2.6.5. Memastikan Penyakit TB Paru
Untuk memastikan bahwa seseorang menderita TB paru atau tidak, dapat dilakukan pemeriksaan dahak sebanyak 3x selama 2 hari yang dikenal dengan
istilah SPS Sewaktu-Pagi-Sewaktu yaitu; i Sewaktu hari pertama, yaitu pemeriksaan dahak sewaktu penderita datang pertama kali; ii Pagi hari kedua, yaitu
pemeriksaan sehabis bangun tidur keesokan harinya. Dahak ditampung dalam pot kecil yang diberi petugas laboratorium; iii Sewaktu Hari kedua, yaitu pemeriksaan dahak
yang dikeluarkan saat penderita datang ke laboratorium untuk diperiksa. Jika positif, orang tersebut dipastikan menderita TB paru.
Pada program TB paru nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan
dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB paru hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis Kemenkes RI, 2012.
2.7. Pengawas Menelan Obat PMO
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan
seorang PMO yang memiliki syarat ; 1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
Universitas Sumatera Utara
2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien. 3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
4. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien. Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan dan bila tidak ada petugas kesehatan
yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, tokoh masyarakat atau anggota keluarga. PMO memiliki tugas yaitu;
1. Mengawasi pasien TB paru agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
3. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB paru yang mempunyai gejala - gejala mencurigakan TB paru untuk segera memeriksakan diri ke unit
pelayanan kesehatan Kemenkes RI, 2012. 2.8. Cara Pencegahan Penyakit TB Paru
Menurut Kemenkes RI 2012 agar terhindar dari TB paru ada beberapa hal yang perlu dilakukan diantaranya;
1. Membiasakan cara hidup sehat dengan makan makanan yang bergizi, istirahat yang cukup, olah raga teratur, menghindari rokok, alkhol, obat terlarang dan menghindari
stress. 2. Bila batuk mulut ditutup.
3. Jangan meludah sembarang tempat
Universitas Sumatera Utara
4. Lingkungan sehat. 5. Vaksinasi BCG pada bayi
2.9. Penanggulangan Tuberkulosis Paru
Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD International Union Against TB paru and Lung Diseases telah mengembangkan strategi penanggulangan TB paru yang
dikenal sebagai strategi DOTS Directly Observed Treatment Short-course dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif cost-
efective. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas
diberikan kepada pasien TB paru tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB paru dan dengan demkian menurunkan insidens TB paru di masyarakat.
Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB paru Kemenkes RI, 2012.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci : 1. Komitmen politis.
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya. 3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB paru dengan
tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan. 4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan Depkes RI, 2012.
Universitas Sumatera Utara
2.9.1. Kebijakan Penanggulangan Tuberculosis Paru
Menurut Kemenkes RI 2012, Penanggulangan Tuberkulosis paru di Indonesia ditempuh melalui kebijakan-kebijakan yakni:
1. Penanggulangan TB paru di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi dengan Kabupatenkota sebagai titik berat manajemen program dalam
kerangka otonomi yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya dana, tenaga, sarana dan
prasarana. 2. Penanggulangan TB paru dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS
3. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program penanggulangan TB paru.
4. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga
mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB paru. 5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB paru dilaksanakan
oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan UPK, meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru RSP, Balai Pengobatan Penyakit Paru -
Paru BP4, Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktek Swasta DPS. 6. Penanggulangan TB paru dilaksanakan melalui promosi kesehatan, penggalangan
kerja sama dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non
Universitas Sumatera Utara
pemerintah dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB paru Gerdunas TB Paru.
7. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring.
8. Obat Anti Tuberkulosis OAT untuk penanggulangan TB paru diberikan kepada pasien secara gratis dan dijamin ketersediaannya.
9. Ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.
10. Penanggulangan TB paru harus berkolaborasi dengan penanggulangan HIV. 11. Pasien TB paru tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.
12.
Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.
2.9.2. Strategi Advokasi, Komunikasi, dan Mobilisasi Sosial AKMS dalam Penanggulangan Tuberkulosis Paru
AKMS TB paru adalah suatu konsep sekaligus kerangka kerja terpadu untuk memengaruhi dan mengubah kebijakan publik, perilaku dan memberdayakan
masyarakat dalam pelaksanaan penanggulangan TB paru. Sehubungan dengan itu AKMS TB paru merupakan suatu rangkaian kegiatan advokasi, komunikasi, dan
mobilisasi sosial yang dirancang secara sistematis dan dinamis. Dalam pelaksanaan tiga strategi tersebut tidak berdiri sendiri, antara satu strategi dengan strategi lainnya saling
ada keterkaitan Depkes RI, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.10. Landasan Teori
Notoatmodjo 2010, mengatakan bahwa pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan tersebut didapat
dari penambahan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Skiner dalam Notoatmodjo 2010, perilaku merupakan respons atau
reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses: Stimulus Organisme Respons, sehingga teori
skiner ini disebut teori ”S-O-R” stimulus-organisme-respons. TEORI S-O-R
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Selanjutnya, teori Skiner menjelaskan adanya dua jenis respons, yaitu :
STIMULUS ORGANISME
RESPONS TERTUTUP
Pengetehuan
Sikap
RESPONS TERBUKA
Praktik Tindakan
Universitas Sumatera Utara
a. Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan- rangsangan stimulus tertentu yang disebut elicting stimuli. Karena menimbulkan
respons-respons yang relatif tetap. b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan
berkembang dan kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena
berfungsi untuk memperkuat respons. Berdasarkan teori ”S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Perilaku tertutup Cover Vehavior
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat dinikmati orang lain dari luar secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam
bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk ”unobservable behavior” atau ”covert behavior” yang dapat
diukur adalah pengetahuan dan sikap. b. Perilaku terbuka Overt Behavior
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau ”observable behavior”.
Menurut David K. Berlo dalam Effendy 2003, penambahan pengetahuan dapat dilakukan dengan pemberian informasi stimulus. Pemberian komunikasi ini dapat
digambarkan dengan model S-M-C-R. Model ini adalah singkatan dari Source sumber, message pesan, channel saluran, dan receiver penerima. Sebagaimana
diungkapkan Berlo, sumber adalah pihak yang menciptakan pesan, baik seseorang
Universitas Sumatera Utara
ataupun suatu kelompok. Pesan adalah terjemahan gagasan ke dalam kode simbolik, seperti bahasa atau isyarat, saluran adalah medium yang membawa pesan, dan
penerima adalah orang yang menjadi sasaran komunikasi Effendy, 2003. Menurut model S-M-C-R, sumber komunikator dan penerima pesan
komunikan dipengaruhi oleh faktor-faktor ketrampilan komunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial dan budaya. Pesan dikembangkan berdasarkan elemen,
struktur, isi, perlakuan, dan kode. Salurannya berhubungan dengan panca indra : melihat, mendengar, menyentuh, membaui, dan merasai merasapi Mulyana, 2011.
Salah satu kelebihan model S-M-C-R ini adalah model ini tidak terbatas pada komunikasi publik atau komunikasi massa, namun juga komunikasi antarpribadi dan
berbagai komunikasi tertulis. Model ini bersifat heuristik merangsang penelitian, karena merinci unsur-unsur yang penting dalam komunikasi. Model ini dapat memandu
anda meneliti efek ketrampilan komunikasi penerima atas penerimaan pesan yang dikirimkan kepadanya, atau meneliti ketrampilan pembicara atau komunikator
Mulyana, 2011.
Gambar 2.2. Model Komunikasi S-M-C-R
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tinjauan pustaka, peneliti merumuskan beberapa landasan teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Pengetahuan dan sikap masyarakat adalah sutu
cara pencegahan TB paru yang sangat baik, karena masyarakat sudah mengerti tentang praktik dan tindakan yang akan dilakukan terhadap penderita. Belum diikuti dengan
tercapainya target angka temuan kasus. Upaya promosi kesehatan yang telah dilakukan pada pasien dan masyarakat di Desa Meunasah Meucat Kecamatan Nisam teryata
belum mampu meningkatkan angka temuan kasus di Desa tersebut. Kondisi ini dipersulit dengan masih rendahnya pengetahuan dan sikap tentang TB paru dan masih
adanya stigma negatif di masyarakat terhadap penderita TB paru. Pendidikan kesehatan pada masyarakat. Memiliki peranan dalam mendukung tercapainya angka temuan kasus
tersebut. Saluran komunikasi yang telah dilakukan, baik melalui media cetak maupun elektronik ternyata belum menghasilkan dampak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh metode ceramah dan media Leaflet terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat di Desa Meunasah Meucat
Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara untuk mencegah Tuberkulosis paru.
Universitas Sumatera Utara
2.11. Kerangka Konsep