12
mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik. SKA jenis ini antara lain karena :
a. Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan
tirotoksikosis b.
Berkurangnya aliran darah koroner c.
Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyak terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari satu
penyebab dan saling terkait Departemen Kesehatan, 2006.
2.2.4 Faktor Risiko Sindrom Koroner Akut
Faktor resiko SKA terbagi dua, faktor resiko yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah Overbaugh, 2009.
Faktor resiko yang tidak dapat diubah adalah: 1.
Usia 2.
Jenis kelamin 3.
Riwayat keluarga Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah adalah :
1. Merokok
2. Hipertensi
3. Hiperlipidemia
4. Diabetes mellitus
5. Obesitas Overbaugh, 2009.
2.2.5 Klasifikasi Sindrom Koroner Akut
1. Angina Pektoris Tak Stabil APTS
APTS adalah keadaan pasien dengan simptom iskemia sesuai SKA, tanpa terjadi peningkatan enzim petanda jantung CK-MB, troponin dengan
atau tanpa perubahan EKG yang menunjukkan iskemia depresi segmen
13
ST, inversi gelombang T dan elevasi segmen ST yang transien Juzar, et
al. , 2012. Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil yaitu:
a. Pasien dengan angina yang masih baru dalam dua bulan, di mana
angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.
b. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina
stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan.
c. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.
d. Pada tahun 1989 Braunwald menganjurkan dibuat klasifikasi supaya
ada keseragaman. Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik Juzar, et al., 2012.
Beratnya angina : a.
Kelas 1 Angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya
nyeri dada. b.
Kelas 2 Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan, tapi
tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir. c.
Kelas 3 Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut
baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir Trisnohadi, 2009 Keadaan Klinis :
a. Kelas A
Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris.
b. Kelas B
Angina tak stabil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak. c.
Kelas C Angina yang timbul setelah serangan infark jantung Trisnohadi, 2009
14
2. Infark miokard tanpa elevasi segmen ST NSTEMI
Infark miokard tanpa elevasi segmen ST NSTEMI dan angina pektoris tak stabil APTS diketahui merupakan kesinambungan dengan kemiripan
patofisiologi dan
gambaran klinis
sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan
jika pasien dengan manifestasi klinis APTS menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung Harun et al.,
2009. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi
salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke instalasi gawat daruratan. Perlu diingat bahwa prinsip penatalaksanaan
sangat tergantung kepada saranaprasarana yang tersedia di tempat pelayanan masing-masing khususnya untuk tindakan intervensi koroner
Harun et al., 2009. 3.
Infark Miokard dengan elevasi segmen ST STEMI Infark Miokard dengan elevasi segmen ST merupakan bahagian dari
spektrum SKA yang mengambarkan cedera miokard transmural, akibat oklusi total arteri koroner oleh trombus. Bila tidak dilakukan
revaskularisasi segera, maka akan terjadi nekrosis miokard yang berhubungan linear dengan waktu. Maka dikenalah paradigm “time is
muscle ”, yang berarti tidak akan bisa diselamatkan. Paradigma ini
menekan perlunya reperfusi sedini mungkin Juzar et al., 2012.
2.2.6 Patofisiologi Sindrom Koroner Akut 2.2.6.1 Angina Pektoris Tak Stabil
1. Ruptur plak
Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari
pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang mininal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya
mempunyai penyempitan 50 atau kurang, dan pada 97 pasien dengan
15
angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70. Plak arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan
pelindung jaringan fibrotic fibrotic cap. Plak tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag.
Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan
timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak
fibrous cap. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila
trombus menutup pembuluh darah 100 akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100 dan
hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil Trisnohadi, 2009.
2. Trombosis dan agregasi trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu
di sebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos dan sel busa foam cell yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi
faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade
reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin Trisnohadi, 2009.
3. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Di perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada
angina prinzmetal juga menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme sering kali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam
pembentukan trombus Trisnohadi, 2009.
16
4. Erosi pada plak tanpa ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan
endotel; adanya perubahan bentuk dari lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan
keluhan iskemia Trisnohadi, 2009.
2.2.6.2 Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST STEMI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor
seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid Alwi, 2009. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis
mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan
inti kaya lipid lipid rich core. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis kolagen, ADP, efinefrin, serotonin memicu aktivasi
trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 vasokontriktor lokal yang poten. Selain aktivasi trombosit memicu perubahan
konformasi reseptor glikoprotein IIbIIIa Alwi, 2009. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi
terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut integrin seperti faktor von Willebrand vWF dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul