xi
6 Ijin pengambilan hasil hutan
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 mengklasifikasikan jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerahBUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintahBUMN dan bagian laba atas
peyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Halim 2004 menyebutkan bahwa jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan
berikut: a.
Bagian laba perusahaan milik daerah b.
Bagian lembaga keuangan bank c.
Bagian laba lembaga keuangan nonbank d.
Bagian laba atas penyertaan modalinvestasi
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 menjelaskan tentang Pendapatan Asli Daerah yang Sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam
jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Halim 2004 menyebutkan jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan
berikut: a.
Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan b.
Penerimaan jasa giro c.
Penerimaan bunga deposito
Universitas Sumatera Utara
xii
d. Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan
e. Penerimaan ganti rugi atas kerugian kehilangan kekayaan daerah.
Sutrisno 2004 membedakan 2 dua faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah suatu daerah, yaitu Faktor Eksternal dan Faktor Internal. Faktor eksternal terdiri
dari investasi, inflasi, PDRB dan jumlah penduduk, sedangkan faktor Internal terdiri dari sarana dan prasarana, insentif, penerimaan subsidi, penerimaan pembangunan, sumber
daya manusia, peraturan daerah, sistem dan pelaporan.
2.1.2. Belanja Daerah
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan propinsi dan kabupatenkota yang terdiri dari urusan
wajib, urusan pilihan dan urusan penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Bastian 2001
menyebutkan biaya dapat dikategorikan sebagai belanja dan beban. Belanja adalah jenis biaya yang timbul berdampak langsung kepada berkurangnya saldo kas maupun uang
entitas yang berada di bank. Belanja operasi meliputi pengeluaran barang dan jasa, pembayaran cicilan bunga utang, subsidi, anggaran pengeluaran sektoral Current
Transfer, sumbangan dan bantuan. Berdasarkan Permendagri 59 Tahun 2007 memberikan definisi belanja daerah
adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi bebean daerah. Pengelompokan belanja daerah menurut Kepmendagri No. 29 ini terdiri
dari: a.
Belanja Aparatur Daerah, terdiri dari :
Universitas Sumatera Utara
xiii
1. Belanja Administrasi Umum
2. Belanja Operasi dan Pemeliharaan
3. Belanja Modal
b. Belanja Pelayanan Publik, terdiri dari:
1. Belanja Administrasi Umum
2. Belanja Operasi dan Pemeliharaan
3. Belanja Modal
c. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan yang dianggarkan untuk pengeluaran
dengan kriteria sebagai berikut: 1.
Tidak menerima secara langsung imbal barang dan jasa seperti lazimnya yang terjadi dalam transaksi pembelian dan penjualan;
2. Tidak mengharapkan akan diterima kembali dimasa yang akan datang seperti
lazimnya suatu piutang; 3.
Tidak mengharapkan adanya hasil seperti lazimnya suatu penyertaan modal atau investasi.
d. Belanja Tidak Tersangka dianggarkan untuk pengeluaran penanganan bencana
alam, bencana sosial atau pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah daerah.
Perubahan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD di pemerintah daerah yang awalnya disusun dengan berpedoman pada Kepmendagri No.
29 Tahun 2002 kini berubah dengan berpedoman pada Permendagri No. 13 Tahun 2006, yang mengakibatkan defenisi dan pengelompokan belanja daerah di pemerintahan juga
Universitas Sumatera Utara
xiv
turut berubah. Permendagri No. 13 Tahun 2006 memberikan definisi belanja daerah merupakan kewajiban pemerintah pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah terbagi
dua yaitu:
a. Belanja Langsung
Yaitu belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program kegiatan. Belanja langsung terdiri dari:
1. Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun
barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil PNS, dan pegawai yang
dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dimana pekerjaan tersebut yang berkaitan
dengan pembentukan modal. 2.
Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untu menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memprodiksi barang dan jasa yang dipasarkan
maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksud untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini digunakan untuk
pengeluaran pembelianpenadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 duabelas bulan danatau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan
kegiatan pemerintah daerah. PembelianPengadaan barang danatau pemakaian jasa tersebut mencakup belanja barang pakai habis, bahanmaterial, jasa kantor, premi
asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetakpenggandaan, sewa rumahgedunggudangparkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa
Universitas Sumatera Utara
xv
perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dians dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas
pindah tugas dan pemulangan pegawai. 3.
Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetapinventaris yang memberikan manfaat
lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat,
meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Belanja modal dapat dikategorikan dalam 5 lima kategori utama:
a Belanja Modal Tanah
b Belanja Modal Peralatan dan Mesin
c Belanja Modal Gedung dan Bangunan
d Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
e Belanja Modal Fisik Lainnya
b. Belanja Tidak Langsung
Yaitu belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja tidak langsung meliputi : belanja pegawai, belanja subsidi,
belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
2.1.3. Investasi
Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran- pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan
Universitas Sumatera Utara
xvi
tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa di masa
depan . Menurut Boediono 1992 investasi adalah pengeluaran oleh sektor produsen
swasta untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan atau untuk perluasan pabrik. Todaro 2003 berpendapat bahwa investasi adalah permintaan
barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi atau pendapatan di masa mendatang.
Persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara menurut Todaro 2003 adalah:
1. Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik
dan sumber daya manusia; 2.
Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga kerja dan keahliannya;
3. Kemajuan teknologi.
Akumulasi modal akan berhasil apabila beberapa bagian atau proporsi pendapatan yang ada ditabung dan diinvestasikan untuk memperbesar produk output dan pendapatan
di kemudian hari. Untuk membangun itu seyogyanya mengalihkan sumber-sumber dari arus konsumsi dan kemudian mengalihkannya untuk investasi dalam bentuk ”capital
formation” untuk mencapai tingkat produksi yang lebih besar. Investasi di bidang pengembangan sumberdaya manusia akan meningkatkan kemampuan sumberdaya
Universitas Sumatera Utara
xvii
manusia,sehingga menjadi tenaga ahli yang terampil yang dapat memperlancar kegiatan produktif.
Menurut Sukirno 2003 kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan
nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi, yakni 1 investasi merupakan salah satu komponen
dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta kesempatan kerja; 2 pertambahan barang modal
sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi; 3 investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi.
Suryana 2000 menyatakan bahwa kekurangan modal dalam negara berkembang dapat dilihat dari beberapa sudut:
1. Kecilnya jumlah mutlak kapita material;
2. Terbatasnya kapasitas dan keahlian penduduk;
3. Rendahnya investasi netto.
Akibat keterbatasan tersebut, negara-negara berkembang mempunyai sumber alam yang belum dikembangkan dan sumber daya manusia yang masih potensial. Oleh karena
itu untuk meningkatkan produktivitas maka perlu mempercepat investasi baru dalam barang-barang modal fisik dan pengembangan sumberdaya manusia melalui investasi di
bidang pendidikan dan pelatihan. Hal ini sejalan dengan teori perangkap kemiskinan vicious circle yang berpendapat bahwa: 1 ketidakmampuan untuk mengarahkan
tabungan yang cukup, 2 kurangnya perangsang untuk melakukan penanaman modal, 3
Universitas Sumatera Utara
xviii
taraf pendidikan, pengetahuan dan kemahiran yang relatif rendah merupakan tiga faktor utama yang menghambat terciptanya pembentukan modal di negara berkembang.
Teori Harrod-Domar mengemukakan bahwa model pertumbuhan ekonomi yang merupakan pengembangan dari teori Keynes. Teori tersebut menitikberatkan pada peranan
tabungan dan industri sangat menentukan dalam pertumbuhan ekonomi daerah Arsyad, 1997.
Beberapa asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah bahwa: 1.
Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh full employment dan barang- barang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh.
2. Dalam perekonomian dua sektor Rumah Tangga dan Perusahaan berarti sektor
pemerintah dan perdagangan tidak ada 3.
Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik original nol
4. Kecenderungan untuk menabung Marginal Propensity to Save =MPS besarnya
tetap, demikian juga ratio antar modal dan output Capital Output Ratio= COR dan rasio penambahan modal-output Incremental CapitalOutput Ratio
Teori ini memiliki kelemahan yakni kecendrungan menabung dan ratio pertambahan modal-output dalam kenyataannya selalu berubah dalam jangka panjang.
Demikian pula proporsi penggunaan tenaga kerja dan modal tidak konstan, harga selalu berubah dan suku bunga dapat berubah akan mempengaruhi investasi.
Dalam model pertumbuhan endogen dikatakan bahwa hasil investasi akan semakin tinggi bila produksi agregat di suatu negara semakin besar. Dengan diasumsikan bahwa
Universitas Sumatera Utara
xix
investasi swasta dan publik di bidang sumberdaya atau modal manusia dapat menciptakan ekonomi eksternal eksternalitas positif dan memacu produktivitas yang mampu
mengimbangi kecenderungan ilmiah penurunan skala hasil. Meskipun teknologi tetap diakui memainkan peranan yang sangat penting, namun model pertumbuhan endogen
menyatakan bahwa teknologi tersebut tidak perlu ditonjolkan untuk menjelaskan proses terciptanya pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Implikasi yang menarik dari teori ini adalah mampu menjelaskan potensi keuntungan dari investasi komplementer complementary investment dalam modal atau
sumberdaya manusia, sarana prasarana infrastruktur atau kegiatan penelitian. Mengingat investasi komplementer akan menghasilkan manfaat personal maupun sosial, maka
pemerintah berpeluang untuk memperbaiki efisiensi alokasi sumberdaya domestik dengan cara menyediakan berbagai macam barang publik sarana infrastruktur atau aktif
mendorong investasi swasta dalam industri padat teknologi dimana sumberdaya manusia diakumulasikannya. Dengan demikian model ini menganjurkan keikutsertaan pemerintah
secara aktif dalam pengelolaan investasi baik langsung maupun tidak langsung. Menurutn Ketentuan Umum Permendagri 132006, bahwa investasi adalah
penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis seperti bunga, deviden, royalti, manfaat sosial danatau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan
Pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Pasal 141 Permendagri 132006 menjelaskan bahwa : 1 Investasi awal dan penambahan investasi dicatat pada rekening
penyertaan modal investasi daerah; dan 2 Pengurangan, penjualan, danatau pengalihan
Universitas Sumatera Utara
xx
investasi dicatat pada rekening penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan divestasi modal.
Investasi swasta di Indonesia dijamin keberadaannya sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing PMA dan Undang-
Undang No.12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN. Berdasarkan sumber dan kepemilikan modal, maka investasi swasta dibagi menjadi
penanaman modal dalam negeri dan asing.
2.1.4. Pendapatan Per Kapita
Pendapatan perkapita per capita income adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun. Pendapatan perkapita
bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu. Pendapatan perkapita diperoleh
dari pendapatan nasional pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara pada tahun tersebut.
Dalam Kamus Wikipedia 2008 disebutkan bahwa Pendapatan perkapita merupakan besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita
didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB perkapita.
Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur
negara tersebut. Pendapatan nasional yang biasa dipakai dalam menghitung pendapatan perkapita suatu Negara pada umumnya adalah produk domestik bruto PDB atau produk
Universitas Sumatera Utara
xxi
nasional bruto PNB, sedangkan untuk pendapatan perkapita daerah yang umum digunakan adalah produk domestik regional bruto PDRB. Semakin tinggi pendapatan
seseorang maka akan semakin tinggi pula kemampuan orang tersebut untuk membayar berbagaai pungutan yang ditetapkan Pemerintah. Dalam konsep makro dapat dianalogikan
bahwa semakin besar PDRB yang diperoleh maka akan semakin besar pula potensi daerah. Jadi dengan adanya peningkatan PDRB maka hal ini mengidikaskan akan mendorong
peningkatan Pendapatan Asli Daerah Saragih, 2003. Sejalan dengan Halim 2004 yang mengatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah dipengaruhi oleh Pendapatan Regional
Perkapita.
2.1.5. Jumlah Penduduk
Di negara sedang berkembang yang mengalami ledakan jumlah penduduk termasuk Indonesia akan selalu mengkaitkan antara kependudukan dengan pembangunan ekonomi.
Akan tetapi hubungan antara keduanya tergantung pada sifat dan masalah kependudukan yang dihadapi oleh setiap negara, dengan demikian tiap negara atau daerah akan
mempunyai masalah kependudukan yang khas dan potensi serta tantangan yang khas pula Wirosardjono, 1998.
Jumlah penduduk yang besar bagi Indonesia oleh para perencana pembangunan dipandang sebagai asset modal dasar pembangunan tetapi sekaligus juga sebagai beban
pembangunan. Sebagai asset apabila dapat meningkatkan kualitas maupun keahlian atau ketrampilannya sehingga akan meningkatkan produksi nasional. Jumlah penduduk yang
besar akan menjadi beban jika struktur, persebaran dan mutunya sedemikian rupa sehingga
Universitas Sumatera Utara
xxii
hanya menuntut pelayanan sosial dan tingkat produksinya rendah sehingga menjadi tanggungan penduduk yang bekerja secara efektif Widarjono dalam Budiharjo, 2003
Adam Smith berpendapat bahwa dengan didukung bukti empiris bahwa pertumbuhan penduduk tinggi akan dapat menaikkan output melalui penambahan tingkat
dan ekspansi pasar baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Penambahan penduduk tinggi yang diiringi dengan perubahan teknologi akan mendorong tabungan dan juga
penggunaan skala ekonomi di dalam produksi. Penambahan penduduk merupakan satu hal yang dibutuhkan dan bukan suatu masalah, melainkan sebagai unsur panting yang dapat
memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Besarnya pendapatan dapat mempengaruhi penduduk. Jika jumlah penduduk meningkat maka pendapatan yang dapat
ditarik juga meningkat. Penduduk merupakan orang yang bertempat tinggal menetap dalam suatu wilayah.
Simon dalam Todaro 2003 mengemukakan bahwa pertumbuhan penduduk bukanlah suatu masalah. Pengaruh jumlah penduduk pada tingkat moderat pada dasarnya positif dan
bermanfaat bagi pembangunan ekonomi, baik bagi negara – negara maju, maupun yang sedang berkembang. Semakin banyak orang, maka semakin banyak ide, semakin banyak
orang yang mempunyai bakan dan kreativitas, semakin banyak tenaga ahli dan dengan demikian akan semakin berkembang teknologi. Selanjutnya dalam jangka panjang
penduduk merupakan suatu keuntungan. Todaro 2003 juga mencatat bahwa pertumbuhan penduduk juga merangsang pertumbuhan ekonomi. Semakin besar jumlah
penduduk akan mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap barang – barang konsumsi, selanjutnya akan mendorong economic of scale dalam berproduksi, sehingga
Universitas Sumatera Utara
xxiii
akan menurunkan biaya produksi, dan pada akhirnya akan mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah. Dengan meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatkan pernintaan terhadap
barang – barang konsumsi. Hal ini selanjutnya dapat mendorong peningkatan produksi sehingga akan mengakibatkan adanya perluasan dan pendirian usaha baru pada sektor
produksi. Pendirian usaha baru akan menambah angkatan kerja yang bekerja, sehingga pendapatan per kapita masyarakat akan cenderung meningkat. Dengan adanya
kecenderungan pertambahan penduduk pada gilirannya akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Sukirno, 2003.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan penelitian tentang faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan asli daerah, diantaranya : Sentoasa dan Rahayu Rahayu 2005
dalam penelitiannya menemukan Faktor-faktor Total pengeluaran pembangunan, penduduk dan PDRB berpengaruh signifikan terhadap peningkatan pendapatan Asli Daerah di
Kabupaten Kediri. Setiyawan dan Adi 2005 menemukan bahwa bahwa Fiscal Stress
mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan PAD. Fiscal stress mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat pertumbuhan belanja pembangunanmodal. Fiscal
Stress yang tinggi menunjukkan semakin tingginya upaya daerah untuk meningkatkan PAD-nya. Sejalan dengan hal itu, harapan untuk terus meningkatkan penerimaan sendiri
ini akan sulit terwujud apabila alokasi belanja untuk modal pembangunan tidak ditingkatkan.
Universitas Sumatera Utara
xxiv
Cahyono 2006 menememukan bahwa baik secara individu maupun secara bersama-sama besarnya PDRB, investasi, jumlah penduduk, pendapatan perkapita
masyarakat berpengaruh signifikan terhadap besarnya PAD Kabupaten Karanganyar. Adi 2006 menemukan Pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan
terhadap peningkatan PAD. Sayangnya pertumbuhan ekonomi pemda kabupaten dan kota masih kecil, akibatnya penerimaan PAD-nya pun kecil. Terkait dengan PAD, penerimaan
yang menjadi andalan adalah retribusi dan pajak daerah. Tingginya retribusi bisa jadi merupakan indikasi semakin tingginya itikad pemerintah untuk memberikan layanan
publik yang lebih berkualitas. Belanja pembangunan diarahkan pada sektor yang langsung dinikmati oleh public. Belanja pembangunan memberikan dampak yang positif dan
signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan ekonomi.
Haryanto dan Adi 2007 menemukan bahwa Dana Alokasi Umum sangat
berpengaruh terhadap Belanja Modal. Sayangnya kontribusi dari DAU terhadap Belanja Modal masih kurang efektif akibatnya pembangunan yang terjadi di daerah kurang merata
masih banyak desa terbelakang di daerah Jawa dan Bali. Belanja Modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap Pendapatan Per Kapita dalam hubungan
langsung, tetapi juga mempunyai hubungan yang positif dalam hubungan tidak langsung melalui Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap
Pendapatan Per Kapita, tetapi pertumbuhan yang terjadi masih kurang merata sehingga banyak ketimpanganjarak ekonomi antar daerah. Dana Alokasi Umum mempunyai
dampak yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Belanja Modal efek tidak langsung.
Universitas Sumatera Utara
xxv
Suwarno 2008 menemukan bahwa faktor eksternal dan faktor internal berpengaruh terhadap kemampuan keuangan daerah Pemerintah Kota Surabaya. Faktor
eksternal berpengaruh dominan terhadap kemampuan keuangan daerah Pemerintah Kota Surabaya. Faktor eksternal dan internal yang signifikan: investasi, inflasi, PDRB,
penerimaan subsidi, penerimaan pembangunan, sumber daya manusia, peraturan daerah, sistem dan pelaporan. Sedangkan untuk faktor internal dan eksternal yang tidak signifikan:
jumlah penduduk, sarana dan prasarana, dan insentif. Riswandi 2009 menemukan bahwa bahwa selama periode tahun 1994 hingga
tahun 1999, potensi pajak daerah di Kabupaten Sumedang terus mengalami peningkatan. Sementara itu, pada tahun 2000 terjadi penurunan dan terjadi peningkatan kembali pada
tahun 2001 hingga tahun 2006. Pajak daerah berpengaruh signifikan secara positif terhadap nilai PAD di Kabupaten Sumedang dengan elastisitas sebesar 0,193, yang berarti bahwa
jika pajak daerah meningkat sebesar satu persen, maka nilai total penerimaan PAD akan meningkat sebesar 0,193 persen cateris paribus. Relatif kecilnya pengaruh pajak daerah
terhadap PAD di Kabupaten Sumedang ini disebabkan oleh masih banyaknya hambatan yang dihadapi Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang, dalam hal ini Satuan Kerja
Perangkat Daerah SKPD Dinas Pendapatan Daerah Dispenda terkait dengan upaya pencapaian realisasi pajak daerah. Hambatan-hambatan tersebut diantaranya adalah
pelayanan yang kurang memadai terhadap wajib pajak, sering tidak ada koordinasi antara petugas pajak penegak hukum dalam rangka penertiban subjek pajak dan wajib pajak serta
instansi yang mengambil kebijakan berkaitan dengan pajak tidak selalu aktif berkoordinasi dengan Dispenda, terbatasnya SDM petugas Dispenda baik secara kuantitas maupun
Universitas Sumatera Utara
xxvi
kualitasnya dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah sehingga menyebabkan informasi dan komunikasi tentang perpajakan sering terhambat, serta masih banyak masyarakat yang
tidak taat membayar pajak namun tidak ada tindakan sanksi yang tegas dan rumusan hukum yang ada sulit dilaksanakan untuk menindak kejahatan perpajakan. Maka dari itu,
Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang diharapkan dapat meningkatkan pengelolaan pajak daerah sehingga memberikan pengaruh yang besar terhadap PAD.
Untuk lebih jelasnya, beberapa penelitian di atas dirangkum dalam matriks Theoretical Mapping berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
xxvii
Tabel 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti
Judul Peneliti Variabel Yang
Digunaka Kesimpulan
1 Santosa dan
Rahayu 2005
Analisis Pendapatan Asli Daerah PAD dan Faktor – faktor Yang
Mempengaruhi Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di
Kabupaten Kediri Total pengeluaran
pembangunan, penduduk, PDRB
dan PAD Pengeluaran Pembangunan, Penduduk dan PDRB
mempunyai pengaruh terhadap PAD. Dari ketiga variabel di atas, variabel penduduk memiliki
pengaruh yang paling besar terhadap PAD.
2 Cahyono
2006
Analisis Faktor – Faktor yang mempengaruhi PAD Kabupaten
Karanganyar Periode 1990-2002 PDRB, investasi,
jumlah penduduk, pendapatan
perkapita masyarakat dan
PAD Secara individu maupun secara bersama-sama
besarnya PDRB, investasi, jumlah penduduk, pendapatan perkapita masyarakat berpengaruh
signifikan terhadap besarnya PAD Kabupaten Karanganyar
3 Setiyawan
dan Adi 2005
Pengaruh Fiscal Stres Terhadap Pertumbuhan Pendapatan Asli
Daerah dan Belanja Modal Fiscal Stress,
belanja pembangunan
modal dan Pendapatan Asli
Daerah Fiscal Stress mempunyai pengaruh yang positif
terhadap pertumbuhan PAD. Fiscal stress mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat
pertumbuhan belanja pembangunanmodal. Fiscal Stress yang tinggi menunjukkan semakin tingginya
upaya daerah untuk meningkatkan PAD-nya. Sejalan dengan hal itu, harapan untuk terus
meningkatkan penerimaan sendiri ini akan sulit terwujud apabila alokasi belanja untuk modal
pembangunan tidak ditingkatkan.
4 Adi
2006 Hubungan Antara Pertumbuhan
Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli
Daerah Studi pada Kabupaten dan Kota se-Jawa - Bali
Pertumbuhan ekonomi, Belanja
pembangunan dan PAD
Pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan PAD.
Belanja pembangunan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun
pertumbuhan ekonomi.
5 Haryanto
dan Adi 2007
Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan
Asli Daerah dan Pendapatan Per Kapita
Dana Alokasi Umum, Belanja
Modal, Pendapatan Asli Daerah dan
Pendapatan Per Kapita
Dana Alokasi Umum sangat berpengaruh terhadap Belanja Modal. Belanja Modal mempunyai dampak
yang signifikan dan negatif terhadap Pendapatan Per Kapita dalam hubungan langsung, tetapi juga
mempunyai hubungan yang positif dalam hubungan tidak langsung melalui Pendapatan Asli
Daerah. Dana Alokasi Umum mempunyai dampak yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah
melalui Belanja Modal
6 Suwarno 2008
Analisis Faktor – faktor yang Mempengaruhi Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah PAD Sebagai Sumber Pembiayaan
Pembangunan Daerah Studi Kasus di Kota Surabaya
Faktor Internal, Faktor Eksternal
dan PAD Faktor eksternal dan faktor internal berpengaruh
terhadap kemampuan keuangan daerah Pemerintah Kota Surabaya. Faktor eksternal berpengaruh
dominan terhadap kemampuan keuangan daerah Pemerintah Kota Surabaya. Faktor eksternal dan
internal yang signifikan: investasi, inflasi, PDRB, penerimaan subsidi, penerimaan pembangunan,
sumber daya manusia, peraturan daerah, sistem dan pelaporan. Sedangkan untuk faktor internal dan
eksternal yang tidak signifikan: jumlah penduduk, sarana dan prasarana, dan insentif.
7 Riswandi 2009
Analisis Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah PAD di
Kabupaten Sumedang Pajak daerah dan
Pendapatan Asli Daerah
Pajak daerah berpengaruh signifikan secara positif terhadap nilai PAD di Kabupaten Sumedang.
Lanjutan Tabel
Universitas Sumatera Utara
xxviii
BAB III KERANGKA KONSEP DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Hubungan variable penelitian dalam penelitian ini diilustrasikan melalui diagram kerangka konsep berikut ini :
Gambar 3.1. Diagram Kerangka Konsep
Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha pemerintah daerah untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam
membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya, yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan lain-lain penerimaan asli daerah yang
sah Hirawan, 2007. Sutrisno 2004 membedakan 2 dua faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah suatu daerah, yaitu Faktor Eksternal dan Faktor Internal. Faktor
eksternal terdiri dari investasi, inflasi, PDRB dan jumlah penduduk, sedangkan faktor Internal terdiri dari sarana dan prasarana, insentif, penerimaan subsidi, penerimaan
pembangunan, sumber daya manusia, peraturan daerah, sistem dan pelaporan. Halim
Pendapatan Asli Daerah Y
Belanja Daerah X
1
Investasi X
2
Pendapatan per Kapita X
3
Jumlah Penduduk X
4
Universitas Sumatera Utara
xxix
2003 dalam penelitiannnya menemukan adanya pengaruh yang kuat belanja daerah terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Adi 2007 menemukan bahwa belanja
daerah memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Belanja daerah merupakan kewajiban pemerintah pengurang nilai kekayaan bersih
Permendagri No. 13 Tahun 2006. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan propinsi dan kabupatenkota
yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-
undangan. Dalam penerapan desentralisasi, belanja daerah menjadi prioritas utama pemerintah daerah untuk menunjang peningkatan PAD.
Investasi dalam bentuk Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN dan Penenaman Modal Asing PMA sama – sama memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pajak.
Semakin tinggi investasi dari suatu daerah maka semakin besar pajak yang diperoleh, dengan semakin besar pajak maka semakin mampu daerah tersebut untuk membiayai
rumah tangga daerahnya sendiri. Besarnya peluang investasi di suatu daerah sangat membantu mobilitas daerah tersebut. Dengan demikian suatu daerah diharapkan harus
dapat menarik investor lebih banyak lagi untuk mengingkatakan Pendapatan Asli Daerah. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula kemampuan
orang tersebut untuk membayar berbagaai pungutan yang ditetapkan Pemerintah. Dalam konsep makro dapat dianalogikan bahwa semakin besar Pendapatan per Kapitayang
diperoleh maka akan semakin besar pula Pendapatan Asli Daerah. Jadi dengan adanya peningkatan Pendapatan per Kapita, maka hal ini mengidikaskan akan mendorong
Universitas Sumatera Utara
xxx
peningkatan Pendapatan Asli Daerah Saragih, 2003. Sejalan dengan Halim 2004 bahwa Pendapatan Asli Daerah dipengaruhi oleh Pendapatan Regional Perkapita.
Penduduk merupakan orang yang bertempat tinggal menetap dalam suatu wilayah. Todaro 2003 mengemukakan bahwa pertumbuhan penduduk bukanlah suatu masalah.
Pengaruh jumlah penduduk pada tingkat moderat pada dasarnya positif dan bermanfaat bagi pembangunan ekonomi, baik bagi negara – negara maju, maupun yang sedang
berkembang. Semakin banyak orang, maka semakin banyak ide, semakin banyak orang yang mempunyai bakat dan kreativitas, semakin banyak tenaga ahli dan dengan demikian
akan semakin berkembang teknologi. Todaro 2003 juga mencatat bahwa pertumbuhan penduduk juga merangsang pertumbuhan ekonomi. Semakin besar jumlah penduduk akan
mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap barang – barang konsumsi, selanjutnya akan mendorong economic of scale dalam berproduksi, sehingga akan menurunkan biaya
produksi. Meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatkan pernintaan terhadap barang – barang konsumsi, selanjutnya dapat mendorong peningkatan produksi sehingga akan
mengakibatkan adanya perluasan dan pendirian usaha baru pada sektor produksi. Pendirian usaha baru akan menambah angkatan kerja, sehingga pendapatan per kapita
masyarakat akan cenderung meningkat. Kecenderungan ini pada akhirnya akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Sukirno, 2003.
Universitas Sumatera Utara
xxxi
3.2. Pengembangan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu permasalahan yang masih harus dibuktikan kebenarannya melalui pembuktian secara empiris. Berdasarkan rumusan
masalah dan kerangka konseptual di atas, maka dikembangkan hipotesi dalam penelitian ini: ”Terdapat pengaruh simultan maupun parsial Belanja Daerah, Investasi, Pendapatan
per Kapita Masyarakat dan Jumlah Penduduk terhadap Pendapatan Asli Daerah KabupatenKota se-Sumatera Utara.”
Universitas Sumatera Utara
xxxii
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ilmiah mendasarkan pada metode metode yang harus dipertanggungjawabkan dan teori-teori yang relevan. Oleh karena itu diperlukan pemilihan
dan penentuan metode penelitian yang tepat untuk mencapai tujuan penelitian. Arikunto, 2003
Berdasarkan metode dan teori yang ada maka penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang mengungkap besar atau kecilnya suatu pengaruh
atau hubungan antar variabel yang dinyatakan dalam angka-angka, dengan cara mengumpulkan data-data yang merupakan faktor pendukung terhadap pengaruh antara
variabel-variabel yang bersangkutan kemudian mencoba untuk dianalisis. Pendekatan menurut tehnik samplingnya menggunakan pendekatan sampel yaitu mengambil beberapa
sampel dari keseluruhan populasi. Apabila dilihat dari pendekatan menurut timbulnya variable maka termasuk penelitian yang menggunakan pendekatan non eksperimen,
sehubungan dengan pendekatan jenis ini maka penelitian ini termasuk dalam penelitian causal effect, yaitu penelitian yang dilakukan diarahkan untuk memperoleh fakta – fakta
dari fenomena yang ada dan mencari keterangan – keterangan secara faktual tentang faktor – faktor yang mempengaruhi PAD KabupatenKota se-Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
xxxiii
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada KabupatenKota se-Sumatera Utara. Penelitian direncanakan akan dilakukan terhitung sejak Januari sampai dengan Juni 2011.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. Populasi juga dapat diartikan sebagai totalitas semua nilai yang mungkin hasil menghitung ataupun pengukuran
kuantitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifatnya. Dalam setiap penelitian ilmiah selalu dihadapkan pada
masalah populasi dan sampel, karena populasi dan sampel penelitian merupakan sumber data yang akan digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Populasi paling sedikit
mempunyai sifat yang sama. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah KabupatenKota se-Sumatera Utara. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 33
KabupatenKota, seperti terlihat pada Tabel berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
xxxiv
Tabel 4.1. Populasi Penelitian No. KabupatenKota
I Kabupaten
1 Nias 2 Mandailing
Natal 3 Tapanuli
Selatan 4 Tapanuli
Tengah 5 Tapanuli
Utara 6 Toba
Samosir 7 Labuhan
Batu 8 Asahan
9 Simalungun 10 Dairi
11 Karo 12 Deli Serdang
13 Langkat
14 Nias Barat
15 Nias Selatan
16 Nias Utara
17 Humbang Hasundutan 18 Pakpak
Bharat 19 Samosir
20 Serdang Bedagai
21 Batubara 22 Padang Lawas Utara
23 Padang Lawas
24 Labuhan batu Selatan 25 Labuhan Batu Utara
II Kota
26 Sibolga 27 Tanjung
Balai 28 Pematang
Siantar 29 Tebing
Tinggi 30 Medan
31 Binjai 32 Padang
Sidempuan 33 Gunung
Sitoli
Sumber : Badan Infokom Pempropsu 2011.
Universitas Sumatera Utara
xxxv
4.3.2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini sampel diambil secara purposive sample yaitu pengambilan sampel yang berdasarkan
pertimbangan subyektif penelitian dan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Adapun kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Laporan keuangan yang disajikan KabupatenKota telah diaudit oleh BPK RI
Perwakilan Medan. 2.
Laporan keuangan yang tergabung dalam KabupatenKota Induk, akan digunakan laporan keuangan KabupatenKota Induk.
Berdasarkan hasil survei dokumentasi yang dilakukan didapat sebanyak 24 KabupatenKota se-Provinsi Sumatera Utara yang memenuhi kedua kriteria yang
ditentukan, sedangkan sisanya sebanyak 9 KabupatenKota tidak memenuhi salah satu maupun keseluruhan kriteria yang telah ditentukan. Untuk lebih jelasnya Kabupaten yang
tidak memenuhi maupun yang memenuhi kedua kriteria sampel yang ditentukan dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
xxxvi
Tabel. 4.2. Populasi yang Memenuhi Kriteria dan yang Tidak Memenuhi Kriteria Sampel
Kriteria Sampel No. KabupatenKota
1 2
I Kabupaten
1 Nias
2 Mandailing
Natal
3 Tapanuli
Selatan
4 Tapanuli
Tengah
5 Tapanuli
Utara
6 Toba
Samosir
7 Labuhan
Batu
8 Asahan
9 Simalungun
10 Dairi
11 Karo
12 Deli Serdang
13 Langkat
14 Nias
Barat
15 Nias
Selatan
16 Nias
Utara
17 Humbang
Hasundutan
18 Pakpak
Bharat
19 Samosir
20 Serdang Bedagai
21 Batubara
22 Padang
Lawas Utara
23 Padang Lawas
24 Labuhan batu Selatan
25 Labuhan
Batu Utara
II Kota
26 Sibolga
27 Tanjung
Balai
28 Pematang
Siantar
29 Tebing
Tinggi
30 Medan
31 Binjai
32 Padang
Sidempuan
33 Gunung
Sitoli
Sumber : Survei Dokumentasi Lampiran 1
Keterangan : : Memenuhi Kriteria Sampel
: Tidak Memenuhi Kriteria Sampel
Universitas Sumatera Utara
xxxvii
4.4. Operasionalisasi dan Pengukuran Variabel Penelitian 1.
Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang besar atau kecilnya dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah
PAD. PAD dimaksud dalam penelitian ini adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. PAD dalam penelitian ini diukur
berdasarkan nilai realisasi t+1.
2. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel penyebab atau diduga memberikan suatu pengaruh atau efek terhadap peristiwa lain, atau variabel yang tidak dipengaruhi
oleh variabel-variabel yang lain. Variabel independen yang digunakan pada penelitian ini adalah Belanja Daerah, Investasi, Pendapatan per Kapita Masyarakat
dan Jumlah Penduduk terhadap Pendapatan Asli Daerah. Operasionalisasi dan Pengukuran masing – masing variable bebas yang digunakan dalam penelitian ini :
a. Belanja Daerah X
1
Belanja daerah dalam penelitian ini merupakan variabel bebas pertama yang dianggap mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah PAD. Belanja Daerah
dimaksud dalam penelitian ini adalah kewajiban pemerintah pengurang nilai kekayaan bersih Permendagri No. 13 Tahun 2006. Belanja Daerah dalam
penelitian ini diukur berdasarkan nilai realisasi tahun berjalan. b.
Investasi X
2
Universitas Sumatera Utara
xxxviii
Investasi dalam penelitian ini merupakan variabel bebas kedua yang dianggap mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah PAD. Investasi dimaksud dalam
penelitian ini adalah permintaan barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi atau pendapatan di masa mendatang Todaro,
2003. Investasi dalam penelitian ini diukur berdasarkan nilai realisasi tahun berjalan.
c. Pendapatan per KapitaX
3
Pendapatan per Kapita dalam penelitian ini merupakan variabel bebas ketiga yang dianggap mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah PAD. Pendapatan per
Kapita dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu periode
tertentu. Pendapatan per Kapita dalam penelitian ini diukur berdasarkan nilai realisasi tahun berjalan.
d. Jumlah Penduduk X
4
Jumlah Penduduk dalam penelitian ini merupakan variabel bebas keempat yang dianggap mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah PAD. Jumlah Penduduk
dimaksud dalam penelitian ini adalah orang yang bertempat tinggal menetap dalam suatu wilayah. Jumlah penduduk dalam penelitian ini diukur dalam
satuan jiwa pada tahun berjalan. Matriks operasionalisasi dan pengukuran keseluruhan variable peneitian yang
digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada Tabel berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
xxxix
Tabel 4.3. Matriks Operasionalisasi dan Pengukuran Variabel Penelitian Nama
Variabel Definisi Parameter
Skala Ukur
PAD Y
Semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber
ekonomi asli daerah Realisasi PAD
t+1
Rasio Belanja
Daerah X
1
Kewajiban pemerintah pengurang nilai kekayaan
bersih Realisasi Belanja Daerah
Rasio Investasi
X
3
Penggunaan aset untuk memperoleh manfaat
ekonomis seperti bunga, deviden, royalti, manfaat
sosial danatau manfaat lainnya sehingga dapat
meningkatkan kemampuan Pemerintah dalam rangka
pelayanan kepada masyarakat
Realisasi Investasi
Rasio
Pendapatan per Kapita
X
3
Jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang
tersedia bagi setiap penduduk suatu negara
pada suatu periode amatan. Realisasi Pendapatan per
Kapita Rasio
Jumlah Penduduk
X
5
Orang yang bertempat tinggal menetap dalam
wilayah amatan Jumlah Penduduk per KabKot
Rasio 4.5. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dan dipublikasikan yaitu Sumatera Utara Dalam Angka. Data sekunder dalam penelitian ini
berdimensi poolled data. Data yang digunakan adalah Pendapatan Asli Daerah KabupatenKota dari tahun 2006 – 2009, Belanja Daerah, Investasi, Pendapatan per Kapita
dan Jumlah penduduk dari tahun 2005-2008.
Universitas Sumatera Utara
xl
Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Metode dokumentasi, yaitu metode yang digunakan dengan cara mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, notulen rapat, surat kabar, majalah, prasasti, agenda dan sebagainya Arikunto, 2003.
4.6. Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah cara pengolahan data yang terkumpul untuk kemudian dapat memberikan interprerasi hasil pengolahan data ini digunakan untuk menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan, penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi untuk mengukur faktor – faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli
Daerah.
4.6.1. Analisis Deskriptif
Data statistik yang diperoleh dalam penelitian perlu diringkas dengan baik dan teratur. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang
sekumpulan data yang diperoleh baik mengenai sample atau populasi.
4.6.2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi yang diperoleh dapat menghasilkan estimator linear yang baik. Agar dalam analisis regresi diperoleh
model regresi yang bias dipertanggungjawabkan. Maka harus diperhatikan asumsi-asumsi sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan linear antara variabel bebas dan variabel terikat
Universitas Sumatera Utara
xli
2. Besarnya varian error faktor pengganggu bernilai konstan untuk seluruh variabel
bebas bersifat homoscedasticity. 3.
Independensi dari error non autocorrelation 4.
Normalitas dari distributor error. 5.
Multikolinearitas yang sangat rendah Dalam analisis regresi linear berganda perlu menghindari penyimpangan asumsi
klasik supaya tidak timbul masalah dalam penggunaan analisis tersebut. Untuk tujuan tersebut maka harus dilakukan pengujian terhadap empat asumsi klasik berikut ini.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan veriabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan pendekatan uji
Kolmogorov-Smirnov Test. Suatu data dikatakan berdistribusi secara normal apabila nilai Asymp. Sig. 2-tailed lebih besar dari
5. 2.
Uji Heteroskedastis Penyimpangan uji asumsi klasik ini adalah adanya gejala heteroskedastisitas,
artinya varians variabel dalam model tidak sama. Konsekuensi dari adanya gejala heteroskedastis adalah penaksir yang diperoleh tidak efisien, baik dalam sampel
besar maupun kecil walaupun penaksir diperoleh menggambarkan populasinya dalam arti tidak bias. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam
Universitas Sumatera Utara
xlii
penelitian ini dilakukan dengan uji Glejser. Suatu data dikatakan terbebas dari penyimpangan heterokedastisitas apabila secara statistik variabel bebas tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Absolut Ut AbsUt. 3.
Uji Multikolinearitas Pengujian asumsi ini untuk menunjukkan adanya hubungan linear antara variabel-
variabel bebas dalam model regresi maupun untuk menunjukkan ada tidaknya derajat kolinearitas yang tinggi diantara variabel-variabel bebas. Jika antar variabel
bebas berkorelasi dengan sempurna maka disebut multikolinearitasnya sempurna perfect multicoliniarity, yang berart model kuadrat terkecil tersebut tidak dapat
digunakan. Indikator untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas adalah menguji asumsi tersebut dengan uji korelasi antar variabel independen dengan
matriks korelasi. Menurut Ghozali 2003, bahwa ada atau tidaknya multikolinearitas dapat diketahui
dengan menganalisis nilai tolerance serta Variance Inflation Faktor VIF. Suatu variable dikatakan terbebas dari asumsi multikolinieritas apabila nilai VIF 1.0 dan
nilai tolerance 1.0. Nugroho 2005 membatasi nilai VIF tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0.1.
4. Uji Autokorelasi
Digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya autokorelasi, yaitu dengan Durbin Watson DW, yaitu dengan membandingkan
nilai DW statistic dengan DW table. Apabila nilai DW statistic terletak pada daerah no autocorrelation berarti telah memenuhi asumsi klasik regresi. Untuk mengetahui
Universitas Sumatera Utara
xliii
posisi tersebut terlebih dahulu dilakukan perhitungan untuk menentukan nilai Durbin-Watson dengan rumus : 4-du dan 4-dl. Untuk mencari nilai du dan dl
dilakukan dengan melihat table dw. Lebih jelasnya autokorelasi digambarkan sebagai berikut :
Gambar 4.1. Diagram Durbin – Watson Sumber : Ghozali 2003
Ghozali 2005 mendeteksi autokorelasi dengan indicator sebagai berikut : a. Jika nilai DW hitung batas atas du tabel, berarti terdapat autokorelasi
b. Jika nilai DW hitung batas atas du tabel, berarti terdapat autokorelasi
4.6.3. Analisis Regresi Linier Berganda
Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk
mengetahui pengaruh Belanja Daerah, Investasi, Pendapata per Kapita Masyarakat dan Jumlah Penduduk terhadap Pendapatan Asli Daerah KabupatenKota se-
Sumatera Utara. Untuk pengujian dalam penelitian ini digunakan program SPSS 16.0. Adapun bentuk model yang akan di uji dalam penelitian ini, yaitu :
Y = b + b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
3
X
3
+ b
4
X
4
+e
Ho diterima no serial correlation
Autokorelasi + Autokorelasi -
4 4-dl
4-du du
dl
Universitas Sumatera Utara
xliv
Dimana Y
: PAD Rp. Juta B
: Konstanta B
1
… B
5
: Koefisien Persamaan Regresi Prediktor X1,X2,X3 X
1
: Belanja Daerah Rp. Juta X
2
: Investasi Rp. Juta X
3
: Pendapatan per Kapita Rp. Juta X
4
: Jumlah Penduduk Juta jiwa e
: Error
4.6.4. Pengujian Hipotesis 1.
Uji simultan Uji F-Statistik
Uji F-statistik digunakan untuk menguji besarnya pengaruh dari seluruh variabel independen secara bersama-sama simultan terhadap variabel dependen.
Pembuktian dilakukan dengan cara membandingkan nilai F kritis Ftabel dengan nilai Fhitung yang terdapat pada tabel analysis of variance. Untuk menentukan nilai
F-tabel, tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 5 dengan derajat kebebasan degree of fredoom df = n-k dan k-1 dimana n adalah jumlah observasi, kriteria
uji yang digunakan adalah : o
Jika Fhitung Ftabel k-1,n-k, maka Ho ditolak o
Jika Fhitung Ftabel k-1,n-k, maka Ho diterima Adapun hipotesisnya adalah :
Ho : b1,b2,b3,b4 ≤ 0
Universitas Sumatera Utara
xlv
Artinya tidak terdapat pengaruh positif yang signifikan secara bersama- sama dari seluruh variabel bebas X terhadap variabel terikat Y.
Ha : b1,b2,b3,b4 0 Artinya terdapat pengaruh positif yang signifikan secara bersama-sama dari
seluruh variabel bebas X terhadap variabel terikat Y. Arti secara statistik data yang digunakan membuktikan bahwa variabel bebas X
berpengaruh terhadap variabel terikat Y.
2. Uji Parsial Uji t