Upaya Mengatasi Bunuh Diri Di Jepang

“Satu keluarga di Tokyo melakukan tindakan bunuh diri dengan memutuskan saluran gas pipa rumah lalu menghirup gas tersebut secara bersamaan. Mereka melakukan tindakan ini karena ketidakmampuan menjalankan hidup yang sangat berat. Kepala keluarga kehilangan pekerjaan sehingga tidak mampu membahagiakan keluarga dan anggota keluarga lain melakukan tindakan yang memalukan keluarga”. Takayuki Inohara dalam mengerti bahasa dan budaya Jepang, 2002:70

3.2.5 Memotong Urat Nadi

Bunuh diri dengann cara memotong urat nadi adalah bentuk bunuh diri yang paling umum dilakukan. Pemotongan nadi yang menyebabkan kematian adalah pemotongan nadi yang berada di pergelangan tangan dan di leher. Pemotongan nadi yang ada dipergelangan tangan bertujuan untuk memutuskan pembuluh darah radial yang dapat merusak saraf tendon,ulnar dan median. Pemotongan nadi dipergelangan tangan sebenarnya tidaklah terlalu fatal, namun kematian akibat bunuh diri dengan cara seperti ini adlah kehabisan dara. Pada zaman feodal di Jepang dahulu banyak masyarakat Jepang melakukan bunuh diri dengan cara ini, meskipun lebih menyiksa tetapi cara ini merupakan pilihan yang kedua selain melakukan seppuku.

3.3 Upaya Mengatasi Bunuh Diri Di Jepang

Kasus bunuh diri yang dihadapi oleh masyarakat Jepang mengakibatkan kondisi ekonomi Jepang tahun 2007 menurun hampir 2,7 triliun yen atau sekitar Rp288,4 triliun. Penurunan ini merujuk pada hilangnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya biaya perawatan atas depresi yang dialami. Menurut studi pemerintah, masyarakat yang bunuh diri umumnya berusia antara 15 tahun hingga 69 tahun. Mereka sebenarnya masih dalam kelompok usia produktif dan bisa mendatangkan pendapatan sekitar 1,9 triliun yen hingga mereka mencapai usia pensiun. Selain itu, Pemerintah Jepang mengatakan bunuh diri dan depresi membuat negara Jepang menghabiskan hampir US32 miliar atau sekitar Rp28,8 triliun sepanjang tahun 2007 hingga saat ini untuk membuat solusi-solusi guna menekan angka bunuh diri di Jepang. Pemerintah Jepang juga melihat beberapa motif yang dilakukan masyarakat Jepang dalam melakukan tindakan bunuh diri. Melalui motif tersebut, pemerintah membuat tindakan-tindakan preventif. Modus bunuh diri di Jepang juga bermacam-macam. Bunuh diri dengan menusukkan sejenis pedang ke perut atau sering disebut seppuku sering dilakukan oleh orang Jepang pada zaman dulu, namun pada saat ini seppuku sudah jarang dilakukan di Jepang. Pada saat ini, di Jepang motif bunuh diri yang sering dilakukan adalah terjun dari gedung tinggi, menabrakkan diri ke kereta yang berjalan, memotong urat nadi, dan meminum sejenis racun. Melihat motif tersebut, pemerintah Jepang melakukan tindakan nyata dengan memasang di detektor pencegah bunuh diri di tempat-tempat yang sering digunakan untuk bunuh diri seperti stasiun kereta dan gedung-gedung tinggi. Detektor pencegah bunuh diri ini akan berbunyi apabila ada orang yang mencurigakan dan langsung terhubung ke petugas penyelamat khusus. Pemerintah Jepang juga melakukan tindakan pencegahan bunuh diri yang dilakukan oleh para pekerja. Pemerintah melakukan tindakan seperti menyediakan nomor telepon darurat untuk dapat menerima keluh-kesah para pekerja, buku petunjuk untuk mengurangi stress yang dibagikan kepada masyarakat Jepang terutama yang bekerja dalam suatu organisasi, hingga membuat undang-undang yang memberikan sejumlah uang atau asuransi ke para janda dan anak-anak yang ditinggal mati karena bunuh diri akibat stress dipekerjaan. Selain itu, pemerintah juga akan menugaskan sejumlah penasehat di pusat informasi tenaga kerja di seluruh Jepang, agar dapat memberi bantuan kepada masyarakat Jepang yang dilanda masalah hutang berkepanjangan atau untuk masyarakat yang telah kehilangan pekerjaan sehingga tidak memiliki pendapatan tetap. Pemerintah Jepang meluncurkan kampanye Anti Bunuh Diri, sebagai upaya untuk menekan tingginya jumlah kasus bunuh diri di Jepang. Kampanye yang dilakukan pemerintah mencakup penggunaaan media internet dan papan reklame untuk menghimbau masyarakat agar lebih peka terhadap tanda-tanda perilaku yang tidak normal yang dilakukan oleh orang di sekitarnya. Selain itu, pemerintah juga menanyangkan video klip dari seorang pemain sepakbola Liga Jepang untuk mengangkat kesadaran akan masalah bunuh diri dan depresi dalam situs internet. Segara upaya yang dilakukan oleh pemerintah Jepang guna menengani masalah bunuh diri ini merupakan bentuk pengelolaan stres secara organisasional. Pemerintah selaku pengambil keputusan melakukan wewenangnya dalam pembuatan kebijakan yang berhubungan dengan masalah ini. Saluran telpon yang disediakan pemerintah guna menangani keluh kesah pekerja merupakan suatu bentuk pengelolaan organisasional dengan cara membangun komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat. Selain itu, bantuan pemerintah Jepang bentuk asuransi dan dana yang disediakan untuk mereka yang kehilangan pekerjaan dan terlilit utang merupakan bentuk dari program kesejahteraan yang dapat diketegorikan sebagai tindakan pengelolaan stress organisasional.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, terdapat tiga hal yang dapat penulis simpulkan pada bab ini yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas pada skripsi yang berjudul “Budaya Bunuh Diri Di Jepang”. Pertama, bangsa Jepang memiliki suatu kebudayaan yang menjadi ciri khasnya yang berbeda dengan bangsa yang lain, yaitu seppuku atau hara-kiri. Walaupun istilah hara-kiri yang lebih terpopuler di luar Negara Jepang namun istilah seppuku yang lebih digunakan di Negara Jepang. Seppuku merupakan kode etik bagi kaum samurai. Kaum samurai melakukan seppuku sebagai bentuk rasa hormat, rasa malu gagal perang dan sebagai bentuk loyalitas pengabdian terhadap tuannya. Dalam pelaksanaan bunuh diri dengan cara seppuku ini dilakukan dengan cara memotong perut dalam upacara yang dilakukan di kuil. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan mereka bahwa perut adalah pusat dari hidup, sehingga paling cocok untuk tujuan bunuh diri, yaitu menebus kesalahan-kesalahan yang dibuat, sebagai bentuk rasa terima kasih kaum samurai kepada temannya dan sebgai bentuk penyucian diri dari maut. Menurut sejarah Jepang, seppuku awalnya berasal dari pengorbanan. Dari sejarah tersebutlah kaum samurai mengorbankan diri pada kelompok dan kepada