Bahan Elektrolit Waktu dan Tempat Penelitian Diagram Alir Penelitian

memenuhi syarat sebagai suatu material sebagai host untuk proses interkalasi. Terdapat tiga syarat utama yang harus dimiliki material anoda yaitu sebagai berikut : 1. Potensial penyisipan dan pelepasan ion lithium pada anoda harus sekecil mungkin. 2. Banyaknya ion lithium yang dapat dimuat oleh material anoda harus besar untuk mencapai kapasitas spesifik yang besar. 3. Host pada anoda harus menahan penyisipan dan pelepasan ion lithium yang berulang - ulang tanpa kerusakan strukturnya untuk memperoleh siklus hidup yang panjang. Yao, 2003 Material anoda yang dipilih dalam penelitian ini adalah lithium metal. Lithium metal termasuk elektroda yang potensialnya rendah terhadap tegangan kerja dari elektroda material lain. Lithium metal adalah material anoda yang ideal untuk beterai lithum karena kapasitas secara teoritis sangat tinggi dari 3.860 mAhg 10 kali lebih besar dari grafit, densitas rendah sebesar 0.534 g cm -3 dan potensi elektrokimia yang terendah -3.040 V Xu, 2013.

2.3 Bahan Elektrolit

Elektrolit adalah media transfer ion yang bergerak dari anoda ke katoda dalam sel baterai saat penggunaan. Fisik elektrolit umumnya berupa cairan larutan dimana molekul garam larut didalamnya. Karakteristik yang perlu dimiliki elektrolit adalah konduktifitas ionik tinggi dan konduktifitas elektronik yang rendah sehingga mampu menghantarkan ion selama proses reaksi redoks terjadi antara elektroda positif dan elektroda negatif tanpa terjadi kebocoran arus elektron Subhan, 2011. Elektrolit yang dipilih dalam percobaan ini adalah LiPF 6 Lithium hexafluorophosphate . LiPF 6 sering digunakan dalam pembuatan baterai ion lithum. Lithium Hexafluorophosphate LiPF 6 adalah garam yang paling banyak digunakan sebagai elektrolit untuk sel ion lithium komersial. Garam LiPF 6 murni secara termal stabil sampai suhu 380 K di tempat yang kering, dan merupakan proses dekomposisi dari LiF padat dan PF 5 sebagai produk gas Yang et al . 2003. Universitas Sumatera Utara

2.4 Material Komposit

Matrial komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material yang memiliki sifat yang berbeda, membentuk satu material yang memilisski sifat yang lebih baik daripada material penyusunnya. Dari campuran tersebut akan dihasilkan material komposit dengan karakteristik yang berbeda dari material pembentuknya sehingga kita dapat menentukan kekuatan material komposit yang kita inginkan dengan jalan mengatur komposisi dari material pembentuknya. Jadi komposit merupakan sejumlah sistem multi fasa sifat dengan gabungan, yaitu gabungan antara bahan matriks atau pengikat dengan penguat Matthews, 1993. Bahan komposit secara umum terdiri dari filler dan matriks .  Matriks berfungsi untuk mengikat material penyusun menjadi satu struktur komposit. Pada material komposit matrik memberikan pengaruh yang lebih besar dalam pengikatan material penyusun selain bertugas untuk mendistribusikan beban dan memberikan perlindungan dari pengaruh lingkungan.  Filler berfungsi sebagai penopang kekuatan dari komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari filler yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh matriks akan diteruskan kepada filler , sehingga filler akan menahan beban sampai beban maksimum. Gambar 2.5 Ikatan Partikel Komposit Baterai Ion Lithium Whittingham, 2008 Material katoda yang berupa bahan keramik selanjutnya menjadi serbuk dengan ukuran sekecil mungkin. Sel baterai sekunder yang saat ini mudah ditemui Universitas Sumatera Utara adalah solid polymer battery . Sel baterai ini dihasilkan dengan membuat komposit yang terdiri dari polimer sebagai binder dan serbuk katoda material aktif sebagai filler . Campuran ini selanjutnya dibentuk menjadi lembaran. Polimer yang digunakan harus bersifat penghantar listrik, memiliki struktur dan senyawa yang stabil terhadap bahan elektroda dan elektrolit agar proses interkalasi dapat berjalan dengan baik. 2.4.1 Polyvinylidene fluoride PVDF Polyvinylidene fluoride atau PVDF adalah termoplastik floropolimer murni dan sangat reaktif. Polimer ini berwarna putih atau tembus cahaya dalam bentuk padatanya. Selain itu PVDF tidak larut dalam air. PVDF banyak digunakan dalam aplikasi yang membutuhkan kemurnian, kekuatan, dan ketahanan terhadap bahan pelarut, asam, basa, dan panas yang sangat baik. Adapun contoh produk dari PVDF antara lain pipa, lembaran, dan pelat. Beberapa jenis PVDF juga dapat digunakan sebagai pembuatan baterai ion lithium. PVDF sebagai pengikat memegang peranan penting dalam hal menjaga integritas elektroda dan sebagai perantara hubungan filler dan zat aditif. Sifat umum dari PVDF dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Sifat Umum Polyvinylidene Fluoride PVDF Afton Plastics, 2014 Sifat Nilai Daya Serap Air 0,03 Kuat Tarik 7,105 psi Penambahan Panjang 250 Titik Leleh 169 o C Temperatur Defleksi 114 - 118 o C 2.4.2 Acetylene Black AB Elektroda pada baterai ion lithium terdiri dari material aktif, pengikat, dan zat aditif. Material aktif yang dipanaskan dengan pelarut dan dicampur dengan karbon yang bersifat zat aditif konduktif untuk meningkatkan konduktifitas elektronik sehingga elektron dapat diangkut ke bahan aktif. Zat aditif konduktif yang digunakan dalan penelitian ini adalah actylene black. Luas spesifik Universitas Sumatera Utara permukaan dari actylene black setidaknya sepuluh kali lebih besar dari bahan material aktif agar dapat mengumpulkan arus listrik pada konsentrasi yang lebih rendah dan membentuk jaringan karbon konduktif. Besar nilai konduktifitas pada actylene black adalah 5,7 x 10 -4 Shin, 2006. Penambahan Actylene Black pada material katoda dapat meningkatkan nilai konduktifitas listrik secara efisien dengan penambahan yang minimum, karena partikel tersebut memiliki struktur yang bulat berlubang dan bercabang, luas permukaan yang tinggi dan ukuran partikel yang kecil. Jumlah karbon biasanya digunakan adalah di bawah 10 berat dari total massa elektroda. Sifat umum dari Actylene Black dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Sifat Umum Actylene Black Xuguang Chemical, 2010 Rumus Molekul C Berat Molekul 12,01 Bentuk Serbuk Hitam Ukuran 35 - 45 nm Kelarutan dalam air Tidak larut Hambatan 1,8 Ω.cm

2.4.3 Pelarut DMAC

Dimethyl-acetamide Dimethylacetamide DMAC merupakan pelarut yang dapat digunakan sebagai pelarut PVDF pada baterai ion lithium. Pelarut tersebut memiliki kelarutan terhadap bahan organik dan anorganik yang tinggi, titik didih tinggi, titik beku yang rendah, stabilitas yang baik dan tidak akan mengalami degradasi serta perubahan warna jika dipanaskan dibawah suhu 350 C BASF, 2014. Sifat fisik dan kimia DMAC dapat dilihat pada Tabel 2.4. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4. Sifat Fisik dan Kimia DMAC Parameter Nilai Bahan Cair PH 200 gl, 20 C 4 Titik lebur C - 20 Titik didih C 165 – 166 Densitas gcm 3 pada 20 C 0,94 Sumber : BASF 2014 2.5 Pengujian Material 2.5.1 X-Ray Diffraction XRD Pengamatan struktur kristal dengan XRD merupakan tahap awal karakterisasi untuk mengidentifikasi jenis fasa yang terbentuk seperti yang diharapkan dan fasa lainnya yang tidak diharapkan. Kegunaan XRD dapat membedakan antara material yang bersifat kristal dengan amorf, karakterisasi material kristal dan penentuan dimensi-dimensi sel satuan. Gambar 2.6 Pola Difraksi Sinar-X yang Terhambur oleh Kisi dalam Bidang Kristal Triwibowo, 2011 Sinar- X datang membentuk sudut θ terhadap permukaan sampel, kemudian dipantulkan dengan sudut yang sama. Begitu juga selanjutnya sinar-X kedua yang Universitas Sumatera Utara jatuh pada bidang dibawahnya dengan berjarak d. Sinar ini akan dipantulkan dengan sudut θ, namun memiliki beda fase. Jika perbedaan fasa sama dengan kelipatan panjang gelombang, makan akan menghasilkan persamaan Bragg. Sinar- X ini bersifat collimated dan mengarahkan ke sampel. Saat sampel dan detektor diputar, intensitas sinar-X pantul itu direkam. Detektor akan merekam dan memproses isyarat penyinaran ini dan mengkonversi isyarat itu menjadi suatu arus yang akan dikeluarkan pada printer atau layar komputer. Dengan persamaan Bragg, kita dapat memperoleh nilai jarak antara dua bidang kisi d : n = 2 d sin θ 2.1 dengan : d = jarak antar kristal = sudut pengukuran sudut difraksi = panjang gelombang sinar-X n = urutan sinar dalam bilangan bulat Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material. Standar ini disebut JCPDSICCD. 2.5.2 Scanning Elektron Microscope SEM Scanning Electron Microscope SEM adalah sebuah mikroskop elektron yang didesain untuk mengamati permukaan sampel secara langsung. Analisa SEM dilakukan pada lembar katoda untuk mengetahui distribusi serbuk pada matriks, Universitas Sumatera Utara porositas dan kemampuan serbuk material aktif terhadap matriks. SEM digunakan untuk menganalisis permukaan pada sampel yang tebal. Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan inelastis didapatkan sinyal secondary electron dan karakteristik sinar X sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered electron . Perbedaan dari sinyal secondary electron dengan backscattered electron adalah secondary electron memberikan informasi topografi dari benda yang dianalisa, permukaan yang tinggi berwarna lebis cerah dari permukaan rendah. Sedangkan backscattered elektron memberikan perbedaan berat molekul dari atom – atom yang menyusun permukaan, atom dengan berat molekul tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul rendah. Kedua sinyal inilah yang akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada monitor CRT. Gambar 2.7 Interaksi Antara Elektron dengan Permukaan Sampel Triwibowo, 2011 SEM memiliki beberapa peralatan utama diantaranya penembak elektron, lensa magnetik, detektor, sampel holder, dan monitor CRT. Prinsip kerja dari SEM yaitu elektron gun menghasilkan elektron beam dari filamen. Elektron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda. Tegangan yang diberikan kepada lilitan mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik electron menuju anoda. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju suatu titik pada permukaan sampel. Sinar elektron yang terfokus menyapu scanning keseluruhan Universitas Sumatera Utara sampel dengan diarahkan oleh koil penyapuan. Ketika elektron mengenai sampel, maka akan terjadi hamburan elektron, baik Secondary Electron SE atau Back Scattered Electron BSE dari permukaan sampel dan akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada monitor CRT. Penjelasan prinsip kerja SEM diatas dapat dilihat pada Gambar 2.8 dibawah ini : Gambar 2.8 Skema Scanning Elektron Microscope SEM Triwibowo, 2011 2.5.3 Electrochemical Impedance Spectrometry EIS EIS Electrochemical Impedance Spectrometry adalah sebuah teknik analisis yang digunakan untuk mempelajari sifat elektrik dari sistem elektroda-elektrolit Rochliadi,2002. EIS telah banyak digunakan secara luas dalam bidang elektrokimia seperti pelapisan material coating , baterai, sel bahan bakar fuel cell dan lainnya. Pengujian menggunakan metode Electrochemical Impedance Spectroscopy EIS dengan alat LCR-meter merek HIOKI 35320-50. Pergerakan elektron dan ionik dalam baterai lithium dapat diamati secara elektrokimiawi dengan menggunakan metoda EIS. Impedansi elektrokimia pada umumnya diukur dengan menggunakan sebuah tegangan AC pada sebuah sel elektrokimia untuk mengukur arus listrik yang melalui sel. Arus massa dalam elektrolit dipengaruhi oleh besaran frekuensi, dimana kontrol kinetik sangat menonjol pada Universitas Sumatera Utara frekuensi tinggi. Sedangkan pada frekuensi rendah, arus akan dipengaruhi oleh transfer massa. Jika nilai impe dansi real Z’ diproyeksikan pada sumbu-X dan nilai impedansi imajiner Z” diproyeksikan pada sumbu-Y, maka akan diperoleh grafik dibawah ini : Grafik 2.9 Hasil Pengukuran Impedansi Komponen Sel. Triwibowo, 2011 Perhitungan konduktifitas dilakukan dengan melakukan interpretasi dari ukuran busur. Dimana akan didapatkan nilai impedansi R bahan dan R ion . Nilai R bahan menunjukkan karakteristik dari bahan material yang bersifat ohmik, sementara R ion menunjukkan karakteristik kualitatif dari transfer ion antar elektroda. Karakteristik R bahan selalu nampak pada data berfrekuensi tinggi, sementara R ion teramati pada frekuensi rendah Triwibowo, 2011. Untuk mendapatkan nilai R tot , maka kita harus mendapatkan Z” = 0 dengan cara melakukan ekstrapolasi membentuk setengah lingkaran seperti gambar diatas. R tot merupakan penjumlahan dari R bahan dan R ion . Dari nilai Z = R tot ini, kita dapat menentukan konduktifitas bahan dengan menggunakan persamaan : R = ρ 2.2 dengan R = Resistivitas bahan ohm ρ = Hambatan jenis bahan ohm.cm t = Tebal bahan cm A = Luas penampang bahan cm 2 Universitas Sumatera Utara Dikarenakan σ = 1 ρ , maka rumus persamaan menjadi μ σ = = = 2.3 dengan μ σ = Konduktifitas Ω -1 .cm -1 atau Scm Impedansi komplek akan digunakan untuk menguji interaksi antara komponen elektroda dan elektrolit dalam kemampuan migrasi dari elektron ioniknya dalam penelitian ini. 2.5.4 Cyclic Voltammetry CV Voltametri Siklik Cyclic Voltammetry merupakan metode yang umum digunakan dalam teknik elektrokimia dan digunakan untuk mempelajari proses reduksi dan oksidasi redoks. Hal ini dicapai dengan melihat hubungan antara potensial yang diberikan dan arus yang terukur. Karena sistem ini melibatkan reaksi redoks di anoda dan katoda maka peristiwa reaksi di kedua elektroda tersebut dimonitor besarnya arus yang timbul. Pengukuran arus listrik dilakukan dengan rentang potensial awal dan akhir yang sama. Potensial awal diberikan pada awal tidak terjadi reaksi elektrokimia pada permukaan elektroda. Kemudian dialurkan secara linier dengan laju tertentu menuju suatu nilai potensial ketika senyawa aktif mengalami reaksi reduksi. Voltamogram siklik diperoleh dengan mengukur arus pada elektroda kerja selama scan potensial. Arus dapat dianggap sebagai respon sinyal terhadap potensial. Voltamogram yang dihasilkan merupakan kurva antara arus pada sumbu vertikal versus potensial sumbu horizontal. Kurva Voltamogram siklik dapat dilihat pada Gambar 2.10. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.10 Voltamogram Siklik dengan Arus sebagai Fungsi Potensial Wang, 2000 Satu dari banyak kegunaan Voltametri siklik adalah informasi kualitatif mengenai mekanisme reaksi dari proses reduksi-oksidasi. Adanya kemungkinan reaksi lain saat reduksi-oksidasi berlangsung dapat melihat dari voltamogramnya. Perubahan pada voltmogram siklik dapat disebabkan oleh persaingan reaksi kimia untuk produk hasil elekrrokimia, ini dapat dijadikan informasi mengenai jalan reaksi. Parameter yang penting dalam voltmogram siklik adalah arus puncak dan potensial puncak yaitu keduanya berasal dari puncak katoda dan anoda.

2.5.5 Charge

– Discharge CD Pengujian sel baterai dilakukan dengan proses charging dan discharging . Untuk mendapatkan performasi sebuah baterai maka diperlukan pengujian chargedischarge sehingga didapatkan kapasitas pada sel baterai. Hal yang diutamakan dalam menentukan performa sel baterai terletak pada aspek kimia permukaan yang menghasilkan kontak permukaan yang bagus sehingga menjamin proses interkalasi dan deinterkalasi berjalan dengan baik. Kapasitas baterai dimaksudkan sebagai besarnya energi listrik yang dapat dikeluarkan baterai pada waktu tertentu. Kapasitas baterai tergantung pada jenis aktif material yang digunakan dan kecepatan reaksi elektrokimia pada saat baterai di charge Universitas Sumatera Utara atau discharge . Luasnya kontak permukaan antar material aktif juga akan memperbesar kapasitas baterai. Dalam sistem baterai sekunder lithium, material katoda memegang peranan penting dalam pencapaian kapasitas baterai. Material ini yang nantinya harus dapat melepaskan ion lithiun deinterkalasi, bergerak menuju anoda dan berinterkalasi didalam struktur anoda saat charging . Makin besar jumlah ion lithum yang dapat dipindahkan ke anoda, maka makin besar pula arus listrik yang dihasilkan saat discharging nantinya. Triwibowo, 2011. Kapasitas sel baterai semakin menurun ketika dilakukan pengujian cycle berikutnya. Penurunan kapasitas yang terjadi mengindikasikan ion lithium yang berinterkalasi deinterkalasi mengalami jumlah yang terus menurun. Ketika performa baterai mengalami penurunan drastis maka kemampuan cycling times masih rendah Subhan, 2011. Universitas Sumatera Utara BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, dimulai dari bulan 5 Februari 2015 hingga 5 Mei 2015 di Laboratorium Baterai Pusat Penelitian Fisika P2F di Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia LIPI Serpong, Tangerang Selatan. Penelitian dilakukan dari penyiapan bahan baku sampai baterai dan pengujiannya. 3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian 3.2.1 Peralatan Penelitian Alat yang digunakan adalah : 1. Beaker gelas 100 ml Berfungsi untuk wadah pembuatan slurry . 2. Gelas ukur 25 ml Berfungsi untuk wadah sampel larutan. 3. Cawan petri 3 buah Berfungsi untuk wadah sampel serbuk. 4. Spatula Berfungsi untuk mengambil dan memasukkan serbuk dari bahan baku. 5. Glovebox Berfungsi untuk melindungi terjadi kontak kulit dari bahan baku yang berbahaya. 6. Magnetic Stirrer Hot Plate HS 65 Berfungsi untuk memanaskan dan mencampuran bahan sampai homogen. 7. Magnetic Bar Berfungsi untuk mengaduk campuran DMAC, PVDF, dan AB. 8. Pisau ukur mesin coating Berfungsi untuk mengukur ketebalan saat pembuatan lembaran. 9. Doctor Blade 1 buah Universitas Sumatera Utara Berfungsi untuk melapisi slurry ke lembaran Alumanium 10. Timbangan digital Berfungsi untuk menimbang serbuk, lembaran Alumanium, dan material aktif lembaran 11. Mesin calendering Berfungsi untuk alat press lembaran agar permukaan material aktif lebih padat. 12. Lembaran kaca 1 buah Berfungsi untuk alas memotong. 13. Oven Berfungsi untuk menyimpan lembaran agar tidak terkontaminasi. 14. Jangka Sorong 1 buah Berfungsi untuk mengukur ketebalan material aktif lembaran. 15. Multimeter digital 1 buah Berfungsi untuk memastikan baterai tidak dalam keadaan short . 16. Mesin Coating MSK-AFA-III Berfungsi untuk melapisi slurry pada lembaran aluminium. 17. Oven Coating MSK-AFA-E300 Berfungsi untuk mengeringkan slurry pada lembaran. 18. Crimping Machine MSK-110 Berfungsi untuk menekan casing coin cell 19. Casing coin cell Berfungsi untuk wadah komponen bahan baterai 20. Alat-alat lain Perlengkapan lain yang digunakan antara lain: penggaris, tisu, gunting, pisau cutter, pinset, pipet tetes, sarung tangan, masker, stopwatch , aluminium foil , baki, kertas label dan lain-lain.

3.2.2 Bahan Penelitian

Dalam penelitian ini bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan lembaran katoda LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 C adalah: 1. Serbuk LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 C dengan carbon coating 1:4 Universitas Sumatera Utara Fungsinya sebagai material aktif bahan katoda baterai lithium. 2. Serbuk Acetylene Black AB produk Lin Yi Gelon, China. Fungsinya sebagai zat aditif konduktif. 3. Serbuk PVdF Polyvinylidene difluoride bahan teknis produk Kynar Flex, Arkema. Fungsinya sebagai matriks polimer. 4. Larutan DMAC Dimethyl-acetamide produk KgaA, Jerman. Funsinya sebagai pelarut bahan. 5. Lembar Alumanium Al foil Fungsinya sebagai current colector dalam lembaran katoda 6. Larutan Aseton produk KgaA, Jerman. Fungsinya sebagai cairan pembersih alat. 7. Anoda litium metal produk Lin Yi Gelon, China. Fungsinya sebagai anoda pada baterai coin cell. 8. Elektrolit LiPF 6 produk Lin Yi Gelon, China. Fungsinya sebagai elektrolit pengahantar ion pada baterai coin cell . 9. Lembaran separator Polypropilene dan Polyethilene produk Celgard, China. Fungsinya sebagai pembatas antara anoda dan katoda.

3.3 Tahapan Penelitian

Urutan kerja pada tahap pembuatan lembaran katoda material LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 C adalah sebagai berikut :

3.3.1 Pembuatan

Slurry Material Aktif LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 C 1. Ditimbang bahan dengan komposisi perbandingan berat LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 C: AB : PVdF 85:5:10. Untuk 3 gram LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 C diperlukan 0.17 gram AB, 0.35 gram PVdF dan 9 gram 9,9 mL DMAC yang diperlukan sebagai pelarut bahan baku. Kemudian setiap serbuk diletakkan dicawan petri. 2. Ditutup bahan dengan aluminium foil agar tidak terkontaminasi. Universitas Sumatera Utara 3. Diisi beaker glass 100 ml dengan DMAC dan diletakkan magnetic bar didalam beaker glass. 4. Dihidupkan Hote Plate HS 65 dan diletakkan beaker glass tersebut diatas magnetic stirrer serta diatur suhu pemanasnya 70 o C dengan kecepatan putarannya 300 rpm. 5. Dimasukkan PVdF kedalam beaker glass dan tunggu sampai homogen sekitar 15 menit. 6. Dituangkan AB sedikit demi sedikit. 7. Dituangkan material pengisi LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 C sedikit demi sedikit kedalam campuran dengan kondisi magnetic stirrer yang tetap beroperasi. 8. Ditunggu pengadukan material pengisi didalam matriks selama 120 menit.

3.3.2 Cetakan Lembaran Katoda LiFe

0.9 Ni 0.1 PO 4 C 1. Disiapkan slurry campuran material matriks , material pengisi LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 C, dan aditif yang telah dibuat sebelumnya. 2. Dibersihkan Mesin Coating MSK-AFA-III, Doctor Blade , dan pisau ukur mesin coating dengan aseton. 3. Dihidupkan Mesin Coating dan diatur persisi celah Doctor Blade dengan ketebalan 200 m dengan pisau ukur agar dapat melewati celah alat Doctor Blade . 4. Diletakkan lemaran alumanium dengan ukuran 30 cm x 15 cm diatas mesin coating dan tombol vakum dihidupkan. 5. Dibersihkan lembaran dengan Aceton dan diratakan lembaran agar tidak robek. 6. Diletakkan Doctor Blade diatas lembaran dan dituang slurry diatas permukaan lembaran aluminium sedikit demi sedikit dengan spatula. 7. Diratakan campuran dengan sekali gerakan ke satu arah dengan seksama untuk mencegah rusaknya lembaran. Campuran yang tertuang diawal akan kering terlebih dahulu. 8. Diangkat lembaran katoda dengan menggunakan kertas paper sebagai alasnya. Universitas Sumatera Utara 9. Dikeringkan lembaran menggunakan o ven coating MSK-AFA-E300 dengan variasi pengeringan dengan suhu 60 o C, 80 o C, 100 o C selama setengah jam. 10. Diletakkan lembaran katoda didalam oven katoda agar lembaran katoda tidak terkontaminasi.

3.3.3 Proses

Calendering dan Cutting 1. Dihidupkan mesin calandering dengan diatur ketebalannya 0,40 mm. 2. Dipress lembaran katoda LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 C agar permukaan material aktif lebih padat. 3. Diletakkan lembaran kedalam oven agar tidak terkontaminasi selama 16 jam. 4. Dipotong lembaran katoda LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 C sesuai dengan ukuran coin cell . 27,5 cm 15 c m 1,55 cm Gambar 3.1 Hasil Pemotongan Lembaran Katoda LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 C 5. Dipotong seperator dengan ukuran coin cell tetapi melebihi ukuran pada lemaran katoda coin cell sebelumnya agar tidak terjadi hubungan pendek yang dapat menyebabkan kegagalan baterai. 1,9 cm Gambar 3.2 Hasil Pemotongan Lembaran Seperator 6. Diukur ketebalan lembaran dan ditimbang berat lembaran setelah dipotong. Universitas Sumatera Utara

3.3.4 Proses Pembuatan

Coin Cell 1. Dipersiapkan casing coin cell , lembaran katoda LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 C, anoda litium metal, elektrolit LiPF 6 , separator dan speciment. 2. Dihidupkan mesin glovebox untuk pembuatan baterai coin cell . 3. Disusun baterai coin cell sesuai dengan gambar : Gambar 3.3 Susunan Baterai Sekunder Berbentuk Coin Cell 9. Dipress baterai coin cell dengan alat Crimping Machine MSK-110. 10. Dibiarkan baterai didalam glovebox selama 16 jam agar elektrolit meresap sempurna kedalam elektroda dan seperator sebelum dilakukan pengujian. Universitas Sumatera Utara

3.4 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.4 Diagram Alir Pembuatan Lembaran Katoda LiFe 0,9 Ni 0,1 PO 4 C Hot plate dengan T = 70 o C 300 rpm, t = 15 menit Dicampurkan PVdF dengan pelarut DMAC 9 gram Hot plate dengan T = 70 o C , 300 rpm, t = 120 menit Ditambahkan sedikit demi sedikit AB dan LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 C hingga homogen Slurry LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 C Sheet Casting dengan Doctor Blade Karakterisasi Sel Baterai - Uji CD ½ sel - Uji CV ½ sel - Uji EIS ½ sel Kesimpulan Dicalendering Lembaran Katoda LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 C Menggunakan Al foil ; ketebalan 200 m Karakterisasi lembaran Uji SEM Analisa Komposisi LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4 3 gram : AB : PVdF 85 : 5 : 10 Dikeringkan suhu 60 o C 30 menit Coin Cell Katoda LiFe 0.9 Ni 0.1 PO 4

C, Anoda Lithium Metal, Elektrolit

LiPF 6 di Glovebox Dikeringkan suhu 80 o C 30 menit Dikeringkan suhu 100 o C 30 menit Dicutting Universitas Sumatera Utara BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Analisa XRD