32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi–LIPI Bogor, di
Cibinong menunjukkan bahwa bahan tumbuhan adalah buah sawo manila, jenis Manilkara zapota L. P. Royen, suku Sapotaceae.
4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia 4.2.1 Pemeriksaan makroskopik
Hasil pemeriksaan makroskopik morfologi luar kulit buah sawo manila segar yaitu permukaan kulitnya sedikit kasar, panjangnya ± 3 cm dan lebarnya ± 2
cm. Pemeriksaan organoleptis kulit buah sawo manila segar yaitu berwarna coklat muda, rasanya kelat dan agak pahit serta berbau khas. Hasil pemeriksaan
makroskopik morfologi luar simplisia kulit buah sawo manila yaitu permukaan kulitnya sedikit kasar, panjangnya ± 2,5 cm dan lebarnya ± 1,5 cm. Pemeriksaan
organoleptis simplisia kulit buah sawo manila yaitu kulitnya berwarna coklat tua dan berkeriput, rasanya kelat dan agak pahit serta berbau khas.
4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik
Hasil pemeriksaan mikroskopik dari serbuk simplisia kulit buah sawo manila Manilkara zapota L. P. Royen menunjukkan adanya parenkim berisi
sel minyak, serabut sklerenkim dan berkas pembuluh berbentuk spiral.
4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia
Hasil karakteristik serbuk simplisia kulit buah sawo manila dapat dilihat
33 pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1. Data karakterisasi serbuk simplisia kulit buah sawo manila
Berdasarkan tabel di atas diperoleh kadar air sebesar 2,31 . Kadar air yang diperoleh telah memenuhi persyaratan MMI yakni tidak melebihi 10.
Penetapan kadar air pada simplisia dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung dalam simplisia yang digunakan. Kadar air simplisia ditetapkan untuk
menjaga kualitas simplisia karena kadar air berkaitan dengan kemungkinan pertumbuhan jamurkapang Depkes RI,
b.
2000. Hasil karakterisasi kadar sari larut air diperoleh sebesar 64,48 dan kadar
sari larut dalam etanol diperoleh sebesar 59,60 . Penetapan kadar sari dapat dilihat bahwa kadar sari yang larut dalam air lebih tinggi daripada kadar sari yang
larut dalam etanol, hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang terlarut dalam air lebih besar daripada senyawa yang terlarut dalam etanol. Senyawa-senyawa yang
dapat larut dalam air adalah glikosida, tanin dan flavonoid sedangkan senyawa- senyawa yang dapat larut dalam etanol adalah glikosida, steroidtriterpenoid dan
flavonoid Depkes RI,
b.
2000. Hasil karakterisasi kadar abu total diperoleh sebesar 6,32 dan kadar abu
yang tidak larut asam diperoleh sebesar 0,49. Penetapan kadar abu total dilakukan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal
dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak sedangkan penetapan kadar abu No.
Jenis karakterisasi Kadar
1. Penetapan kadar air
2,31 2.
Penetapan kadar sari larut air 64,48
3. Penetapan kadar sari larut etanol
59,60 4.
Penetapan kadar abu 6,32
5. Penetapan kadar abu tidak larut asam
0,49
34 tidak larut dalam asam dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak
larut dalam asam, misalnya silika dan pasir Depkes RI,
b.
2000.
4.3 Hasil Skrining Fitokimia