TINJAUAN PUSTAKA Studi Perubahan Perilaku pada Gerakan Sosial Konservasi Sumberdaya Hutan Jawa dengan Kampanye Pride di Kawasan Hutan Produksi Lindung Potorono Gunung Sumbing Magelang

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerusakan Hutan dan Perubahan Perilaku

Pengelolaan hutan oleh konsesi, korporasi maupun perorangan dengan tujuan menghasilkan kayu, menyebabkan kepunahan keanekaragaman hayati, konflik satwa, rawan pangan, kekeringan dan perubahan iklim baik mikro maupun makro. Lebih lanjut, deforestasi di Indonesia juga berdampak pada konflik kepentingan dan kehancuran masyarakat adat, pergeseran sistem nilai, kesenjangan sosial serta penurunan derajat hidup masyarakat Lahajir 2001, Kartodihardjo dan Jhamtani 2005. Hal tersebut diperburuk dengan orientasi jangka pendek masyarakat dengan pemanenan kayu di hutan rakyat tanpa didasari manajemen yang baik Awang et al 2005. Kerusakan hutan serta kerusakan lingkungan hidup lebih banyak disebabkan oleh perilaku manusia Simpson dan Craft 1996. Di beberapa kasus, perilaku manusia tersebut didasari pada motivasi kepentingan penguasaan. Kartodiharjo dan Jhamtani 2005 menyatakan Indonesia mengalami kerugian sebesar US 30,6 Miliar atau senilai Rp 288 Triliun per tahun akibat eksploitasi dan perdagangan pasir laut, bahan bakar minyak, kayu, kekayaan laut maupun perdagangan satwa langka. Pengusahaan hutan dengan skala industri menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius Kartodiharjo dan Jhamtani 2005. Kerusakan hutan juga diperparah dengan perubahan orientasi global akibat tekanan pasar. Orientasi tersebut dilakukan untuk pemenuhan bahan mentah pasar internasional sebagai agenda sepanjang tahun, meskipun penyediaan bahan mentah sangat riskan nilai ekonomi Hefner 1998. Dampak perubahan orientasi tersebut salah satunya berupa penguatan perusahaan- perusahaan perkebunan monokultur sejenis karet, jati, kakao dan kelapa sawit Kartodihardjo dan Jhamtani 2005. Penggusuran hutan wilayah adat, sistem monokultur pengusahaan hutan dan tekanan kebijakan mengakibatkan pola, sruktur dan norma sosial masyarakat berubah. Perubahan tersebut disebut sebagai perubahan sosial masyarakat. Perubahan sosial tersebut merupakan bentuk adaptasi manusia terhadap lingkungan ekologinya Salmon et al 2006; Kartodiharjo dan Jhamtani 2005; Sarwono 2002; Primacks et al 1998. Sejarah konservasi telah dimunculkan di Pulau Jawa sejak tahun 1893 – 1914 oleh DR.S.H.Koorders. Kegiatan konservasi tersebut dimulai dari perkumpulan Tot Natuurbescherming Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda dan bekerja sama dengan ahli botani bernama Th Valeton menerbitkan 13 jilid buku ”Bijdragen tot de kennis der boomsoorten van Java” berisi inventaris jenis pohon Pulau Jawa. Pada tahun 1913, perkumpulan tersebut mengajukan usulan 12 lokasi sebagai cagar alam yang berlokasi di Banten, Pulau Krakatau, Kawah Papandayan, Ujung Kulon, Bromo, Nusa Barung, Alas Purwo Blambangan dan Kawah Ijen Dephut 1986 dalam Kartodiharjo dan Jhamtani 2005. Pendekatan konservasi sejenis cagar alam, hutan lindung, suaka margasatwa, taman nasional serta kebun binatang, kebun raya dan penangkaran belum sepenuhnya menyelesaikan persoalan konservasi. Persoalan sehubungan kerusakan hutan adalah perilaku terhadap sumberdaya hutan. Gambaran skematis IUCN 2003 mengenai hubungan antara manusia dan lingkungannya saat ini adalah; Gambar 3 Skema hubungan manusia dan lingkungan saat ini Perubahan perilaku secara umum merupakan mekanisme alamiah setiap makhluk hidup. Perubahan perilaku manusia dapat disebut sebagai bentuk adaptasi EKONOMI SOSIAL EKOLOGI yang paling sukses dari segala jenis makhluk hidup yang ada di bumi. Pola perubahan perilaku manusia mengikuti hukum yang lebih kompleks daripada sekedar kemampuan adaptasi makhluk hidup umumnya. Hal tersebut disebabkan faktor genetik manusia untuk analisa dan berpikir yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup yang lain, sehingga dalam waktu singkat dapat terjadi perubahan perilaku sebagai bentuk respon terhadap rangsangan dengan dukungan kemampuan mobilitasnya Sarwono 2002. Kemampuan fisik manusia tersebut akhirnya menjadikan manusia sebagai pusat segala perubahan ekologi, keseimbangan ekosistem dan kepunahan spesies lain. Perubahan umum lingkungan terutama diakibatkan oleh pertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan teknologi Primack et al. 1998.

2.2 Pemasaran Sosial dan Perubahan Perilaku Konservasi

Pendekatan perubahan sosial untuk konservasi berasal dari ide memasarkan produk-produk komersial dengan mempengaruhi perilaku konsumen untuk membeli dan memakai produk yang ditawarkan, misalnya; dalam perubahan perilaku masyarakat agar mau mengkonsumsi sebuah produk barang atau jasa, maka penyebaran informasi tentang barang atau jasa tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memasarkan produk komersial. Saluran yang dipakai dalam pengiklanan agar masyarakat merubah perilaku agar mau memakai, mengkonsumsi dan membeli barang atau jasa tersebut, dilakukan lewat iklan televisi, radio maupun media massa lainnya, termasuk kegiatan pengiklanan dan penginformasian dalam bentuk seperti konser musik, olah raga atau sejenisnya. Terminologi pendekatan pemasaran sosial sosial marketing bertujuan mempengaruhi target masyarakat untuk menukarkan perilaku lama dengan perilaku baru atau secara sukarela menerima, menolak, menanggalkan atau mengubah suatu sikap dan perilaku bagi kemajuan dan perbaikan kualitas hidup individu, kelompok dan keseluruhan masyarakat Kotler et al. 2002. Dalam pemasaran sosial digunakan berbagai macam media atau alat sebagai saluran komunikasi. Saluran komunikasi diartikan sebagai sarana untuk menyalurkan informasi atau pesan-pesan kepada orang lain. Saluran komunikasi yang digunakan dapat berupa media massa seperti televisi, radio, festival kesenian atau sejenisnya, dapat pula berupa saluran antar-pribadi seperti lembar berita, buku saku, suvenir atau sejenisnya. Seperti halnya dengan pemasaran di bidang perdagangan, pemasaran sosial juga merupakan metode untuk mempengaruhi perubahan perilaku sehingga individu atau kelompok sosial mengadopsi atau “membeli” produk yang ditawarkan. Kampanye Pride merupakan kegiatan yang “menjual” produk konservasi sehingga target masyarakat merubah pilihan untuk konsumsi perilaku konservasinya. Prinsip pemasaran sosial di lingkup konservasi adalah terjadinya transaksi sosial sehingga seseorang atau sekelompok orang merubah pemikiran untuk peduli dan ikut berandil dalam kegiatan-kegiatan konservasi di daerahnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemasaran sosial mensyaratkan adanya; product atau produk yang berupa barang atau jasa yang ditawarkan, pricing atau harga dari barang atau jasa, place atau tempat yang merupakan lokasi atau saluran distribusi barang atau jasa, promotion atau promosi atau periklanan dari barang atau jasa yang ditawarkan. Perbedaan yang melatarbelakangi sosial marketing dengan marketing perusahaan komersial antara lain; 1. Modal dalam sosial marketing berasal dari swadaya masyarakat sedangkan marketing komersial modal berasal dari perseorangan atau perusahaan. 2. Orientasi keuntungan pada sosial marketing ditujukan untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup masyarakat sedangkan marketing komersial berorientasi pada keuntungan untuk perusahaan. 3. Sosial marketing mensyaratkan peran masyarakat secara utuh sedang dalam marketing komersial dominansi perusahaan lebih penting. Sosial marketing merupakan rangkaian strategi yang ditujukan untuk perubahan sosial. Perubahan sosial menurut Robinson 2006 membutuhkan beberapa persyaratan, yaitu; 1. Pemahaman keinginan umum dan kondisi lingkungan yang hendak dicapai. Pemahaman persoalan konservasi di masyarakat merupakan kerja kombinasi untuk menjawab persoalan nyata keinginan aspirasi orang kebanyakan dengan hal yang sebaiknya dilakukan. Mengesampingkan persoalan nyata hidup akan menjadi sebuah kesalahan fatal, seperti yang terjadi dengan proyek-proyek pembangunan pada umumnya. Dengan demikian sangat penting memahami tawaran perubahan perilaku yang di citakan dengan pandangan umum masyarakat. Hubungan keinginan umum dengan kondisi lingkungan yang hendak dicapai digambarkan dalam tabel 1 berikut; Tabel 1 Ilustrasi tawaran perilaku konservasi dan keinginan umum Tawaran konservasi Keinginan Umum Menanam pohon Hasil kayu Kompos sampah rumah tangga Hasil produksi pertanian melimpah Perlindungan satwa di hutan Keberagaman sumber pangan Perlindungan mata air Memiliki air yang mencukupi kebutuhan Lingkungan bersih Hidup sehat Lain-lain Lain-lain 2. Informasi masuk akal beberapa waktu ke depan. Pemikiran yang tertata dengan prediksi kejadian kedepan dalam bentuk informasi memiliki pengaruh sangat kuat. Namun informasi sendiri memiliki sifat dingin, rasional dan kadang pesimis. Informasi kedepan beyond information dijalankan oleh banyak organisasi, namun jika mengalami penolakan di tingkat masyarakat, maka informasi tersebut menjadi tidak berdaya guna. Meskipun demikian, akan terjadi komunikasi interpersonal kedalam lewat early adopter. Kelompok early adopter merupakan kelompok yang sangat memahami persoalan yang sedang dihadapi, konsekuensi dari persoalan hingga solusi dan perhitungan untung - rugi perubahan. 3. Perubahan individual kemungkinan hanya illusi Kasus dalam pendidikan umum yang dijalankan terdapat pengertian umum bahwa setiap individu siswa telah diberi treatment layaknya individu yang ‘rasional dalam kegunaan penuh’. Pada kenyataannya, perubahan sosial merupakan proses yang kolektif bukan individual., Keberadaan tokoh-tokoh dalam realita di masyarakat merupakan aspek dari kolektivitas. Termasuk adanya inovator yang akan mendorong dan mempengaruhi early adopter. 4. Adanya perbedaan tingkat rasionalitas Perubahan perilaku menurut pada hukum ‘semua orang tidak sama’. Pengertian dari perbedaan rasionalitas adalah bahwa setiap orang memiliki tingkat berubah dan adopsi perilaku yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat digolongkan dalam kriteria sebagai berikut; Gambar 4 Kurva tingkatan adopsi Innovator Perintis 2,5 – Idealis, pembuka jalan, komitment, imajinatif, enerjik dan memiliki kemampuan merubah program. Early adopters Pelopor 13,5 – Terbuka pada perubahan, memiliki visi, imajinatif, penuh strategi, cepat membuat hubungan antara inovasi dan visi yang ingin dicapai, berkeinginan hasil cepat, siap berkorban dan menerima resiko, memiliki moivasi pribadi yang kuat. Early majority Penganut Dini 34 – pragmatis, menyukai ide-ide tentang lingkungan tapi memerlukan bukti nyata dan keuntungan yang didapatkan, terpengaruh oleh individu pragmatis lain, memiliki keinginan untuk membuktikan dengan lebih baik dari kebiasaan yang telah dijalankan, memiliki keinginan solusi sederhana dengan keberlanjutan kecil, selalu mencari sistem yang mendukung termasuk partner, bukan type penanggung resiko yang baik, tipe yang lebih mementingkan ‘merk’. Late majority Penganut lambat 34– conservatif pragmatis, gampang mengikuti arus dan menguatkan standar aturan, tidak suka resiko tetapi tidak mau ketinggalan, tidak begitu menyukai ide-ide tentang lingkungan hidup. Sceptics – “laggart” Kolot 16 selalu menentang ide tentang perbaikan lingkungan hidup. Kelompok tersebut menginginkan agar idenya ditanggapi secara serius serta identifikasi persoalan nyata mereka diselesaikan sebelum kelompok kebanyakan menjalankan perubahan. 2.3 Kampanye Pride di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing Dari hasil tinjauan awal kondisi di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing, masyarakat sudah berada di tahapan persiapan, yang menurut Young et al. 2002, memiliki ciri-ciri: 1. Menerima hal – hal yang bersifat baru 2. Menganalisa inovasi dan perkembangan peradaban. 3. Membandingkan hal-hal baru dengan kondisi serupa di tempat lain. Selanjutnya, Kotler et al. 2002 dan Young et al. 2007 menyatakan tingkatan perubahan perilaku manusia meliputi: − Prekontemplasi atau pra perenungan adalah tingkat niat orang dalam merubah perilaku dan umumnya menolak bahwa dirinya memiliki masalah dengan perilakunya. − Fase kontemplasi atau perenungan dicirikan kesadaran bahwa ada sebuah masalah dan mulai memikirkan secara secara serius untuk memecahkannya. − Fase preparasi atau persiapan, dicirikan dengan penyusunan perencanaan dan praduga sementara yang ditujukan untuk mengambil tindakan dalam beberapa waktu kedepan. Pada fase aksi dicirikan dengan perilaku orang yang melakukan tindakan berhubungan perubahan perilaku yang telah direncanakan. − Fase pengelolaan dicirikan dengan kompromi secara individu terhadap fase yang telah maupun akan ditempuh. − Fase terminasi merupakan fase pengelolaan dimana orang telah menetapkan perilaku yang dipilih sebagai sebuah keharusan untuk dijalani. Dengan demikian kampanye Pride yang berorientasi pada perubahan perilaku harus mampu mengakomodir perubahan perilaku konservasi di masyarakat Potorono- Gunung Sumbing. Proses kampanye Pride dilakukan melalui proses seperti pada gambar 5 berikut: Gambar 5 Skema proses kegiatan kampanye Pride Kampanye Pride merupakan bentuk dari pemasaran sosial, dan dalam pelaksanaannya menggunakan alat-alat, media saluran informasi dan strategi berhubungan dengan konservasi. Segala bentuk cara dipakai dengan menyesuaikan kondisi sosial, budaya dan geografi kelompok target. Dengan demikian sebelum dilaksanakan kampanye terlebih dulu dilakukan penelitian awal formative research untuk memahami kondisi masyarakat target. Kampanye Pride dijalankan secara paralel maupun berseri di dalam masyarakat dan dari luar masyarakat. Dengan demikian keterlibatan masyarakat menjadi syarat mutlak dalam aksi kampanye yang dijalankan. Alat, media atau strategi untuk menyebarluaskan informasi konservasi dalam kampanye Pride di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing diwujudkan dalam bentuk buku saku, kunjungan sekolah, penjangkauan kelompok ibu-ibu maupun pelatihan- pelatihan serta didukung dengan alat-alat promosi seperti poster, leaflet dan billboard. Penyusunan alat, media dan strategi saluran informasi didasarkan pada segmen- segmen kelompok masyarakat target, yang dimaksudkan bahwa di tiap kelompok orang memiliki cara belajar sendiri-sendiri. Dengan demikian media, alat dan strategi yang dipakai dapat menjangkau seluruh elemen masyarakat. Selanjutnya untuk mengetahui efektivitas perubahan sosial konservasi yang terjadi, di lakukan dengan 1 Tahun Kampanye Review Kawasan dan Studi Literatur Pemetaan Stakeholder Stakeholder Workshop Diskusi Kelompok Fokus, Survei Pra Kampanye Survei Paska Kampanye, Monitoring Evaluasi Analisa Hasil Penyusunan rencana kerja Penyusunan Laporan mengembangkan target yang akan dicapai dari kampanye yang disebut SMART obyektif. Perencanaan pengukuran efektivitas kampanye dilakukan pada tahap monitoring dan evaluasi kegiatan. Untuk memahami proses kegiatan kampanye Pride di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Tahap review dokumen dan analisa kawasan Tahap review dokumen dan analisa kawasan merupakan tahap untuk menggali dan mengembangkan data yang berhubungan dengan kondisi sosial serta keanekaragaman hayati di kawasan target. Hasil dari review kawasan berupa gambaran sosial serta geografis kawasan selanjutnya menjadi panduan untuk memahami persoalan sosial berkaitan dengan konservasi di kawasan target. Review dokumen dan analisa kawasan dilakukan dengan menggali data primer dan sekunder dari berbagai narasumber yang sesuai seperti: data BPS Kabupaten Magelang, data penelitian sebelumnya, literatur dari buku dan internet, bahkan dengan jajag kondisi lapangan. 2. Tahap analisa stakeholder Untuk mengetahui tokoh masyarakat yang dapat mewakili kepentingan masyarakat dan memahami kondisi kawasan secara lengkap dilakukan analisa para pemangku kepentingan stakeholder. Analisa tersebut merupakan upaya untuk memahami keputusan pelibatan seorang anggota masyarakat dalam lokakarya pemangku kepentingan. Analisa didasarkan kepada beberapa faktor seperti: kepen- tingan yang dibawa orang tersebut, kontribusi atau sumbangsih yang dimungkinkan dapat diperoleh terutama ketika program sudah berjalan, dan kendala yang dimungkinkan timbul bagi program jika keikutsertaannya dibatasi. Pemangku kepentingan yang dimaksudkan bisa berasal dari lembaga atau instansi pemerintahan, tokoh masyarakat, masyarakat sipil, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, kelompok masyarakat, kelompok pemuda hingga pihak swasta matriks analisa pemangku kepentingan terlampir pada Lampiran 1. 3. Tahap Stakeholder meeting I Stakeholder meeting pertemuan pemangku kepentingan merupakan Tokoh formal dan informal, yang mewakili masyarakat sebagai bagian dari stakeholder lokal telah dilibatkan di dalam proses perencanaan kegiatan, sebagai usaha untuk mendorong rasa memiliki program. Maksud lain dari kegiatan adalah memperoleh masukan informasi dan pandangan masyarakat setempat termasuk memetakan permasalahan konservasi yang ada. Capaian yang diharapkan dari stakeholder meeting I adalah: 1. Adanya model konsep yang menjelaskan semua pihak tentang ancaman konservasi yang terjadi di kawasan 2. Pemahaman dan dukungan kegiatan dari pihak-pihak yang mewakili kepentingan masyarakat Hasil perangkingan masalah berdasarkan jenis masalah yang harus segera diselesaikan di kawasan Potorono-Gunung Sumbing disajikan dalam tabel 2 berikut: Table 2 Rangking ancaman di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing Ancaman Langsung Kelompok I Kelompok II Kelompok III Total Rangking Penebangan liar 13 76 65 154 I Alih fungsi pengelolaan lahan hutan 29 74 48 151 II Tidak ada reboisasi 29 53 52 134 III Perburuan 62 14 25 121 IV Kebakaran 49 39 17 105 V Wisata Tidak Ramah Lingkungan 48 26 7 81 VI Dari perangkingan masalah selanjutnya dibahas faktor-faktor tidak langsung yang mempengaruhi dan selanjutnya di susun dalam skema yang disebut model konsep. Skema konsep model dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 6 Skema model konsep Kondisi Target adalah situasi yang ingin dipengaruhi melalui kegiatan kampanye. Faktor Langsung adalah faktor-faktor atau ancaman yang langsung mempengaruhi kondisi target. Contoh faktor langsung adalah perburuan, kebakaran, atau penebangan. Faktor Tidak Langsung adalah faktor-faktor atau ancaman yang mendasari atau menyebabkan terjadinya ancaman tidak langsung. Contoh faktor tidak langsung adalah ekonomi, kurang pengetahuan, kurang kesadaran, kebiasaan. Faktor kontribusi adalah faktor yang tidak diklasifikasikan sebagai ancaman langsung maupun tidak langsung tetapi ikut mempengaruhi kondisi target. Contoh faktor kontribusi adalah cuaca, nilai sosial budaya. Untuk model konsep awal yang dihasilkan saat stakeholder meeting I di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing terlampir di Lampiran 2. 4. Tahap Diskusi Kelompok Terfokus Focus Group DiscussionFGD Diskusi kelompok terfokus selanjutnya disebut FGD merupakan bentuk wawancara dengan mengambil kelompok dari anggota masyarakat yang memahami fokus persoalan atau bagian dari permasalahan yang hendak diselesaikan. Sebelum diskusi tersebut dilakukan perancangan materi – materi pertanyaan yang difokuskan pada persoalan ancaman yang hendak dipengaruhi. Metode tersebut sangat efektif untuk melihat seberapa besar ancaman dapat mempengaruhi keberlanjutan ekosistem di daerah tersebut. Target Kondisi Faktor Langsung Faktor Langsung Faktor Tidak Langsung Faktor Tidak Langsung Faktor Kontribusi Faktor Langsung Faktor Tidak Langsung Kelompok responden yang diajak untuk berdiskusi berjumlah 5 - 7 orang yang terdiri dari orang-orang yang terpengaruh langsung atau berperan langsung dengan ancaman yang terjadi. Diskusi kelompok terfokus dijalankan dari tanggal 3 sampai 8 Oktober 2006 dan bertempat di rumah penduduk sesuai kesepakatan kelompok kriteria responden dan pertanyaan panduan FGD terlampir di Lampiran 3 dan 4 Dari 9 kali FGD dengan 3 tema ancaman terhadap Kawasan Potorono - Gunung Sumbing dapat dianalisa sebagai berikut : 1. Wawancara dengan tema penebangan liar yang dilaksanakan di 3 desa yaitu Krumpakan, Sukomulyo dan Sukorejo, menghasilkan kesimpulan bahwa penebangan liar yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu; sebab ekonomi, sebab kesadaran individu, rendahnya sumberdaya manusia, kebutuhan bahan bakar, lemah hukumpengawasan lemah dan kebijakan yang tidak berwawasan. 2. Wawancara dengan tema alih fungsi lahan dilaksanakan di desa Sukomakmur, Krumpakan dan Sutopati, menghasilkan kesimpulan bahwa alih fungsi pengelolaan lahan hutan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, sebab ekonomi, pertambahan penduduk, jumlah ternak yang dipelihara, naiknya harga satu komoditas pertanian, faktor kebijakan, berkurangnya sumber daya air, rendahnya sumber daya manusia serta tingkat pendidikan masyarakat yang rendah. 3. Wawancara dengan tema tidak ada reboisasi dilaksanakan di Desa Sambak, Sukomakmur, Mangunrejo, menghasilkan kesimpulan bahwa tidak adanya reboisasi disebabkan oleh faktor; kekurangan biaya untuk membeli bibit, sumber daya manusia yang terbatas, keterlibatan perempuan kurang, dukungan kebijakan lemah, lahan bukan milik masyarakat, ketidaksesuaian tanaman, ketidak sesuaian musim, kesadaran masyarakat kurang, pendidikan masyarakat rendah serta kelembagaan kehutanan masyarakat lemah. Beberapa masukan untuk menjaga ekosistem yang berasal dari hasil FGD antara lain: diperlukan payung hukum di tingkat desa dan di tingkat kabupaten untuk mendukung aktivitas masyarakat dalam menjaga lingkungan ekosistem Potorono, diperlukan semacam penyuluhan dan pendidikan lingkungan hidup dalam tujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, dibutuhkan dukungan penguatan kelembagaan desa tentang kehutanan dan lingkungan hidup serta pertanian. Lemahnya sumberdaya manusia dalam mengelola sumber daya alam di ekosistem Potorono dinyatakan sebagai penyebab tingginya laju urbanisasi, tingginya penggunaan pestisida, dan pola hidup yang tidak sehat, serta percepatan penurunan debit air, alih fungsi pengelolaan lahan hutan dan kurangnya kesejahteraan masyarakat. 5. Tahap Survey pra kampanye Survei di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing dilakukan dengan mewawancara 530 orang menggunakan kuisioner pertanyaan kuisioner terlampir pada Lampiran 5. Satu lembar kuesioner terdiri dari 7 halaman dan secara keseluruhan terdapat 35 pertanyaan. Pertanyaan umum terdiri dari pertanyaan demografi seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan utama dan tingkat pendidikan. Selanjutnya kelompok pertanyaan yang berhubungan dengan pilihan media seperti media cetak berupa koran dan majalah, media elektronik berupa televisi dan radio serta tingkat kepercayaan pada sumber informasi. Juga terdapat kelompok pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan seperti pengetahuan tentang kondisi lokal daerah, jenis satwa serta tentang usaha tani, kelompok pertanyaan mengenai sikap seperti kondisi air dan keamanan hutan serta turut dimasukkan pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku misalnya perilaku terhadap perusakan sumberdaya alam dan tanggung jawab pengelolaan sumberdaya alam. Survei dijalankan selama 3 hari dengan melibatkan 21 enumerator pewawancara yang merupakan anggota masyarakat yang diajukan pemerintah desa masing-masing. Dari 530 kuesioner yang disebarkan kepada masyarakat target, keseluruhannya kembali. Dari total populasi sebanyak 20.517 orang BPS kabupaten Magelang 2006 diambil sampel sebesar 2 dari total populasi. Penghitungan jumlah sampel dengan LOC level of confidence 95 dan interval 5 adalah sebesar 378. Maka sejumlah kuesiner tersebut dimasukkan ke dalam komputer untuk diolah datanya. Pengambilan data kuantitatif dengan metode survei, jumlah responden yang diambil untuk dapat mewakili populasi adalah minimal sebesar 1-3 . Di asumsikan dengan mengambil 2 masyarakat yang di wawancara, dapat mewakili pendapat dari seluruh masyarakat. Hal ini sesuai dengan petunjuk tata cara survei www.surveysystem.comsscalc.htm untuk penelitian sosial. Teknik pelaksanaan survei merupakan simple random sampling pemilihan sampel acak sederhana dengan mewawancara orang ketiga yang ditemui setelah orang sebelumnya. Tipe pertanyaan wawancara bersifat terbuka serta pertanyaan setengah tertutup yaitu jenis pertanyaan dengan memberikan pilihan tapi juga disediakan jawaban “lainnya”. Selanjutnya digunakan simple survey calculation dengan memasukkan jumlah total populasi untuk mendapat jumlah sample yang disasar perhitungan distribusi kuisener terlampir di Lampiran 6. Selanjutnya, sebagai masyarakat pembanding untuk ukuran peningkatan perubahan perilaku yang terjadi, dilakukan dengan survey yang sama pada kelompok masyarakat yang berbeda yang disebut masyarakat kontrol. Syarat pengambilan masyarakat kontrol setidaknya memiliki kondisi ekosistem yang sejenis serta dimungkinkan tidak mendengar atau melihat kegiatan kampanye. Oleh karena itu diambilah kelompok masyarakat dari Kawasan Pegunungan Dieng, yaitu Desa Botosari dan Desa Kaliombo di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Jarak kedua desa tersebut dari masyarakat target kurang lebih 250 Km dan memiliki kondisi ekosistem yang serupa serta dimungkinkan tidak mendengar dan melihat kegiatan kampanye yang dilakukan. Masyarakat kontrol difungsikan sebagai penetral dari bias data yang dihasilkan dari survey ukuran perubahan perilaku yang terjadi di kawasan target. 6. Tahap Perbaikan model konsep Setelah mengkaji informasi FGD, menganalisa data survei dan melakukan observasi langsung di lapangan, model konsep yang dikembangkan di awal mengalami revisi. Keterangan dari model konsep adalah sebagai berikut; Kelompok perempuan ternyata memiliki peran yang cukup penting dalam pengelolaan sumberdaya hutan Potorono. Selama ini, kelompok tersebut belum benar-benar mendapatkan porsi yang sama dengan kelompok pria. Keterlibatan kelompok perempuan dalam pengelolaan sumberdaya hutan dipengaruhi juga oleh pengetahuan dan kesadaran konservasi. Ketidaktahuan atau lemahnya kesadaran hukum juga mempengaruhi terjadinya alih fungsi pengelolaan lahan hutan dan penebangan liar. Peningkatan kesadaran hukum dan pengetahuan mengenai hukum dapat menekan terjadinya kedua ancaman tersebut. Meningkatnya kebutuhan kayu bakar, belum adanya inisiatif lokal pembibitan tanaman kayu, lemahnya kelembagaan disebabkan oleh terkikisnya budaya berhutan di tingkat masyarakat. Hutan dilihat sebagai sumberdaya yang tidak akan habis sehingga pemanfaatannya tidak mengindahkan prinsip-prinsip keberlanjutan sumberdaya hutan. Pengaruh pasar pada jenis tanaman pertanian tidak bisa dikesampingkan. Masyarakat yang secara umum hidup dalam kekurangan, selalu berupaya untuk mencari cara termudah untuk mencukupi kehidupannya. Akibatnya, pola-pola pertanian yang diterapkan kurang memperhatikan daya dukung lahan. Gambar 7 berikut menunjukkan model konsep untuk hutan Potorono-Gunung Sumbing setelah diperbaiki. HUTAN POTORONO KECAMATAN KAJORAN Kebakaran tidak ada reboisasi Perburuan Penebangan Liar Alih Fungsi Lahan Wisata tidak ramah lingkungan Kekeringan Sosial ekonomi Pertumbuhan penduduk Kesadaran Hukum Kesadaran lingkungan Pendidikan Sistem nilai budaya Kesejahteraan Keimanan IklimCuaca Pengawasan Kebijakan Alih Fungsi Hutan Kebutuhan Kayu Bakar Jumlah Ternak Pengaruh Pasar pada Jenis Tanaman Pertanaian Sumberdaya Air Budaya Berhutan Pembibitan Peran Perempuan Kurang lahan Kelembagaan Pengetahuan pengeleloaan sumber daya hutan ancaman tidak langsung yg dituuju Ancaman langsung yg akan dipengaruhi ancaman tidak langsung ancaman langsung Gambar 7 Perbaikan model konsep 25 7. Tahap Penentuan sasaran obyektif SMART SMART merupakan singkatan dari Specific, Measureable, Action oriented, Realistic, Timebound yang diartikan sebagai penentuan tujuan dari riset- aksi secara spesifik, dapat diukur, berorientasi pada aksi dan proses, merupakan sasaran masuk akal yang dapat dicapai yang dibatasi oleh waktu Margoluis dan Salafsky 1998. Berdasarkan semua informasi sebelumnya ditambah dengan fakta-fakta yang ada di masyarakat, maka disusun sasaran konservasi yang hendak dicapai. Kampanye dijalankan mendasarkan pada pemilihan dan penempatan media, pengembangan pesan, dan kegiatan penjangkauan masyarakat dilakukan sedemikan rupa untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku. Sasaran SMART yang hendak dicapai di Kawasan Potorono-Gunung Sumbing adalah sebagai berikut: Tujuan umum yang ingin dicapai melalui kegiatan kampanye Bangga adalah: “Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat setempat mengenai fungsi dan peran sub-DAS Tangsi terhadap kesejahteraan dan peningkatan kualitas hidup manusia melalui keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alamnya secara berkelanjutan”. Sedangkan tujuan khusus dari kegiatan kampanye adalah: Melindungi, mengelola dan mengembalikan jasa-jasa ekologi, ekonomi dan sosial – budaya dari hutan seluas 1100 ha di kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing bersama masyarakat setempat. Sasaran S dari kampanye yang hendak dicapai adalah sebagai berikut: S.1. Terkelolanya kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing secara adil, berkelanjutan dan berbasis masyarakat. S.2. Terdistribusikannya fungsi dan manfaat jasa lingkungan kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing secara berkeadilan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat. S.3. Membangun kolaborasi pengelolaan kawasan hutan oleh Masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak lainnya. S.4. Terselenggaranya pembelajaran pengelolaan kawasan hutan bagi semua pihak. 26 S.5. Peningkatan pemahaman masyarakat mengenai manfaat konservasi kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing. Untuk mendukung tercapainya kelima sasaran di atas selanjutnya disusun sasaran antara intermediate objective sebagai berikut: • Pada akhir program, 487 ha hutan dengan nilai konservasi dan perlindungan DAS tinggi di desa Mangunrejo, Krumpakan dan Sukomulyo berada di bawah pengelolaan yang lebih baik berbasis masyarakat dan secara berarti signifikan mengurangi resiko konversi lahan. • Setelah 12 bulan kampanye, keanekaragaman hayati dari 488 ha hutan produksi lama di Sukorejo, Banjaragung, dan Sutopati akan diperkaya melalui penanaman setidaknya 10,000 batang pohon dari minimal 3 jenis spesies lokal. • Selama 1 tahun periode kampanye, terbentuk pengelolaan hutan kolaborasi yang menjamin konservasi hutan alami seluas 125 ha dengan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi di Sukomakmur. Karena Kampanye Bangga mengacu kepada perubahan perilaku, maka untuk setiap sasaran antara di atas akan ditambahkan sasaran perubahan perilaku behavior objective. Sasaran perubahan perilaku ini bertujuan untuk memberikan suatu jaminan bahwa aksi atau tindakan yang diambil oleh target audien merupakan hasil dari meningkatnya pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya mengambil tindakan tersebut. 8. Tahap Identifikasi Maskot dan Slogan Seperti halnya pada pemasaran untuk tujuan komersial, maka dilakukan identifikasi untuk maskot sebagai branding atau merek berikut slogan yang mewakili tujuan besar masyarakat. Dalam kampanye Pride, Maskot diwujudkan dalam bentuk spesies kunci, endemik serta dalam kondisi terancam. Selanjutnya maskot dan slogan tersebut akan selalu dipakai dalam penyaluran informasi konservasi dengan konsisten. Identifikasi spesies maskot atau flagship spesies untuk kawasan dilakukan dengan melihat hasil survei pra kampanye. Di dalam kuisener yang 27 diwawancarakan kepada responden terdapat pertanyaan yang menyangkut slogan untuk di pasarkan serta spesies yang dijadikan maskot flagship spesies. Dari hasil survei menunjukkan bahwa masyarakat memilih “Hutan Potorono Lestari, Masyarakat Sejahtera” sebagai slogan yang dapat memberikan rasa bangga terhadap kawasan hutan Potorono-Gunung Sumbing. Sedangkan maskot yang digunakan yaitu Elang Jawa Spizaetus bartelsi berupa hewan endemik yang hanya ada di kawasan tersebut. Satwa Elang Jawa tersebut dalam kondisi terancam punah menurut IUCN redlist 2006 dan termasuk dalam daftar Appendix II CITES Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora . 9. Tahap Stakeholder Meeting II Hasil dari proses kegiatan awal selanjutnya kembali di diskusikan dengan stakeholder. Tujuan dari diselenggarakannya pertemuan stakeholder yang kedua terutama untuk mendapatkan persetujuan, dukungan serta peran aktif untuk menjalankan kegiatan. Dalam pertemuan tersebut stake holder yang hadir juga di minta untuk mengidentifikasikan sasaran dari kegiatan kampanye yang dijalankan. Hasil dari pertemuan stakeholder yang kedua selanjutnya menjadi bahan untuk dimasukkan kedalam perbaikan perencanaan program yang akan dijalankan. 10. Tahap Perencanaan Program Berdasarkan hasil studi dengan data-data yang diperoleh, selanjutnya disusun rencana kegiatan kampanye Pride. Rencana kerja berisi tentang strategi kampanye yang akan di lakukan di masyarakat target. Di dalam rencana kerja, berisi alat-alat, media dan cara, selanjutnya disebut materi kampanye, yang akan diaplikasikan, dengan mempertimbangkan aspek-aspek pencapaian tujuan kampanye SMART obyektif. Hasil dari penyusunan aktivitas dituangkan kedalam rencana kerja kampanye Pride terlampir di Lampiran 7 termasuk perencanaan untuk mengukur efektivitas kampanye dalam bentuk rencana monitoring dan evaluasi kegiatan kampanye. Dalam perencanaan kerja, saluran informasi yang akan digunakan harus mampu menjawab persyaratan sebagai berikut; 28 a Mengapa melakukan kegiatan ini? Informasi ini menjelaskan bagaimana kegiatan berkaitan dengan sasaran. b Bagaimana kegiatan tersebut dapat dilaksanakan? Informasi ini menjelaskan daftar yang perlu dilaksanakan untuk menyelesaikan kegiatan tersebut. c Siapa yang bertanggung jawab atas kegiatan tersebut? Informasi ini menjelaskan siapa yang bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatan tersebut. d Kapan kegiatan tersebut akan dilaksanakan? Informasi ini menjelaskan tanggal yang ditargetkan untuk menyelesaikan kegiatan tersebut. e Dimana kegiatan tersebut akan dilakukan? Informasi ini menjelaskan dimana kegiatan tersebut akan dilaksanakan. f Asumsi yang mendasari. Daftar asumsi dibuat untuk melihat hal apa saja yang mendasari kegiatan tersebut dilakukan. g Prasyarat. Informasi ini menjelaskan tugas dan acara yang perlu terjadi sebelum kegiatan tersebut dilakukan. 11. Tahap Mengembangkan Materi dan Uji Material Pengembangan materi kampanye dilakukan setelah rencana kerja selesai disusun. Pengembangan materi tidak dilakukan asal-asalan, tetapi mendasarkan aspirasi dari masyarakat target. Selanjutnya, materi yang telah dikembangkan terlebih dulu diuji di masyarakat untuk mendapat masukan. Beberapa masukan yang hendak didapat dalam uji materi kampanye antara lain tingkat perhatian masyarakat pada materi kampanye dan tingkat mudah atau tidaknya materi diserap atau dipahami oleh masyarakat. Contoh uji materi oleh masyarakat antara lain tentang huruf, warna atau bentuk dan desain materi yang akan di sebarkan. Hasil uji materi akan menjadi rujukan untuk membuat materi-materi kampanye disesuaikan dengan selera target audien. 12. Tahap Implementasi Kampanye Implementasi kampanye merupakan tahap teknis pelaksanaan mempengaruhi serta merubah perilaku konservasi masyarakat dengan menggunnakan saluran-saluran informasi dan media konservasi di kawasan target. 29 Implementasi juga bertujuan untuk mengurangi atau menyelesaikan persoalan konservasi sumberdaya hutan yang disebabkan oleh kurangnya pemahaman konservasi. Implementasi kampanye dilakukan sesuai dengan perencanaan pelaksanaan kampanye yang telah disusun pada tahap perencanaan kegiatan. Implementasi kampanye selalu dijalankan dengan melibatkan stakeholder terutama dari masyarakat kawasan target ringkasan kegiatan kampanye yang dijalankan dapat dilihat pada Lampiran 8. Kegiatan kampanye yang dilakukan dalam bentuk kegiatan teknis dapat diuraikan sebagai berikut: 1 Kunjungan Sekolah Kunjungan sekolah school visit berwujud kegiatan edukasi kepada anak- anak sekolah yang melibakan peran guru, kelompok konservasi, pemerintah desa dan anak-anak. Kunjungan sekolah selain bertujuan untuk memasarkan konservasi kepada segmen utama anak-anak berusia sekolah dasar. Kunjungan sekolah diwujudkan dengan beberapa kegiatan meliputi lomba gambar untuk anak, kunjungan sekolah dengan kostum maskot dan panggung boneka untuk anak. Kegiatan tersebut dilakukan sebagai sarana mengenalkan lingkungan hidup kepada anak termasuk mengenalkan metode pembelajaran lingkungan hidup kepada sekolah untuk diterapkan kepada anak-anak didik. Kegiatan kunjungan sekolah dapat dilihat pada gambar 8 di bawah ini; Gambar 8 Lomba gambar dan kunjungan sekolah dengan kostum maskot 2 Pelatihan Tungku Hemat Energi Tungku hemat bahan bakar merupakan alat yang dapat membantu masyarakat untuk menghemat penggunaan kayu bakar sehingga sangat 30 efektif untuk mengurangi kegiatan penebangan liar yang terjadi di Desa Sukomakmur. Pendekatan pun dilakukan melalui para ibu yang tergabung dalam kelompok PKK dan Dasa Wisma, hingga 20 orang ibu dan 20 orang bapak warga Desa Sukomakmur 6 dusun, dibantu 2 narasumber dan 5 fasilitator berlatih bersama untuk membuat tungku hemat kayu bakar. Pelatihan dan pembelajaran tungku hemat energi dilakukan di desa Sukomakmur, dimana para peserta pelatihan selanjutnya menjadi agen dalam penyebarluasan pemakaian tungku. Tungku diperkenalkan telah dimodifikasi sedemikian rupa oleh jaringan kerja tungku Indonesia JKTI, ARECOP, Yayasan Dian Desa sehingga lebih sedikit menggunakan kayu tetapi menghasilkan panas yang lebih besar. Tungku tersebut idealnya terbuat dari tanah liat, namun karena materi ini tidak tersedia di Sukomakmur maka semen menjadi bahan baku alternatif. Tungku dengan 2 lubang berbentuk kotak dengan ukuran 30 cm X 70 cm X 20 cm. Perbedaan tungku ini dari tungku yang biasa digunakan oleh ibu-ibu di Sukomakmur adalah dari konstruksi aliran energi, yang dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi pembakaran yang lebih efektif. Kegiatan pelatihan pembuatan tungku dapat dilihat pada gambar 9 berikut ini: Gambar 9 Pelatihan pembuatan tungku hemat kayu bakar 3 Kegiatan Seni dan Budaya Untuk membangun kesadaran dan bertambahnya pengetahuan masyarakat mengenai konservasi, edukasi tentang konservasi juga dijalankan dengan menyisipkan kegiatan-kegiatan konservasi dalam kegiatan seni dan budaya 31 masyarakat. Proses penyadaran dijalankan dengan melibatkan peran tokoh-tokoh masyarakat melalui seni dan budaya setempat. Kegiatan konservasi yang dilakukan dalam seni dan budaya dilakukan misalnya penginformasian kegiatan konservasi yang dapat dilakukan dalam kegiatan budaya merti desa peringatan desa sehingga mendorong inisiatif beberapa tokoh masyarakat di desa Sukomakmur untuk melakukan kegiatan merti banyu peringatan air dengan menanam tanaman di sekitar mata air dengan upacara adat setempat. Kegiatan konservasi dalam seni budaya dapat dilihat pada gambar 10 berikut, Gambar 10 Upacara merti banyu di Desa Sukomakmur 4 Pendampingan Kelompok Konservasi 3 kelompok konservasi terbentuk selama masa kegiatan kampanye. Masing-masing memiliki kegiatan yang berbeda yaitu patroli hutan, kelompok konservasi pengelola kawasan wisata dan kelompok swadaya masyarakat untuk konservasi lingkungan hidup. Patroli hutan terbentuk di Desa Sukomakmur sebagai bagian dari kegiatan lembaga masyarakat desa hutan LMDH untuk mengusahakan kondisi hutan lindung menjadi lebih baik. Hal yang penting dari kegiatan kampanye Pride ini adalah tergeraknya masyarakat kawasan untuk melestarikan alam dengan aksi seperti penanaman tanaman lokal di kawasan hutan yang memiliki vegetasi rendah, memelihara kawasan sekitar mata air, serta perlindungan biodiversity kawasan. Kelompok swadaya masyarakat lain terbentuk di desa Krumpakan yang 32 bertujuan untuk mengembalikan keasrian hutan berikut penjagaan pengelolaan lingkungan desa. Kelompok – kelompok tersebut menjalankan aksinya diorganisir dan difasilitasi oleh desa dan dukungan dari pemimpin-pemimpin desa, selain fasilitasi beberapa penguatan pengorganisasian. Keberlanjutan kegiatan kelompok selanjutnya menjadi bagian program desa untuk melakukan kegiatan-kegiatan berhubungan dengan konservasi kawasan hutan desanya. Kegiatan kelompok konservasi dapat dilihat pada gambar 11 berikut; Gambar 11 Kelompok pengelola wisata, Kelompok swadaya masyarakat dan Patroli hutan 5 Pelatihan Interpretasi Pelatihan interpretasi adalah kegiatan yang dijalankan untuk memberikan edukasi lingkungan hidup bagi pengelola dan pelaku kawasan wisata di Desa Sutopati. Kegiatan tersebut melibatkan setidaknya 22 orang anggota pengelola yang selanjutnya menjadi agen dalam kegiatan-kegiatan konservasi. Kegiatan dijalankan selama 3 hari tanggal 19 – 22 November 2007 dengan tema ”Pengembangan Jalur Treking Warung Hidup dengan Interpretasi” Salah satu kegiatan kelompok adalah mengharuskan setiap pengunjung terutama di kawasan wana wisata untuk ikut berperan dalam reboisasi kawasan seperti menanam pohon sejenis Jambu batu, Suren, pakis, damar di berbagai tempat termasuk di kawasan wana wisata dan Curug air terjun Silawe. Tindak lanjut dari pelatihan ini adalah inisiatif kelompok pengelola kawasan wisata sebagai bagian dari desa yang berperan untuk edukasi lingkungan hidup bagi pengunjung kawasan serta pendukung kegiatan-kegiatan konservasi lainnya. Kegiatan pelatihan interpretasi dapat dilihat pada gambar 12 berikut; 33 Gambar 12 Pelatihan interpretasi untuk kelompok pengelola wisata Desa Sutopati 6 Pendampingan Kelompok Ibu-ibu Pendampingan kelompok ibu-ibu dalam memecahkan untuk konservasi dilakukan dalam kelompok DASA WISMA. Kelompok ibu-ibu tersebut berkeinginan untuk menjadikan dirinya menjadi pelopor bagi ibu-ibu yang lain agar mampu melakukan kegiatan yang berarti setidaknya bagi keluarga. Kegiatan itu dimulai dengan percobaan untuk membuat pupuk cair organik yang diharapkan dapat mendukung kegiatan pertaniannya. Pemanfaatan tanaman- tanaman yang dianggap tidak berguna seperti gedebok pisang, bunga-bungaan, bongkol bambu bahkan sampah rumahtangga di ujicoba untuk dijadikan pupuk organik cair. Kegiatan kelompok ibu-ibu dapat dilihat pada gambar 13 berikut; Gambar 13 Pendampingan kelompok ibu-ibu 7 Dakwah Konservasi Kegiatan penyebaran informasi dan ajakan untuk bangga melestarikan alam dijalankan dengan media dakwah lewat radio saat bulan puasa. Kegiatan Dakwah konservasi di Radio melibatkan ulama setempat dan juga radio. 34 Salah satu stasiun radio yang banyak disukai oleh masyarakat di kawasan berdasarkan hasil survei adalah Radio CBS Magelang. Rangkaian diskusi dan pendekatan dilakukan dengan pihak radio CBS Magelang, hingga akhirnya didapatkan kesepakatan untuk bekerjasama menyiarkan dakwah konservasi selama bulan Ramadhan dengan judul acara ” Mutiara Ramadhan” yang mengambil bahasan tentang pentingnya melestarikan lingkungan hidup. Kegiatan perekaman dan penyiaran dakwah konservasi dilakukan di Radio CBS Magelang. Kegiatan tersebut dijalankan untuk menjangkau audien lebih luas. 8 Pemutaran Lagu di Radio Lagu konservasi yang telah disusun sebagai media ajakan menjalankan penjagaan lingkungan hidup disiarkan melalui 1 radio komersial CBS FM dan 2 radio komunitas RWSRadio Wong Sambak dan Suara UMMUniversias Muhammadiyah Magelang. Pemutaran lagu dijalankan setiap minggu 2 kali CBS mulai bulan Juli 2007 hingga Desember 2008. Pemutaran di RWS, setiap hari dari bulan juli 2007 dan seminggu beberapa kali di Suara UMM selama 4 bulan. Program spot radio dipilih dengan alasan radio merupakan media kampanye yang efektif untuk menjangkau lebih banyak orang. Kegiatan spot radio dapat dilihat pada gambar 14 berikut; Gambar 14 Proses penyiaran spot lagu 35 9 Pekan Penanaman Kawasan Sebagai wujud kebanggaan masyarakat dalam konservasi kawasan, dilakukan kegiatan pekan penanaman kawasan “Hari Hijau Potorono untuk Indonesia Hijau 2010”. Kegiatan tersebut dijalankan selama 3 hari mulai tanggal 10 – 13 Desember 2007, melibatkan hampir 5000 orang. Jumlah tanaman yang ditanam pada aksi tersebut sebanyak 13000 batang dari 11 jenis bibit pohon dan berasal dari swadaya dan bantuan pihak – pihak terkait. Pencanangan aksi tanam pohon didukung oleh partisipan mulai dari masyarakat 8 desa Sukomakmur, Sutopati, Sukorejo, Sukomulyo, Krumpakan, Banjaragung, Mangunrejo dan Sambak, PDAM, Universitas Tidar Magelang, Universitas Muhammadiyah Magelang, YBL MastA LSM, ESP_USAID LSM, KIPPK Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan, Dinas Pertanian, Muspika Kajoran, Koramil, Polsek, PLN, BRI, Format Lintang kelompok swadaya masyarakat, PKK, SDMI, DPRD Kabupaten Magelang, Sekretaris Daerah, Radio dan Percetakan. Kegiatan ini juga didukung dan diliput oleh 4 stasiun TV Trans 7, Trans TV, TPI dan RCTI serta media cetak Suara Merdeka. Pekan penanaman kawasan dapat dilihat pada gambar 15. Gambar 15 Kegiatan pekan penanaman kawasan 10 Lomba Masak Konservasi Setidaknya 8 tim ibu-ibu satu tim terdiri dari 4 orang dari 7 desa terlibat dalam kegiatan lomba masak konservasi. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah pemanfaatan sumberdaya pangan lokal. Hampir 500 orang mengikuti jalannya festival dan melibatkan 2 grup kesenian lokal, Kecamatan, Puskesmas, DPRD, Pemda dan PKK. Proses kegiatan ini dimulai dari aktivitas pendampingan kepada 36 kelompok ibu-ibu mengenai berbagai macam sumberdaya alam yang dapat dikelola di desa. Kegiatan kelompok ibu-ibu dapat dilihat pada gambar 16 berikut; Gambar 16 Koordinasi perencanaan lomba masak 11 Workshop Kelola Kebun dan Hutan Lestari Kegiatan Workshop kelola kebun dan hutan lestari merupakan kegiatan yang dijalankan untuk mempertemukan hasil dan inisiatif masyarakat dalam menjalankan kegiatan konservasi dengan berbagai pihak yang berkompeten antara lain Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang dan Perum Perhutani Kedu Utara. Kegiatan tersebut melibatkan kepala desa, LMDH, PKK yang selanjutnya secara bersama menyusun rencana untuk tata ruang desa untuk pengembangan konservasi desa pada tanggal 19 – 21 Januari 2008. Workshop tersebut menghadirkan narasumber yang berpotensi mendukung kegiatan masyarakat yaitu dari jajaran Dinas Lingkungan Hidup, Dinas BAPPEDA, Perum Perhutani serta Dinas Tata Ruang Wilayah. Capaian hasil dari workshop yang dijalankan antara lain: • Adanya dukungan dari Dinas Lingkungan Hidup berkenaan dengan insiatif yang dijalankan masyarakat dalam konservasi hutan dan mata air • Diskusi langsung dengan Perum Perhutani berkaitan dengan MoU kerjasama antara desa dengan Perum Perhutani dalam pengelolaan hutan Kegiatan workshop yang telah dilakukan dapat dilihat pada gambar 17 berikut; 37 Gambar 17. Workshop 12 Papan Konservasi Kegiatan yang dihasilkan secara 100 swadaya masyarakat, berupa alokasi dana dan tenaga dari masyarakat untuk mewujujudkan keteraturan lingkungan hidup di desa dengan papan konservasi. Kegiatan tersebut sebagai tindak lanjut dari kebijakanperaturan desa tentang lingkungan hidup yang merupakan hasil dari program pembangunan inisiatif desa untuk pengelolaan lingkungan hidup oleh YBL Masta LSM. Peraturan desa tentang lingkungan hidup tersebut juga merupakan wujud kesadaran lembaga desa untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya alam. Papan konservasi tersebut menjadi bagian dari kesadaran konservasi yang mulai tumbuh dan berkembang di masyarakat. Jenis papan konservasi beraneka ragam tergantung dari tujuan dan kreativitas masyarakat, misalnya; plang pelarangan penyetruman ikan di sungai dan plang pelarangan pengambilan satwa dan flora hutan. Gambar papan konservasi dapat dilihat pada gambar 18 berikut; Gambar 18 Plang konservasi 38 Selain kegiatan teknis, kampanye juga menyusun materi-materi cetak yang diharapkan memberi kontribusi terhadap peningkatan pengetahuan serta kesadaran konservasi bagi masyarakat di kawasan target. Materi cetak disusun dengan analisa kegunaan dan dampak yang terjadi ringkasan materi cetak di Lampiran 9. Materi cetak yang dikembangkan selama kampanye di kawasan Potorono- Gunung Sumbing adalah sebagai berikut: 1 Poster Poster merupakan alat dan cara untuk menyebarluaskan pesan-pesan konservasi. Poster memiliki muatan pesan-pesan kunci berisi ajakan untuk bangga melestarikan alam. Proses pembuatan poster melibatkan partisipasi masyarakat dalam pertemuan-pertemuan formal, seperti; warna, ukuran, pesan kunci serta penulisan. Poster berisi informasi sederhana tentang konservasi yang didukung dengan gambar maskot kawasan. Poster bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan konservasi. Poster sebagian besar ditempelkan di tempat-tempat umum seperti warung, masjid, kantor desa, sekolahan, pos siskamling, rumah penduduk serta pasar. Selain sebagai alat informasi, poster juga digunakan untuk hadiah atau penghargaan kepada anak-anak, remaja atau orang tua. Selain itu poster juga diberikan kepada pemangku kebijakan seperti Pemda, PDAM, Perum Perhutani, BKSDA. Poster untuk kampanye Pride di kawasan Potorono-Gunung Sumbing dicetak sebanyak 2500 eksemplar dengan ukuran 60cmx40cm A3. Dalam proses pembuatannya, pencetakan poster mendapat dukungan dari percetakan sebanyak 500 eksemplar. Bentuk gambar poster dapat di lihat pada gambar 19 berikut; 39 Gambar 19 Poster 2 Pin Konservasi Pin adalah souvenir yang berbentuk tempel bulat berdiameter 8 cm terbuat dari plastik dan seng. Pin merupakan penghargaan bagi anak-anak, remaja atau orang tua yang telah melakukan kegiatan konservasi atau atas partisipasi yang telah dilakukan bagi lingkungan hidupnya. Pin bertujuan untuk membangun rasa bangga setiap orang yang menerimanya. Pin disebarluaskan kepada anak- anak pada event kunjungan sekolah, remaja pecinta lingkungan hidup, bapak- bapak yang menjalankan konservasi, guru-guru yang mendukung kegiatan, serta ibu-ibu yang melakukan aksi konservasi. Dalam periode kampanye dibuat pin konservasi sebanyak 1000 eksemplar, terbuat dari bahan plastik dan seng. Gambar pin konservasi dapat dilihat pada gambar 20 berikut; Gambar 20 Penyematan pin 40 3 Factsheet Lembar Fakta Factsheet atau lembar fakta adalah materi berbentuk lipatan tiga selembar kertas. Factsheet disusun mendasarkan hasil penelitian dengan RRA rapid rural assesment , wawancara dan rekomendasi hasil Survei, FGD dan stakeholder workshop berkaitan dengan persoalan di kawasan. Factsheet berisi tentang informasi-informasi logis dan obyektif tentang kenyataan yang ada di lingkungan komunitas berwujud saran atau ringkasan ilmiah dari literatur dan pustaka lainnya. Factsheet bertujuan untuk memberikan gambaran tentang pentingnya melakukan kegiatan konservasi kawasan dimana komunitas tinggal. Factsheet disebarluaskan kepada masyarakat, seperti kepada guru, kelompok tani, PKK, pemerintah desa, petani, kelompok remaja serta kepada instansi-instansi seperti PDAM, Perum Perhutani, Dinas Pertanian dan KIPPK. Factsheet juga menjadi alat untuk mendampingi masyarakat dalam menjelaskan ancaman lingkungan hidupnya. Pendampingan dijalankan dengan menjelaskan segala bentuk informasi yang ada di Factsheet lewat pertemuan atau pun diskusi-diskusi dengan anggota masyarakat. Dalam periode kampanye dicetak facsheet sebanyak 2000 eksemplar dengan bahan kertas art paper berukuran 30 cmx 21 cm A4 yang dibagi dalam 3 kolom. Bentuk factsheet dapat dilihat pada gambar 21 berikut; Gambar 21 Factsheet 41 4 Kostum Maskot Kostum mascot dibuat mewakili mascot kawasan yaitu Elang Jawa. Kostum mascot dibuat berbentuk burung diberi julukan ELJA, yang merupakan singkatan dari Elang Jawa. Kostum mascot menjadi media interaktif yang menarik untuk membawakan edukasi konservasi serta membangun kelekatan antara informasi konservasi dengan masyarakat. Kostum mascot dijalankan terutama di sekolah-sekolah, kegiatan seni masyarakat dan perayaan-perayaan lainnya. Kostum maskot dibuat dari bahan-bahan: Kain jenis beludru, spons, Cat, Gabus dan Hard spons. Dalam pembuatannya, kostum maskot juga dilengkapi dengan kipas angin dengan tenaga baterai untuk mengurangi panas saat pemakaian. Lama pembuatan kostum maskot adalah 1,5 bulan. Ukuran kostum maskot adalah seukuran orang dewasa. Pemakaian kostum maskot dalam kegiatan - kegiatan dapat dilihat pada gambar 22. Gambar 22. Kostum maskot 5 Komik Konservasi Komik konservasi berbentuk buku cerita bergambar. Komik konservasi ini menyediakan alternatif media bacaan bagi anak, terutama dalam pendidikan lingkungan hidup bagi anak-anak usia Sekolah Dasar SD. Komik disebarluaskan di 10 sekolah dasar di kawasan kerja. Selama masa kampanye dicetak komik konservasi sebanyak 1500 eksemplar terdiri dari 24 halaman dan berukuran 12 cmx24 cm. Dalam pembuatannya, komik di susun melibatkan seniman setempat dan masukan dari 42 masyarakat tentang bahasa, gambar serta warna cover. Bentuk komik konservasi dapat dilihat pada gambar 23. Gambar 23. Komik konservasi 6 Lembar Dakwah Lembar dakwah berbentuk lembaran agama Islam yang berisikan tentang informasi lingkungan hidup dari Kitab Suci. Lembar Dakwah disusun secara bersama dengan melibatkan Ustadz setempat. Lembar dakwah menyampaikan pesan-pesan konservasi religius dengan melandaskan ayat-ayat yang ada di dalam Al-qur’an kitab suci umat Islammuslim. Lembar dakwah yang dipakai memakai bahasa yang sederhana, relijius dan mudah ditangkap dan disebarluaskan. Lembar dakwah menjadi sarana untuk edukasi konservasi dengan alasan bahwa sebagian besar penduduk beragama Islam. Lembar dakwah ini disebarluaskan kepada masyarakat melalui masjid atau lembaga agama lain seperti kegiatan yassinan. 7 Lagu Konservasi Lagu konservasi dibuat sebagai penyemangat, ajakan atau pengingat bagi masyarakat. Lagu konservasi disusun oleh remaja-remaja di kawasan yang peduli kepada lingkungan hidup. Untuk memperluas manfaat dari lagu konservasi sebagai alat informasi konservasi dilakukan kerjasama dengan radio sebagai media menyebarluaskan. Sebanyak 2 lagu pop, 1 langgam dan 2 lagu anak-anak telah dibuat. Lagu dipopulerkan bekerjasama dengan 2 stasiun radio komunitas 43 RWS, Sambak dan Swara UMM, Magelang dan 1 stasiun radio komersial CBS, Magelang. Penyusunan lagu dilakukan sendiri oleh masyarakat, dalam hal ini kelompok anak muda. Pembuatan lagu oleh anak muda dapat dilihat pada gambar 24. Gambar 24. Pembuatan lagu konservasi 8 Buklet a. Buklet Kolaborasi Buklet kolaborasi adalah media edukasi berbentuk buku saku yang berisi tentang informasi bagi masyarakat dalam mengembangkan kerjasama dengan pihak lain. Buklet kolaborasi dikembangkan menggunakan berbagai data sekunder. Buklet ini diarahkan untuk menjadi panduan bagi masyarakat dalam hal membangun sumberdaya hutan dengan melibatkan pihak-pihak lain. Booklet pengelolaan hutan kolaboratif ini mendorong masyarakat memahami kondisi, landasan hukum, syarat dan tahapan pengelolaan hutan yang baik di daerahnya. Buklet ini telah disebarluaskan kepada masyarakat melalui kelompok-kelompok masyarakat terutama di Desa Sukomakmur. Buklet bisa menjadi bahan diskusi dengan masyarakat dalam mendukung inisiatif-inisiatif yang berjalan. Buklet kolaborasi dicetak sebanyak 750 eksemplar terdiri dari 20 halaman berukuran 14cmx28cm selama masa kegiatan kampanye. b. Buklet Kebun Terpadu Buklet kebun terpadu berjudul Kebun Sehat Untuk Rumah Tangga Dan Masyarakat berisi informasi bagi masyarakat dalam mengelola kebun dan 44 pekarangannya. Buklet disusun dengan bahasa yang sederhana dari literatur hasil aplikasi yang dapat diterapkan langsung oleh masyarakat. Buklet tersebut di adopsi dari panduan yang dikembangkan oleh IDEP FOUNDATION. Buklet juga menjadi sarana untuk berdiskusi dengan masyarakat dalam pengembangan ekonomi rumah tangga dan konservasi di lingkungan sekitar rumah masyarakat. Buklet pengelolaan kebun terpadu Kebun Sehat Untuk Rumah Tangga dan Masyarakat menjadi buku panduan bagi pengelolaan kebunhutan rakyat serta mendorong masyarakat untuk mengelola lahan hutan rakyat kebun sehingga berfungsi secara ekonomi, ekologi dan sosial. Buklet disebarluaskan kepada masyarakat melalui kelompok-kelompok masyarakat seperti PKK Program Kesejahteraan Keluarga, LKMD Lembaga Keamanan masyarakat desa dan LMDH lembaga masyarakat desa hutan. Sasaran utama dari buklet kebun sehat adalah untuk mengatasi persoalan tidak adanya reboisasi serta alih fungsi pengelolaan lahan hutan. Dalam masa kegiatan kampanye dicetak buklet kebun sehat untuk rumah tangga dan masyarakat sebanyak 1500 eksemplar yang disusun sebanyak 32 halaman dengan ukuran 14cmx14cm. c. Buklet Hutan Lestari Buklet hutan lestari berjudul Hutan, Penanaman Pohon dan Bambu berbentuk buku saku praktis yang dapat dibawa. Buklet ini diadopsi dan disarikan dari panduan yang dikembangkan oleh IDEP FOUNDATION. Buklet ini disusun dari referensi yang dapat dipercaya dan telah terbukti, mampu menjadi panduan teknis bagi masyarakat. Buklet hutan lestari berisi petunjuk atau panduan praktis bagi masyarakat dalam peningkatan fungsi dan manfaat hutan. Buklet disebarluaskan kepada masyarakat melalui kelompok-kelompok masyarakat, seperti kelompok wanatani desa, PKK, serta pemerintah desa. Selama masa kegiatan dicetak buklet hutan, penanaman pohon dan bambu sebanyak 1000 eksemplar yang terdiri dari 94 halaman dengan ukuran 14cmx14cm. d. Buklet Tungku Hemat Kayu Bakar Buklet tungku adalah panduan bagi masyarakat dalam membuat tungku yang hemat pemakaian kayu bakar. Petunjuk teknis yang termuat di dalam buklet ini dikembangkan oleh Yayasan Dian Desa. Sebagian besar buklet tungku 45 disebarluaskan di desa Sukomakmur yang memiliki konsumsi kayu bakar terbesar. Buklet disebarluaskan melalui kelompok-kelompok masyarakat yang diikuti dengan diskusi dan pelatihan pembuatan tungku hemat kayu bakar. Selama kegiatan dicetak 1750 eksemplar buklet tungku hemat energi terdiri dari 48 halaman dengan ukuran 14cmx20cm. e. Buklet Tungku Hemat Kayu untuk Remaja Buklet tungku untuk remaja adalah bahan panduan bagi siswa SMP. Sebanyak 1000 buklet telah dicetak dalam 29 halaman berukuran 14cmx20cm dan di sumbangkan terutama di SMP dan MTs yang ada di kawasan. Buklet ini merupakan versi lain dari buklet tungku hemat kayu bakar, ditujukan untuk remaja yang duduk di sekolah tingkat menengah. Alasan membuat buklet tungku hemat kayu bakar tersebut adalah menyebarluaskan inovasi Tungku Hemat Kayu Bakar di tingkat remaja. Perbedaan isi buklet ini dengan yang ditujukan kepada orang dewasa terutama pada susunan bahasa yang dipakai, peringkasan materi diselaraskan dengan audien dan tambahan gambar sebagai asisten serta cerita fiksi ilmiah sebagai pengantar buklet. Buklet ini didistribusikan kepada sekolah – sekolah menengah tingkat pertama dengan cara menghubungi pihak sekolah dibantu dengan pemerintah desa serta pemaparanfasilitasi dan edukasi singkat. Buklet yang dibuat dan didistribusikan dapat dilihat pada gambar 25. 46 Gambar 25 Buklet-buklet konservasi 9 Panggung Boneka Panggung boneka adalah media yang digunakan untuk menjalankan edukasi bagi sekolah dan anak-anak. Panggung boneka dijalankan dengan metode pindah-pindah dari satu lokasi sekolah ke sekolah yang lain. Cara yang ditempuh dengan melakukan pengajaran di salah satu SD yang melibatkan guru dan siswa untuk membawakan cerita, kemudian di alihkan ke sekolah yang lain. Jarak waktu untuk tiap SD berkisar 1 – 2 minggu, namun kadang kala lebih panjang disebabkan jarak atau ketidaktahuan sekolah yang ditempati sebelumnya. Bentuk panggung boneka dapat dilihat pada gambar 26. 47 Gambar 26 Panggung boneka 10 Kalender Kalender merupakan media yang dibuat serupa dengan poster berisi data penanggalan dan didukung dengan informasi sederhana tentang tanggal dan hari yang berhubungan dengan peringatan konservasi atau sejenis. Kalender disebarluaskan melalui kelompok masyarakat, kader konservasi dan melalui even- even konservasi. Selama masa kegiatan, dicetak kalender sebanyak 2500 eksemplar dengan ukuran 40cmx60cm. Bentuk kalender yang dibuat dapat dilihat pada gambar 27. Gambar 27. Kalender konservasi 48 11 Billboard Billboard adalah papan iklan yang dipasang di jalan untuk mengingatkan masyarakat target tentang pesan konservasi yang dapat dijalankan. Dengan keberadaan billboard, diharapkan mampu menjaga kepedulian masyarakat target untuk terus menjalankan aksi konservasi bagi penyelamatan lingkungan hidupnya. 3 Billboard masing-masing berukuran 4,15x2,5 m 1 buah dan 3 x 2,5 m 2 buah telah dipasang di 3 desa di perempatan jalan yang dapat dilihat banyak orang. Bentuk billboard yang telah dibuat adalah sebagai berikut; Gambar 28. Billboard kawasan 13. Tahap Monitoring dan Evaluasi Tahap akhir dari kampanye adalah monitoring dan evaluasi kegiatan. Dalam tahap monitoring dan evaluasi diamati hal-hal yang berkaitan dengan perubahan-perubahan perilaku masyarakat terhadap konservasi hutan. Bentuk strategi monitoring yang dilakukan terlampir di Lampiran 10.

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Lokasi Kawasan