Kehilangan makna dan harapan hidup banyak dirasakan oleh para kaum samurai pada zaman feodal dulu. Ketika gagal dalam perang dan tidak dapat
membalaskan budi baik tuannya, saat itu juga para kaum samurai telah kehilangan makna untuk hidup dan pada saat tuannya meninggal dalam peperangan maka kaum
samurai melakukan tindakan bunuh diri mengikut tuannya karena kehilangan harapan untuk hidup.
3.2 Bentuk Bunuh Diri
Dalam teori psikologi, perilaku bunuh diri jisatsu 自 殺
merupakan suatu tindakan yang merupakan hasil dari suatu kepanikan atau letupan sesaat,
dorongan yang tiba-tiba antara terpicu dan bertindak dan berlangsung antara sekejap dalam hitungan waktu. Maka dariitu banyak bentuk bunuh diri jisatsu
自殺 yang
dilakukan oleh orang yang bunuh diri dengan berbagai cara untuk membunuh dirinya sendir tergantung pada kesempatan yang ada dalam waktu yang singkat.contohnya
jika seseorang berada di dalam suatu tempat yang tinggi dan dalam keadaan emosi yang memuncak maka jalan yang dipilih untuk mengakhiri hidupnya yaitu melompat
dari tempat yang tinggi tersebut. Selain itu ada beberapa bentuk bunuh diri jisatsu 自殺
yang akan dijabarkan sebagai berikut :
3.2.1 Harakiri
腹切
dan Seppuku
切腹 Secara harafiahnya hara-kiri dan seppuku mempunyai arti memotong
perut meskipun susunan letak huruf kanji berbeda. Walaupun hara-kiri dan seppuku secara harafiah sama, tetapi memiliki perbedaan pemakaiannya, yaitu orang Jepang
menggunakan istilah seppuku untuk kalangan samurai yang melakukan bunuh diri dengan jalan memotong perutnya, sedangkan hara-kiri memiliki pengertian potong
perut dalam arti umum yang tidak digunakan dikalangan kaum samurai. Namun pada dasarnya hara-kiri dan seppuku merupakan bentuk bunuh diri yang sangat perih,
orang-orang yang mempunyai nilai keagungan tertentu dan mau mengalami siksaan seperti itu. Cara bunuh diri yang unik dari bangsa Jepang ini dikenal sejak zaman
feodal. Sejak itulah seppuku menjadi berkembang dan menjadi bagian dalam kehidupan para samurai. Seppuku merupakan cara bunuh diri yang dilakukan oleh
para kaum samurai. Seppuku telah menjadi kode etik bagi kaum samurai, apabila melakukan kesalahan, gagal dalam perang, tidak dapat membalas budi baik tuannya,
dan ingin mengikuti kematian tuannya maka bunuh diri dengan cara seppuku inilah yang dipakai oleh para kaum samurai.
Pada bagian awal dari periode Tokugawa, upacara seppuku dilakukan di kuil. Pada tahun 1644, dimasa Shuso, seoranbg samurai yang diperintahkan untuk
melakukan seppuku atas tindak kejahatan. Tempat yang dipakai adalah kuil Shimpukuji, di daerah Kojimachi daerah Edo. Seppuku biasanya dilakukan di dalam
kuil, akan tetapi kuil Shinto tidak pernah dipergunakan. Hal ini berasal dari kepercayaan agama Shinto bahwa mayat adalah terkutuk buat hal suci dan buat
pendeta. Tata cara pelaksanaan seppuku ini dilakukan pada malam hari sehingga
harus diberikan penerangan lilin. Penerangan lilin tersebut harus remang-remang, karena jika terang dianggap melanggar kesopan santunan. Di dekat tempat duduk si
pelaku seppuku dipasang dua layar pemisah, terbuat dari kertas putih untuk menutupi pedang katana yang akan dipergunakan untuk merobek perut, yang ditempatkan
disebuah nampan; dan sebuah ember tempat menaruh kepala terhukum setelah dipancung. Selain itu disediakan sebuah anglo pembakar dupa, seember air dan
sebuah baskom. Bagi pelaku yang melaksanakan seppuku yang rata-rata berkedudukan
tinggi, ukuran tempat untuk upacara pengeluaran isi perut adalah 36 shaku persegi satu shaku pada masa itu kira-kira 14inci, terdapat dua buah tatami yang bergaris
putih tikar buluh, disusun dengan huruf “T”. Sebuah futon bantal berwarna putih yang berukuran sekitar empat kaki persegi diletakkan di atas tatami. Pada keempat
sudutnya terdapat kutub-kutub ditegakkan serta mengelilingi tirai yang digantung dari sana. Ketika upacara seppuku dipertunjukkan dalam suatu ruangan, lima lembar kain
putih ditumpuk di atas dua buah tatami yang sangat diperlukan dalam upacara itu. Dalam kejadian ini, seluruh ruangan ditutupi dengan tikar, permukaannya dilindungi
oleh sebuah beludru berwarna merah padam, yang diletakkan untuk mencegahagar darah tidak mengotori tatami. Biasa pelaku seppuku mengenakan pakaian putih yang
berlambang kesucian dan kebersihan. Pedang katana ditusukkan ke perut sipelaku seppuku 6cm di bawah pusar yang disebut tenden. Tidak hanya menusuk saja
melainkan juga pedang tersebut harus ditarik dari kiri ke kanan membelah perut. Lalu setelah itu pengawal yang berada di sekeliling pelaku seppuku memenggal kepalanya.
3.2.2 Melompat dari Ketinggi