Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Unggulan di Kabupaten Labuhanbatu Utara Setelah Pemekaran

(1)

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN SEKTOR

UNGGULAN DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

SETELAH PEMEKARAN

T E S I S

Oleh

PURNAMA SINAGA 107003042 / PWD

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN SEKTOR

UNGGULAN DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

SETELAH PEMEKARAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

PURNAMA SINAGA

107003042 / PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2012


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN

SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN

LABUHANBATU UTARA SETELAH

PEMEKARAN

Nama Mahasiswa : PURNAMA SINAGA

NIM : 107003042

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

/ Perencanaan Wilayah Kota (PWK)

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(

Prof. Drs. Robinson Tarigan, M.R.P) (Wahyu Ario Pratomo, SE. M.Ec)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji

Pada tanggal :

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Prof. Drs. Robinson Tarigan, M.R.P

Anggota : 1. Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec

2. Prof.Dr.Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE 3. Prof. Erlina, SE.,M.Si.,Ph.D.,Ak 4. Dr. Rujiman, SE, MA


(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN

SEKTOR UANGGULAN DI KABUPATEN

LABUHANBATU UTARA SETELAH PEMEKARAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk mempeoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutian yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagaian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juli 2012


(6)

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN SEKTOR

UNGGULAN DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

SETELAH PEMEKARAN

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisi pertumbuhan ekonomi dan sector unggulan Kabupaten Labuhanbatu Utara setelah pemekaran. Salah satu tujuan pemekaran daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dalam memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disamping untuk pemerataan pembangunan, serta mendekatkan pelayanan publik pemerintah daerah kepada rakyat, dan untuk pertahanan keamanan negara, adalah juga untuk mendorong tergalinya potensi-potensi daerah yang selama ini tidak pernah terungkap karena tidak terjangkau oleh pemerintahan yang ada. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB, Analisis Tipologi Klassen Pendekatan Sektoral, Analisis Location Quostient (LQ) dan Analisis Shift-Share (SSA). Untuk tujuan analisis digunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Bappeda dan sumber-sumber lainnya seperti jurnal dan hasil penelitian. Hasil analisis laju pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa setelah pemekaran (Tahun 2008) laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara terus meningkat yakni sebesar 5,29 persen pada Tahun 2009 dan 5,58 persen pada Tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu (induk) pada periode yang sama yakni 4,88 persen pada Tahun 2009 dan 5,15 persen pada Tahun 2010, hasil analisis Tipologi Klassen pendekatan sektoral menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang maju dan cepat tumbuh (sektor prima) di Kabupaten Labuhanbatu Utara setelah pemekaran adalah sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sektor basis atau sektor unggulan Kabupaten Labuhanbatu Utara setelah pemekaran adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan, hasil analisis Shift-Share menunjukkan bahwa sektor yang memiliki daya saing (Diferential Shift) yang tinggi di Kabupaten Labuhanbatu Utara setelah pemekaran adalah sektor pertanian sektor industri pengolahan.

Kata Kunci: pemekaran wilayah, pertumbuhan ekonomi, sektor unggulan dan pengembangan wilayah


(7)

THE ANALYSIS OF THE ECONOMIC GROWTH AND HIGH-RANKING SECTORS IN LABUHANBATU UTARA DISTRICT, AFTER IT

WAS EXPANDED

ABSTRACT

The aim of the research was to analyze the economic growth and the high-ranking sectors in Labuhanbatu Utara District after it had been expanded. One of the aims of area expansion is that the new area can grow, develop, and be able to perform regional autonomy in order to increase an optimal public service to

realize the people’s social welfare and to strengthen the integrity of the NKRI

(Unitary State of the Republic of Indonesia). Besides that, it is also intended to

distribute the development, to make the government’s public service close to the

people, and to produce the local potencies which had been ignored by the government. The data were analyzed by using the Economic Growth Rate Analysis and PDRB, the Typology Klassen of Sectoral Approach Analysis, the Location Quostient (LQ) Analysis, and the Shift-Share Analysis (SSA). The data comprised of secondary data which were obtained from the Central Statistics Board, BAPPEDA (Regional Development Planning Agency), and other sources, such as journals and the research results. The result of the economic growth rate analysis showed that, after Labuhanbatu Utara was expanded (in 2008), its economic growth rate increased 5.29 percent in 2009 and 5.58 percent in 2010; it was higher than the economic growth rate in Labuhanbatu District (center) in the same period (4.88 percent in 2009 and 5.15 percent in 2010). The result of the Typology Klassen of Sectoral Approach Analysis showed that the economic sectors which grew rapidly (prime sectors) in Labuhanbatu Uara District, after it was expanded, were the sectors of agriculture and processing industry. The result of the LQ Analysis showed that the basic and high-ranking sectors in Labuhanbatu Utara District, after it was expanded, were the sectors of agriculture, mining and excavating, and processing industry. The result of the Shift-Share Analysis showed that the sector which had high differential shift in Labuhanbatu Utara District, after it was expanded, was the sectors of agriculture and processing industry.

Keywords: Area Expansion, Economic Growth, High-Ranking, Regional Development


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga tesis yang berjudul “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan

Sektor Unggulan di Kabupaten Labuhanbatu Utara Setelah Pemekaran

dapat terselesaikan. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus diselesaikan dalam rangka studi di Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Atas terselesaikannya tesis ini, tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H.,M.Sc,(CTM).,SP.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE., sebagai Ketua Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan.

4. Bapak H. Kharuddin Syah, SE, sebagai Bupati Labuhanbatu Utara atas bantuan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(9)

5. Bapak Ir. H. Riadil Akhir Lubis, M.Si., sebagai Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan melalui beasiswa dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

6. Bapak H. Dhani Setiawan Isma, S.Sos sebagai Kepala Bappeda Kabupaten Labuhanbatu Utara, atas kesempatan yang telah diberikan untuk melanjutkan studi.

7. Bapak Prof. Drs. Robinson Tarigan, M.R.P., sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec., sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan penyusunan tesis ini.

8. Bapak Prof. Dr.Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE., Ibu Prof. Erlina, SE., M.Si., Ph.D., Ak dan Bapak Dr. Rujiman, SE, MA sebagai Komisi Penguji yang telah memberikan masukan dan saran-saran konstruktif untuk kesempurnaan tesis ini.

9. Seluruh dosen yang menyampaikan mata kuliah pada Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

10. Orang tua saya Ayahanda Pande Raja M. Sinaga (Alm) dan Ibunda H. Br. Saragih (Alm) yang saya hormati dan muliakan, atas do’a, perhatian dan dorongan yang tetap diberikan semasa hidup mereka.

11. Saudara-saudara dan Keluarga Besar saya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu mendoakan, memberi dorongan dan bantuan baik moril maupun materiil selama mengikuti perkuliahan.


(10)

12. Teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Kelas Khusus Bappeda Angkatan II – Penerima Beasiswa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara atas segala dukungan, bantuan dan masukannya yang membuat aku terpacu untuk menyelesaikan tesis ini.

13. Rekan-rekan kerja di Bappeda Kabupaten Labuhanbatu Utara serta segenap keluarga dan handai tolan lainnya serta semua pihak yang telah terlibat dan mendukung penyusunan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan motivasi yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih senantiasa menyertai pengabdian kita.

Medan, Juli 2012 Penyusun,


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Juli 1976 di Kelurahan Kebun Sayur Kecamatan Siantar Timur Kotamadya Pematangsiantar, putri kedelapan dari sepuluh bersaudara dari ayahanda bernama Pande Raja M. Sinaga dan ibunda bernama Halimah br. Saragih.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri Nomor 096762 Aek Bontar Kecamatan Tanah Jawa Tahun 1989, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Tanah Jawa Tahun 1992 dan Tahun 1995 menyelesaikan pendidikan lanjutan tingkat atas di SMA Negeri 3 Kota Pematangsiantar. Pada tahun 1999 memperolah gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Utara Program Studi Ekonomi Pembangunan di Kotamadya Medan.

Pada tahun 2005 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara dan ditugaskan sebagai staf di Bagian Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Labuhanbatu. Sejak Tahun 2009 ditugaskan di Instansi Bappeda Kabupaten Labuhanbatu Utara sebagai Kasubbid Pendidikan, Mental dan Spiritual dan Budaya Bidang Sosial Budaya kemudian pada Tahun 2011 diangkat menjadi Kabid Pendataan, Litbang dan Statistik sampai sekarang. Pada Tahun 2010 penulis lulus seleksi penerima beasiswa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Kelas Khusus Bappeda pada Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) konsentrasi Perencanaan Wilayah Kota (PWK) di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. ... Latar Belakang ... 1

1.2. ... Perumusan Masalah ... 9

1.3. ... Tujuan Penelitian ... 9

1.4. ... Manfaat Penelitian ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. ... K onsep Wilayah ... 11

2.2. ... P erencanaan dan Pengembangan Wilayah ... 15

2.3. ... K onsep Pemekaran Wilayah ... 19

2.4. ... P embangunan Ekonomi Daerah ... 23

2.5. ... Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi ... 24

2.5.1. ... T eori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... 24

2.5.2. ... M odel Pertumbuhan Neo Klasik ... 25

2.5.3. ... M odel Myrdal Mengenai Dampak Balik ... 27

2.5.4. ... A glomerasi ... 28

2.5.5. ... H ipotesis Kuznets ... 29

2.6. ... P enelitian Terdahulu ... 31

2.7. ... K erangka Pemikiran ... 31


(13)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 33 3.1. ...

Ruang Lingkup Penelitian ... 33 3.2. ...

Jenis dan Sumber Data ... 33 3.3. ...

Teknik Analisa Data ... 33 3.3.1. ... A

nalisis Laju Pertumbuhan Ekonomi ... 34 3.3.2. ... A

nalisa Typologi Klassen Pendekatan Sektoral ... 35 3.3.3. ... A

nalisa Location Quetion (LQ) ... 36 3.3.4. ... A

nalisa Shift Share ... 38 3.4. ... D

efenisi Variabel Operasional Penelitian ... 42 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44 4.1. ...

Gambaran Umum Kabupaten Labuhanbatu Utara ... 44 4.1.1. ... S

ejarah Kabupaten Labuhanbatu Utara ... 44 4.1.2. ... K

ondisi Geografis dan Batas Administrasi ... 46 4.1.3. ... K

ependudukan ... 47 4.2. ...

Pembahasan ... 49 4.2.1. ... A

nalisis Laju Pertumbuhan Ekonomi ... 49 4.2.2. ... A

nalisis Tipology Klassen Pendekatan Sektoral ... 52 4.2.3. ... A

nalisis Location Quotient (LQ) ... 56 4.2.4. ... A

nalisis Shift-Share (SSA) ... 66 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 93 5.1. ...

Kesimpulan ... 93 5.2. ...

Saran ... 95


(14)

LAMPIRAN ... 99

DAFTAR TABEL

No J u d u l Halaman

1.1. Perkembangan PDRB Kabupaten Labuhanbatu Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000-2003 ... 7 1.2. Perkembangan PDRB Per Kapita Kabupaten Labuhanbatu


(15)

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN SEKTOR

UNGGULAN DI KABUPATEN LABUHANBATU UTARA

SETELAH PEMEKARAN

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisi pertumbuhan ekonomi dan sector unggulan Kabupaten Labuhanbatu Utara setelah pemekaran. Salah satu tujuan pemekaran daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dalam memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disamping untuk pemerataan pembangunan, serta mendekatkan pelayanan publik pemerintah daerah kepada rakyat, dan untuk pertahanan keamanan negara, adalah juga untuk mendorong tergalinya potensi-potensi daerah yang selama ini tidak pernah terungkap karena tidak terjangkau oleh pemerintahan yang ada. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB, Analisis Tipologi Klassen Pendekatan Sektoral, Analisis Location Quostient (LQ) dan Analisis Shift-Share (SSA). Untuk tujuan analisis digunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Bappeda dan sumber-sumber lainnya seperti jurnal dan hasil penelitian. Hasil analisis laju pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa setelah pemekaran (Tahun 2008) laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara terus meningkat yakni sebesar 5,29 persen pada Tahun 2009 dan 5,58 persen pada Tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu (induk) pada periode yang sama yakni 4,88 persen pada Tahun 2009 dan 5,15 persen pada Tahun 2010, hasil analisis Tipologi Klassen pendekatan sektoral menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang maju dan cepat tumbuh (sektor prima) di Kabupaten Labuhanbatu Utara setelah pemekaran adalah sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sektor basis atau sektor unggulan Kabupaten Labuhanbatu Utara setelah pemekaran adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan, hasil analisis Shift-Share menunjukkan bahwa sektor yang memiliki daya saing (Diferential Shift) yang tinggi di Kabupaten Labuhanbatu Utara setelah pemekaran adalah sektor pertanian sektor industri pengolahan.

Kata Kunci: pemekaran wilayah, pertumbuhan ekonomi, sektor unggulan dan pengembangan wilayah


(16)

THE ANALYSIS OF THE ECONOMIC GROWTH AND HIGH-RANKING SECTORS IN LABUHANBATU UTARA DISTRICT, AFTER IT

WAS EXPANDED

ABSTRACT

The aim of the research was to analyze the economic growth and the high-ranking sectors in Labuhanbatu Utara District after it had been expanded. One of the aims of area expansion is that the new area can grow, develop, and be able to perform regional autonomy in order to increase an optimal public service to

realize the people’s social welfare and to strengthen the integrity of the NKRI

(Unitary State of the Republic of Indonesia). Besides that, it is also intended to

distribute the development, to make the government’s public service close to the

people, and to produce the local potencies which had been ignored by the government. The data were analyzed by using the Economic Growth Rate Analysis and PDRB, the Typology Klassen of Sectoral Approach Analysis, the Location Quostient (LQ) Analysis, and the Shift-Share Analysis (SSA). The data comprised of secondary data which were obtained from the Central Statistics Board, BAPPEDA (Regional Development Planning Agency), and other sources, such as journals and the research results. The result of the economic growth rate analysis showed that, after Labuhanbatu Utara was expanded (in 2008), its economic growth rate increased 5.29 percent in 2009 and 5.58 percent in 2010; it was higher than the economic growth rate in Labuhanbatu District (center) in the same period (4.88 percent in 2009 and 5.15 percent in 2010). The result of the Typology Klassen of Sectoral Approach Analysis showed that the economic sectors which grew rapidly (prime sectors) in Labuhanbatu Uara District, after it was expanded, were the sectors of agriculture and processing industry. The result of the LQ Analysis showed that the basic and high-ranking sectors in Labuhanbatu Utara District, after it was expanded, were the sectors of agriculture, mining and excavating, and processing industry. The result of the Shift-Share Analysis showed that the sector which had high differential shift in Labuhanbatu Utara District, after it was expanded, was the sectors of agriculture and processing industry.

Keywords: Area Expansion, Economic Growth, High-Ranking, Regional Development


(17)

25. Perhitungan Analisis Shift-Share Kecamatan Aek Natas

Tahun 2006-2010 ... 145 26. Perhitungan Analisis Shift-Share Kecamatan Kualuh Hulu

Tahun 2006-2010 ... 148 27. Perhitungan Analisis Shift-Share Kecamatan Kualuh Leidong

Tahun 2006-2010 ... 151

BAB I PENDAHULUAN


(18)

Dalam sistem otonomi daerah, dikenal istilah desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Sementara itu, tugas pembantuan merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Menurut Sugeng Marganing Budi (2008), beberapa pertimbangan perlunya otonomi daerah adalah pertama, negara ini sangat luas dan sumber daya yang melimpah, maka diperlukan perencanaan pembangunan yang sesuai dengan potensi unggulan/andalan di setiap daerah. Kedua, keharusan untuk mendekatkan pemerintah dalam pelayanan publik pada masyarakat. Selanjutnya, yang lebih strategis lagi adalah dalam rangka pemerataan kesejahteraan secara nasional, infrastruktur perlu lebih tersebar lagi ke seluruh daerah, dimana diperlukan pemerintahan yang mampu menyediakan prasarana tersebut secara cepat dan menyeluruh. Dengan menjadi daerah otonom baru melalui pemekaran, usaha kecil terkait dengan kekhasan daerah akan lebih cepat maju dan berkembang, demikian juga dengan potensi unggulan/andalan daerah akan cenderung menarik pengusaha nasional dan internasional karena adanya kemandirian dalam pengelolaan berbagai kegiatan ekonomi di daerah.


(19)

Salah satu tujuan pemekaran daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dalam memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disamping untuk pemerataan pembangunan, serta mendekatkan pelayanan publik pemerintah daerah kepada rakyat, dan untuk pertahanan keamanan negara, adalah juga untuk mendorong tergalinya potensi-potensi daerah yang selama ini tidak pernah terungkap karena tidak terjangkau oleh pemerintahan yang ada.

Menurut Tarigan (2010), daerah melakukan pemekaran wilayah didasari atas berbagai alasan, pertama, preference for homogeneity (kesamaan kelompok (SARA)) atau historical etnic memungkinkan ikatan sosial dalam satu etnik yang sama perlu diwujudkan dalam satu wilayah yang sama pula. Kedua, fiscal spoil

(insentif fiskal untuk memekarkan diri, dapat dari DAU/DAK), adanya jaminan dana transfer, khususnya Dana Alokasi Umum, dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah menghasilkan keyakinan bahwa daerah tersebut akan dibiayai. Ketiga, beaurocratic and political rent seeking (alasan politik, dan untuk mencari jabatan penting/mobilitas vertikal). Alasan politik dimana dengan adanya wilayah baru akan memunculkan wilayah kekuasan politik baru sehingga aspirasi politik masyarakat jauh lebih dekat. Pada level daerah tentu saja kesempatan tersebut akan muncul melalui kekuasaan eksekutif maupun legislatif. Keempat,

administrative dispersion, mengatasi rentang kendali pemerintahan. Alasan ini semakin kuat mengingat daerah-daerah pemekaran merupakan daerah yang cukup luas sementara pusat pemerintahan dan pelayanan masyarakat sulit dijangkau.


(20)

Posisi Ibukota pemerintahan menjadi faktor penentu. Hal ini juga nyata terbukti bahwa daerah-daerah pemekaran merupakan daerah tertinggal dan miskin yang dukungan pelayanan publik maupun infrastruktur pendukungnya sangat minim.

Hasil Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001 – 2007 oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bekerjasama dengan United Nations Development Programme (UNDP) yang diterbitkan pada Juli 2008 menunjukkan bahwa, secara umum daerah otonom baru ternyata tidak berada dalam kondisi awal yang lebih baik dibandingkan daerah induk atau daerah kontrol. Bahkan evaluasi setelah lima tahun perjalanannya, daerah otonom baru secara umum masih tertinggal. Lebih lanjut studi ini menunjukkan evaluasi dari berbagai aspek dengan hasil sebagai berikut:

 Dari aspek kinerja perekonomian daerah ditemukan dua masalah utama yang dapat diidentifikasi yaitu: pembagian potensi ekonomi yang tidak merata, dan beban penduduk miskin yang lebih tinggi. Di sisi keuangan daerah disimpulkan bahwa daerah baru yang terbentuk melalui kebijakan Pemerintahan Daerah menunjukkan kinerja yang relatif kurang optimal dibandingkan daerah kontrol.

 Dari sisi pertumbuhan ekonomi hasil studi menunjukkan bahwa daerah otonom baru lebih fluktuatif dibandingkan daerah induk yang relatif stabil dan meningkat. Diketahui bahwa daerah pemekaran telah melakukan upaya perbaikan kinerja perekonomian, namun karena masa transisi membutuhkan proses maka belum semua potensi ekonomi dapat digerakkan.

 Dari sisi pengentasan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah otonom baru belum dapat mengejar ketertinggal daerah induk


(21)

meskipun kesejahteraan daerah otonom baru telah realatif sama dengan daerah-daerah kabupaten lainnya. Dari sisi ekonomi, ketertinggalan daerah otonom baru terhadap daerah induk maupun daerah lainnya pada umumnya disebabkan keterbatasan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersedia, selain dukungan pemerintah yang belum maksimal dalam mendukung bergeraknya perekonomian melalui investasi publik.

 Di sisi keuangan daerah disimpulkan bahwa peran anggaran pemerintah daerah pemekaran dalam mendorong perekonomian, relatif kurang optimal dibandingkan daerah kontrol. Di sisi pelayanan publik kinerja daerah otonom baru masih berada di bawah daerah induk. Kinerja pelayanan publik daerah otonom baru dan daerah induk secara umum masih di bawah kinerja pelayanan publi di daerah kontrol maupun rata-rata kabupaten. Kinerja aparatur pemerintah daerah otonom baru dan induk menunjukkan fluktuasi meskipun dalam dua tahun terakhir porsi daerah induk masih lebih baik dari pada daerah otonom baru. Jumlah aparatur cenderung meningkat selama lima tahun pelaksanaan kebijakan pemekaran, namun acap ditemukan masih rendahnya kualitas aparatur di daerah otonom baru.

Sejak diberlakukannya perubahan sistem pemerintahan di Indonesia yang ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 direvisi menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah membuka peluang kepada daerah provinsi, kabupaten dan kota untuk melakukan pemekaran daerah. Sejak pemberlakuan otonomi daerah tersebut perkembangan jumlah daerah otonom baru mengalami peningkatan yang cukup besar. Pada masa Orde Baru tercatat sekitar


(22)

250 Daerah Kabupaten/Kota dan 27 Provinsi, namun kini setelah pemerintahan Orde Baru berakhir, ada sekitar 510 Kabupaten/Kota dan 33 Pronvisi (Budi, 2008). Di Provinsi Sumatera Utara sendiri, pada tahun 1997 terdapat 18 Kabupaten/Kota namun kini telah berkembang menjadi 33 Kabupaten/Kota dan salah satunya adalah Kabupaten Labuhanbatu Utara (Sihotang, 2009).

Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Labuhanbatu. Kabupaten Labuhanbatu Utara dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara di Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah 3.545,80 kilometer persegi.

Kabupaten Labuhanbatu Utara terdiri atas 8 kecamatan dan 90 desa. Adapun nama-nama kecamatan tersebut adalah: Kecamatan NA IX-X, Kecamatan Aek Kuo, Kecamatan Kualuh Selatan, Kecamatan Kualuh Hilir, Kecamatan Merbau, Kecamatan Aek Natas, Kecamatan Kualuh Hulu, Kecamatan Kualuh Leidong.

Untuk memenuhi dasar hukum pembentukan daerah otonom baru, maka pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara telah memiliki 7 (tujuh) persyaratan/kriteria, yang terdiri dari 19 (sembilan belas) indikator dan 43 (empat puluh tiga) sub indikator dimana atas hasil pengkajian dan penelitian oleh Tim Pengkajian Pemekaran Kabupaten Labuhanbatu tahun 2005 menunjukkan total skor kelulusan lebih besar dari skor minimal kelulusan dan dinyatakan “layak” dan “lulus” sebagaimana disyaratkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.


(23)

Pertimbangan dibentuknya Kabupaten Labuhanbatu Utara yakni untuk memacu perkembangan dan kemajuan Provinsi Sumatera Utara pada umumnya dan Kabupaten Labuhanbatu pada khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Dari sisi pembangunan ekonomi, terlihat bahwa perkembangan pendapatan regional bruto calon wilayah Labuhanbatu Utara sebelum dimekarkan dari Labuhanbatu (induk) mengalami perkembangan yang pesat dan relatif tinggi dari tahun ke tahun. Kondisi ini dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 1.1. Perkembangan PDRB Kabupaten Labuhanbatu

Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 – 2003 (Juta)

No Calon Daerah Otonom Tahun

2000 2001 2002 2003

1 Labuhanbatu Utara 2.152.315,90 2.347.463,32 2.549.655,67 2.797.167,53 2 Labuhanbatu (induk) 2.550.194,03 2.781.416,50 3.020.986,22 3.314.253,23 3 Labuhanbatu Selatan 2.060.971,58 2.247.836,95 2.441.448,25 2.678.455,70 Labuhanbatu sebelum

dimekarkan 6.673.481,52 7.376.716,77 8.012.090,14 8.789.876,46

Sumber: BPS Labuhanbatu dalam Kajian Pemekaran Labuhanbatu 2005

Dari Tabel 1.1. di atas dapat dilihat bahwa selama periode tahun 2000 – 2003, PDRB wilayah calon wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) mengalami perkembangan yakni pada tahun 2000 sebesar


(24)

Rp.2.152.315,90 (juta), meningkatan menjadi Rp.2.797.167,53 (juta) pada tahun 2003.

Lebih lanjut, untuk melihat peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh penduduk dapat dilihat melalui PDRB per kapita. Perkembangan PDRB per kapita calon wilayah daerah otonom baru Labuhanbatu dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1.2. Perkembangan PDRB per kapita Kabupaten Labuhanbatu Atas

Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 – 2003

No Calon daerah Otonom Baru Tahun

2001 2002 2003

1 Labuhanbatu Utara 7,60 8,21 9,05

2 Labuhanbatu (Induk) 8,76 9,40 9,16

3 Labuhanbatu Selatan 10,50 11,15 11,17

Labuhanbatu sebelum dimekarkan 8,60 9,221 9,62

Sumber: BPS Labuhanbatu dalam Kajian Pemekaran Labuhanbatu 2005

Dari Tabel 1.2. di atas, dapat dilihat pertumbuhan PDRB per kapita calon daerah otonom baru Kabupaten Labuhanbatu Utara kurun waktu tahun 2001-2003 sebelum pemekaran mengalami pertumbuhan rata-rata 9,00 persen lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Labuhanbatu sebelum pemekeran dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 5, 75 persen.

Bila dilihat dari kinerja perekonomian daerah, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu selama periode 2000 – 2003 dapat disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2000 – 2003


(25)

No Calon daerah Otonom Baru Tahun

2001 2002 2003

1 Labuhanbatu Utara 4.96 5,75 4,58

2 Labuhanbatu (Induk) 5,30 5,40 4,92

3 Labuhanbatu Selatan 5,07 5,65 4,68

Labuhanbatu sebelum dimekarkan 5,12 5,50 4,74

Sumber: BPS Labuhanbatu dalam Kajian Pemekaran Labuhanbatu 2005

Dari Tabel 1.3. di atas terlihat bahwa selama periode 2000 – 2003 Kabupaten Labuhanbatu terus mengalami pertumbuhan ekonomi. Demikian juga halnya dengan calon daerah otonomi baru yakni Labuhanbatu Utara dan Labuhanbatu Selatan.

Dari uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam tesis yang berjudul “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Unggulan di Kabupaten Labuhanbatu Utara Setelah

Pemekaran”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan pertanyaan penelitian yakni:

1. Bagaimana pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Utara setelah pemekaran?

2. Sektor perekonomian apakah yang menjadi unggulan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu Utara?


(26)

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Menganalisis pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara setelah pemekaran.

2. Menganalisis sector unggulan di Kabupaten Labuhanbatu Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat bagi Pemerintah daerah, peneliti dan lainnya. Manfaat penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara, terutama bagi para pengambil keputusan, perencana dan pelaksana pembangunan daerah dalam membuat rencana kebijakan pembangunan wilayah terutama dalam rangka peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Labuhanbatu Utara.

b. Sebagai bahan yang dapat menambah pengetahuan dalam bidang ekonomi regional terutama mengenai dampak pemekaran wilayah, sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah di daerah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


(27)

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Menganalisis pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu Utara setelah pemekaran.

2. Menganalisis sector unggulan di Kabupaten Labuhanbatu Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat bagi Pemerintah daerah, peneliti dan lainnya. Manfaat penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara, terutama bagi para pengambil keputusan, perencana dan pelaksana pembangunan daerah dalam membuat rencana kebijakan pembangunan wilayah terutama dalam rangka peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Labuhanbatu Utara.

b. Sebagai bahan yang dapat menambah pengetahuan dalam bidang ekonomi regional terutama mengenai dampak pemekaran wilayah, sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah di daerah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


(28)

Pengertian wilayah secara umum adalah suatu bagian dari permukaan bumi yang teritorialnya ditentukan atas dasar pengertian, batasan dan perwatakan fisik-geografis (Kustiawan, 2011). Mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah didefenisikan sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

Di Indonesia, berbagai konsep nomeklatur kewilayahan seperti “wilayah”, “kawasan”, “daerah”, “regional”, “area”, “ruang”, dan istilah-istilah sejenis, banyak dipergunakan dan sling dapat dipertukarkan pengertiannya walaupun masing-masing memiliki bobot penekanan pemahaman yang berbeda-beda. Ketidakonsistenan istilah tersebut kadang menyebabkan kerancuan pemahaman dan sering membingunkan. Secara teoritik, tidak ada perbedaan nomenklatur antara istilah wilayah, kawasan dan daerah. Semuanya secara umum dapat diistilahkan dengan wilayah (region). Istilah kawasan di Indonesia digunakan karena adanya penekanan fungsional suatu unit wilayah. Karena itu, defenisi konsep kawasan adalah adanya karakteristik hubungan dari fungsi-fungsi dan komponen-komponen di dalam suatu unit wilayah, sehingga batas dan sistemnya ditetntukan berdasarkan aspek fungsional. Dengan demikian, setiap kawasan atau sub kawasan memiliki fungsi-fungsi khusus yang tentunya memerlukan pendekatan program tertentu sesuai dengan fungsi yang dikembangkan tersebut. Isard (1975), menganggap pengertian suatu wilayah pada dasarnya bukan sekedar areal dengan batas-batas tertentu. Menurutnya wilayah adalah suatu area yang memiliki arti (meaningful) karena adanya masalah-masalah yang ada di dalamnya sedemikian rupa, sehingga ahli regional memiliki interest di dalam menangani


(29)

permasalahan tersebut, khususnya karena menyangkut permasalahan sosial-ekonomi (Rustiadi, et.al., 2011).

Tarigan (2005) mengemukakan bahwa wilayah dapat dibedakan berdasarkan cara pandang terkait dengan kondisinya atau berdasarkan fungsinya yaitu:

1. Wilayah subjektif, yakni wilayah merupakan alat untuk mengidentifikasi suatu lokasi yang berdasarkan kriteria tertentu atau tujuan tertentu.

2. Wilayah objektif, maksudnya ialah wilayah itu benar-benar ada dan dapat dibedakan dari ciri-ciri/gejala alam di setiap wilayah.

Menurut Kustiawan (2011), secara konseptual, wilayah dapat dibagi menjadi 4 (empat) jenis yaitu:

1. Wilayah homogen adalah wilayah yang dipandang dari aspek/kriteria mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama. Sifat-sifat dan ciri-ciri homogenitas itu misalnya dalam hal ekonomi (seperti wilayah dengan struktur produksi dan konsumsi yang homogen, tingkat pendapatan rendah/miskin, dan lain-lain), geografi (seperti wilayah yang mempunyai topografi atau iklim yang sama), agama, suku dan sebagainya. Wilayah homogen dibatasi berdasarkan keseragamannya secara internal (internal uniformity).

2. Wilayah nodal (nodal region) adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan wilayah belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi dan transportasi. Sukirno (1976) menyatakan bahwa pengertian wilayah nodal yang paling ideal untuk digunakan dalam analisis mengenai ekonomi wilayah, mengartikan


(30)

wilayah tersebut sebagai ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Batas wilayah nodal ditentukan sejauh mana pengaruh dari suatu pusat kegiatan ekonomi bila digantikan oleh pengaruh dari pusat kegiatan ekonomi lainnya. Hoover (1977) mengatakan bahwa struktur dari wilayah nodal dapat digambarkan sebagai suatu sel hidup atau suatu atom, dimana terdapat inti dan plasma (periferi) yang saling melengkapi. Pada struktur yang demikian, integrasi fungsional akan lebih merupakan dasar hubungan ketergantungan atau dasar kepentingan masyarakat di dalam wilayah itu, daripada merupakan homogenitas semata-mata. Dalam hubungan saling ketergantungan itu dengan perantaraan pembelian dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa secara lokal, aktifitas-aktifitas regional akan mempengaruhi pembangunan yang satu dengan yang lainnya.

3. Wilayah administratif, adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik, seperti: provinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan. Khusus untuk wilayah administratif provinsi atau kabupaten/kota, dalam peraturan perundang-undangan di negara kita disebut sebagai daerah Otonom. Dalam praktek, apabila membahas mengenai pembangunan wilayah/daerah, maka pengertian wilayah administrasi merupakan pengertian yang paling banyak digunakan. Penggunaan pengertian wilayah administratif disebabkan dua faktor, yakni: (a) dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah diperlukan tindakan-tindakan bagi berbagai badan pemerintah. Dengan demikian, lebih praktis apabila pembangunan wilayah didasarkan pada satuan wilayah administrasi yang telah ada, dan (b) wilayah yang batasnya ditentukan


(31)

berdasarkan atas satuan administrasi pemerintahan lebih mudah dianalisis, karena sejak pengumpulan data di berbagai bagian wilayah berdasarkan pada satuan wilayah administrasi tersebut. Namun dalam kenyataannya, pembangunan tersebut sering kali tidak hanya dalam satu satuan wilayah administrasi, sebagai contoh adalah pengelolaan pesisir, pengelolaan daerah aliran sungai, pengelolaan lingkungan dan sebagainya, yang batasnya bukan berdasarkan administrasi namun berdasarkan batas ekologis yang sering kali bersifat lintas wilayah administrasi (provinsi, kabupaten/kota) sehingga penanganannya memerlukan kerjasama dari satuan wilayah administrasi yang terkait.

4. Wilayah perencanaan (planning region) adalah wilayah yang batasannya di dasarkan secara fungsional dalam kaitannya dengan maksud perencanaan. Wilayah ini memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputsan ekonomi (Boundeville dalam Glasson, 1978). Wilayah perencanaan dapat dilihat sebagai wilayah yang cukup besar untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam penyebaran penduduk dan kesempatan kerja, namun cukup kecil untuk memungkinkan persoalan-persoalan perencanaannya dapat dipandang sebagai suatu kesatuan. Wilayah perencanaan bukan hanya dari aspek fisik dan ekonomi, namun juga dari aspek ekologis. Misalnya dalam kaitannya dengan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). Pengelolaan daerh aliran sungai harus direncakanan dan dikelola mulai dari hulu sampai hilirnya secara terpadu, karena perlakukan di hulu akan berakibat di bagian hilirnya.


(32)

2.2. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Sirojuzilam (2010) menyatakan bahwan tujuan perencanaan pada intinya adalah untuk menyediakan informasi (information) dan tindakan dalam mengalokasi sumber daya kemasyarakatan secara optimal baik yang terkait dengan perencanaan makro maupun perencanaan sektoral dan regional untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah, perencanaan pergerakan dan perencanaan aktifitas pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan ruang wilayah biasanya dituangkan dalam perencanaan tata-ruang wilayah, perencanaan pergerakan dituangkan dalam perencanaan transportasi sedangkan perencanaan aktifitas biasanya tertuang dalam perencanaaan pembangunan wilayah baik jangka panjang, jangka menengah maupun jangka pendek. Dalam kondisi yang ideal, perencanaan pembangunan wilayah sebaiknya dimulai setelah tersusunnya rencana tata-ruang wilayah, karena tata-ruang wilayah merupakan landasan tapi juga sekaligus sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah (Tarigan, 2005).

Baik dalam perencanaan pembangunan nasional maupun dalam perencanaan pembangunan daerah, pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral adalah dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan ini mengelompok-kan kegiatan


(33)

ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam. Pendekatan regional adalah melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan didalam ruang wilayah. Jadi dalam hal ini kita melihat perbedaan fungsi ruang yang satu dengan ruang lainnya dan bagaimana ruang itu saling berinteraksi untuk diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang bertumbuh, efisien dan nyaman. Perbedaan fungsi itu karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi dan perbedaan aktifitas utama di masing-masing ruang, dimana perbedaan itu harus diarahkan untuk bersinergi agar saling mendukung menciptakan pertumbuhan yang serasi dan seimbang.

Lebih lanjut, Tarigan (2005) mengemukanan bahwa perencanaan pembangunan wilayah tidaklah sempurna apabila hanya menggunakan pendekatan sektoral saja atau pendekatan regional saja. Perencanaan pembangunan wilayah semestinya adalah memadukan kedua pendekatan tersebut. Pendekatan sektoral saja tidak akan mampu melihat adanya kemungkinan tumpang tindih dalam penggunaan lahan (kecuali melakukan pendekatan komprensip seperti Linear Programming), juga tidak mampu melihat perubahan struktur ruang yang mungkin terjadi sebagai akibat dilaksanakannya rencana sektoral tersebut. Misalnya: tidak mampu melihat wilayah mana yang akan banyak berkembang, wilayah mana yang kurang terbangun, perubahan dari pergerakan arus orang dan barang sehingga mungkin diperlukan perubahan kapasitas jaringan jalan, apakah total kegiatan sektoral itu bisa mengganggu kelestarian lingkungan, apakah akan tercipta pusat wilayah baru dan lain-lain sebagainya.

Di sisi lain, pendekatan regional saja juga tidak cukup, karena analisisnya akan bersifat makro wilayah sehingga tidak cukup detail untuk membahas sektor


(34)

per sektor apalagi komoditi per komoditi. Pendekatan regional saja tidak akan mampu untuk menjelaskan misalnya komoditi apa yang akan dikembangkan, berapa luas, apakah pasar masih dapat menyerap tambahan komoditi tersebut, apakah input untuk pengembangannya masih cukup, bagaimana tingkah laku dari para pesaing, dan lain-lain sebagainya. Atas dasar alasan tersebut diatas, maka pendekatan pembangunan wilayah haruslah gabungan antara pendekatan sektoral dan pendekatan regional.

Menurut Miraza (2006) dalam Sirojuzilam (2010) mengemukakan bahwa perencanaan wilayah mencakup pada berbagai segi kehidupan yang bersifat komprehensif dan satu sama lain saling bersentuhan, yang semuanya bermuara pada upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berbagai faktor dalam kehidupan seperti ekonomi, politik dan sosial serta budaya maupun adat-istiadat berbaur dalam sebuh perencanaan wilayah yang cukup kompleks. Semua faktor harus dipertingkan dan diupayakan berjalan seiring dan saling mendukung. Perencanaan wilayah diharapkan akan dapat menciptakan sinergi bagi memperkuat posisi pengembangan dan pembangunan wilayah dari berbagai daerah sekitarnya.

Pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas terhadap aspek-aspek pembangunan wilayah dari suatu proses yang dinamis dan interaksi kajian teoritis dengan pengalaman yang bersifat praktis dalam rangka memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat (Sirojuzilam, 2010).

Sementara menurut Djakapermana (2010) menyatakan bahwa pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah itu


(35)

berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan. Pengembangan wilayah dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki secara harmonis, serasi dan terpadu melalui pendekatan yang bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan.

Khairulan dan Cahyadin (2006) mengemukakan bahwa pengembangan wilayah dimaksudkan untuk memperkecil kesenjangan pertumbuhan dan ketimpangan antar wilayah. Dalam konteks nasional adanya kesenjangan pembangunan antara wilayah menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan. Menurut Purnomosidi (1979) dalam Khairulan dan Cahyadin (2006), bahwa pengembangan wilayah dimungkinkan karena adanya modal yang bertumpu pada pengembangan sumber daya manusia dan sumber daya alam, berlangsung secara kontinyu sehingga menimbulkan arus barang. Arus barang sebagai salah satu gejala ekonomi merupakan wujud fisik perdagangan antardaerah, antarpulau dan antarnegara.

Parr (1999) dalam Khairulan dan Cahyadin (2006) lebih lanjut mengemukakan bahwa ada beberapa konsep pengembangan wilayah, yaitu: 1. Membangkitkan kembali daerah terbelakang (depressed area), sebagai daerah

yang memiliki karakteristik tingginya tingkat pengangguran, pendapatan per kapita rendah, rendahnya tingkat kesejahteraan penduduk, dan rendahnya tingkat pelayanan fasilitas dan utilitas yang ada.

2. Mendorong dekosentrasi wilayah, konsep ini untuk menekan tingkat konsentrasi wilayah dan bertujuan untuk membentuk struktur ruang yang


(36)

tepat, terutama pada beberapa bagian dari wilayah non-metropolitan yang berarti untuk menekan perannya terlalu besar.

3. Memodifikasi sistem kota-kota, merupakan sebagai pengontrol urbanisasi menuju pusat-pusat pertumbuhan, yaitu dengan adanya pengaturan sistem perkotaan telah memiliki hirarkhi yang terstruktur dengan baik dan diharapkan akan dapat mengurangi migrasi penduduk ke kota besar.

4. Pencapaian terhadap keseimbangan wilayah, hal ini muncul dikarenakan akibat kurang memuaskannya struktur ekonomi inter-regional yang biasanya dengan mempertimbangkan tingkat kesejahteraan, serta yang berhubungan dengan belum dimanfaatkannya sumber daya alam pada beberapa daerah.

2.3. Konsep Pemekaran Wilayah

Menurut Tarigan (2010), konsep pemekaran wilayah merupakan pembagian kewenangan administratif dari satu wilayah menjadi dua atau beberapa wilayah. Pembagian tersebut juga menyangkut luas wilayah maupun jumlah penduduk sehingga lebih mengecil. Pada level provinsi menghasilkan satu pola yakni dari satu provinsi menjadi satu provinsi baru dan satu provinsi induk. Sementara pada level kabupaten terdiri dari beberapa pola yakni, pertama, dari satu kabupaten menjadi satu kabupaten baru (Daerah Otonom Baru) dan kabupaten induk. Kedua, dari satu kabupaten menjadi satu kota baru dan kabupaten induk. Ketiga, dari satu kabupaten menjadi dua kabupaten baru dan satu kabupaten induk.

Secara teoritis, pemekaran wilayah pertama kali diungkapkan oleh Tibout (1956) dalam Nurkholis (2005) dengan pendekatan public choice school. Dalam


(37)

artikelnya ”A Pure Theory of Local Expenditure”, ia mengemukakan bahw pemekaran wilayah dianalogkan sebagai model ekonomi persaingan sempurna dimana pemerintahan daerah memiliki kekuatan untuk mempertahankan tingkat pajak yang rendah, menyediakan pelayanan yang efisien, dan mengijinkan setiap individu masyarakatnya untuk mengekspresikan preferensinya untuk setiap jenis pelayanan dari berbagai tingkat pemerintahan yang berbeda dengan ”vote with theirfeet”.

Selain itu, Swianiewicz (2002) dalam Nurkholis (2005) juga mengungkapkan bahwa komunitas lokal yang kecil lebih homogen, dan lebih mudah untuk mengimplementasikan kebijakan yang sesuai dengan preferensi sebagian besar masyarakatnya. Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam komunitas yang kecil memiliki peluang lebih besar. Kemudian, pemerintahan daerah yang kecil memiliki birokrasi yang rendah, misalnya fungsi administrasi. Pemekaran juga mendukung adanya persaingan antar pemerintahan daerah dalam mendatangkan modal ke daerahnya masing-masing, dimana hal ini akan meningkatkan produktifitas. Terakhir, pemekaran mendukung berbagai eksperimen/percobaan dan inovasi.

Pemekaran wilayah di Indonesia sebelum tahun 1999 ditentukan oleh pemerintah pusat dengan tahap persiapan yang cukup lama. Tahapan persiapan tersebut menyangkut penyiapan infrastruktur pemerintahan, aparatur pemerintah daerah hingga terbangunnya fasilitas-fasilitas umum. Munculnya wilayah pertumbuhan ekonomi, pemukiman maupun dinamisnya kehidupan sosial politik menjadi penilaian sebelum daerah tersebut ditetapkan menjadi daerah otonom.


(38)

Kewenangan pemerintah pusat yang tinggi justru tidak banyak menimbulkan gejolak sosial politik yang berarti di daerah.

Sementara sejak UU Nomor 22 Tahun 1999 berlaku, pemerintah daerah dapat mengusulkan pemekaran wilayah asalkan memenuhi kriteria kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial-budaya, sosial-politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Kriteria lebih lanjut diatur dalam PP No. 129/2000 yang yang diperinci dalam 19 indikator dan 43 sub indikator. Suatu daerah dikatakan “lulus” menjadi daerah otonom apabila daerah induk maupun calon daerah yang akan dibentuk mempunyai total skor sama atau lebih besar dari skor minimal kelulusan, dan “ditolak” apabila sebagian besar (lebih dari separuh) skor sub indikator bernilai 1 (skor terendah).

Aturan diatas menggariskan bahwa daerah akan memiliki kecenderungan untuk dimekarkan apabila daerah tersebut a) terletak di luar Jawa dan Bali; b) daerah berstatus Kabupaten; c) memiliki rasio Pendapatan Daerah Sendiri terhadap pengeluaran total yang besar; d) bukan daerah baru hasil pemekaran; e) memiliki PDRB yang berkontribusi dominan terhadap PDRB total (atas dasar harga berlaku) seluruh Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi; f) mempunyai jumlah penduduk yang besar; g) mempunyai wilayah yang cukup luas; h) mendapatkan alokasi DAU yang besar; dan i) memiliki nilai PDRB yang relatif kecil, FEUI (2005).

Setelah Undang Nomor 22 tahun 1999 direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 maka pengaturan teknis pemekaran wilayah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007 tentang Tata Cara


(39)

Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah yang memiliki persyaratan pemekaran wilayah yang lebih ketat dibandingkan Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000. Meskipun PP ini telah berlaku namun tampaknya belum cukup kuat membuat pemekaran lebih baik.

Alasan pemekaran secara umum terdapat perbedaan persepsi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat, ketika merumuskan Peraturan Pemerintah Nomr 129 Tahun 2000 berkeinginan untuk mencari daerah otonom baru yang dapat berdiri sendiri dan mandiri. Di sisi lain, ternyata pemerintah daerah memiliki pendapat yang berbeda. Pemerintah daerah melihat pemekaran wilayah sebagai upaya untuk secara cepat keluar dari keterpurukan (David Jackson et.al., 2008).

Khairulan dan Cahyadin (2006), menyatakan bahwa pemekaran wilayah pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan meningkatkan serta mempercepat pelayanan, kehidupan demokrasi, perekonomian daerah, pengelolaan potensi daerah, keamanan dan ketertiban, dan hubungan yang serasi antar daerah dan pusat. Pada hakekatnya tujuan pemekarana wilayah sebagai upaya peningkatan sumberdaya secara berkelanjutan, meningkatkan keserasian perkembangan antar wilayah dan antarsektor, memperkuat integrasi nasional yang secara keseluruhan dapat meningkatkan kualitas hidup.

2.4. Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan


(40)

membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2004).

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber-sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah (Arsyad, 2004).

Sugiyanto (2010), mengemukakan bahwa secara konsepsi, pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yakni: (1) pertumbuhan; (2) penguatan keterkaitan; (3) keberimbangan; (4) kemandirian; dan (5) keberlanjutan. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan, beberapa strategi pembangunan yang diterapkan diantaranya adalah: strategi pertumbuhan ekonomi, strategi pertumbuhan dan kesempatan kerja, strategi pertumbuhan dan pemerataan, strategi yang menekankan pada kebutuhan dasar (basic need approach), strategi pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan strategi pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development).


(41)

2.5. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi

2.5.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Teori mengenai pertumbuhan ekonomi wilayah ini dimulai dari teori yang dikutip dari ekonomi makro/ekonomi pembangunan dengan mengubah batas wilayah dan disesuaikan dengan lingkungan operasionalnya. Menurut Tarigan (2005) teori pertumbuhan yang dikutip dari ekonomi makro akan dengan sendirinya juga berlaku untuk wilayah yang bersangkutan, walaupun yang dibahas adalah satu wilayah tertentu.

Teori lainnya mengenai pertumbuhan ekonomi wilayah juga diungkapkan oleh Richarson dan Tiebout (Tarigan, 2005) yang bernama teori basis ekspor Richardson. Teori ini membagi jenis pekerjaan yang terdapat dalam suatu wilayah atas: pekerjaan basis (dasar) dan pekejaan service (pelayanan). Teori basis ekspor membuat asumsi pokok bahwa ekspor adalah satu-satunya unsur eksogen (independen) dalam pengeluaran. Secara tidak langsung hal ini berarti hanya peningkatan ekspor saja yang dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah karena sektor-sektor lain terikat peningkatannya oleh peningkatan pendapatan daerah.

Selain teori basis ekspor, terdapat pula model pertumbuhan interregional yang merupakan perluasan dari teori basis ekspor Richardson. Richardson dalam Tarigan (2005) menyatakan bahwa dalam model pertumbuhan interregional diasumsikan bahwa selain dari ekspor, pengeluaran pemerintah dalam investasi juga bersifat eksogen. Suatu daerah diasumsikan terikat kepada suatu sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan kuat. Selain itu, teori basis ekspor


(42)

hanya membahas daerah itu sendiri tanpa memperhatikan pengaruh dari daerah tetangga sedangkan pada model ini dimasukkan pengaruh dari daerah tetangga, sehingga itulah sebabnya model ini dinamakan model pertumbuhan interregional.

2.5.2. Model Pertumbuhan Neo Klasik

Dalam Sjafrizal (2008), model Neo-Klasik dipelopori oleh George H.Bort (1960) dengan mendasarkan analisanya pada Teori Ekonomi Neo-Klasik. Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan sangat ditentukan oleh kemampuan daerah tersebut untuk meningkatkan kegiatan produksinya. Sedangkan kegiatan produksi suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh potensi daerah yang bersangkutan, tetapi juga ditentukan pula oleh mobilitas tenaga kerja dan mobilitas modal antar daerah.

Karena kunci utama pertumbuhan ekonomi daerah adalah peningkatan kegiatan produksi, maka mengikuti Richardson (1978) dalam Sjafrizal (2008), model Neo-Klasik ini dapat diformulasikan mulai dari fungsi produksi. Dengan menganggap bahwa fungsi produksi adalah dalam bentuk Cobb-Douglas, maka dapat ditulis (Sjafrizal, 2008) :

Y = A KL ,  + = 1 ………(2.1) dimana Y melambangkan PDRB, K dan L melambangkan modal dan tenaga kerja. Karena analisa munyangkut pertumbuhan maka semua variabel adalah fungsi waktu (t). Dengan mengambil turunan matematika persamaan (2.1) terhadap variabel t diperoleh :


(43)

dimana y = dY/dt menunjukan peningkatan PDRB (pertumbuhan ekonomi), a = dA/d menunjukan perubahan teknologi produksi (secara netral), k = dK/dt menunjukan penambahan modal (investasi) dan l = dL/dt penambahan jumlah dan peningkatan kualitas tenaga kerja.

Selanjutanya, bila aspek daerah dimasukan ke dalam analisa ini, maka peningkatan modal di suatu daerah tidak hanya berasal dari tabungan di daerah itu saja, tetapi berasal juga dari modal yang masuk dari luar daerah. Kenyataan ini dapat diformulasikan sebagai berikut :

ki = (si/vi) + nj=1 kji………...……(2.3)

dimana si adalah Marginal Propensity to Save (MPS) di daerah i, vi adalah Incremental Capital Output Ratio (ICOR) daerah i. Sedangkan kji adalah jumlah

modal yang masuk dari daerah lain ke daerah i.

Sama halnya dengan modal, peningkatan jumlah tenaga kerja daerah i tidak saja disebabkan kerana pertambahan penduduk daerah yang bersangkutan saja, tetapi juga karena arus perpindahan penduduk masuk (inmigration) ke daerah yang bersangkutan. Kenyataan ini dapat diformulasikan sebagai berikut :

li = ni + nj=1 mji………..………(2.4)

dimana ni merupakan pertambahan penduduk daerah yang bersangkutan, mji

adalah penduduk yang masuk (inmigration) ke daerah i yang datang dari derah lainnya j.

Perpindahan modal (kji) dari daerah j ke daerah i terutama oleh tingkat pengembalian modal, r, yang tinggi di daerah i dibandingkan dengan daerah j. Demikian juga dengan perpindahan penduduk yang terjadi karena ada perbedaan tingkat upah, w. Berdasarkan hal ini maka dapat ditulis :


(44)

kji = fk ( ri - rj) ……….(2.5)

mji = fl (wi- wj) ……….………...(2.6)

Penganut Model Neo-Klasik (dalam Sjafrizal, 2008) beranggapan bahwa mobilitas faktor produksi, baik modal maupun tenaga kerja, pada permulaan proses pembangunan adalah kurang lancar. Akibatnya, pada saat itu modal dan tenaga kerja ahli cenderung terkonsentrasi di daerah yang lebih maju sehingga ketimpangan pembangunan regional cenderung melebar (divergence). Akan tetapi bila proses pembangunan terus berlanjut, dengan semakin baiknya prasarana dan fasilitas komunikasi maka mobilitas modal dan tenaga kerja tersebut akan semakin lancar. Dengan demikian, nantinya setelah negara yang bersangkutan telah maju maka ketimpangan pembangunan regional akan berkurang (convergence).

2.5.3. Model Myrdal Mengenai Dampak Balik

Myrdal dalam Jhingan (1993), berpendapat bahwa pembangunan ekonomi menghasilkan suatu proses sebab menyebab sirkuler yang membuat si kaya mendapat keuntungan semakin banyak, dan mereka yang tertinggal di belakang menjadi semakin terhambat. Dampak balik (backwash effect) cenderung membesar dan dampak sebar (spread effect) semakin mengecil. Semakin kumulatif kecenderungan ini semakin memperburuk ketimpangan internasional dan menyebabkan ketimpangan regional di negara-negara terbelakang.

Lebih lanjut Myrdal mendefinisikan dampak balik (backwash effect) sebagai semua perubahan yang bersifat merugikan dari ekspansi suatu ekonomi di


(45)

suatu tempat karena sebab-sebab di luar tempat itu. Dalam istilah ini Myrdal memasukkan dampak migrasi, perpindahan modal, dan perdagangan serta keseluruhan dampak yang timbul dari proses sebab-musabab sirkuler antara faktor-faktor baik non ekonomi maupun ekonomi. Dampak sebar (spread effect) menujuk pada momentum pembangunan yang menyebar secara sentrifugal dari pusat pengembangan ekonomi ke wilayah-wilayah lainnya. Sebab utama ketimpangan regional menurut Myrdal adalah kuatnya dampak balik dan lemahnya dampak sebar di negara terbelakang.

2.5.4. Aglomerasi

Pertumbuhan ekonomi antar daerah biasanya tidak akan sama. Terdapat daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi akan tetapi disisi lain ada pula daerah yang tingkat pertumbuhan ekonominya rendah. Perbedaan daerah dilihat dari pendapatan maupun pertumbuhan ekonomi akan berdampak pada munculnya aglomerasi, yaitu terpusatnya kegiatan-kegiatan ekonomi pada suatu daerah saja dan tidak terjadi persebaran yang merata (Kartini H. Sihombing, 2008).

Montgomery dalam Mudrajad Kuncoro (2002) mendefinisikan aglomerasi sebagai konsentrasi spasial dari aktifitas ekonomi di kawasan perkotaan karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja, dan konsumen untuk meminimisasi biaya-biaya seperti biaya transportasi, informasi, dan komunikasi.

Menurut Tarigan (2006), keuntungan berlokasi pada tempat konsentrasi atau terjadinya aglomerasi disebabkan faktor skala ekonomi (economic of scale)


(46)

dan economic of agglomeration. Economic of scale adalah keuntungan karena dapat berproduksi berdasarkan spesialisasi sehingga produksi lebih besar dan biaya per unit lebih efisien. Sedangkan economic of agglomeration ialah keuntungan karena di tempat itu terdapat berbagai keperluan dan fasilitas yang dapat digunakan oleh perusahaan.

Konsentrasi kegiatan ekonomi antar daerah yang cukup tinggi akan cenderung mendorong meningkatnya ketimpangan pembangunan antar wilayah sebab proses pembangunan daerah akan lebih cepat pada daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi yang lebih tinggi. Sedangkan konsentrasi kegiatan ekonomi rendah proses pembangunan akan berjalan lebih lambat. Oleh karena itu, ketidakmerataan ini menimbulkan ketimpangan pembangunan antar wilayah (Sjafrizal, 2008).

2.5.5. Hipotesis Kuznets

Kuznets (1995) dalam Kuncoro (2006) membuat hipotesis adanya kurva U terbalik (inverted U curve) bahwa mula-mula ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi pendapatan makin merata. Menurut Kuznets, “pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro,2004).


(47)

Profesor Kuznets mengemukakan enam karakteristik atau ciri proses pertumbuhan ekonomi yang bisa ditemui di hampir semua negara yang sekarang maju sebagai berikut :

1. Tingkat pertumbuhan output per kapita dan pertumbuhan penduduk yang tinggi.

2. Tingkat kenaikan produktivitas faktor total yang tinggi. 3. Tingkat transformasi struktural yang ekonomi yang tinggi. 4. Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi.

5. Adanya kecenderungan negara-negara yang mulai atau sudah maju perekonomiannya untuk berusaha merambah bagian-bagian dunia lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan baku yang baru.

6. Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sepertiga bagian penduduk dunia.

Dua Faktor yang pertama lazim disebut sebagai variabel-variabel ekonomi agregat. Sedangkan nomor tiga dan empat biasa disebut variabel-variabel transformasi struktural. Adapun dua faktor yang terakhir disebut sebagai variabel-variabel yang mempengaruhi penyebaran pertumbuhan ekonomi secara internasional (Todaro, 2004).

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian Nuradi (2008) tentang manfaat pemekaran daerah terhadap percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Studi Kasus: Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara) menemukan bahwa


(48)

pemekaran daerah bermanfaat terhadap percepatan pembangunan. Dilihat dari perkembangan PDRB dan PDRB per kapita yang menunjukkan perkembangan yang semakin membaik (pertumbuhan PDRB ADHK pada tahun 2006 sebesar 6,22%, pada tahun 2007 menjadi 6,25%. Begitu juga dengan PDRB per kapita ADHK pada tahun 2006 sebesar 3,16% menjadi 4,01% pada tahun 2007).

Penelitian Huzain (2008) tentang perkembangan wilayah kecamatan di Kabupaten Lahat sebelum dan setelah pemekaran, menggunakan analisis skoring dan analisis komparasi menunjukkan bahwa kondisi perkembangan wilayah kecamatan di Kabupaten Lahat setelah pemekaran kesejahteraan penduduk secara absolut justru semakin menurun. Dari aspek ekonomi terdapat 3 kecamatan yang mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa pada kecamatan yang belum memiliki fasilitas perdagangan berupa bangunan pasar permanen, pertumbuhan ekonominya cenderung lambat akibat kurangnya transaksi perdagangan hasil produksi wilayahnya.

2.7. Kerangka Pemikiran

Kerangka penelitian merupakan suatu acuan atau metode dalam tahapan-tahapan pendekatan penelitian dan bertujuan untuk mempermudah teknis dan analisanya. Secara diagramatis kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. sebagai berikut:

Perkembangan Perekonomai di Kabupaten Labuhanbatu Utara Pasca Pemekaran


(49)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Pengembangan Wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara

Kesimpulan dan Rekomendasi Analisis

Typologi Klassen

Analisis LQ

Analisis Shift-Share


(50)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Pengembangan Wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara

Kesimpulan dan Rekomendasi Analisis

Typologi Klassen

Analisis LQ

Analisis Shift-Share


(51)

Penelitian ini meliputi pembahasan aspek ekonomi wilayah mencakup PDRB wilayah ke 8 (delapan) Kecamatan Kabupaten Labuhanbatu Utara sesudah pemekaran.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, pengumpulan data sekunder dikumpulkan dari beberapa instansi terkait, yaitu: Jumlah penduduk kecamatan, PDRB atas dasar harga konstan 2000, peta wilayah administrasi dan data sekunder lainnya dari beberapa publikasi yang diperoleh dari BPS, Bappeda Kabupaten Labuhanbatu Utara, dan kecamatan di Kabupaten Labuhanbatu Utara.

3.3. Teknik Analisa Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode gabungan antara kuantitatif dan kualitatif. Teknik kuantitatif dipergunakan untuk mengukur data berupa angka atau bentuk kualitatif yang diangkakan, sedangkan teknik kualitatif digunakan untuk menjelaskan dan mengetahui hal-hal yang tidak bisa dijelaskan secara kuantitatif. Dalam hal ini digunakan untuk menjelaskan kondisi di wilayah studi dan proses perkembangan wilayah.

Analisis kualitatif berupa deskriptif, merupakan analisis keadaan objek studi melalui uraian, pengertian ataupun penjelasan-penjelasan, baik terhadap analisis terukur maupun tidak terukur. Adapun analisis kualitatif normatif, yaitu analisis terhadap keadaan yang seharusnya mengikuti suatu aturan atau pedoman ideal maupun landasan hukum atau lainnya. Analisis ini digunakan untuk


(52)

memberikan gambaran atau penjelasan verbal terhadap informasi, gambar skema dan lain-lain berkenaan dengan perkembangan wilayah.

3.3.1. Analisis Laju Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan besarnya persentase kenaikan PDRB ADHK pada suatu tahun tertentu terhadap tahun sebelumnya. Dengan rumus perhitungan sebagai berikut:

Untuk penghitungan regional:

Dimana:

G = growth atau pertumbuhan ekonomi PDRB t = Produk Domestik Regional Bruto tahun t

PDRB t – 1 = Produk Domestik Regional Bruto tahun t - 1

Untuk penghitungan nasional:

Dimana:

G = growth atau pertumbuhan ekonomi PDB t = Produk Domestik Bruto tahun t

PDB t – 1 = Produk Domestik l Bruto tahun t - 1

PDRB t– PDRB t-1

G = x 100%

PDRB t-1

PDB t– PDB t-1

G = x 100%


(53)

Dalam penelitian ini pertumbuhan ekonomi Labuhanbatu (induk) akan dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Labuhanbatu Utara setelah pemekaran. Apabila pertumbuhan ekonomi Labuhanbatu Utara lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu (Induk) setelah pemekaran dilakukan dengan analisis Tipology Klassen pendekatan sektoral, analisis Location Quostient (LQ), analisis shift-share dan untuk melihat perkembangan ekonomi di tingkat Kabupaten Labuhanbatu Utara dan di masing-masing kecamatan di Kabupaten Labuhanbatu Utara.

3.3.2. Analisis Tipology Klassen Pendekatan Sektoral

Tipology Klassen pendekatan sektoral dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan sektoral daerah. Menurut Tipology Klassen, masing-masing sektor ekonomi di daerah dapat diklasifikasikan sebagai sektor yang prima, berkembang, potensial dan terbelakang. Analisis ini mendasarkan pengelompokkan suatu sektor dengan melihat pertumbuhan dan kontribusi sektor tertentu terhadap total PDRB suatu daerah.

Tabel 3.2. Klasifikasi Wilayah Menurut Tipologi Klassen Pendekatan Sektoral

Rerata Laju Pertumbuhan

Sektor (y) Rerata Kontribusi

Sektor (r)


(54)

ri ≥ r Kuadran I Sektor Maju dan Cepat Tumbuh

(Prima)

Kudran II Sektor Maju tetapi Tertekan

(berkembang)

ri < r Kuadran III Sektor

yang sedang tumbuh (potensial)

Kuadran IV Sektor Relatif Tertinggal

(Terbelakang) Keterangan:

ri = Rata-rata kontribusi sektor PDRB Kecamatan di wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara.

yi = Rata-rata laju pertumbuhan sektor PDRB kecamatan di wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara.

r = Rata-rata kontribusi sektor PDRB wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara.

y = Rata-rata laju pertumbuhan sektor PDRB wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara.

3.3.3. Analisis Location Quotient (LQ)

Salah satu sasaran pembangunan ekonomi wilayah jangka panjang adalah terjadinya pergeseran pada struktur ekonomi wilayah yang terjadi akibat kemajuan pembangunan suatu wilayah. Tidak semua sektor dalam perekonomian memiliki kemampuan tumbuh yang sama. Oleh karena itu, perencana pembangunan wilayah biasanya akan memanfaatkan sektor-sektor basis yang dianggap dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu indikator yang mampu menggambarkan keberadaan sektor basis


(55)

sederhana yang dapat menunjukkan sesuatu atau besar kecilnya peranan suatu sektor dalam suatu daerah dibandingkan dengan daerah di atasnya atau wilayah referensi (Daryanto dan Hafizrianda, 2011).

Tarigan (2005) mengemukakan bahwa Location Quotient (Kuosien

Lokasi) atau disingkat L.Q. adalah suatu indeks yang menggambarkan perbandingan antara besarnya peranan sesuatu sektor/ komoditi disuatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/ komoditi tersebut secara nasional. Ada banyak variabel yang bisa diperbandingkan, tetapi yang umum adalah nilai tambah (tingkat pendapatan) dan jumlah lapangan kerja. Berikut ini yang digunakan adalah nilai tambah (tingkat pendapatan). Rumusnya adalah sebagai berikut :

PNB X PDRB

x LQ

i i

dimana : xi = Nilai tambah sektor i di sesuatu daerah.

PDRB

= Produk Domestik Regional Bruto daerah tersebut. Xi = Nilai tambah sektor i secara nasional.

PNB

= Produk Nasional Bruto atau GNP.

Catatan : Semestinya menggunakan PRB (Produk Regional Bruto), tetapi karena sering kali sulit dihitung, maka yang biasa digunakan orang adalah PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).

Apabila L.Q. > 1 artinya peranan sektor tersebut didaerah itu lebih menonjol dari pada peranan sektor itu secara nasional. Sebaliknya bila L.Q. < 1 maka peranan sektor itu di daerah tersebut lebih kecil dari pada peranan sektor tersebut secara nasional. L.Q. > 1 menunjukkan bahwa sektor itu cukup menonjol peranannya di


(1)

1,2698 5.185

jasa-jasa 25.965,02

1,2698

32.970

JUMLAH 497.999,24

11,4281

632.354

Perhitungan Proportional Share (P)

SEKTOR

E r,i,t-n E N,i, t/E n,i,t-n E N,t/E

(a) (b) (c)

Pertanian 65.964,83

1,3092

1,2698

Pertambangan & Penggalian 1.758,18

1,3060

1,2698

Industri Pengolahan 308.802,31

1,2152

1,2698

Listrik, gas dan Air Bersih 669,31

1,1791

1,2698

Konstruksi 8.251,95

1,3116

1,2698

Perdagangan, Hotel & restauran 70.815,77

1,2823

1,2698

Pengangkutan & Komunikasi 11.688,64

1,1968

1,2698 Keuangan, real estate & Jasa Perush 4.083,23

1,3134

1,2698

jasa-jasa 25.965,02

1,2230

1,2698

JUMLAH 497.999

11,3365

11,4281 Perhitungan Differential Shift (D)

SEKTOR

E r,i,t E N,i, t/E n,i,t-n E r,i,t-n

(a) (b) (c)

Pertanian 86.361,03

1,3092

65.964,83

Pertambangan & Penggalian 2.327,02

1,3060

1.758,18

Industri Pengolahan 375.354,19

1,2152

308.802,31 Listrik, gas dan Air Bersih 785,96


(2)

1,1791 669,31

Konstruksi 11.020,37

1,3116

8.251,95

Perdagangan, Hotel & restauran 90.936,77

1,2823

70.815,77

Pengangkutan & Komunikasi 14.029,28

1,1968

11.688,64 Keuangan, real estate & Jasa Perush 5.374,13

1,3134

4.083,23

jasa-jasa 31.910,97

1,2230

25.965,02

JUMLAH 618.100

11,3365

497.999

Rekapitulasi Perhitungan Ns, P dan D masing-masing Sektor SEKTOR

Ns P D

Pertanian 17.796,65 2.599,54

Pertambangan & Penggalian 474,34 63,59

Industri Pengolahan 83.311,78 (16.843,07)

Listrik, gas dan Air Bersih 180,57 (60,71)

Konstruksi 2.226,29 344,82 197,31

Perdagangan, Hotel & restauran 19.105,39 886,55 129,07

Pengangkutan & Komunikasi 3.153,48 (853,63)

Keuangan, real estate & Jasa Perush 1.101,61 177,91

jasa-jasa 7.005,10 (1.214,33) 155,18

JUMLAH 134.355,22 (14.899,32) 644,58

Checking : Total pertambahan PDRB Kecamatan NA IX - X (PDRB 2010- PDRB 2015), dengan komposisi :

120.100

Total National Share 134.355,

Total proportional Share

(14.899,32) Total Diffrential Shift

644,58


(3)

Jumlah

120.100

Proyeksi National Share SEKTOR

E r,i,t E N,t+ m/E n,t (c)

(a) (b) (a) x (b)

Pertanian 86.361,03 1,3379

115.541

Pertambangan & Penggalian 2.327,02 1,2794

2.977

Industri Pengolahan 375.354,19 1,2794

480.228

Listrik, gas dan Air Bersih 785,96 1,2794

1.006

Konstruksi 11.020,37 1,2794

14.099

Perdagangan, Hotel & restauran 90.936,77 1,2794

116.345

Pengangkutan & Komunikasi 14.029,28 1,2794

17.949

Keuangan, real estate & Jasa Perush 5.374,13 1,2794

6.876

Jasa-jasa 31.910,97 1,2794

40.827

JUMLAH 618.100

11,5731

795.848 Proyeksi Proportional Share

SEKTOR

E r,i,t E N,t+ m/E n,i,t E N,t+ m/E n,t

(a) (b) (c)

Pertanian 86.361,03

1,4005 1,3379

Pertambangan & Penggalian 2.327,02

1,3963 1,2794

Industri Pengolahan 375.354,19

1,2766 1,2794

Listrik, gas dan Air Bersih 785,96

1,2287 1,2794

Konstruksi 11.020,37

1,4041 1,2794

Perdagangan, Hotel & restauran 90.936,77

1,3635 1,2794

Pengangkutan & Komunikasi 14.029,28


(4)

Keuangan, real estate & Jasa Perush 5.374,13

1,4062 1,2794

Jasa-jasa 31.910,97

1,2862 1,2794

JUMLAH 618.100

12,0140

11,5731 Proyeksi Differential Shift

SEKTOR

Differential Indeks Perubahan Differential S

Masa Lalu E N,t+ m/E n,i,t yg disesuaikan

(a) (b) (a) x (b)

Pertanian

-

1,4005

-

Pertambangan & Penggalian 30,91

1,3963

43

Industri Pengolahan 83,17

1,2766

106

Listrik, gas dan Air Bersih

(3,21)

1,2287

(4)

Konstruksi 197,31

1,4041

277

Perdagangan, Hotel & restauran 129,07

1,3635

176

Pengangkutan & Komunikasi 40,79

1,2521

51

Keuangan, real estate & Jasa Perush 11,37

1,4062

16

Jasa-jasa 155,18

1,2862

200

JUMLAH 645

12,0140

865

Rekapitulasi faktor pengubah dalam proyeksi PDRB Kecamatan NA IX - X dari tahun 2010 ke tahun 2015

SEKTOR

PDRB Perubahan Karena Fa

2009 National Share Proportional Share

(a)r,i,t (b) (c)

Pertanian 86.361,03

29.180

5.404


(5)

Pertambangan & Penggalian 2.327,02

650

272

Industri Pengolahan 375.354,19

104.874

(1.056)

Listrik, gas dan Air Bersih 785,96

220

(40)

Konstruksi 11.020,37

3.079

1.374

Perdagangan, Hotel & restauran 90.936,77

25.408

7.650

Pengangkutan & Komunikasi 14.029,28

3.920

(383)

Keuangan, real estate & Jasa Perush 5.374,13

1.502

681

Jasa-jasa 31.910,97

8.916

216

JUMLAH 618.100

177.748

14.118

Proyeksi Langsung dengan Rumus : Er,i,t+m= E r,i,t

SEKTOR

Er,i,t E N,t+ m/E n,i,t m/n

(a) (b) (c)

Pertanian 86.361

1,4005

1,0

Pertambangan & Penggalian 2.327

1,3963

1,0

Industri Pengolahan 375.354

1,2766

1,0

Listrik, gas dan Air Bersih 786

1,2287

1,0

Konstruksi 11.020

1,4041

1,0

Perdagangan, Hotel & restauran 90.937

1,3635

1,0

Pengangkutan & Komunikasi 14.029

1,2521

1,0

Keuangan, real estate & Jasa Perush 5.374

1,4062

1,0

Jasa-jasa 31.911

1,2862 1,0

  n t i r i r t i N m t i N

E

D

n

m

E

E

, , , , , , ,


(6)

JUMLAH 618.100

12,0140

9,0