50
5.1.9  Distribusi Frekuensi Sampel Yang Didiagnosa Dengan Sindrom Koroner Akut Berdasarkan Hipertensi
Tabel  5.7 Distribusi Frekuensi Sampel Yang Didiagnosa Dengan Sindrom Koroner Akut Berdasarkan Hipertensi
Hipertensi Jumlah Sampel
F
Ada 64
75,3 Tidak Ada
21 24,7
Jumlah 85
100,00 Tabel  5.7  menunjukkan  distribusi  frekuensi  sampel  yang  didiagnosa
dengan  sindrom  koroner  akut  berdasarkan  hipertensi.  Berdasarkan  data  pada Tabel  5.7  sebanyak  64  pasien  75,3  mempunyai  hipertensi,  dan  sebanyak  21
pasien 24,7 tidak mempunyai hipertensi.
5.1.10  Distribusi Frekuensi Sampel Yang Didiagnosa Dengan Sindrom Koroner Akut Berdasarkan Dislipidemia
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Sampel Yang Didiagnosa Dengan Sindrom Koroner Akut Berdasarkan Dislipidemia
Hiperlipidemia Jumlah Sampel
F
Ada 44
51,8 Tidak Ada
41 48,2
Jumlah 85
100,00 Tabel  5.8  menunjukkan  distribusi  frekuensi  sampel  yang  didiagnosa
dengan  sindrom  koroner  akut  berdasarkan  dislipidemia.  Berdasarkan  data  pada Tabel 5.8 sebanyak 44 pasien 51,8 mempunyai dislipidemia, dan sebanyak 41
pasien 48,2 tidak mempunyai dislipidemia.
51
5.1.11   Distribusi Frekuensi Sampel Yang Didiagnosa Dengan Sindrom Koroner Akut Berdasarkan Diabetes Melitus
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Sampel Yang Didiagnosa Dengan Sindrom Koroner Akut Berdasarkan Diabetes Melitus
Diabetes Melitus Jumlah Sampel
F
Ada 48
56,5 Tidak Ada
37 43,5
Jumlah 85
100,00 Tabel  5.9  menunjukkan  distribusi  frekuensi  sampel  yang  didiagnosa
dengan  sindrom  koroner  akut  berdasarkan  diabetes  melitus.  Berdasarkan  data pada  Tabel  5.9  sebanyak  48  pasien  56,5  mempunyai  diabetes  melitus,  dan
sebanyak 37 pasien 43,5 tidak mempunyai diabetes melitus.
5.2 Pembahasan
Dari hasil penelitian ini didapatkan gambaran pasien sindrom koroner akut SKA  yang  dirawat  inap  di  RSUP  Haji  Adam  Malik,  Medan  pada  tahun  2014
tertinggi adalah kejadian STEMI sebanyak 43 pasien 50,6, diikuti NSTEMI 25 pasien 29,4, dan APTS sebanyak 17 pasien 20. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Ranjith et al., 2011 kejadian SKA tipe STEMI terbanyak iaitu 75, diikuti  NSTEMI  16,  dan  APTS  sebanyak  9.  Penelitian  Zahara  et  al.,
2013  juga  menunjukkan  hasil  yang  sama  bahwa  gambaran  kejadian  SKA terbanyak  adalah  kejadian  STEMI  yaitu  sebanyak  51  pasien  52,  diikuti
NSTEMI  24  pasien  28,6,  dan  APTS  sebanyak  23  pasien  23,5.  Namun, kejadian  tahunan  NSTEMI  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  STEMI  ECS,
2012.  Perbedaan  antara  hasil  dari  penelitian  ini  dengan  literatur  mungkin dikarenakan  usaha  preventif  dari  SKA  yang  masih  kurang  di  Indonesia,  karena
menurut  literatur  tingginya  kasus  NSTEMI  dibanding  STEMI  karena  tingginya usaha  pengelolaan  penyakit  dan  upaya  pencegahan  penyakit  kardiovaskuler  di
Eropah Zahara et al., 2013. Berdasarkan  hasil  penelitian  ini,  gambaran  pasien  sindrom  koroner  akut
yang  dirawat  inap  di  RSUP  Haji  Adam  Malik,  Medan  2014  terendah  dijumpai
52
pada pasien dalam kelompok umur ‘ 40 tahun’ yaitu sebanyak 1 orang 1,2, tertinggi pada kelompok umur
‘40 – 60 tahun’ yaitu sebanyak 60 orang 70,6, dan pasien pada kelompok umur  ‘ 60 tahun’ sebanyak 24 orang 28,2. Hal ini
sesuai  dengan  hasil  penelitian  Zahara  et  al.,  2013  bahwa  kejadian  sindrom koroner  akut  terendah  pada  kelompok  umur    40  tahun  yaitu  sebanyak  2  pasien
2,04, kelompok umur 40-60 tahun paling tinggi yaitu 57 pasien 58,16, dan 60 tahun sebanyak 39 pasien 39,94. Insiden SKA meningkat pada umur  45
tahun  pada laki-laki  dan  umur   55  tahun  pada  perempuan.  Kerentanan  individu terhadap aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia, usia 40-60
tahun insiden infark miokard akut meningkat sebanyak lima kali lipat Zahara et al.,
2013. Berdasarkan  hasil  penelitian  ini,  gambaran  pasien  sindrom  koroner  akut
yang dirawat inap  di RSUP Haji Adam Malik, Medan 2014 lebih banyak berjenis kelamin laki-laki 65 pasien 76,5 daripada perempuan 20 pasien 23,5. Hal
ini  sesuai  dengan  hasil  penelitian  Ariandiny  et  al.,  2014  dimana  laki-laki  65 pasien  74  dan  perempuan  sebanyak  23  pasien  26.  Hal  ini  disebabkan
karena  risiko  aterosklerosis  koroner  lebih  besar  pada  laki-laki  daripada perempuan.  Perempuan  relatif  lebih  kebal  terhadap  penyakit  ini  sampai  usia
menopause,  dan  kemudian  menjadi  sama  rentannya  seperti  pada  laki-laki.  Efek perlindungan  estrogen  dianggap  menjelaskan  adanya  imunitas  wanita  pada  usia
sebelum menopause yaitu melindungi pembuluh darah dari kerusakan Zahara et al.,
2013. Berdasarkan  hasil  penelitian  ini,  gambaran  pasien  sindrom  koroner  akut
yang dirawat inap  di RSUP Haji Adam Malik, Medan 2014 berdasarkan agama, frekuensi tertinggi adalah agama Islam yaitu 50  pasien 58,8, agama Protestan
27  pasien  31,8,  dan  frekuensi  terendah  adalah  agama  Katholik  8  pasien 9,4.  Hal  ini  sesuai  dengan  hasil  penelitian  Yanti  2009,
dimana  frekuensi tertinggi pada agama Islam yaitu 146 orang 50,9, diikuti agama Protestan 135
orang 47 dan frekuensi terendah pada agama Katholik 6 orang 2,1. Hal ini bukan  menyimpulkan  bahwa  yang  beragama  Islam  lebih  berisiko  terhadap