17 |
MEREKA YANG TERABAIKAN: Pelanggaran HAM pada Komunitas LGBTI di Indonesia
• Pelaku dan Tindakan • Saksi dan Tindakan Korban Setelah Kejadian
1. Wilayah dan Ancaman
Kasus ‐kasus yang menimpa LGBTI terdata dari wilayah Jakarta, Bandung,
Surabaya, Solo, Manado, Makassar, Semarang dan Batam. Kota‐kota ini merupakan
kota besar di wilayahnya masing‐masing. Manado dan Makassar adalah kota besar
di wilayah Sulawesi bahkan Indonesia Timur. Makasar misalnya, adalah tempat
pelabuhan udara utama dimana transit ke daerah lain di Indonesia Timur terjadi.
Surabaya adalah kota Provinsi untuk Jawa Timur. Jakarta sebagaimana diketahui
bahkan merupakan ibukota Indonesia. Hal ini memiliki beberapa makna yang perlu
diuji lebih jauh yaitu keterbukaan di kota‐kota besar belum mencakup penerimaan
terhadap LGBTI atau sebaliknya kota besar tidak menjamin keterbukaan. Yang pasti
adalah, tersebarnya data kasus dengan korban LGBTI di berbagai daerah dengan
pemerataan di Indonesia Barat dan Timur, menunjukkan ancaman terhadap LGBTI
nyata dan tersebar.
2. Pola Tindakan Berdasarkan Korban
Berdasarkan data yang masih minim ini, setidaknya dapat diindikasikan
tindakan apa yang mengancam korban spesifik di komunitas LGBTI. Tindakan
terkait pembubaran dan penghambatan pertemuan dialami lesbian, gay maupun
waria. Kekerasan seksual dialami oleh lesbian dan waria, setidaknya belum ada gay
yang melaporkan hal tersebut. Kekerasan fisik baik oleh aparat negara maupun
masyarakat dialami oleh waria, laki‐laki transgender, dan gay. Walaupun
kekerasan yang dialami gay cenderung dilakukan oleh masyarakat sedangkan waria
dan female‐to‐male transgender juga mengalami kekerasan oleh aparat terkait
dengan identitasnya yang lebih terbuka. Kriminalisasi dan sekaligus diskriminasi
dalam proses hukumnya dialami oleh waria dan laki‐laki transgender. Sedangkan
terkait gay, mengenai laporan ke kepolisian terkait pengeroyokan yang dialaminya
sayangnya tidak terdapat data lebih lanjut.
3. Pola Tindakan Berdasarkan Waktu
Data paling jelas adalah kekerasan baik yang dilakukan oleh aparat negara
maupun masyarakat cenderung dilakukan pada malam hari hingga dini hari.
Penyiksaan termasuk dalam kategori ini. Hal ini mungkin terkait dengan karakter
dasar tindakan ini yaitu sembunyi‐sembunyi karena bila dilakukan secara terbuka
yang melakukan diancam dengan pidana. Berbeda dengan tindakan pembubaran
dan penghambatan yang dilakukan secara terbuka sehingga tidak memerlukan
waktu khusus. Waktu yang penting terkait dengan tindakan ini adalah sebelum
acara yang ingin dihambat mulai atau setidaknya belum berakhir.
MEREKA YANG TERABAIKAN: Pelanggaran HAM pada Komunitas LGBTI di Indonesia
| 18 4.
Pola Tindakan Berdasarkan Tempat
Terdapat tindakan tertentu yang pola tempatnya tetap karena terkait dengan
keberhasilan tindakan itu. Misalnya pembubaran atau penghambatan pertemuan
yang pasti dilakukan di hotel atau gedung tempat pertemuan.
Kecederungan lain yang tampak adalah kekerasan umumnya terjadi di
tempat LGBTI khususnya, dalam kasus yang didata, waria berkumpul. Begitu pula
dengan razia baik yang legal maupun ilegal. Sehingga jelas serangan dan razia
tersebut ditujukan dan mengincar LGBTI. Walaupun demikian juga ditemui
kekerasan di tempat tinggal untuk kekerasan yang dilakukan oleh orang di sekitar
tempat tinggal.
Penyalahgunaan kekuasaan berupa tindakan perampasan barang oleh aparat
umumnya terjadi di jalan atau mobil. Sedangkan kekerasan oleh aparat terjadi di
jalan, mobil juga di kantor aparat. Kriminalisasi tentu saja terjadi di kantor aparat
sesuai dengan kewenangan dasar polisi menetapkan tersangka. Yang menarik
adalah mengenai kekerasan seksual yang umumnya terjadi di kantor aparat.
5. Jenis Kasus dan Pola‐pola Tindakan