan
OPT yang menyebabkan menurunnya kualitas produksi, terutama serangan hama
Penggerek Buah Kakao PBK, dimana luas serangan pada tahun 2008 seluas 296
ha dan terjadi penuruanan luas serangan pada tahun 2011 dan 2012 seluas 86 ha
Tabel 4. Pada tahun 2008 – 2010, Dinas Pertanian Kabupaten Padang Pariaman telah
melaksanakan kegiatan pengendalian hama PBK dengan memanfaatkan dana APBD
II maupun APBD I dalam bentuk SLPHT, namun kegiatan ini hanya bisa dilaksanakan
pada 7 tujuh kelompok. Disamping itu Dinas juga telah melakukan sosialisasi
Pengendalian Hama dan Penyakit Kakao, serta peremajaan tanaman kakao yang tidak
produktif dengan cara sambung samping Disbun Padang Pariaman, 2011.
3. Produksi dan Produktivitas
Dengan luas tanaman kakao seluas 101.014 ha pada tahun 2010 perkebunan
rakyat dan perkebunan swasta nasional, dan produksi sebesar
49.769 ton, maka rata-rata produktiitas tanaman kakao di
Sumatera Barat hanya sebesar 0,49 ton hath, sementara secara teoritis potensi
produktiitas tanaman kakao adalah lebih kurang 2 tonhatahun.
Perkembangan Luas
dan produksi kakao di Kabupaten Padang Pariaman dari tahun 2006 – 2013 dapat
dilihat pada Gambar 1 dan 2. Perkembangan luas dan produksi
tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman sangat segniikan yaitu dari 4.641
382 Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
ha tahun 2006 menjadi 31.522 ha pada tahun 2013 naik 679 dengan melibatkan 8.853
KK petani kakao karena adanya perluasan areal tanaman kakao.
5,000 10,000
15,000 20,000
25,000 30,000
35,000
2006 2007
2008 2009
2010 2011
2012 2013
Lu a
s H
a
Tahun
Gambar 1. : Perkembangan Luas Tanaman Kakao di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2006-2013
Gambar 2. : Perkembangan produksi Kakao di Kabupaten Padang Pariaman dari tahun 2006-2013
2,000 4,000
6,000 8,000
10,000 12,000
14,000 16,000
18,000
2006 2007
2008 2009
2010 2011
2012 2013
P ro
d u
ks i
T o
n
Tahun
Perkembangan produksi Kakao di Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 2006
sebesar 1.920 ton dan produksi pada tahun 2013 sebesar 15.243 ton, dengan kenaikan
sebesar 794. Terjadinya peningkatan produksi yang signiikan, karena adanya
peluasan areal tanam kakao. Pada tahun 2009 terjadi penurunakan produksi menjadi
2.656 ton yang disebabkan karena banyak tanaman kakao yang terserang oleh hama
Penggerek Buah Kakao PBK sebesar 299 ha, dan pada waktu itu juga terjadi
peremajaan tanaman kakao yang tidak produktif dengan sistem sambung samping.
383 Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
Perkembangan produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman belum
mengembirakan hanya berkisar antara 806 – 989 kghatahun Gambar 3, pada hal
potensi produktivitas tanaman kakao bisa
mencapai 2000 kghatahun. Rendahnya produktivitas kakao ini disebabkan karena
belum banyaknya petani menggunakan varietas unggul, dan pemeliharaan yang
kurang baik, terutama pemupukan dan pemangkasan.
200 400
600 800
1,000 1,200
2006 2007
2008 2009
2010 2011
2012 2013
P ro
d u
kt iv
it a
s K
g h
a
Tahun Gambar 3. : Perkembangan produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman dari tahun 2006-2013.
Sistem Usahatani Kakao
Ada dua model Sistem Usahatani SUT kakao yang berkembang yaitu sekitar
80 merupakan usahatani campuran dengan pengertian tanaman utama kelapa berfungsi
sebagai pelindung. Usaha tani campuran tersebut adalah 1 kelapa + kakao; 2
kelapa + kakao + pisang. Sisanya 20 merupakan usahatani monokultur.
Perkebunan kakao rakyat sebagian besar merupakan tanaman tumpang sari
di antara tanaman kelapa. Kelapakakao + pisang merupakan pola usaha tani yang
dominan di wilayah ini. Kakao adalah tanaman perkebunan yang memerlukan
naungan, karena itu pengembangan kakao di kawasan perkebunan kelapa rakyat
ini sangat cocok, dan sekaligus untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan yang
tersedia. Umur panen tanaman kakao sekitar
3,0 tahun setelah tanam. Kakao yang dipelihara dengan baik pada tahun I panen,
memberikan hasil 400-500 kgha biji kering, umur 7 tahun hasil mencapai 0,50
tonhathn. Diperkirakan tahun berikutnya terus meningkat sampai umur 14-15 tahun,
setelah itu hasil mulai menurun. Frekuensi panen 1 kali 15 hari dan dalam setahun
panen 24 kali. Panen terendah rata-rata 0,50 tonhathn, tertinggi 1,10 tonhathn
dibawah pohon kelapa. Buah yang dipetik dikumpulkan pada suatu tempat dan disini
buah dibelah melintang miring atau dipotong
384 Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
dua, agar mudah mengeluarkan biji. Biji bersama daging biji dimasukkan kedalam
karung plastik untuk proses lebih lanjut, atau langsung dijemur. Perolehan hasil kakao
yang ditanam secara monokultur rata-rata 1,15 thatahun dan secara tumpangsari 0,65
thatahun Tabel 5.
Tabel 5. : Keragaan hasil kakao per hektar ada dua tipe sistem usahatani SUT di Sumatera
Barat.
Uraian Satuan
Kakao+kelapa Monokultur
Hasil tertinggi tha
1,10 1,30
Hasil terendah tha
0,50 0,90
Hasil rata-rata tha
0,65 1,15
Rendahnya produktiitas tanaman kakao ini, mendorong pemerintah untuk
melakukan upaya agar produktiitas bisa mencapai angka 1,2 tonhatahun. Jika
angka produktiitas ini tercapai maka mulai tahun 2015 produksi biji kakao di Sumat-
era Barat akan mencapai angka 121 ribu ton. Jumlah ini tentu jauh meningkat dari
produksi kakao yang ada saat ini yang han- ya sebesar 66.588 ton.
Luas pertanaman kelapa pada tahun 2012 di Sumatera Barat mencapai
91.965 ha. Sebagian besar lahan, peman- faatannya belum optimal, yang ditunjukkan
oleh rendahnya populasi kelapa yaitu 50-80 batangha. Keadaan ini merupakan potensi
untuk pengembangan kakao dengan sistem tumpangsari di antara kelapa. Potensi lahan
untuk pengembangan kakao dengan sistem tumpang sari kelapa+kakao di Kabupaten
Padang Pariaman, cukup luas yaitu menca- pai 13 ribu hektar.
Ada beberapa hal yang diduga se- bagai penyebab rendahnya produktiitas
tanaman kakao di Provinsi Sumatera Barat
antara lain : 1.
Bibit kakao yang digunakan oleh se- bagian besar petani adalah merupa-
kan bibit asalan yang dikembangan sendiri oleh petani, bukan merupakan
bibit dari klon unggul. 2.
Sebagian besar tanaman kakao di- tanam sebagai tanaman tumpang
sari dengan berbagai jenis tanaman pohon, namun tidak tertata dengan
baik, sehingga tanaman kakao tidak mendapatkan pencahayaan sinar ma-
tahari yang cukup. Disisi lain ada juga petani yang mengembangkan
tanaman kakao sebagai tanaman mo- nokultur, tapi tidak disediakan tana-
man pelindung yang baik, sehingga juga menyebabkan tidak berproduk-
sinya tanaman kakao dengan baik. 3.
Sebagian besar petani tidak melaku- kan pemupukan tanaman kakao den-
gan benar, sehingga tanaman kakao tidak mempunyai cukup hara untuk
makanannya. 4.
Sebagian besar petani tidak melaku- kan pemangkasan tanaman kakao
dengan benar, sehingga tanaman tum-
385 Jurnal Penelitian dan Kebijakan Publik, Volume 2, Nomor 2, Desember 2014
buh seperti tanaman hutan. Kondisi ini menyebabkan tidak terdistribus-
inya penyinaran matahari dengan baik pada pokok tanaman dan mudah
berkembang biaknya hama dan pe- nyakit pada tanaman kakao.
5. Masih rendahnya sistem pengendalian
hama penyakit yang dilakukan oleh petani, sehingga hama dan penyakit
disamping menyerang buah juga ada yang menyerang pokok tanaman se-
hingga menyebabkan tanaman men- jadi mati. Disamping itu buah atau
bakal buah tanaman kakao kemudian tidak berkembang dengan baik dan
tidak menghasilkan biji atau kalaupun menghasilkan biji, kualitas biji men-
jadi sangat rendah. Penerapan teknologi ditingkat petani
relatif sederhana. Teknologi dimaksudkan disini adalah teknologi budidaya yang me-
liputi persiapan lahan, tanam, pemupukan, pemangkasan, pemeliharaan dan pember-
antasan hamapenyakit. Teknologi pascap- anen kakao adalah fermentasi dan penger-
ingan. Umumnya petani kakao mengerti teknik fermentasi. Namun praktek yang
dilakukan pemeraman biji kakao dalam karung plastik yang disusun berlapis-lapis.
Kualitas biji kakao yang dihasilkan, aroma dan warna suram. Pengeringan dilakukan
dengan menggunakan sinar matahari se- lama ± 3 hari. Sebagian besar petani tidak
melakukan fermentasi. Sementara bila di- lakukan fermentasi memakan waktu 3-4
hari. Proses fermentasi tergantung dari per- mintaan kualitas biji oleh pedagang. Ser-
ing pedagang memberlakukan harga sama antara biji kering hasil fermentasi dengan
tanpa fermentasi.
4. Upaya Perbaikan Agribisnis Kakao