Latar Belakang Masalah EFEK ANTIFUNGI PERASAN KULIT JERUK PURUT (Citrus hystrix) TERHADAP PERTUMBUHAN Trichophyton mentagrophytes SECARA in vitro

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Infeksi jamur superfisialis mikosis superfisialis pada kulit termasuk penyakit yang paling sering dijumpai di dunia. Angka insidensi pada tahun 1998 yang tercatat melalui Rumah Sakit Pendidikan Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari persentase terendah sebesar 4,8 persen Surabaya hingga persentase tertinggi sebesar 82,6 persen Surakarta dari seluruh kasus infeksi jamur superfisialis Adiguna, 2001. Perkembangan infeksi jamur di Indonesia terutama karena udara lembab dan tingkat kesehatan yang kurang, baik karena lingkungan padat penduduk atau sosial ekonomi yang rendah Isselbacher et al., 1999. Pada penyakit kulit karena infeksi jamur superfisial, seseorang terkena penyakit tersebut oleh karena kontak langsung dengan jamur tersebut, atau benda-benda yang sudah terkontaminasi oleh jamur, atau pun kontak langsung dengan penderita Nasution, 2005. Dermatofitosis merupakan salah satu jenis mikosis superfisialis. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita Djuanda, 2000. Salah satu golongan jamur dermatofita adalah Trichophyton mentagrophytes. Golongan jamur dermatofita mempunyai sifat mencernakan keratin. Salah satu sifat keratofilik masih banyak sifat yang sama di antara dermatofita, commit to user 2 misalnya sifat faali, taksonomis, antigenic, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhannya, dan penyebab penyakit Djuanda, 2000. Selain itu, terjadinya infeksi berulang sangat mengganggu penderita baik dari segi psikososial dan ekonomi Nurjanti, 2006. Obat antifungi mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan jamur dengan diikuti kecepatan pengelupasan kulit Isselbacher et al., 1999. Akan tetapi pemakaian obat antifungi masih banyak kendalanya, diantaranya biaya obat yang mahal dan tidak semua daerah tersedia, serta resistensi terhadap obat akibat pemakaian yang tidak adekuat seperti pengobatan dosis tinggi waktu singkat, intermitten, dan dosis rendah jangka lama Hapson dan Rahmawati, 2008. Pemilihan obat alternatif antifungi dari herbal ini karena beberapa alasan. Pertama, obat-obat alamiah ini lebih aman dan diyakini kurang memberikan efek samping jika dibanding obat-obat farmasetik, kalaupun ada efek samping munculnya lambat Herman, 2001. Juga untuk mengatasi fungi yang telah resisten terhadap beberapa obat farmasetik. Pemanfaatan bahan tumbuh-tumbuhan untuk tujuan pengobatan penyakit kulit akibat jamur dikenal juga oleh nenek moyang kita, umumnya pemakaiannya berdasarkan pengalaman. Oleh karena itu, penilaian dan pengkajian khasiatnya secara ilmiah perlu dilakukan baik secara in vitro maupun in vivo Sundari dan Winarno, 2001. Salah satu tanaman tradisional yang diharapkan dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis adalah kulit jeruk purut. Kandungan utama kulit jeruk adalah pektin dan minyak atsiri. Kandungan pektin dalam kulit jeruk commit to user 3 berkisar 15-25 dari berat kering. Sedangkan kandungan minyak atsiri dalam kulit buah jeruk sekitar 70-92 Prabasari, 2009. Daun, kulit dan buah jeruk purut juga mengandung senyawa minyak atsiri, tetapi kadar minyak atsiri yang paling tinggi terdapat pada bagian kulit buah Mardiyati, 2008. Komponen utama dalam minyak atsiri kulit jeruk purut yang berfungsi sebagai antifungi adalah senyawa limonene 29,2 dan β-pinene 30,6. Selain minyak atsiri, kulit jeruk purut juga mengandung senyawa saponin dan metabolit sekunder seperti flavonoid, kumarin, dan steroid triterpenoid. Saponin dan flavonoid merupakan golongan terbesar dari fenol. Jawetz 1992 menyatakan bahwa fenol dan persenyawaan dari fenolik merupakan unsur antikuman yang kuat pada konsentrasi yang biasa digunakan larutan air 1 – 2. Fenol dan derivatnya dapat menimbulkan denaturasi protein. Saponin diketahui memiliki sifat antimikroba, sedangkan flavonoid mampu merusak membran mikroba Volk dan Wheeler, 1988. Berdasarkan uraian di atas penulis melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana efek antifungi perasan kulit jeruk purut Citrus hystrix terhadap pertumbuhan Trichophyton mentagrophytes secara in vitro.

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Efektivitas Ekstrak Kulit Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia (Chrism.) Swingle) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis Secara In Vitro

9 149 61

Efek Antibakteri Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Porphyromonas gingivalis secara in Vitro

15 175 58

Uji Daya Hambat Ekstrak Kulit Batang Rhizophora MUCRONATA Terhadap Pertumbuhan Bakteri Aeromonas HYDROPHILA, Streptococcus AGALACTIAE Dan Jamur Saprolegnia SP. Secara In Vitro

9 60 98

Daya Antibakteri Air Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Terhadap Pertumbuhan Stapylococcus aureus dan Escherichia coli yang Diuji Secara In Vitro

14 137 47

Pertubuhan Eksplan Kotileon Jeruk Keprok ( Citrus Nobilis Lour.) Dengan Kultur In Vitro Pada Media MS (Murahige & Skoog) Dengan BAP (Benzyl Amino Purin)

0 33 80

Pengaruh Konsentrasi Air Perasan Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Streptococcus Pyogenes Secara in vitro

7 71 67

Efektivitas Infusa Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix DC.) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans Penyebab Sariawan Secara in vitro

0 4 7

Efektivitas Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C.) Terhadap Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans Secara In Vitro

6 26 70

Efektivitas Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C.) Terhadap Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans Secara In Vitro

0 0 16

Efek Antibakteri Ekstrak Kulit Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Porphyromonas gingivalis secara in Vitro

0 0 16