KLARIFIKASI METODOLOGIS Laporan Rapid Assessment

3 | MEREKA YANG TERABAIKAN: Pelanggaran HAM pada Komunitas LGBTI di Indonesia hak ‐haknya. 6 Jumlah itu akan terus bertambah jika kita memasukkan perempuan lesbian, biseksual, transgender perempuan ke laki‐laki laki‐laki trans[gender] dan interseks. Yang juga tidak kalah penting adalah pelanggaran HAM terhadap individu atau lembaga yang mempromosikan HAM LGBTI. Di beberapa negara, forum‐forum dan organisasi yang bertujuan untuk mempromosikan hak dan membela kesetaraan atas dasar orientasi seksual dan identitas dilarang oleh penguasa, dan pesertanya dilecehkan dan diintimidasi oleh polisi dan kelompok nasionalis dan keagamaan ekstrem. Para human right defenders yang bekerja pada isu‐isu orientasi seksual dan identitas gender menghadapi ancaman, kantornya dirusak, mereka diserang, disiksa, dilecehkan secara seksual, bahkan dibunuh. Semua ini hampir bisa dikatakan tidak mendapatkan perhatian serius dari penguasa politik. 7 Salah satu poin penting yang tertuang dalam Yogyakarta Principles, prinsip‐prinsip HAM yang secara eksklusif terkait dengan orientasi seksual dan identitas gender, adalah rekomendasi terhadap lembaga HAM nasional, lembaga profesional, lembaga PBB, funder, LSM dan berbagai lembaga lain untuk mengambil tanggung jawab dalam mempromosikan dan melindungi HAM LGBTI dan mengintegrasikan prinsip‐prinsip ini ke dalam kerangka kerja mereka. Dalam kerangka mengambil bagian tanggung jawab dalam mempromosikan dan melindungi HAM LGBTI itulah laporan ini perlu dibaca. Mekanisme kunci HAM yang dirumuskan PBB meletakkan negara sebagai pihak yang memiliki kewajiban untuk memastikan adanya perlindungan bagi semua orang dari pelanggaran HAM, termasuk pelanggaran HAM berbasis orientasi seksual dan identitas gender. Sekalipun demikian, seringkali di lapangan hal ini tidak berjalan dengan baik. Banyak negara yang selama ini memiliki catatan HAM yang baik pun memiliki catatan minor dalam hal pemenuhan HAM komunitas LGBTI ini. Laporan ini sendiri bertujuan untuk memberi gambaran awal situasi HAM LGBTI di Indonesia. Seperti yang sudah bisa diduga sejak awal, diskriminasi terhadap individu ‐individu dengan orientasi seksual dan identitas gender yang berbeda dari mainstream menjadi basis bagi berbagai pelanggaran HAM berikutnya.

B. KLARIFIKASI METODOLOGIS

Sebagaimana laporan yang dihasilkan dari proses rapid assessment, laporan ini hanya menyediakan gambaran awal dari kondisi HAM di komunitas LGBTI di Indonesia. Laporan ini disusun dengan mengandalkan data yang tersedia di beberapa lembaga yang selama ini konsen pada isu‐isu LGBTI, dan yang berjejaring dengan GAYa NUSANTARA. 6 Sensus Penduduk Indonesia Tahun 2000 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia adalah 205,8 juta jiwa. Leo Suryadinata, dkk., 2003, Penduduk Indonesia: Etnis dan Agama dalam Era Perubahan Politik Jakarta: LP3ES, 1. 7 Pembubaran Konferensi ILGA di Surabaya pada adalah contoh nyata dalam hal ini. MEREKA YANG TERABAIKAN: Pelanggaran HAM pada Komunitas LGBTI di Indonesia | 4 GAYa NUSANTARA sendiri membentuk tim pengumpul data. 8 Tim ini menghubungi lembaga‐lembaga tersebut untuk mendapatkan informasi tentang pelanggaran HAM yang dialaminya. Bisa dikatakan bahwa semua lembaga yang dihubungi ini adalah CBO Community‐Based Organization sehingga kasus pelanggaran yang mereka alami sekalipun tidak terjadi pada pengurus, namun dialami oleh individu yang merupakan bagian dari komunitas yang tergabung dalam CBO yang bersangkutan. 9 Pada tahap awal, data yang masuk sangat terbatas. Hal ini bisa disebabkan oleh kelemahan pemantauan atau pendokumentasian atau sistem dokumentasi yang berbeda antara yang diinginkan oleh GAYa NUSANTARA dengan lembaga‐lembaga lain. Untuk melengkapi data‐data awal, tim pengumpul data perlu berkali‐kali menghubungi lembaga‐lembaga tersebut. Untuk memudahkan pendokumentasian, tim ini dilengkapi dengan istrumen berupa event‐based form yang diformat sedemikian rupa sehingga unsur‐unsur yang dibutuhkan dalam pendokumentasian pelanggaran HAM terpenuhi. Kolom‐kolom penting yang harus terisi dalam form tersebut adalah narasi kejadian, yang kemudian diurai ke dalam kolom‐kolom yang lebih detail: Tindakan, korban, waktu tempat, pelaku, intensitas, saksi, persepsi korban, akibat, tindakan korban setelah kejadian, dan hak yang dilanggar. 10 Form ini sebelumnya sudah dikirimkan kepada lembaga‐lembaga yang dimintai data. Hal ini diharapkan bisa membantu mereka dalam menyusun laporan kasus sesuai dengan yang dikehendaki GAYa NUSANTARA. Tapi karena dibutuhkan kecakapan tertentu dalam mengisi form tersebut, maka data‐data awal yang masuk tetap tidak memadai. Data‐data awal inilah yang kemudian dilengkapi dengan cara menanyakan kembali kepada lembaga yang bersangkutan. Hasil dari pengumpulan data seperti inilah yang kemudian dianalisis oleh tim sehingga menghasilkan laporan awal kondisi HAM pada komunitas LGBTI. Dari 25 lembaga yang dihubungi dalam rapid asessment ini, terjaring 11 kasus pelanggaran HAM LGBTI yang dilaporkan. 11 Dari kasus yang telah didokumentasikan, ada satu kasus mengenai seorang transgender perempuan ke laki‐laki laki‐laki trans[gender] dari Blora yang didokumentasikan oleh dua lembaga yaitu LBH APIK 8 Tim ini terdiri dari lima orang pengurus dan staf GAYa NUSANTARA: Sardjono Sigit, Ko Budijanto, Poedjiati Tan, Widyanto, dan Yusuf Wahyudi. 9 Lembaga tersebut adalah Hiwaba Himpunan Waria Batam, Gessang Solo, PERWAKOS Persatuan Waria Kota Surabaya, Gaya Kawanua Manado, Ardhanary Institute Jakarta, LBH APIK Semarang, Positive Rainbow Jakarta, Sehati Makasar, GWL-Ina Jakarta, Arus Pelangi Jakarta, GAYa NUSANTARA Surabaya, Pelangi Andalas Padang, Gaya Batam, Dipayoni Surabaya, IGAMA Ikatan Gay Malang, Effort Semarang, PLU People Like Us Yogyakarta, Kipas Makassar, Forum LGBTI Indonesia, Violet Grey Aceh, Srikandi Sejati Jakarta, Kebaya Yogyakarta, Gaya Dewata Bali, OPSI Organisasi Pekerja Seks Indonesia Jakarta. 10 Silahkan lihat event-based form pada lampiran. 11 Lembaga yang mengirimkan data kasus adalah Hiwaba, Gessang, Perwakos, Gaya Kawanua, Ardhanari Institute, LBH APIK, Positive Rainbow, Gaya Celebes, Sehati, GWL-Ina, Arus Pelangi. Data yang datang dari GAYa NUSANTARA dan Gaya Andalas, dengan alasan tertentu, tidak direkap. Sisanya tidak mengirimkan data pelanggaran HAM sama sekali. 5 | MEREKA YANG TERABAIKAN: Pelanggaran HAM pada Komunitas LGBTI di Indonesia Semarang dan Ardhanary Institute karena kedua lembaga tersebut sama‐sama mendampingi korban. Dengan demikian, hanya ada 10 kasus yang bisa dianalisis dengan jumlah komposisi 5 kasus mengenai waria, 4 kasus mengenai gay, dan 1 kasus mengenai laki‐laki transgender. 12 Kasus‐kasus yang diangkat di sini terentang mulai pertengahan 2009 sampai pertengahan 2011. Kasus ‐kasus tersebut bisa dilihat dalam tabel di bawah ini semua nama korban disamarkan: No Kasus Tempat Tgl Kejadian Narasi Singkat 1 Pembubaran pertemuan nasional GWL‐ INA Bandung 12 Mei 2010 Jaringan Gay, Waria dan LSL lainnya di Indonesia GWL ‐INA melaksanakan pertemuan nasional. Saat pertemuan akan dimulai, pihak hotel memanggil penanggungjawab kegiatan dan mengatakan bahwa pertemuan ini harus dihentikan karena mendapatkan ancaman dari FPI. 2 Penembakan waria Jakarta 10 Maret 2011 Vera sedang berduaan bersama A’a’ di Taman Lawang, Jakarta, ketika dihampiri dua orang laki‐laki. Salah seorang dari mereka meminta dompet, HP serta kunci motor milik A’a’. Saat pelaku sedang kesulitan menjalankan motor A’a’, Vera mencoba menghalangi aksi kejahatan itu hingga terjadi keributan. Zainab dan Titin yang berada tidak jauh dari tempat kejadian kemudian membela Vera. Pelaku kemudian menembakkan pistolnya ke Titin, Zainab, dan Vera. Vera dan Titin dilarikan ke RSCM, sedang Zainab ditemukan meninggal dunia. 3 Penyerangan terhadap sekelompok gay Solo Oktober 2010 Parjo 26 tahun, gay, melihat seorang temannya yang juga gay dipukuli oleh orang ‐orang dari kelompok Islamis‐ radikal. Parjo berusaha membela temannya sehingga terjadi perkelahian. Keesokan harinya, Parjo dipanggil ke Polres Sukoharjo dengan tuduhan penganiayaan. Oleh PN Solo, Parjo divonis 6 bulan penjara. 12 Tentang kategori transgender perempuan ke laki-laki atau laki-laki transgender di sini, perlu dijelaskan bahwa berdasarkan sikap korban yang terekam dalam data, korban lebih cenderung ke identitas gender laki-laki. Transgender perempuan ke laki- laki sebagaimana juga transgender laki-laki ke perempuan lebih tampak identitas LGBTI-nya dibanding lesbian atau gay kecuali kalau mereka bersikap sangat terbuka. Ini juga akan menguatkan analisis di bagian berikutnya bahwa terdapat kecenderungan pelanggaran pada korban dengan identitas LGBTI yang tampak dengan jelas. MEREKA YANG TERABAIKAN: Pelanggaran HAM pada Komunitas LGBTI di Indonesia | 6 4 Penganiayaan terhadap seorang gay Manado Desember 2010 Coy dan Roy keduanya gay suatu hari melakukan penjangkaun ke beberapa orang gay yang tinggal di suatu tempat kos. Di situ, Roy dicegat oleh Opo, salah satu anak yang kos di tempat itu. Opo langsung memukuli Rey sampai beberapa kali. Selain dipukuli, juga ditampar, dinjak‐ injak, diolok‐olok dan dihina. Bahkan kepala Rey dipukul dengan vas bunga yang dipegang oleh Opo. 5 Razia waria Batam November 2010 Suatu malam, terjadi razia kepada para waria yang mangkal di Simpang Basecamp Batu Aji Batam Centre yang dilakukan oleh Satpol PP Batam Centre. Dalam razia itu tertangkap 7 orang waria. Mereka dinaikkan ke mobil Satpol PP. Dalam perjalanan ke kantor Satpol PP Batam Centre semua waria dimintai uang Rp 50.000. Karena tidak ada uang, petugas Satpol PP menyita HP sampai terjadi pemukulan. Sesampainya di kantor Satpol PP, semua waria disuruh menyapu dan mengepel lantai. Setelah itu disuruh telanjang. Karena menolak maka mereka dipukul dan ditelanjangi paksa oleh Satpol PP tersebut. Mereka juga dipaksa berhubungan seksual dengan Satpol PP tersebut. Mereka juga dimasukkan ke ban mobil. Seorang waria yang berusaha membebaskan mereka dimintai uang tebusan. 6 Razia waria Surabaya Juli 2011 Vahira mengalami patah kaki saat lari dan terjatuh akibat adanya razia polisi. Waktu itu terjadi razia di pemakaman Kembang Kuning Surabaya terhadap wanita pekerja seks dan waria yang mangkal di situ. Korban sebetulnya berhasil lolos, namun terjatuh dan kakinya patah. 7 Pembubaran Peringatan Hari AIDS se‐Dunia Makasar 1 Desember 2010 Peringatan Hari AIDS se‐Dunia yang dilaksanakan melalui kegiatan pemilihan waria peduli AIDS dan narkoba. Kegiatan ini adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemprov SulSel bekerja sama dengan Yayasan Gaya Celebes untuk memperingati Hari AIDS se‐Dunia 2010. Acara yang digelar di Balai Kemanunggalan TNI, gagal terlaksana 7 | MEREKA YANG TERABAIKAN: Pelanggaran HAM pada Komunitas LGBTI di Indonesia karena dibubarkan paksa oleh sekitar kurang lebih 400 massa dari FPI. 8 Kekerasan waria di Makasar Makasar 9 Oktober 2010 Icha, Roro, dan Rizki waria sedang mejeng di kuburan Kristen, Panaikang. Tiba ‐tiba pukul 03.00 dini hari, datang Erna, seorang perempuan, minta tolong karena digoda oleh Joko seorang tukang ojek. Ketiga waria tersebut menolong Erna. Joko menghajar ketiganya yang kemudian dilawan oleh mereka. Besoknya, ketiga waria tersebut dijemput oleh polisi berdasarkan laporan Joko dengan dakwaan pengeroyokan dan penganiayaan. 9 Penganiayaan terhadap seorang laki ‐laki transgender Blora Juni 2009 Ratna 27 tahun, laki‐laki transgender, hendak menikahi pacarnya, Siti Aminah. Ketika pesta perkawinan akan dilaksanakan, Ratna tidak bisa melengkapi surat ‐surat administrasi yang diperlukan. Kemudian diketahui kalau secara fisik Ratna adalah seorang perempuan. Keluarga Siti Aminah dan penduduk kampung marah kemudian memukuli Ratna dan membawanya ke kantor polisi setempat. Dia ditahan di kantor polisi dan tidak mendapatkan pengobatan atas luka‐ lukanya. Dia juga dipaksa menunjukkan alat kelaminnya, diremas payudaranya, dan dipaksa menunjukkan penis tiruannya di depan wartawan. 10 Pembukaan Status HIV Jakarta 2 Januari 2011 Ardi gay, 30 tahun membuka status HIV Tirto di Hotspot Pulo Gadung. Atas informasi yang disampaikan oleh Ardi, beberapa teman di hotspot memperolok dan mengunjingkan Tirto, akibatnya Tirto merasa malu dan terpukul. Ada tiga tahap analisis data. Tahap pertama adalah mentabulasi semua data yang masuk ke dalam program exel sesuai dengan event‐based form. Tabulasi ini mempermudah dalam melihat keseluruhan unsur‐unsur yang terkait dalam peristiwa pelanggaran HAM LGBTI, misalnya, siapa saja korban, pelaku, tempat, dan berbagai unsur lain sebagaimana yang tertera dalam form. Data ‐data yang sudah ditabulasi tersebut kemudian dianalisis untuk melihat berbagai kecenderungan yang terjadi pada tiap‐tiap kolom. Misalnya, berdasarkan waktu kejadian, terlihat bahwa komunitas LGBTI kapan saja bisa dilanggar haknya karena kolom waktu tidak menunjukkan adanya spesifikasi atau kecendrungan pada MEREKA YANG TERABAIKAN: Pelanggaran HAM pada Komunitas LGBTI di Indonesia | 8 waktu ‐waktu tertentu, tapi acak. Atau, kalau dilihat dari pelaku pelanggaran, terlihat adanya kecenderungan laki‐laki sebagai pelaku pelanggaran yang dominan. Setelah dianalisis kecenderungan per kolom, langkah berikutnya adalah analisis korelasional antarkolom. Analisis ini menghubungkan, misalnya, antara korban dengan pelaku atau antara bentuk tindakan dengan tempat dan waktu kejadian. Analisis ini penting untuk melihat hubungan antara satu unsur dengan unsur lain dalam rangkaian proses pelanggaran. Langkah terakhir adalah melakukan analisis hak. Analisis ini bertujuan untuk melihat hak apa saja yang sudah terlanggar. Analisis ini tidak didasarkan pada kasus, tapi per satuan tindakan. Dalam satu kasus, bisa terjadi terjadi berbagai peristiwa, dan dalam satu peristiwa terdapat berbagai tindakan. Ini artinya adalah bahwa dalam satu kasus berarti bisa terjadi lebih dari satu pelanggaran. Dalam melakukan analisis pelanggaran hak ini, Yogyakarta Principles diajukan sebagai acuan. Perlu juga untuk dinyatakan di sini bahwa ada beberapa keterbatasan dalam laporan ini: 1. Laporan ini tidak bisa diperlakukan sebagai gambaran sempurna tentang kondisi HAM LGBTI di Indonesia karena laporan ini hanya menjangkau delapan wilayah: Bandung, Jakarta, Solo, Manado, Batam, Surabaya, Makasar, dan Semarang. 2. GAYa NUSANTARA hanya bisa menghubungi lembaga‐lembaga tertentu di wilayah ‐wilayah tersebut, padahal bisa jadi di lapangan ada lembaga lain yang memiliki banyak data. 3. Sebagian besar kasus ini sebenarnya tidak didokumentasikan oleh lembaga yang dihubungi. Lembaga yang bersangkutan hanya menceritakan kasusnya secara lisan berdasarkan ingatan yang tentu tidak bisa sangat detail, kemudian tim pengumpul data memasukkan data lisan tersebut kedalam form. 4. Sebagian besar lembaga yang terhubungi hanya memberikan satu kasus. Tidak mengherankan jika dari Makasar tercatat dua kasus karena ada dua lembaga yang memasukkan data. Satu lembaga satu kasus di sini bisa jadi ini disebabkan oleh ketaktersediaan data sehingga akan sangat menyulitkan bagi mereka jika harus mengisi form untuk lebih dari satu kasus. Padahal, tim pengumpul data tidak pernah membatasi jumlah kasus yang harus dilaporkan. 5. Ada beberapa lembaga, dengan berbagai alasan, tidak memberi data. Dari sini bisa diasumsikan bahwa laporan ini hanyalah puncak gunung es dari pelanggaran HAM komunitas LGBTI yang terjadi di lapangan. 9 | MEREKA YANG TERABAIKAN: Pelanggaran HAM pada Komunitas LGBTI di Indonesia

C. FAKTA PELANGGARAN