compromissoire . Orang yang dipilih melakukan arbitrase disebut arbitrator atau arbiter
Indonesia. Pemilihan arbitrator sepenuhnya berada pada kesepakatan para pihak. Biasanya arbitrator
yang dipilih adalah mereka yang telah ahli mengenai pokok sengketa serta disyaratkan netral. Ia tidak selalu harus ahli hukum. Bisa saja ia menguasai bidang-bidang lainnya. Ia bisa insinyur,
pimpinan perusahaan manajer, ahli asuransi, ahli perbankan. Setelah arbitrator ditunjuk, selanjutnya arbitrator menetapkan terms of reference atau
aturan permainan hukum acara yang menjadi patokan kerja mereka. Biasanya dokumen ini memuat pokok masalah yang akan diselesaikan, kewenangan jurisdiks arbitrator dan aturan-aturan
acara sidang arbitrase sudah tentu muatan terms ofreference tersebut harus disepakati oleh para pihak.
Mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin meningkat. Dari sejarahnya, cara ini sudah tercatat sejak jaman Yunani kuno. Namun penggunaannya dalam arti
modern dikenal pada waktu dikeluarkannya the Hague Convention for the Pacific Settlement of International Disputes
tahun 1989 dan 1907. Konvensi ini melahirkan suatu badan arbitrase internasional yaitu PCA.
C. Kewenangan Arbitrase Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Wilayah
Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa secara damai. Proses ini dilakukan dengan cara menyerahkan penyelesaian sengketa kepada orang-orang tertentu, yaitu arbitrator. Mereka
dipilih secara bebas oleh para pihak yang bersengketa. Mereka itulah yang memutuskan penyelesaian sengketa, tanpa terlalu terikat pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Pengadilan-
pengadilan arbitrase semestinya berkewajiban untuk menerapkan hukum internasional. Namun, pengalaman di lapangan hukum internasional menunjukkan adanya kecenderungan yang berbeda.
Beberapa sengketa yang menyangkut masalah hukum seringkali diputuskan berdasarkan kepatutan dan keadilan ex aequo et bono.
44
44
http:www.edukasippkn.com201510penyelesaian-sengketa-internasional.html, diakses tanggal 11 Januari 2017
Universitas Sumatera Utara
Proses arbitrase ada prosedur tertentu yang harus ditempuh. Bila terjadi sengketa antara dua negara dan mereka menghendaki penyelesaian melalui PCA, maka mereka harus mengikuti
prosedur tertentu. Prosedur tersebut harus ditaati dan dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah hukum internasional. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Masing-masing negara yang bersengketa tersebut menunjuk dua arbritator. Salah seorang di
antaranya boleh warga negara mereka sendiri, atau dipilih dari orang-orang yang dinominasikan oleh negara itu sebagai anggota penel mahkamah arbitrasi.
2. Para arbritator tersebut kemudian memilih seorang wasit yang bertindak sebagai ketua dari
pengadilan arbritasi tersebut. 3.
Putusan diberikan melalui suara terbanyak. Dengan demikian, arbritase pada hakikatnya merupakan suatu konsensus atau kesepakatan bersama di antara para pihak yang bersengketa.
Suatu negara tidak dapat dipaksa untuk dibawa ke muka pengadilan arbritase, kecuali jika mereka setuju untuk melakukan hal tersebut.
45
Jurisdiksi atau kewenangan hukum adalah isu yang penting di dalam arbitrase. Isu inilah yang pertama-tama akan lembaga arbitrase, mahkamah arbitrase atau majelis arbitrase angkat
sebelum memeriksa dan memutus suatu sengketa. Suatu badan arbitrase yang memutuskan bahwa ia memiliki jurisdiksi, akan menentukan kelanjutan dari sesuatu sengketa. Sebaliknya, ketika
badan arbitrase memutuskan bahwa ia tidak memiliki kewenangan, ia akan segera menolak untuk memeriksa sengketa.
46
1. Melaksanakan “Contentious Jurisdiction”, yaitu yurisdiksi atas perkara biasa, yang
didasarkan pada persetujuan para pihak yang bersengketa; Secara umum, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan untuk:
2. Memberikan “Advisory Opinion”, yaitu pendapat mahkamah yang bersifat
nasehat. Advisory Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang meminta, namun
45
Ibid.
46
Huala Adolf. Dasar-Dasar, Prinsip, dan Filosofi Arbitrase, Cetakan ke-1, Keni Media, Bandung, 2014, hal 139
Universitas Sumatera Utara
biasanya diberlakukan sebagai “Compulsory Ruling”, yaitu keputusan wajib yang mempunyai kuasa persuasive kuat.
47
Menurut Pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
1. Perjanjian internasional international conventions, baik yang bersifat umum,
maupun khusus; 2.
Kebiasaan internasional international custom; 3.
Prinsip-prinsip hukum umum general principles of law yang diakui oleh negara- negara beradab;
4. Keputusan pengadilan judicial decision dan pendapat para ahli yang telah diakui
kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan. Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan keputusan ex aequo et bono,
yaitu didasarkan pada keadilan dan kebaikan, dan bukan berdasarkan hukum, namun hal ini bisa dilakukan jika ada kesepakatan antar negara-negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah
Internasional sifatnya final, tidak dapat banding dan hanya mengikat para pihak. Keputusan juga diambil atas dasar suara mayoritas.
Yang dapat menjadi pihak hanyalah negara, namun semua jenis sengketa dapat diajukan ke Mahkamah Internasional. Masalah pengajuan sengketa bisa dilakukan oleh salah satu pihak secara
unilateral, namun kemudian harus ada persetujuan dari pihak yang lain. Jika tidak ada persetujuan, maka perkara akan di hapus dari daftar Mahkamah Internasional, karena Mahkamah Internasional
tidak akan memutus perkara secara in-absensia tidak hadirnya para pihak.
47
Ibid, hal 217
Universitas Sumatera Utara
36
BAB IV ASPEK HUKUM PENOLAKAN REPUBLIK RAKYAT CINA TERHADAP