matahari merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses perkembangan, pertumbuhan dan reproduksi. Menurut Baker et al., 1979 dalam Indriyanto et
al., 1993 pengaruh radiasi matahari bergantung pada intensitas, kualitas, atau panjang gelombang, lama periodesitasnya serta penutupan vegetasi yang ada.
Pada suatu komunitas hutan hujan, penetrasi cahaya matahari yang sampai pada lantai hutan umumnya sedikit sekali. Hal ini disebabkan karena terhalang
oleh lapisan tajuk yang ada pada hutan tersebut, sehingga tumbuhan bawah yang tumbuh dekat permukaan tanah kurang mendapat cahaya matahari. Menurut
Polunin 1990 jika penetrasi tidak cukup herba tidak dapat berkembang dengan baik, sehingga tumbuhan ini lebih subur di tempat hutan terbuka atau di tempat
lain yang tanahnya lebih banyak mendapat cahaya Ewusie, 1990. Dengan demikian vegetasi herba pada hutan hujan dataran rendah ditemukan pada hutan
yang terbuka, dekat aliran-aliran air, dan tempat-tempat yang terbuka tetapi sempit seperti jalan-jalan setapak, sungai-sungai dengan penyinaran yang cukup
baik, sedangkan pada bagian dalam hutan hujan vegetasi herba yang berwarna hijau ditemukan jauh terpencar-pencar atau sama sekali langka Arief, 1994.
2.4. Keanekaragaman Tumbuhan Herba
Menurut Polunin 1990 vegetasi herba dalam hutan hujan tropika kurang beraneka ragam dibandingkan dengan vegetasi pohon pada kondisi yang relatif
terbuka, sehingga besar kemungkinannya membentuk satu suku saja. Ini berbeda dengan herba di lereng-lereng yang lebih terjal dengan penterasi cahaya yang
lebih banyak menyebabkan keanekargaman herba lebih melimpah, tetapi tetap saja jauh lebih kecil dari pada jenis pohon-pohonnya.
Mackinnon et al., 2000 menyatakan bahwa banyak suku tumbuhan yang memberikan sumbangan bagi lapisan herba, termasuk Monocotiledone seperti
jahe-jahean, pisang liar, Begonia, Gesneriaceae, Melastomataceae, Rubiaceae, berbagai jenis paku dan anggrek. Walaupun dalam kondisi ternaung, banyak herba
yang secara teratur menghasilkan bunga dan buah meskipun perkembangbiakan secara vegetatif juga umum terjadi. Daerah yang terbuka pada sisi-sisi jalan selalu
Universitas Sumatera Utara
ditumbuhi oleh pohon pisang liar, pohon yang lebih kecil dan berbagai anggota dari Zingiberaceae dan Poaceae Anwar et al.,1987.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2011 di kawasan Hutan Sibayak I, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
3.2 Deskripsi Area 3.2.1 Letak dan Luas
Lokasi Penelitian terletak Di hutan Sibayak I, secara administrasi pemerintahan terletak di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera
Utara, berjarak kira-kira 52 km di sebelah selatan kota Medan, dan secara geografis terletak pada 03°13’ sd 03°18’20” LU dan 98°28’ sd 98°37’20” LS,
dengan luas 7.030 Ha.
3.2.2 Tipe Iklim
Berdasarkan Schmidt-ferguson, tipe iklim di kawasan Sibayak I adalah tipe A dengan rata-rata curah hujan 3,995 m
3
pertahun. Berdasarkan kelembaban maksimum dapat mencapai 100, sedangkan kelembapan minimum 80-90. Hal
ini menunjukkan bahwa daerah hutan ini sangat tinggi kelembabannya, dimana kabut turun hampir setiap sore. Suhu udara maksimum pada siang hari kurang
lebih 25°C. Sedangkan suhu minimum pada malam hari berkisar antara 13°C sd 14°C Dinas Kehutanan Sumatera Utara, 2002
Universitas Sumatera Utara
3.2.3 Topografi
Berdasarkan pengamatan di lapangan, pada umumnya areal lapangan memiliki topografi bergelombang sampai dengan curam dan sebagian datar
dengan kemiringan 15-40°.
3.2.5 Vegetasi
Berdasarkan pengamatan pra penelitian di sekitar areal penelitian, vegetasi yang umum ditemukan yaitu dari Pteridophyta yang umumnya adalah dari famili
Aspleniaceae, Aspidiaceae, Athyriaceae dan Polypodiaceae, Monokotil yang umumnya adalah dari famili Araceae dan Zingiberaceae dan Dikotil yang
umumnya adalah dari famili Balsaminaceae, Euphorbiaceae, Fagaceae, Lauraceae, Moraceae, Rubiaceae dan Urticaceae.
3.3 Metode Penelitian
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara Purposive Sampling, yaitu ditentukan secara sengaja dimana lokasi yang dipilih dapat mewakili atau
mendekati kebenaran populasi herba secara keseluruhan. Analisis vegetasi menggunakan metode kuadrat yaitu berdasarkan suatu luasan petak contoh.
Dalam hal ini ditentukan empat lokasi yang berbeda sehingga dapat mewakili seluruh kawasan Sibayak I diantaranya:
Lokasi I terletak di daerah aliran sungai Dam atas, yang berada di titik koordinat 03
16’183’’ dan 098 32’ 666’’, suhu udara 21,3
C , suhu tanah 18 C,
kelembaban 91, intensitas cahaya 569 luxmeter, pH tanah 6,5.
Lokasi II di daerah aliran sungai dam bawah dengan titik koordinat 03 16’
365’’ dan 098 32’ 115’’, suhu udara 21,6
C , suhu tanah 18,3 C, kelembaban
87,6 , intensitas cahaya 521,7 luxmeter, pH tanah 6,5
Lokasi III yaitu di daerah aliran sungai pasir putih. Lokasi ini merupakan hutan terbuka karena adanya proses penambangan pasir dan tidak banyak pohon-
Universitas Sumatera Utara
pohon yang membentuk kanopi sehingga intensitas cahaya tinggi dengan titik koordinat 03
16’ 593’’ dan 098 31’ 913’’, suhu udara 23,5
C, suhu tanah 21,5 C,
kelembaban 82 , intensitas cahaya 696,6 luxmeter, pH tanah 6,7.
Lokasi IV di daerah aliran sungai Ptimus dengan titik koordinat 03 16’
509’’ dan 098 32’ 142’’, suhu udara 23,3
C, suhu tanah 19 C, kelembaban 87,6
, intensitas cahaya 228,6 luxmeter, pH tanah 6,7.
Jumlah plot dari masing-masing lokasi ditentukan dengan kurva minimum area, dimana pembuatan plot dilanjutkan sampai saat dimana penambahan luas
plot tidak menyebabkan penambahan yang berarti banyaknya jenis. Biasanya luas minimum ini ditetapkan dengan dasar : penambahan luas petak tidak
menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 10 atau 5 Soerianegara Indrawan, 1988. Dalam hal ini jumlah plot dari seluruh lokasi berjumlah 134
plot.
3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Penelitian Di Lapangan