II - 11
2.1.6 Potensi Pengembangan Wilayah 1. Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Kawasan peruntukan hutan produksi adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI
Nomor: 867Menhut-II2014 tentang Kawasan Hutan di Provinsi Kepulauan Riau yaitu: Kawasan Hutan Produksi Terbatas HPT seluas 164.662 hektar, Kawasan Hutan
Produksi Tetap HP sebanyak 49.439 hektar, Kawasan Hutan yang dapat dikonversi HPK seluas 252.940.
Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas lebih kurang 231.441 hektar. Selain itu Kawasan hutan yang berdampak penting dan
cakupan yang luas serta bernilai strategis DPCLS seluas 23.872 hektar. Non DPCLS seluas 207.569 hektar. Selanjutnya perubahan fungsi kawasan hutan seluas 60.299
hektar dan penunjukan bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan seluas 536 hektar.
2. Kawasan Peruntukan Pertanian
Rencana kawasan peruntukan pertanian di Provinsi Kepulauan Riau seluas 227.682,63 Ha. Kawasan pertanian ini terdiri dari kawasan budidaya tanaman pangan,
kawasan hortikultura, kawasan perkebunan dan kawasan peternakan. Pengembangan Kawasan Budidaya Tanamana Pangan, Hortikultura dan Peternakan dialokasikan di
Kabupaten Lingga sebagai sentra pengembangan sektor pertanian dan Kabupaten Bintan. Pemanfaatan kawasan pertanian ditujukan untuk pemanfaatan potensi dan
berdasarkan kesesuaian lahan secara berkelanjutan untuk mendukung ketahanan pangan dan pengembangan berorientasi agribisnis pertanian.
Sementara itu kawasan peternakan dibagi berdasarkan peruntukan skala agribisnis dan skala peternakan rakyat
backyard farming. Untuk kawasan agribisnis diprioritaskan pada Kabupaten Lingga, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan
Anambas, Kabupaten Karimun dan Kabupaten Bintan serta beberapa pulau yang memiliki potensi dan kesesuaian dari aspek daya dukung lahan dan agroklimat. Khusus
untuk Kota Batam, kawasan peternakan dikembangkan pada daerah
hinterland. Sedangkan pengembangan sub sistem hilir peternakan diarahkan di kota Batam dan
Kota Tanjungpinang.
3. Kawasan Peruntukan Perikanan
Kawasan peruntukan perikanan terdiri atas Kawasan Perikanan Tangkap, dan Kawasan perikanan budidaya. Kawasan perikanan tangkap merupakan kawasan yang
digunakan untuk kegiatan memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun termasuk kegiatan yang menggunakan
kapal untuk memuat mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan atau mengawetkannya. Potensi perikanan tangkap tersebar di seluruh wilayah laut
dan perairan umum Provinsi kepulauan Riau. Wilayah pengelolaan perikanan yang ada sudah termasuk dalam wilayah pengelolaan perikanan WPP sebagaimana dimaksud
II - 12 dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2009 tentang Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia. Pemanfaatan potensi perikanan tangkap di Provinsi Kepulauan Riau terkendala arah angin utara selama tiga bulan dalam setahun
terjadi sehingga nelayan berhenti melaut.
Kawasan perikanan budidaya merupakan kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan memelihara, membesarkan dan atau membiakkan ikan serta memanen
hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol. Pengembangan perikanan budidaya yang meliputi usaha pembenihan sampai pemanfaatan teknologi budidaya sangat cocok di
provinsi ini. Potensi perikanan budidaya yang dimiliki Provinsi Kepulauan Riau meliputi budidaya laut seluas lebih kurang 435.000 ha, rumput laut lebih kurang 38.520 ha,
tambak seluas lebih kurang 4.948 ha.
4. Kawasan Peruntukan Pertambangan
Kawasan peruntukan pertambangan adalah wilayah yang diperuntukkan bagi kegiatan pertambangan, baik wilayah yang sedangsudahbelum dikerjakan kegiatan
pertambangan dan sudah ditetapkan dalam Perencanaan Wilayah Pertambangan sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Rencana kawasan peruntukan
pertambangan di Provinsi Kepulauan Riau seluas 13.759,28 Ha. Potensi pertambangan yang ada di provinsi Kepulauan Riau berupa batu granit di wilayah Karimun, Bintan,
Lingga dan Kepulauan Anambas; Pasir di wilayah Karimun, Bintan, Batam dan Lingga; Timah di wilayah Karimun dan Lingga; Bauksit di wilayah Karimun, Bintan, dan Lingga,
Biji Besi di wilayah Karimun, Lingga dan Kepulauan Anambas, Minyak dan Gas di wilayah Natuna dan Kepulauan Anambas, serta potensi galian tambang lainnya.
5. Kawasan Peruntukan Industri