Dasar Hukum Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional

Konsekuensi dari diajukannya persyaratan pertama, yaitu bahwa negara yang bersangkutan baru akan menerapkan ketentuan Konvensi apabila keputusan arbitrase tersebut dibuat di negara yang juga adalah anggota Konvensi New York. Apabila keputusan tersebut ternyata dibuat di negara yang bukan anggota, maka negara tersebut tidak akan menerapkan ketentuan Konvensi. Persyaratan komersial berarti bahwa suatu negara yang telah meratifikasi Konvensi New York hanya akan menerapkan ketentuan Konvensi terhadap sengketa-sengketa “komersial” menurut hukum nasionalnya. 28

B. Dasar Hukum Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional

New York Convention 1958, konvensi ini merupakan konvensi internasional yang menyatakan adanya pengakuan dan pelaksanaan dari setiap putusan arbitrase yang diambil di luar wilayah territorial Negara dimana putusan tersebut akan dilaksanakan Pasal 1 ayat 1 Konvensi dalam ayat 2 dinyatakan bahwa ternasuk dalam pengertian putusan arbitrase yang diakui ini: 1. Putusan yang berasal dari arbitrase ad-hoc independen 2. Putusan yang diambil oleh suatu lembaga arbitrase. 29 Ketentuan ini mempertegas adanya asas resisprositas yang secara umum dikenal dalam hukum perdata internasional. Asas ini secara langsung menunjuk pada berlakunya Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards-New York Convention 1958. 30 Pelaksanaan putusan arbitrase internasional, sangat terkait dengan pemahaman dan kemampuan hakim serta sikap pengadilan. Pengadilan-pengadilan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan sengketa-sengketa di bidang perbatasan laut, walaupun para pihak telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa yang bersangkutan melalui lembaga arbitrase. Pengadilan 28 Ibid 29 http:minarty.blogspot.co.id201204arbitrase-internasional.html, diakses tanggal 1 Desember 2016. 30 http:everythingaboutvanrush88.blogspot.co.id201508pengertian-putusan- arbitrase.html tanggal 1 Desember 2016. Universitas Sumatera Utara diminta campur tangan manakala proses arbitrase telah selesai dan salah satu pihak tidak bersedia melaksanakan putusan arbitrase tersebut. 31 Pelaksanaan putusan arbitrase internasional mendapat pengaturan dalam perjanjian internasional karena dalam hukum internasional dikenal adanya kedaulatan dan yurisdiksi. Pelaksanaan yurisdiksi kekuasaan negara hanya dapat dilakukan di wilayah teritorialnya. Pelaksanaan yurisdiksi oleh suatu negara di negara lain harus seizin otoritas yang berwenang di negara lain tersebut. Putusan arbitrase internasional yang dibuat di suatu negara dan hendak dilaksanakan di negara lain, maka harus ada pengakuan dan pelaksanaan dari negara dimana pengakuan dan pelaksanaan dimintakan. Oleh karena itu pengaturan tentang pelaksanaan putusan Proses pelaksanaan putusan arbitrase, lembaga arbitrase tidak dapat memaksakan pelaksanaan putusannya, melainkan lembaga pengadilan yang harus memaksa pihak yang kalah untuk melaksanakan putusan arbitrase tersebut. Di dalam Konvensi New York 1958, diatur mengenai peran pengadilan dalam hal pelaksanaan putusan arbitrase internasional. Peran Pengadilan ini dapat dilihat juga di dalam UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration yang menjadi rekomendasi Majelis Umum PBB kepada para anggota pada tahun 1985 sebagai standar hukum yang modern dalam arbitrase. Dibeberapa negara, campur tangan Pengadilan dimungkinkan pada waktu proses arbitrase sedang berjalan atas permintaan pihak yang merasa dirugikan. Di Singapura, pengadilan dapat mengenyampingkan putusan arbitrase dalam keadaan-keadaan yang amat terbatas, dengan mengangkat ketentuan-ketentuan yang sama dengan Model Law . Sebagaimana dalam prakteknya, pengadilan dapat sewaktu-waktu campur tangan dalam hal pemeriksaan proses arbitrase sedang berjalan. Campur tangan pengadilan itu bisa berupa menunjuk arbiter ketiga, apabila dua arbiter pertama gagal menunjuk arbiter ketiga. Bentuk campur tangan yang lain misalnya membantu proses arbitrase mendapatkan bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan. 31 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata Internasional, cetakan kedua, N.V. Van Dorp Co, Jakarta, 1994, hal 74. Universitas Sumatera Utara arbitrase internasional dilakukan dalam bentuk perjanjian internasional, yang kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk perundang-undangan nasional. 32

C. Kedudukan Hukum Putusan Arbitrase Internasional

Dokumen yang terkait

SENGKETA CINA DAN FILIPINA TERHADAP KEPEMILIKAN LAUT CINA SELATAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

2 25 122

PERANAN ASEAN DALAM MENGATASI KONFLIK ANTARA REPUBLIK RAKYAT CINA (RRC) DENGAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN TERKAIT PENDAKUAN REPUBLIK RAKYAT CINA (RRC) ATAS SELURUH WILAYAH PERAIRAN LAUT CINA SELATAN.

1 13 19

SKRIPSI PERANAN ASEAN DALAM MENGATASI KONFLIK ANTARA REPUBLIK RAKYAT CINA (RRC) DENGAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN TERKAIT PENDAKUAN REPUBLIK RAKYAT CINA (RRC) ATAS SELURUH WILAYAH PERAIRAN LAUT CINA SELATAN.

1 4 11

PENDAHULUAN PERANAN ASEAN DALAM MENGATASI KONFLIK ANTARA REPUBLIK RAKYAT CINA (RRC) DENGAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN TERKAIT PENDAKUAN REPUBLIK RAKYAT CINA (RRC) ATAS SELURUH WILAYAH PERAIRAN LAUT CINA SELATAN.

0 4 16

Aspek Hukum Penolakan Rakyat China Terhadap Keputusan Arbitrase Internasional dalam Kasus Laut Cina Selatan

0 0 9

Aspek Hukum Penolakan Rakyat China Terhadap Keputusan Arbitrase Internasional dalam Kasus Laut Cina Selatan

0 0 1

Aspek Hukum Penolakan Rakyat China Terhadap Keputusan Arbitrase Internasional dalam Kasus Laut Cina Selatan

0 0 17

Aspek Hukum Penolakan Rakyat China Terhadap Keputusan Arbitrase Internasional dalam Kasus Laut Cina Selatan

0 0 6

Aspek Hukum Penolakan Rakyat China Terhadap Keputusan Arbitrase Internasional dalam Kasus Laut Cina Selatan Chapter III V

0 1 44

Aspek Hukum Penolakan Rakyat China Terhadap Keputusan Arbitrase Internasional dalam Kasus Laut Cina Selatan

0 0 5