commit to user 3
berkisar 15-25 dari berat kering. Sedangkan kandungan minyak atsiri dalam kulit buah jeruk sekitar 70-92 Prabasari, 2009. Daun, kulit dan buah jeruk
purut juga mengandung senyawa minyak atsiri, tetapi kadar minyak atsiri yang paling tinggi terdapat pada bagian kulit buah Mardiyati, 2008.
Komponen utama dalam minyak atsiri kulit jeruk purut yang berfungsi sebagai antifungi adalah senyawa limonene 29,2 dan
β-pinene 30,6. Selain minyak atsiri, kulit jeruk purut juga mengandung senyawa
saponin dan metabolit sekunder seperti flavonoid, kumarin, dan steroid triterpenoid. Saponin dan flavonoid merupakan golongan terbesar dari fenol.
Jawetz 1992 menyatakan bahwa fenol dan persenyawaan dari fenolik merupakan unsur antikuman yang kuat pada konsentrasi yang biasa digunakan
larutan air 1 – 2. Fenol dan derivatnya dapat menimbulkan denaturasi protein. Saponin diketahui memiliki sifat antimikroba, sedangkan flavonoid
mampu merusak membran mikroba Volk dan Wheeler, 1988. Berdasarkan uraian di atas penulis melakukan penelitian untuk
mengetahui bagaimana efek antifungi perasan kulit jeruk purut Citrus hystrix terhadap pertumbuhan Trichophyton mentagrophytes secara in vitro.
B. Perumusan Masalah
Apakah perasan kulit jeruk purut Citrus hystrix mempunyai efek antifungi dan berapa konsentrasi optimalnya terhadap pertumbuhan
Trichophyton mentagrophytes secara in vitro?
commit to user 4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Mengetahui adanya efek antifungi perasan kulit jeruk purut Citrus
hystrix terhadap pertumbuhan Trichophyton mentagrophytes secara in vitro.
2. Tujuan Khusus Mengetahui konsentrasi optimal perasan kulit jeruk purut Citrus
hystrix terhadap pertumbuhan Trichophyton mentagrophytes secara in vitro.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Memiliki data bahwa perasan kulit jeruk purut Citrus hystrix
memiliki efek
antifungi terhadap
pertumbuhan Trichophyton
mentagrophytes secara in vitro 2. Manfaat Aplikatif
Sebagai informasi kepada peneliti selanjutnya untuk dilakukan uji pra klinik perasan kulit jeruk purut Citrus hystrix terhadap pertumbuhan
Trichophyton mentagrophytes yang terbukti sebagai kandidat antifungi secara in vitro.
commit to user 5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Jeruk Purut Citrus hystrix
a. Klasifikasi Tanaman Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae Ordo : Sapindales
Family : Rutaceae Genus : Citrus
Spesies : Citrus hystrix Dalimartha, 2005
b. Nama daerah Sumatera: unte mukur, unte pangir Batak, lemau purut, lemau
sarakan Lampung, lemao puruik Minangkabau, dema kafalo Nias. Jawa: limau purut, jeruk wangi, jeruk purut Sunda, Jawa. Bali: jeruk
linglang, jeruk purut. Flores: mude matang busur, mude nelu. Sulawesi: ahusi lepea Seram, lemo puru Bragi.s. Maluku: Munte kereng
commit to user 6
Alfuru, usi ela Amhoh, lemo jobatai, wama faleela Halmahera Dalimartha, 2005.
c. Morfologi Tanaman Pohonnya rendah atau perdu, namun bila dibiarkan tumbuh alami
dapat mencapai ketinggian 12 m. Batang yang tua berbentuk hijau tua, berbentuk bulat, polos, atau berbintik-bintik. Tata letak tajuk tanaman
tidak beraturan dan cabang-cabangnya rapat. Dahan dan ranting- rantingnya bersudut tajam, berwarna hijau tua, berbintik-bintik, dan
berduri di ketiak daun. Duri-durinya pendek, kaku, hitam, ujungnya coklat, dan panjangnya 0,2 cm – 1,0 cm. Letak daun jeruk purut
terpencar atau silih berganti dan bertangkai agak panjang serta bersayap lebar. Bentuk daun terbagi dua Bernard T., 2005 bulat telur,
ujungnya tumpul, berbau sedap, mengkilap, dan berwarna hijau kekuning-kuningan. Tanaman jeruk purut berbunga majemuk
Rukmana, 2003. Bernard T. 2005 menyebutkan daun jeruk purut memiliki panjang 8-12 cm dan lebar 3-5 cm. Bunganya terletak di
ketiak daun atau di ujung tangkai, tajuk bunga berjumlah 4-5 lembar, dan benang sari berjumlah 24 – 30 helai. Buah jeruk purut berbentuk
bulat sampai bundar, ukurannya kecil, kulit buah tidak rata, rasanya asam dan berbau sedap Rukmana, 2003.
d. Kandungan Kimia Jeruk Purut Jeruk purut memiliki rasa agak asin dan pahit. Beberapa bahan
kimia yang terkandung dalam jeruk purut diantaranya daun minyak atsiri 1,0-1,5, steroid triterpenoid, minyak atsiri dengan kandungan
commit to user 7
sitrat 2,0-2,5 Hariana, 2007, senyawa metabolit sekunder yaitu kumarin, flavonoid, steroid, fenolik dan minyak atsiri Setiawan, 2000.
Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai
pelindung tumbuhan tersebut dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri ataupun lingkungannya Lenny, 2006.
Kulit buah jeruk purut mengandung saponin dan tanin 1 Hariana, 2007. Berdasarkan uji fitokimia yang dilakukan pada kulit
buah jeruk purut banyak terdapat senyawa golongan kumarin, juga adanya senyawa lain yaitu flavonoid dan steroid. Flavonoid yang
terdapat pada jeruk purut antara lain narirutin, naringin, hesperidin, neohesperidin, nobiletin, dan tangeretin Ogawa K, et al., 2001.
Daunnya mengandung vitamin E dengan konsentrasi 398,3 mgkg Ling SL dan Mohamed S., 2001. Senyawa kumarin yang berasal dari
buah jeruk purut juga telah dilaporkan oleh Murakami 1999. Senyawa utama yang terkandung dalam minyak kulit buah adalah
β- pinene
30,6, limonene
29,2 dan
sabinene 22,6.
Sedangkan α-terpeneol 15.8, β-pinene 15.1 dan limonene
9.1 adalah senyawa utama dalam minyak buah Ibrahim,et al., 1996.
e. Khasiat dan Penggunaan Jeruk purut merupakan buah yang dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia, dan memiliki banyak kegunaan. Baik daun maupun buahnya banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Bagian daun
commit to user 8
biasanya digunakan untuk mengatasi badan letih dan lelah setelah sakit berat dan juga untuk penyedap masakan. Sedangkan kulit buah jeruk
purut digunakan sebagai obat bisul, panas dalam, radang kulit, radang payudara, kulit bersisik dan kulit mengelupas Dalimartha, 2000.
Buah jeruk purut juga sering digunakan untuk mengatasi influenza, badan
terasa lelah,
dan mewangikan
rambut Dalimartha,
2005. Selain itu kulit buah jeruk purut digunakan untuk penyedap masakan, pembuatan kue, sebagai manisan Setiadi dan Parmin, 2004,
dan sebagai stimulan Dalimartha, 2005. Efek farmakologik jeruk purut diantaranya anti-spasmodik dan antiseptik Hariana, 2007.
f. Kandungan Antifungi pada Kulit Jeruk Purut Citrus hystrix Kulit jeruk nipis mengandung minyak atsiri, saponin, kumarin,
flavonoid, dan steroid triterpenoid, yang masing-masing mempunyai efek sebagai antifungi.
1 Minyak atsiri senyawa golongan ini terdiri atas senyawa monoterpena,
sedangkan stearoptena adalah senyawa hidrokarbon teroksigenasi umumnya berwujud padat. Stearoptena ini umumnya terdiri atas
senyawa turunan oksigen dari terpena Agusta, 2002. Manfaat minyak atsiri secara umum terhadap tumbuhan itu
sendiri adalah Ditinjau dari segi fisika, minyak atsiri mengandung dua golongan senyawa, yaitu oleoptena dan stearoptena. Oleoptena
dalah bagian hidrokarbon dalam minyak atsiri dan berwujud cair. Umumnya sebagai alat pertahanan diri agar tidak dimakan hewan
commit to user 9
hama. Namun sebaliknya, minyak atsiri juga berfungsi sebagai penarik serangga untuk membantu proses penyerbukan Agusta,
2000. Untuk pengobatan manusia sebagai antibakteri dan antifungi, serta penolak nyamuk Agusta, 2002.
Minyak atsiri jeruk purut mengandung kandungan kimia β-
pinene dan limonene. Senyawa β-pinene telah terbukti mempunyai
efek antifungi dengan cara menghambat sintesis DNA, RNA, dinding polisakarida dan ergosterol membran sel Xia Z, 1999.
Sedangkan, hasil penelitian Hassanzadeh, et al. 2009 membuktikan bahwa senyawa limonene mempunyai kemampuan
untuk menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans dan Aspergillus niger.
2 Saponin Saponin mengandung gugus gula terutama glukosa, galaktosa,
xylosa, rhamnosa atau methilpentosa yang berikatan dengan suatu aglikon hidrofobik sapogenin berupa triterpenoid, steroid atau
steroid alkaloid. Aglikon dapat mengandung satu atau lebih ikatan C-C tak jenuh. Rantai oligosakarida umumnya terikat pada posisi
C3 monodesmosidic, tetapi beberapa saponin mempunyai gugus gula tambahan pada C26 atau C28 bidesmosidic. Struktur saponin
yang sangat kompleks terjadi akibat bervariasinya struktur aglikon, sifat dasar rantai dan posisi penempelan gugus gula pada aglikon
Faure, 2002.
commit to user 10
Saponin diketahui mempunyai efek sebagai antimikroba, antifungi dan melindungi tanaman dari serangan serangga. Saponin
mempunyai tingkat toksisitas yang tinggi melawan fungi. Aktivitas fungisida terhadap Trichoderma viride telah digunakan sebagai
metode untuk mengindetifikasikan saponin. Mekanisme kerja saponin sebagai antifungi berhubungan dengan interaksi saponin
dengan membran sterol Morrissey, 1999. 3 Kumarin
Kumarin adalah suatu metabolit dari tumbuhan yang sering dijumpai sebagai glikosidal. Kumarin mungkin juga berupa
senyawa jadian yang terbentuk karena hidrolisis asam glikosil-o- hidroksi sinamat secara enzimatik dan kemudian segera terjadi
siklikasi menjadi lakton, tepatnya lakton asam-o-hidroksisinamat. Hampir semua kumarin alam mempunyai oksigen hidroksil atau
alkosil pada C-7. Pada posisi lain dapat pula teroksigenasi dan sering pula terdapat rantai samping alkil Robinson, 1991.
Aktivitas antifungi dan anti bakteri pada senyawa kumarin telah dibuktikan pada percobaan Wardakhan dan Nadia 2007.
Pada percobaan ini dibuktikan bahwa kumarin mempunyai aktivitas antibakteri pada bakteri gram negatif Escherichia coli
dan Pseudomonas aeruginosa, dan gram positif Bacillus subtilis dan Bacillus cereus dan juga aktivitas antifungi terhadap Candida
albicans. 4 Flavonoid
commit to user 11
Flavonoid terdapat pada hampir seluruh tanaman tingkat tinggi sebagai metabolit sekunder dengan fungsi proteksi yang tinggi
dalam melindungi jaringan tanaman dari kerusakan akibat radiasi ultraviolet, melindungi tanaman dari infeksi, serta berperan penting
pada fotosintesis, transfer energi, respirasi, dan biosintesis komponen toksik Middleton, 2000. Senyawa ini merupakan zat
warna merah, biru, ungu atau kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
Malik, dkk 2007 telah melakukan uji aktivitas antijamur senyawa flavonoid secara in vitro menggunakan tiga jenis biakan
jamur Candida
albicans, Epidermophyton
flocosum dan
Microsporum gypseum dengan metode difusi agar menggunakan cakram kertas. Dari penelitian tersebut didapatkan kesimpulan
bahwa flavonoid juga mempunyai efek antifungi. 5 Steroid Steroid Triterpenoid
Terpena merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan
vakuola selnya. Pada tumbuhan, senyawa-senyawa golongan terpena dan modifikasinya, terpenoid, merupakan metabolit
sekunder. Terpena dan terpenoid menyusun banyak minyak atsiri yang dihasilkan oleh tumbuhan Lenny, 2006.
Salah satu tipe terpenoid adalah triterpenoid. Triterpenoid, contohnya lanosterol, merupakan bahan dasar bagi senyawa-
senyawa steroid. Steroid merupakan senyawa bioaktif yang
commit to user 12
bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Triterpenoid memiliki atom C30. Senyawa ini tersebar luas dalam damar, gabus dan kutin tumbuhan
Lenny, 2006. Tumbuhan yang mengandung senyawa Triterpenoid mempunyai
nilai ekologi karena senyawa ini bekerja sebagai anti fungi, insektisida, anti pemangsa, anti bakteri dan anti virus
Robinson,1991.
2. Trichophyton mentagrophytes
a. Klasifikasi Kingdom : Fungi
Divisi : Eumycophyta
Kelas : Deuteromycetes
Bangsa : Melanconiales
Suku : Moniliaceae
Genus : Trichophyton
Spesies : Trichophyton mentagrophytes
Ananthanarayan dan Paniker, 2000 b. Morfologi
Divisi ini memiliki ciri hifa bersekat, reproduksi dengan cara aseksual menggunakan konidiospora, sedangkan reproduksi seksual
belum diketahui sehingga jamur kelas ini disebut jamur imferfekti. Pada biakan Trichophyton mentagrophytes membentuk koloni dan
konidia yang khas, koloninya dapat berbentuk seperti kapas sampai granular, memiliki kelompok mikronidia yang terbentuk sferis
commit to user 13
menyerupai buah anggur, terdapat mikronidia yang menyerupai kapas tapi jarang ditemukan Jawetz et al., 2004.
Makronidia berbentuk panjang seperti pensil, sedangkan mikronidia lecil, berdinding tipis, dan berbentuk lonjong dan terletak
pada konidiofora yang pendek dan tersusun secara satu persatu atau berkelompok pada sisi hifa Srisasi, 2003. Genus Trichophtyon
memiliki dinding tipis, makronidia halus dan mikronidia banyak Talaro K dan Talaro A, 1999. Trichophyton mentagrophytes bisa
tumbuh baik pada media Sabouraud Dextrose Agar pada suhu kamar Jawetz et al., 2004.
c. Habitat Jamur Trichophyton adalah dermatofita yang habitatnya di tanah,
manusia, dan hewan. Terutama pada daerrah yang beriklim tropis dan basah. Berdasarkan afinitasnya, genus Trichophyton dibagi menjadi
geofilik hidup di tanah, antropofilik hidup pada tubuh manusia, dan zoofilik hidup pada hewan. Sedangkan Trichophyton mentagrophytes
adalah jamur antropofilik dan zoofilik Jawetz et al., 2004. d. Patogenesis
Infeksi Trichophyton menyebabkan timbulnya bercak melingkar dan berbatas tegas yang tertutup dengan sisik atau gelembung kecil
atau dikenal dengan istilah ring worm atau tinea. Trichophyton paling sering menyebabkan Tinea capitis, Tinea favosa, Tinea corporis, Tinea
imbrikata, Tinea kruris, Tinea manus dan pedis, Tinea unguinum.
commit to user 14
1 Tinea kapitis Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala
yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Dermatofitosis ini umumnya menyerang anak prapubertas. Jamur menyerang stratum
korneum dan masuk ke folikel rambut yang selanjutnya akan menyerang bagian luar atau sampai ke bagian dalam rambut,
bergantung pada spesiesnya Daili, dkk., 2005. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan
kadang kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion Djuanda, 2000
Di dalam klinik, tinea kapitis dapat dilihat sebagai 3 bentuk yang jelas Madani, 2000:
a Grey patch ringworm Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang
biasanya disebabkan oleh genus microsporium dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul
merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pucat dan bersisik.
Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat lagi Semua rambut di daerah
tersebut terserang oleh jamur sehingga terbentuk alopesia setempat. Tempat-tempat ini terlihat sebagai grey patch. Pada
pemeriksaan dengan lampu Wood dapat dilihat fluoresensi
commit to user 15
hijau kekuning-kuningan pada rambut yang sakit melampaui batas-batas grey patch tersebut.
b Kerion Kerion merupakan reaksi peradangan yang berat pada tinea
kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya. Bila
penyebabnya Microsporium canis dan Microsporium gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat. Terlihat agak
kurang bila penyebabnya Tricophyton tonsurans, dan sedikit sekali bila penyebabnya adalah Trichophyton violaceum.
Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut yang berakibat alopesia yang menetap. Parut yang menonjol kadang-kadang
dapat terbentuk. c Black dot ringworm
Black dot
ringworm terutama
disebabkan oleh
Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada muara folikel, dan yang
tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberikan
gambaran khas yaitu black dot. 2 Tinea kruris
Tinea kruris lebih sering terjadi pada laki-laki dan jarang pada wanita. Tepi eritematosa yang berskuama pelan-pelan menjalar ke
bawah paha bagian dalam, dan meluas ke arah belakang ke daerah
commit to user 16
perineum dan
gluteus. Penyebabnya
biasanya adalah
Epidermophyton flocossum, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Trichophyton rubrum Madani, 2000.
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah
tengahnya. Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan
biasanya akibat garukan Madani, 2000. 3 Tinea korporis
Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut glabrous skin. Menurut Madani 2000 penyebab
tersering penyakit ini adalah Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes.
Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang kadang
dengan daerah vesikel dan papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang. Kadang kadang terlihat erosi dan krusta
akibat garukan. Lesi pada umumnya merupakan bercak terpisah satu dengan yang lain Brown dan Burns, 2005.
Pada kasus dermatofitosis dengan gambaran klinis tidak khas, diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan kulit dengan larutan KOH 10-20 Daili et al., 2005.
commit to user 17
4 Tinea imbrikata Tinea imbrikata merupakan bentuk khas tinea korporis yang
disebabkan oleh Trichophyton concentrium. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan-lahan
menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi
dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran skuama yang konsentris Daili et al., 2005.
5 Tinea favosa Tinea favosa adalah infeksi jamur kronis, terutama oleh
Trichophyton schoenleini,
Trichophyton violaceum
dan Microsporum gypseum. Penyakit ini biasanya dimulai di kepala
sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan skutula dengan
berbagai ukuran. Tinea favosa pada kulit dapat dilihat sebagai kelainan kulit papulovesikel dan papuloskuamosa, disertai kelainan
kulit berbentuk cawan yang khas yang kemudian menjadi jaringan parut. Biasanya dapat tercium bau tikus mousy odor pada para
penderita favus. Kadang kadang penyakit ini dapat menyerupai dermatitis seboroika Daili et al., 2005.
6 Tinea manus dan pedis Tinea pedis disebut juga Athlete’s foot atau “Ring worm of the
foot”. Penyakit ini sering menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah seperti tukang cuci, pekerja-
commit to user 18
pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap hari harus memakai sepatu yang tertutup seperti anggota tentara. Keluhan subjektif
bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai rasa gatal yang hebat dan nyeri bila ada infeksi sekunder Madani, 2000. Ada 3 bentuk
Tinea pedis: a Bentuk intertriginosa
Keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi, di celah-celah jari terutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi
disebabkan kelembaban di celah-ceIah jari tersebut membuat jamur-jamur hidup lebih subur. Bila menahun dapat terjadi
fisura yang nyeri bila kena sentuh. Bila terjadi infeksi dapat menimbulkan selulitis atau erisipelas disertai gejala-gejala
umum. b Bentuk hiperkeratosis
Disini lebih jelas tampak ialah terjadi penebalan kulit disertai sisik terutama ditelapak kaki, tepi kaki dan punggung
kaki. Bila hiperkeratosisnya hebat dapat terjadi fisura-fisura yang dalam pada bagian lateral telapak kaki.
c Bentuk vesikuler subakut Kelainan-kelainan yang timbul dimulai pada daerah sekitar
antar jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Tampak ada vesikel dan bula yang terletak agak dalam di
bawah kulit, diserta perasaan gatal yang hebat. Bila vesikel- vesikel ini pecah akan meninggalkan skuama melingkar yang
commit to user 19
disebut collorette. Bila terjadi infeksi akan memperhebat dan memperberat keadaan sehingga dapat terjadi erisipelas.
Semua bentuk yang terdapat pada Tinea pedis, dapat terjadi pada Tinea manus, yaitu dermatofitosis yang menyerang tangan.
Penyebab utamanya ialah Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan Epidermofiton floccosum.
7 Tinea unguium Onikomikosis Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur
penyebab dan permulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari pangkal kuku, Subinguinal distal bila di
mulai dari tepi ujung dan leukonikia trikofita bila di mulai dari bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak mengkilat lagi,
rapuh dan disertai oleh subungual hiperkeratosis. Dibawah kuku tampak adanya detritus yang banyak mengandung elemen jamur
Madani, 2000. Onikomikosis ini merupakan penyakit jamur yang kronik sekali,
penderita minta pertolongan dokter setelah menderita penyakit ini setelah beberapa lama, karena penyakit ini tidak memberikan
keluhan subjektif, tidak gatal, dan tidak sakit. Kadang-kadang penderita baru datang berobat setelah seluruh kukunya sudah
terkena penyakit. Penyebab utama adalah Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes Madani,2000.
commit to user 20
3. Flukonazol
a. Pengertian Flukonazol adalah antifungi derivat trazol yang digunakan untuk
pengobatan infeksi jamur baik superfisialis maupun sistemik. Bersifat larut dalam air dan alkohol serta di bawah nama dagang Difulcan atau
Trican Tjay dan Rahardja, 2002 b. Farmakodinamika
Flukonazol adalah inhibitor terhadap enzim yang bergantung pada sitokrom P-450, 14-demethylase sehingga menghambat biosintesis
ergosterol. Pengurangan ergosterol, yang merupakan sterol utama yang terdapat di dalam membran sel jamur, dan akumulasi sterol-sterol yang
mengalami metilase menyebabkan terjadinya perubahan sejumlah fungsi sel yang berhubungan dengan membran Mertesacker, 2006
c. Farmakokinetik Flukonazol diserap sempurna melalui saluran cerna tanpa
dipengaruhi oleh adanya makanan atau keasaman lambung. Obat ini tersebar rata ke dalam cairan tubuh juga dalam sputum dan saliva.
Kadarnya dalam cairan cerebrosponal 50-90 kadar plasma. Ikatan dengan protein plasma 11-12. Kadar puncak 4-8 µg dicapai setelah
beberapa kali pemberian 100 mg. Metabolisme di hepar mencapai 11. Waktu paruh eliminasi 25 jam sedangkan ekskresi melalui ginjal
mencapai melebihi 90 klirens ginjal Katzung, 1998.
commit to user 21
d. Indikasi dan Kontraindikasi Obat antifungi ini selain dapat digunakan untuk mengobati
kandidiasis mikosa dan kandidiosis kutan juga efektif untuk perawatan berbagai jenis gangguan dermatosis dan pytyriasis versikolor yang
dapat diberikan secara oral dan parenteral Mertesacker, 2006. Kontraindikasi obat ini, yaitu pada penderita yang hipersensitif
terhadap flukonazol atau antifungi lain golongan azol dan yang
mempunyai resiko aritmia jantung Katzung, 1998.
e. Dosis dan cara pemberian Flukonazol tersedia untuk pemakaian peroral dalam kapsul yang
mengandung 50 mg dan 150 mg. Dosis yang disarankan 100-400 mg perhari. Dosis untuk infeksi kulit yang resisten atau pada indikasi
profilaksis yaitu 150-300 mg per minggu. Pada infeksi sistemik atau berat digunakan dosis 50-600 mg perhari dan untuk infeksi yang
darurat seperti meningitis karena jamur diberikan dosis 800 mg perhari. Dosis untuk anak-anak yaitu 6-12 mgkghari Tjay dan
Rahardja, 2002; Katzung, 1998.
commit to user 22
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Perasan kulit jeruk purut mengandung minyak atsiri,
saponin, flavonoid, kumarin, dan steroid triterpenoid
Kerusakan membran sel Trichophyton mentagrophytes
Variabel luar terkendali - Umur jamur
- Jumlah sampel - Kuman
kontaminan - Suhu inkubasi
Terjadi hambatan pertumbuhan Trichophyton mentagrophytes
Mendenaturasi protein membran sel Trichophyton
mentagrophytes
commit to user 23
C. Hipotesis
Perasan kulit jeruk purut Citrus hystrix mempunyai efek antifungi terhadap pertumbuhan Trichophyton mentagrophytes secara in vitro.
commit to user 24
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium kuasi.
B. Subjek Penelitian
Biakan Trichophyton mentagrophytes yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Setia Budi Surakarta
C. Lokasi Penelitian