Karo lebih dominan sehingga mampu untuk mengontrol wanita Tarigan, 2009. Proses sosialisasi gender dalam masyarakat Karo, sudah di perkenalkan kepada
anak sejak kecil, diarahkan dan dibedakan sesuai dengan keberadaan status kewanitaan dan kelelakian. Pria dalam masyarakat Karo mempunyai fungsi sosial
yang sangat luas sebagai pelanjut silsilah keluarga, sebagai penerima harta warisan, dan sebagai penentu dalam pengambilan keputusan sedangkan wanita
memiliki fungsi untuk mengurus mengurus rumah tangga Tarigan,2009. Menurut Tarigan 2009 masyarakat Karo memiliki sifat dan watak yang
tabah, sabar, lemah lembut, jujur, dan mengalah jika dihadapkan dengan suatu peristiwa. Begitu juga menurut Bangun 2006 yang mengatakan bahwa
masyarakat Karo memiliki sifat dan watak yang berpendirian teguh, memiliki kepercayaan diri, gigih, tekun dalam melakukan suatu kegiatan.
II.3.2.1 Tugas dan Tanggung Jawab Pria Dalam Budaya Karo
Dalam sistem kebudayaan Karo dapat dilihat bahwa pria merupakan pihak yang diutamakan dan pihak yang dianggap penting Tarigan, 2009.
Masyarakat Karo percaya bahwa, pria Karo berfungsi sebagai penjaga nama baik keluarga dan sebagai pelindung bagi saudara perempuan Tarigan, 2009. Pria
Karo juga menjadi pemimpin upacara adat, sebagai ketua adat Tarigan, 2009. Laki-laki Karo yang menjadi pembicara utama dan pembuat keputusan dalam
suatu musyawarah atau acara adat, pernikahan, hukum, warisan, silsilah keluarga, tempat tinggal, hak atas kepemilikan harta atau tanah orangtua. Menurut Prinst
1996, mengatakan bahwa jika dalam keluarga memiliki anak laki –laki, maka
Universitas Sumatera Utara
orangtua akan memanjakan dan menomor satukan anak lakinya dibanding dengan anak perempuan dalam keluarga.
Natar 2006 mengatakan bahwa laki –laki Karo diharuskan untuk
mencari nafkah, tetapi yang ditemukan laki –laki Karo hanya duduk di kedai kopi
menghabiskan waktu bersama teman daripda bekerja membantu istri. Dalam adat, laki-laki Karo sejak kecil diajarkan untuk mengenai pentingnya melestarikan
kebudayaan dan marganya serta bertanggung jawab sebagai penerus keluarga Tarigan, 2009.
II.3.2.2 Tugas dan Tanggung Jawab Wanita Dalam Budaya Karo
Tamboen 1952 mengatakan wanita Karo sebagai tulang punggung keluarga, menjadi penopang dalam perekonomian keluarga seperti berladang,
bertani, mengurus dan merawat ternak. Jika dalam suatu keluarga, tidak memiliki anak laki - laki, wanita yang disalahkan dan suami tersebut dapat melakukan
poligami. Begitu juga ketika anak perempuan dalam keluarga melakukan kesalahan, seorang bapak tidak akan memarahi langsung ke anak perempuannya
melainkan ibu dalam keluarga yang menjadi ”pelampiasan” amarahnya Tarigan,
2009. Wanita Karo juga tidak berhak memiliki suara dalam memberikan pendapat, wanita hanya menerima apapun keputusan dari pihak pria Natar, 2004.
Wanita Karo yang sudah menikah memiliki fungsi ganda yang lebih berat dalam kehidupannya Tamboen, 1952. Menurut masyarakat Karo, wanita
Karo yang sudah menikah memiliki tugas yaitu mulai dari pagi, mengurus kehidupan rumah tangga mulai dari memasak, menyapu, mencuci, mengambil air
ke pancuran tempat mandi terbuka yang jaraknya jauh dari perkampungan,
Universitas Sumatera Utara
mengurus anak dan suami, setelah pekerjaan rumah selesai, ia akan berangkat untuk berladang, mencari nafkah untuk menghidupi keluarga, bekerja mulai dari
pagi hingga sore atau siang hari. Setelah selesai berladang, ia akan kembali memasak dirumah untuk keluarga Natar,2004. Selain berladang, wanita Karo
juga sering juga berjualan atau berdagang di pasar tradisional untuk memenuhi kebutuhan keluarganya Bangun, 2006.
II.4 Perbedaan Hardiness Antara Pria dan Wanita Karo Penyintas Bencana Gunung Sinabung