LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Indonesia berkomitmen dalam menindaklanjuti deklarasi A World Fit For Children yang diterjemahkan ke dalam Program Nasional Bagi Anak Indonesia PNBAI 2015. PNBAI 2015 mencakup 4 empat bidang pokok yaitu: promosi hidup sehat; penyediaan pendidikan berkualitas; perlindungan terhadap perlakuan salah; eksploitasi dan kekerasan; serta, memerangi HIVAIDS. Untuk mempercepat pelaksanaan PNBAI 2015, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan bersama sektor pemerintah terkait, organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat mengembangkan model Kota Layak Anak, yaitu kota yang didalamnya telah meramu semangat untuk memberikan perlindungan terhadap anak sebagai kegiatan atau upaya untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya dalam proses pembangunan berkelanjutan. Inisiatif Kota Layak Anak KLA yang dikembangkan oleh UNICEF merujuk pada hasil penelitian Kevin Lynch mengenai “Children’s Perception of the Environment” di Melbourne, Warsawa, Salta dan Mexico City tahun 1971- 1975. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan yang terbaik untuk anak adalah yang mempunyai kelompok yang kuat secara fisik dan sosial, kelompok yang mempunyai aturan yang jelas dan tegas, kelompok yang 1 commit to user 2 memberi kesempatan pada anak, dan kelompok yang mempunyai fasilitas pendidikan yang memberi kesempatan anak untuk mempelajari dan menyelidiki lingkungan dan dunia mereka. Dari penelitian inilah kemudian dikembangkan berbagai indikator untuk mengukur suatu wilayah kawasan ramah terhadap anak atau belum. KLA kemudian diperkenalkan oleh UNICEF bersama UNHABITAT Pada United Nations General Assembly Special Session on Children UN-GASS tahun 2002 yang mendeklarasikan World fit for Children. Pada paragraf 13 pembukaan menegaskan bahwa anak dan remaja harus mempunyai tempat tinggal yang layak, terlibat dalam proses pengambilan keputusan baik di kota maupun komunitas, dan penting untuk terpenuhinya kebutuhan dan peran anak dalam bermain di komunitasnya. Istilah Ramah Anak kemudian lahir di Indonesia menandai sebuah kondisi dimana masyarakat diajak bersama- sama lebih memperhatikan, mengakomodir dan memenuhi hak-hak anak. Model Kota Layak Anak dikembangkan dengan pertimbangan bahwa 43,24 anak Indonesia tinggal di perkotaan UNICEF, 2007 dengan pertumbuhan sekitar 4,4 diperkirakan pada tahun 2025, sekitar 60 anak Indonesia tinggal di kota. Permasalahan anak di kota mendapat perhatian tersendiri mengingat belakangan banyak berkembang berbagai perlakuan tak layak terhadap anak seperti kekerasan, kelaparan dan gizi buruk, penyakit endemik, kenakalan anak, eksploitasi anak berupa pelacuran, trafficking, pekerja commit to user 3 anak dan kondisi traumatis, serta tidak mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan. Untuk mempercepat terwujudnya pengembangan Kota Layak Anak KLA, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan menjadikan model KLA ini sebagai prioritas program dalam bidang kesejahteraan dan perlindungan anak dengan menetapkan 7 tujuh aspek penting dalam pengembangan KLA yaitu : 1. Kesehatan 2. Pendidikan 3. Sosial 4. Hak Sipil dan Partisipasi 5. Perlindungan Hukum 6. Perlindungan Ketenagakerjaan 7. Infrastruktur Salah satu aspek terpenting dalam perkembangan hidup anak yaitu aspek pendidikan dan sosialisasi anak. Pada usia 0-6 tahun merupakan masa emas bagi pertumbuhan anak. Aneka stimulus yang diberikan pada masa itu akan meningkatkan daya pikir dan kreativitas anak. Karena itu, beberapa tahun terakhir ini bermunculan sekolah yang diperuntukkan bagi anak di bawah usia 4 tahun yang akrab disebut pre school. Berikut kutipan dari sebuah jurnal yang berisikan pentingnya pendidikan anak sejak usia dini terutama sebagai sarana untuk mengenalkan anak pada lingkungan sosial: commit to user 4 Usia dini yang lazim diartikan pada kisaran 0-6 tahun memang merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan pengembangan intelegensi seorang anak. Sudah banyak penelitian yang membuktikan pada usia tersebut anak-anak memiliki tingkat intelegensi atau kecerdasan paling optimal. Tujuan utama pendidikan usia dini adalah memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak sejak awal yang meliputi aspek fisik, psikis, dan sosial secara menyeluruh. Dengan begitu anak diharapkan lebih siap untuk belajar lebih lanjut. Bukan hanya belajar secara akademik di sekolah, melainkan juga sosial, emosional, dan moral di semua lingkungan. Tri Subeno. 2009 Dengan diadakannya pendidikan sejak dini, maka kualitas generasi muda akan lebih optimal. Namun, tak semua anak Indonesia dapat menikmati pre school akibat mahalnya biaya pendidikan yang harus ditanggung orang tua. Belajar dari pengalaman itu, maka dikembangkan satu Program Pendidikan Anak Usia Dini PAUD berbasis masyarakat. Program PAUD berbasis masyarakat yang diupayakan secara mandiri merupakan satu upaya mengatasi kendala dana bagi anak dari keluarga tidak mampu untuk dapat menikmati rangsangan dalam pendidikan sejak usia dini. Pendidikan anak usia dini sebenarnya menjadi kebutuhan anak, terutama yang tinggal di perumahan sempit, dengan fasilitas yang kurang mampu mendukung proses tumbuh kembang anak. Misalnya, anak yang tinggal commit to user 5 di rumah dengan satu kamar tidur dan satu ruang tamu. Mereka jadi tidak mengenal dengan perbendaharaan kata- kata kamar bermain, ruang keluarga atau kamar belajar. Yang ada dibenak mereka hanya kamar tidur dan ruang tamu saja. Dengan kata lain, perbendaharaan kata mereka terbatas atau jadi miskin kata-kata. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan dengan biaya murah, karena perangkat pendidikannya bisa dibuat sendiri dan tidak membeli produk impor yang harganya jutaan. Sehingga, biaya pendidikan yang dipungut ke orang tuanya tidak terlalu mahal. Meskipun anak baru berusia satu tahun, mereka sudah bisa diperkenalkan dengan lingkungan belajar sekaligus bermain, sebelum memasuki lingkungan sekolah. Jadi di dalam PAUD pendidikannya tidak sama dengan taman kanak-kanak atau sekolah dasar yang mulai diperkenalkan huruf-huruf atau angka. Pendidikan anak usia dini dapat dilakukan sendiri oleh para ibu di rumah, hal itu mungkin saja dapat dilakukan bila kualitas pendidikan sang ibu memenuhi kriteria untuk itu. Tapi persoalannya, pendidikan anak usia dini tak sekedar melatih kemampuan kognitif anak tetapi juga bersosialisasi dengan lingkungan. Karena biasanya keluarga masa kini hanya punya dua anak. Dan itu sangat berbeda bila anak bergaul dengan lingkungannya di dalam kelompok belajar. Pendidikan anak usia dini PAUD merupakan jenjang pendidikan prasekolah untuk anak usia 0-6 tahun yang memiliki tujuan untuk commit to user 6 mengembangkan potensi yang dimiliki anak sesuai bakat dan talenta melalui kurikulum pendidikan yang bersifat tutorial. Lembaga ini menjadi media pendorong tumbuh-kembang anak sesuai tahapan usia dengan mengutamakan unsur kegembiraan, permainan, dan kreasi berpikir bebas. Saat ini banyak lembaga sosial atau yayasan pendidikan, yang menyelenggarakan pendidikan anak usia dini diberbagai wilayah. Meskipun demikian, disadari atau tidak, pendirian PAUD, baik berupa playgroup, TK, maupun Raudhatul Athfal, dan sebagainya lebih didorong oleh motivasi ekonomi. Di tengah arus komersialisasi pendidikan institusi ini tampak sebagai “alat ekonomi” untuk menarik laba sang pemilik. Tidak mengherankan di berbagai kota besar bermunculan institusi penyelenggara PAUD yang menawarkan berbagai fasilitas, metode pendidikan, serta segala keunggulan yang tentu saja harus ditebus orang tua siswa dalam bentuk sumbangan biaya pendidikan yang mahal. Berikut kutipan dari sebuah jurnal yang menyatakan mahalnya biaya pendidikan usia dini formal. Sehingga perlu adanya PAUD non formal agar dapat diakses oleh anak dari keluarga yang termasuk dalam ekonomi bawah: Persoalan yang muncul adalah PAUD yang formal seperti TK masih lebih banyak dinikmati oleh anak-anak dari masyarakat kelas menengah ke atas. Realitas seperti itu terjadi karena biaya pendidikan di TK tergolong mahal, apalagi di TK yang menerapkan sistem fullday school. Dengan commit to user 7 demikian, anak-anak dari lapisan masyarakat bawah kehilangan akses untuk memasuki PAUD formal. Karena itu, yang mendesak untuk dilakukan adalah menggalakkan PAUD nonformal seperti kelompok bermain, tempat penitipan anak, dan pengasuhan di rumah.. Pemanfaatan jalur nonformal dan informal tersebut, menurut saya, akan menambah akses bagi masyarakat luas untuk memasukkan anak-anaknya ke dalam PAUD. Bahtiar, 2009 Berikut kutipan dua jurnal internasional yang berisikan bahwa anak dari keluarga miskin akan lebih susah mengakses pendidikan dibanding dengan anak-anak dari keluarga mampu: Socioeconomic factors.Children from families that are better off economically and socially are more likely to be enrolled than are children from families with few resources or that are part of groups discriminated against socially. Although this statement is logical and comes from a general literature review, in evaluation reports prepared for the World Education Forum almost no attempt was made to present hard data showing how enrollment is related to economic or social status ROBERT G. MYERS Gale Encyclopedia of Education Faktor sosial ekonomi. Anak-anak dari keluarga yang lebih baik secara ekonomi dan sosial lebih berpeluang untuk mendaftarkan diri daripada anak- anak dari keluarga dengan sumber daya yang sedikit miskin yang merupakan bagian dari kelompok pinggiran. Meskipun pernyataan ini logis dan berasal dari tinjauan literatur umum, dalam laporan evaluasi dipersiapkan untuk Forum Pendidikan Dunia hampir tidak ada usaha untuk menyajikan data nyata yang menunjukkan bagaimana pendaftaran terkait dengan status ekonomi atau sosial Furthermore, within districts, the poor get the worst of all of these inequities. Children from poor families start school later, complete fewer years of schooling, and have higher dropout and repetition rates. These children also have lower rates of participation in early childhood education and development services. Lagipula, di dalam daerah, yang miskin mendapat yang terburuk dari semua ini inequas. Anak-Anak dari keluarga-keluarga miskin terlambat memulai sekolah, commit to user 8 kemudian putus sekolah, dan harus mengulang. Anak-Anak ini juga mempunyai tingkat keikutsertaan yang rendah dalam pendidikan anak usia dini dan pengembangan jasa. NAEYC 1994. 64 Early Childhood Education and Development in Indonesia Tidak ketinggalan di tengah inflasi partisipasi publik dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini sesuai amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, diberbagai wilayah, terutama di Surakarta bermunculan institusi penyelenggara PAUD bersifat sosial. Institusi penyelenggara yang bersifat sosial umumnya didirikan oleh komunitas pro-edukasi atau oleh pemerintah lokal. Banyak institusi penyelenggara yang didirikan oleh kalangan organisasi non-pemerintah dan elemen civil society dengan sasaran komunitas dampak beneficiaries community adalah anak-anak usia prasekolah dari keluarga miskin. Sebuah iktikad pelayanan sosial di bidang pendidikan dasar yang tanpa menarik biaya sepeser pun dari orang tua siswa atau dengan menarik biaya seminimal mungkin. Dukungan dari lembaga donor atau unit penggalangan dana, menjadikan aktivitas pendidikan anak usia dini bagi keluarga miskin bisa terselenggara secara berkelanjutan. Partisipasi multipihak pada penyelenggaraan pendidikan usia dini bagi masyarakat miskin memiliki beberapa ciri sosial. Pertama, diselenggarakan di wilayah tinggal para siswa usia dini. Wilayah edukasi berbasis kampung teritori tinggal anak yang mengikuti fasilitas pendidikan anak usia dini. Kedua, dikelola dalam konsep public voluntary, dengan commit to user 9 melibatkan partisipasi multipihak. Karena itu ada kerja sama untuk memajukan proses pendidikan anak usia dini. Ketiga, lebih mengedepankan aspek pembelajaran yang mendorong penguatan aspek solidaritas sosial dalam ranah peningkatan psikomotorik siswa anak usia prasekolah. Di Kota Surakarta institusi PAUD berbasis kampung pada umumnya berada di wilayah pinggiran kota yang didiami masyarakat urban yang biasanya berprofesi sebagai pekerja informal. Sayangnya berbagai institusi penyelenggara PAUD yang bervisi sosial, untuk kepentingan masyarakat kurang mampu miskin masih memiliki kekurangan. Kekurangan itu meliputi: fasilitas atau infrastruktur kegiatan baik berupa bangunan yang semi permanen, alat peraga-permainan yang ala kadarnya, sampai model kurikulum pembelajaran yang belum inovatif. Tenaga pendidik institusi penyelenggara PAUD berbasis kampung, juga merupakan tenaga honorer tanpa pendidikan keahlian. Meski demikian kompetensi mereka tidak diragukan dalam mendidik anak-anak usia dini. Sebenarnya jika ada respons kreatif dari pemegang kebijakan anggaran pendidikan institusi PAUD yang berfungsi sosial seharusnya berhak mendapatkan alokasi anggaran sesuai kebutuhan. Lagipula, saat ini ada goodwill dari pemerintah pusat daerah untuk mengalokasikan 20 persen dana APBNAPBD untuk sektor pendidikan. Meski dalam implementasi masih terkendala kebijakan birokrasi.

B. PERUMUSAN MASALAH