49
2. Dasar Hukum Al-Wadi’ah
Al-wadiah adalah amanat bagi orang yang menerima titipan dan ia mengembalikannya pada waktu pemilik meminta kembali, firman Allah SWT:
Artinya: Jika kamu dalam perjalanan dan bermuamalah tidak secara tunai sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang. akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya hutangnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu para saksi Menyembunyikan
persaksian.
dan Barangsiapa
yang menyembunyikannya,
Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. Al-Baqoroh : 283
65
Orang yang menerima barang titipan tidak berkewajiban menjamin, kecuali
bila ia tidak melakukan kerja sebagaimana mestinya atau melakukan jinayah terhadap barang titipan.
3. Rukun Dan Syarat Wadi’ah
Menurut hanafiah rukun wadiah ada satu, yaitu ijab dan qabul, sedangkan yang lainnya termasuk syarat dan tidak termasuk rukun. Menurut hanafiah dalam
shighat ijab dianggap syah apabila ijab tersebut dilakukan dengan perkataan yang jelas sharih maupun dengan perkataan samara kinayah. Hal ini berlaku juga
untuk kabull, diisyaratkan bagi yang menitipkan dan dititipi barang dengan
65
Departemen Agama, Al-Quran Dan Terjemahnya, Jakarta: Mahkota Surabaya, 2002, h 65
50 mukalaf. Tidak syah apabila yang menitipkan dan yang menerima benda titipan
adalah orang gila atau anak yang belum dewasa shabiy.
66
Menurut Syafi’iyah al wadi’ah memiliki tiga rukun, yaitu:
a. Barang yang dititipkan, syarat barang yang dititipkan adalah barang atau benda itu merupakan sesuatu yang dapat dimiliki menurut syara’.
b. Orang yang menitipkan dan yang menerima titipan, diisyaratkan bagi penitip dan penerima titipan sudah baligh, berakal serta syarat-syarat lain yang sesuai
dengan syarat-syarat berwakili. c. Shighat ijab dan qabul al wadi’ah, diisyaratkan pada ijab kabul ini dimengerti
oleh kedua belah pihak, baik dengan jelas maupun samar-samar.
4. Hukum Menerima Benda Titipan