memenuhi syarat sebagai suatu material sebagai
host
untuk proses interkalasi. Terdapat tiga syarat utama yang harus dimiliki material anoda yaitu sebagai
berikut : 1.
Potensial penyisipan dan pelepasan ion lithium pada anoda harus sekecil mungkin.
2. Banyaknya ion lithium yang dapat dimuat oleh material anoda harus besar
untuk mencapai kapasitas spesifik yang besar. 3.
Host
pada anoda harus menahan penyisipan dan pelepasan ion lithium yang berulang - ulang tanpa kerusakan strukturnya untuk memperoleh siklus
hidup yang panjang. Yao, 2003
Material anoda yang dipilih dalam penelitian ini adalah lithium metal. Lithium metal termasuk elektroda yang potensialnya rendah terhadap tegangan
kerja dari elektroda material lain. Lithium metal adalah material anoda yang ideal untuk beterai lithum karena kapasitas secara teoritis sangat tinggi dari 3.860
mAhg 10 kali lebih besar dari grafit, densitas rendah sebesar 0.534 g cm
-3
dan potensi elektrokimia yang terendah -3.040 V Xu, 2013.
2.3 Bahan Elektrolit
Elektrolit adalah media transfer ion yang bergerak dari anoda ke katoda dalam sel baterai saat penggunaan. Fisik elektrolit umumnya berupa cairan larutan dimana
molekul garam larut didalamnya. Karakteristik yang perlu dimiliki elektrolit adalah konduktifitas ionik tinggi dan konduktifitas elektronik yang rendah
sehingga mampu menghantarkan ion selama proses reaksi redoks terjadi antara elektroda positif dan elektroda negatif tanpa terjadi kebocoran arus elektron
Subhan, 2011. Elektrolit yang dipilih dalam percobaan ini adalah LiPF
6
Lithium hexafluorophosphate
. LiPF
6
sering digunakan dalam pembuatan baterai ion lithum.
Lithium Hexafluorophosphate
LiPF
6
adalah garam yang paling banyak digunakan sebagai elektrolit untuk sel ion lithium komersial. Garam LiPF
6
murni secara termal stabil sampai suhu 380 K di tempat yang kering, dan merupakan
proses dekomposisi dari LiF padat dan PF
5
sebagai produk gas Yang
et al
. 2003.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Material Komposit
Matrial komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material yang memiliki sifat yang berbeda, membentuk satu material yang
memilisski sifat yang lebih baik daripada material penyusunnya. Dari campuran tersebut akan dihasilkan material komposit dengan karakteristik yang berbeda dari
material pembentuknya sehingga kita dapat menentukan kekuatan material komposit yang kita inginkan dengan jalan mengatur komposisi dari material
pembentuknya. Jadi komposit merupakan sejumlah sistem multi fasa sifat dengan gabungan, yaitu gabungan antara bahan matriks atau pengikat dengan penguat
Matthews, 1993. Bahan komposit secara umum terdiri dari
filler
dan
matriks
.
Matriks
berfungsi untuk mengikat material penyusun menjadi satu struktur komposit. Pada material komposit matrik memberikan pengaruh yang lebih
besar dalam pengikatan material penyusun selain bertugas untuk mendistribusikan beban dan memberikan perlindungan dari pengaruh
lingkungan.
Filler
berfungsi sebagai penopang kekuatan dari komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari
filler
yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima oleh
matriks
akan diteruskan kepada
filler
, sehingga
filler
akan menahan beban sampai beban maksimum.
Gambar 2.5 Ikatan Partikel Komposit Baterai Ion Lithium Whittingham, 2008
Material katoda yang berupa bahan keramik selanjutnya menjadi serbuk dengan ukuran sekecil mungkin. Sel baterai sekunder yang saat ini mudah ditemui
Universitas Sumatera Utara
adalah
solid polymer battery
. Sel baterai ini dihasilkan dengan membuat komposit yang terdiri dari polimer sebagai
binder
dan serbuk katoda material aktif sebagai
filler
. Campuran ini selanjutnya dibentuk menjadi lembaran. Polimer yang digunakan harus bersifat penghantar listrik, memiliki struktur dan senyawa yang
stabil terhadap bahan elektroda dan elektrolit agar proses interkalasi dapat berjalan dengan baik.
2.4.1
Polyvinylidene fluoride
PVDF
Polyvinylidene fluoride
atau PVDF adalah termoplastik floropolimer murni dan sangat reaktif. Polimer ini berwarna putih atau tembus cahaya dalam bentuk
padatanya. Selain itu PVDF tidak larut dalam air. PVDF banyak digunakan dalam aplikasi yang membutuhkan kemurnian, kekuatan, dan ketahanan terhadap bahan
pelarut, asam, basa, dan panas yang sangat baik. Adapun contoh produk dari PVDF antara lain pipa, lembaran, dan pelat. Beberapa jenis PVDF juga dapat
digunakan sebagai pembuatan baterai ion lithium. PVDF sebagai pengikat memegang peranan penting dalam hal menjaga integritas elektroda dan sebagai
perantara hubungan
filler
dan zat aditif. Sifat umum dari PVDF dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Sifat Umum
Polyvinylidene Fluoride
PVDF Afton Plastics, 2014 Sifat
Nilai
Daya Serap Air 0,03
Kuat Tarik 7,105 psi
Penambahan Panjang 250
Titik Leleh 169
o
C Temperatur Defleksi
114 - 118
o
C
2.4.2
Acetylene Black
AB
Elektroda pada baterai ion lithium terdiri dari material aktif, pengikat, dan zat aditif. Material aktif yang dipanaskan dengan pelarut dan dicampur dengan
karbon yang bersifat zat aditif konduktif untuk meningkatkan konduktifitas elektronik sehingga elektron dapat diangkut ke bahan aktif. Zat aditif konduktif
yang digunakan dalan penelitian ini adalah
actylene black.
Luas spesifik
Universitas Sumatera Utara
permukaan dari
actylene black
setidaknya sepuluh kali lebih besar dari bahan material aktif agar dapat mengumpulkan arus listrik pada konsentrasi yang lebih
rendah dan membentuk jaringan karbon konduktif. Besar nilai konduktifitas pada
actylene black
adalah 5,7 x 10
-4
Shin, 2006. Penambahan
Actylene Black
pada material katoda dapat meningkatkan nilai konduktifitas listrik secara efisien dengan penambahan yang minimum, karena
partikel tersebut memiliki struktur yang bulat berlubang dan bercabang, luas permukaan yang tinggi dan ukuran partikel yang kecil. Jumlah karbon biasanya
digunakan adalah di bawah 10 berat dari total massa elektroda. Sifat umum dari
Actylene Black
dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Sifat Umum
Actylene Black
Xuguang Chemical, 2010 Rumus Molekul
C Berat Molekul
12,01 Bentuk
Serbuk Hitam Ukuran
35 - 45 nm Kelarutan dalam air Tidak larut
Hambatan 1,8 Ω.cm
2.4.3 Pelarut DMAC
Dimethyl-acetamide
Dimethylacetamide
DMAC merupakan pelarut yang dapat digunakan sebagai pelarut PVDF pada baterai ion lithium. Pelarut tersebut memiliki kelarutan
terhadap bahan organik dan anorganik yang tinggi, titik didih tinggi, titik beku yang rendah, stabilitas yang baik dan tidak akan mengalami degradasi serta
perubahan warna jika dipanaskan dibawah suhu 350 C BASF, 2014. Sifat fisik
dan kimia DMAC dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4. Sifat Fisik dan Kimia DMAC
Parameter Nilai
Bahan Cair
PH 200 gl, 20 C
4 Titik lebur
C -
20 Titik didih
C 165
– 166 Densitas gcm
3
pada 20 C
0,94 Sumber : BASF 2014
2.5 Pengujian Material 2.5.1
X-Ray Diffraction
XRD
Pengamatan struktur kristal dengan XRD merupakan tahap awal karakterisasi untuk mengidentifikasi jenis fasa yang terbentuk seperti yang diharapkan dan fasa
lainnya yang tidak diharapkan. Kegunaan XRD dapat membedakan antara material yang bersifat kristal dengan amorf, karakterisasi material kristal dan
penentuan dimensi-dimensi sel satuan.
Gambar 2.6 Pola Difraksi Sinar-X yang Terhambur oleh Kisi dalam Bidang Kristal
Triwibowo, 2011
Sinar- X datang membentuk sudut θ terhadap permukaan sampel, kemudian
dipantulkan dengan sudut yang sama. Begitu juga selanjutnya sinar-X kedua yang
Universitas Sumatera Utara
jatuh pada bidang dibawahnya dengan berjarak d. Sinar ini akan dipantulkan dengan sudut θ, namun memiliki beda fase. Jika perbedaan fasa sama dengan
kelipatan panjang gelombang, makan akan menghasilkan persamaan Bragg. Sinar- X ini bersifat
collimated
dan mengarahkan ke sampel. Saat sampel dan detektor diputar, intensitas sinar-X pantul itu direkam. Detektor akan merekam dan
memproses isyarat penyinaran ini dan mengkonversi isyarat itu menjadi suatu arus yang akan dikeluarkan pada printer atau layar komputer.
Dengan persamaan Bragg, kita dapat memperoleh nilai jarak antara dua bidang kisi d :
n = 2 d sin θ
2.1 dengan :
d = jarak antar kristal = sudut pengukuran sudut difraksi
= panjang gelombang sinar-X n = urutan sinar dalam bilangan bulat
Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki
panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai
sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul
pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran
ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material. Standar ini disebut JCPDSICCD.
2.5.2
Scanning Elektron Microscope
SEM
Scanning Electron Microscope SEM adalah sebuah mikroskop elektron yang didesain untuk mengamati permukaan sampel secara langsung. Analisa SEM
dilakukan pada lembar katoda untuk mengetahui distribusi serbuk pada matriks,
Universitas Sumatera Utara
porositas dan kemampuan serbuk material aktif terhadap matriks. SEM digunakan untuk menganalisis permukaan pada sampel yang tebal.
Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan inelastis didapatkan sinyal
secondary electron
dan karakteristik sinar X sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal
backscattered electron
. Perbedaan dari sinyal
secondary electron
dengan
backscattered electron
adalah
secondary electron
memberikan informasi topografi dari benda yang dianalisa, permukaan yang tinggi berwarna lebis cerah dari permukaan rendah. Sedangkan
backscattered elektron
memberikan perbedaan berat molekul dari atom – atom
yang menyusun permukaan, atom dengan berat molekul tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul rendah. Kedua sinyal inilah yang
akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada monitor CRT.
Gambar 2.7 Interaksi Antara Elektron dengan Permukaan Sampel Triwibowo, 2011
SEM memiliki beberapa peralatan utama diantaranya penembak elektron, lensa magnetik, detektor, sampel holder, dan monitor CRT. Prinsip kerja dari SEM yaitu
elektron gun menghasilkan elektron beam dari filamen. Elektron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi
sebagai katoda. Tegangan yang diberikan kepada lilitan mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik electron
menuju anoda. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju suatu titik pada permukaan sampel. Sinar elektron yang terfokus menyapu
scanning
keseluruhan
Universitas Sumatera Utara
sampel dengan diarahkan oleh koil penyapuan. Ketika elektron mengenai sampel, maka akan terjadi hamburan elektron, baik
Secondary Electron
SE atau
Back Scattered Electron
BSE dari permukaan sampel dan akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan dalam bentuk gambar pada monitor CRT. Penjelasan prinsip kerja SEM
diatas dapat dilihat pada Gambar 2.8 dibawah ini :
Gambar 2.8 Skema
Scanning Elektron Microscope
SEM Triwibowo, 2011
2.5.3
Electrochemical Impedance Spectrometry
EIS EIS
Electrochemical Impedance Spectrometry
adalah sebuah teknik analisis yang digunakan untuk mempelajari sifat elektrik dari sistem elektroda-elektrolit
Rochliadi,2002. EIS telah banyak digunakan secara luas dalam bidang elektrokimia seperti pelapisan material
coating
, baterai, sel bahan bakar
fuel cell
dan lainnya. Pengujian menggunakan metode
Electrochemical Impedance Spectroscopy
EIS dengan alat LCR-meter merek HIOKI 35320-50.
Pergerakan elektron dan ionik dalam baterai lithium dapat diamati secara elektrokimiawi dengan menggunakan metoda EIS. Impedansi elektrokimia pada
umumnya diukur dengan menggunakan sebuah tegangan AC pada sebuah sel elektrokimia untuk mengukur arus listrik yang melalui sel. Arus massa dalam elektrolit
dipengaruhi oleh besaran frekuensi, dimana kontrol kinetik sangat menonjol pada
Universitas Sumatera Utara
frekuensi tinggi. Sedangkan pada frekuensi rendah, arus akan dipengaruhi oleh transfer massa.
Jika nilai impe dansi real Z’ diproyeksikan pada sumbu-X dan nilai impedansi
imajiner Z” diproyeksikan pada sumbu-Y, maka akan diperoleh grafik dibawah ini :
Grafik 2.9 Hasil Pengukuran Impedansi Komponen Sel. Triwibowo, 2011
Perhitungan konduktifitas dilakukan dengan melakukan interpretasi dari ukuran busur. Dimana akan didapatkan nilai impedansi R
bahan
dan R
ion
. Nilai R
bahan
menunjukkan karakteristik dari bahan material yang bersifat ohmik, sementara R
ion
menunjukkan karakteristik kualitatif dari transfer ion antar elektroda. Karakteristik R
bahan
selalu nampak pada data berfrekuensi tinggi, sementara R
ion
teramati pada frekuensi rendah Triwibowo, 2011.
Untuk mendapatkan nilai R
tot
, maka kita harus mendapatkan Z” = 0 dengan cara melakukan ekstrapolasi membentuk setengah lingkaran seperti gambar diatas. R
tot
merupakan penjumlahan dari R
bahan
dan R
ion
. Dari nilai Z = R
tot
ini, kita dapat menentukan konduktifitas bahan dengan menggunakan persamaan :
R = ρ
2.2 dengan
R = Resistivitas bahan ohm ρ = Hambatan jenis bahan ohm.cm
t = Tebal bahan cm A = Luas penampang bahan cm
2
Universitas Sumatera Utara
Dikarenakan σ = 1 ρ , maka rumus persamaan menjadi μ σ =
= =
2.3 dengan μ σ = Konduktifitas Ω
-1
.cm
-1
atau Scm
Impedansi komplek akan digunakan untuk menguji interaksi antara komponen elektroda dan elektrolit dalam kemampuan migrasi dari elektron ioniknya dalam
penelitian ini.
2.5.4
Cyclic Voltammetry
CV
Voltametri Siklik
Cyclic Voltammetry
merupakan metode yang umum digunakan dalam teknik elektrokimia dan digunakan untuk mempelajari proses reduksi dan
oksidasi redoks. Hal ini dicapai dengan melihat hubungan antara potensial yang diberikan dan arus yang terukur. Karena sistem ini melibatkan reaksi redoks di anoda
dan katoda maka peristiwa reaksi di kedua elektroda tersebut dimonitor besarnya arus yang timbul. Pengukuran arus listrik dilakukan dengan rentang potensial awal dan akhir
yang sama. Potensial awal diberikan pada awal tidak terjadi reaksi elektrokimia pada permukaan elektroda. Kemudian dialurkan secara linier dengan laju tertentu menuju
suatu nilai potensial ketika senyawa aktif mengalami reaksi reduksi. Voltamogram siklik diperoleh dengan mengukur arus pada elektroda kerja
selama scan potensial. Arus dapat dianggap sebagai respon sinyal terhadap potensial. Voltamogram yang dihasilkan merupakan kurva antara arus pada sumbu vertikal
versus potensial sumbu horizontal. Kurva Voltamogram siklik dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Voltamogram Siklik dengan Arus sebagai Fungsi Potensial Wang, 2000
Satu dari banyak kegunaan Voltametri siklik adalah informasi kualitatif mengenai mekanisme reaksi dari proses reduksi-oksidasi. Adanya kemungkinan reaksi
lain saat reduksi-oksidasi berlangsung dapat melihat dari voltamogramnya. Perubahan pada voltmogram siklik dapat disebabkan oleh persaingan reaksi kimia untuk produk
hasil elekrrokimia, ini dapat dijadikan informasi mengenai jalan reaksi. Parameter yang penting dalam voltmogram siklik adalah arus puncak dan potensial puncak yaitu
keduanya berasal dari puncak katoda dan anoda.
2.5.5 Charge
–
Discharge
CD
Pengujian sel baterai dilakukan dengan proses
charging
dan
discharging
. Untuk mendapatkan performasi sebuah baterai maka diperlukan pengujian
chargedischarge
sehingga didapatkan kapasitas pada sel baterai. Hal yang diutamakan dalam menentukan performa sel baterai terletak pada aspek kimia permukaan yang
menghasilkan kontak permukaan yang bagus sehingga menjamin proses interkalasi dan deinterkalasi berjalan dengan baik.
Kapasitas baterai dimaksudkan sebagai besarnya energi listrik yang dapat dikeluarkan baterai pada waktu tertentu. Kapasitas baterai tergantung pada jenis aktif
material yang digunakan dan kecepatan reaksi elektrokimia pada saat baterai di
charge
Universitas Sumatera Utara
atau
discharge
. Luasnya kontak permukaan antar material aktif juga akan memperbesar kapasitas baterai.
Dalam sistem baterai sekunder lithium, material katoda memegang peranan penting dalam pencapaian kapasitas baterai. Material ini yang nantinya harus dapat
melepaskan ion lithiun deinterkalasi, bergerak menuju anoda dan berinterkalasi didalam struktur anoda saat
charging
. Makin besar jumlah ion lithum yang dapat dipindahkan ke anoda, maka makin besar pula arus listrik yang dihasilkan saat
discharging
nantinya. Triwibowo, 2011. Kapasitas sel baterai semakin menurun ketika dilakukan
pengujian
cycle
berikutnya. Penurunan
kapasitas yang
terjadi mengindikasikan ion lithium yang berinterkalasi deinterkalasi mengalami jumlah yang
terus menurun. Ketika performa baterai mengalami penurunan drastis maka kemampuan
cycling times
masih rendah Subhan, 2011.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, dimulai dari bulan 5 Februari 2015 hingga 5 Mei 2015 di Laboratorium Baterai Pusat Penelitian Fisika P2F di
Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia LIPI Serpong, Tangerang Selatan. Penelitian dilakukan dari penyiapan bahan baku sampai baterai dan pengujiannya.
3.2 Peralatan dan Bahan Penelitian 3.2.1 Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan adalah : 1.
Beaker gelas 100 ml Berfungsi untuk wadah pembuatan
slurry
. 2.
Gelas ukur 25 ml Berfungsi untuk wadah sampel larutan.
3. Cawan petri 3 buah
Berfungsi untuk wadah sampel serbuk. 4.
Spatula Berfungsi untuk mengambil dan memasukkan serbuk dari bahan baku.
5.
Glovebox
Berfungsi untuk melindungi terjadi kontak kulit dari bahan baku yang berbahaya.
6.
Magnetic Stirrer Hot Plate
HS 65 Berfungsi untuk memanaskan dan mencampuran bahan sampai homogen.
7.
Magnetic Bar
Berfungsi untuk mengaduk campuran DMAC, PVDF, dan AB. 8.
Pisau ukur mesin
coating
Berfungsi untuk mengukur ketebalan saat pembuatan lembaran. 9.
Doctor Blade
1 buah
Universitas Sumatera Utara
Berfungsi untuk melapisi
slurry
ke lembaran Alumanium 10.
Timbangan digital Berfungsi untuk menimbang serbuk, lembaran Alumanium, dan material
aktif lembaran 11.
Mesin
calendering
Berfungsi untuk alat press lembaran agar permukaan material aktif lebih padat.
12. Lembaran kaca 1 buah
Berfungsi untuk alas memotong. 13.
Oven Berfungsi untuk menyimpan lembaran agar tidak terkontaminasi.
14. Jangka Sorong 1 buah
Berfungsi untuk mengukur ketebalan material aktif lembaran. 15.
Multimeter digital 1 buah Berfungsi untuk memastikan baterai tidak dalam keadaan
short
. 16.
Mesin
Coating
MSK-AFA-III Berfungsi untuk melapisi
slurry
pada lembaran aluminium. 17.
Oven Coating
MSK-AFA-E300 Berfungsi untuk mengeringkan
slurry
pada lembaran. 18.
Crimping Machine
MSK-110 Berfungsi untuk menekan
casing coin cell
19.
Casing coin cell
Berfungsi untuk wadah komponen bahan baterai 20.
Alat-alat lain Perlengkapan lain yang digunakan antara lain: penggaris, tisu, gunting,
pisau cutter, pinset, pipet tetes, sarung tangan, masker,
stopwatch
, aluminium
foil
, baki, kertas label dan lain-lain.
3.2.2 Bahan Penelitian
Dalam penelitian ini bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan lembaran katoda LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C adalah: 1.
Serbuk LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C dengan
carbon coating
1:4
Universitas Sumatera Utara
Fungsinya sebagai material aktif bahan katoda baterai lithium. 2.
Serbuk
Acetylene Black
AB produk Lin Yi Gelon, China. Fungsinya sebagai zat aditif konduktif.
3. Serbuk PVdF
Polyvinylidene difluoride
bahan teknis produk Kynar Flex, Arkema.
Fungsinya sebagai matriks polimer. 4.
Larutan DMAC
Dimethyl-acetamide
produk KgaA, Jerman. Funsinya sebagai pelarut bahan.
5. Lembar Alumanium Al
foil
Fungsinya sebagai
current colector
dalam lembaran katoda 6.
Larutan Aseton produk KgaA, Jerman. Fungsinya sebagai cairan pembersih alat.
7. Anoda litium metal produk Lin Yi Gelon, China.
Fungsinya sebagai anoda pada baterai
coin cell.
8. Elektrolit LiPF
6
produk Lin Yi Gelon, China. Fungsinya sebagai elektrolit pengahantar ion pada baterai
coin cell
. 9.
Lembaran separator
Polypropilene
dan
Polyethilene
produk Celgard, China.
Fungsinya sebagai pembatas antara anoda dan katoda.
3.3 Tahapan Penelitian
Urutan kerja pada tahap pembuatan lembaran katoda material LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C adalah sebagai berikut :
3.3.1 Pembuatan
Slurry
Material Aktif LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C
1. Ditimbang bahan dengan komposisi perbandingan berat LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C: AB : PVdF 85:5:10. Untuk 3 gram LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C diperlukan 0.17 gram AB, 0.35 gram PVdF dan 9 gram 9,9 mL DMAC yang diperlukan
sebagai pelarut bahan baku. Kemudian setiap serbuk diletakkan dicawan petri.
2. Ditutup bahan dengan
aluminium foil
agar tidak terkontaminasi.
Universitas Sumatera Utara
3. Diisi beaker glass 100 ml dengan DMAC dan diletakkan
magnetic bar
didalam beaker glass. 4.
Dihidupkan
Hote Plate
HS 65 dan diletakkan beaker glass tersebut diatas magnetic stirrer serta diatur suhu pemanasnya 70
o
C dengan kecepatan putarannya 300 rpm.
5. Dimasukkan PVdF kedalam beaker glass dan tunggu sampai homogen
sekitar 15 menit. 6.
Dituangkan AB sedikit demi sedikit. 7.
Dituangkan material pengisi LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C sedikit demi sedikit kedalam campuran dengan kondisi
magnetic stirrer
yang tetap beroperasi. 8.
Ditunggu pengadukan material pengisi didalam
matriks
selama 120 menit.
3.3.2 Cetakan Lembaran Katoda LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C
1. Disiapkan
slurry
campuran material
matriks
, material
pengisi LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C, dan
aditif
yang telah dibuat sebelumnya.
2. Dibersihkan Mesin
Coating
MSK-AFA-III,
Doctor Blade
, dan pisau ukur mesin
coating
dengan aseton.
3. Dihidupkan Mesin
Coating
dan diatur persisi celah
Doctor Blade
dengan ketebalan
200 m dengan pisau ukur agar dapat melewati celah alat
Doctor Blade
.
4. Diletakkan lemaran alumanium dengan ukuran 30 cm x 15 cm diatas mesin
coating dan tombol vakum dihidupkan.
5. Dibersihkan lembaran dengan Aceton dan diratakan lembaran agar tidak
robek.
6. Diletakkan
Doctor Blade
diatas lembaran dan dituang
slurry
diatas
permukaan lembaran aluminium sedikit demi sedikit dengan spatula.
7. Diratakan campuran dengan sekali gerakan ke satu arah dengan seksama
untuk mencegah rusaknya lembaran. Campuran yang tertuang diawal akan
kering terlebih dahulu.
8. Diangkat lembaran katoda dengan menggunakan kertas
paper
sebagai
alasnya.
Universitas Sumatera Utara
9. Dikeringkan lembaran menggunakan o
ven coating
MSK-AFA-E300 dengan variasi pengeringan dengan suhu 60
o
C, 80
o
C, 100
o
C selama setengah jam.
10. Diletakkan lembaran katoda didalam oven katoda agar lembaran katoda
tidak terkontaminasi.
3.3.3 Proses
Calendering
dan
Cutting
1. Dihidupkan mesin
calandering
dengan diatur ketebalannya 0,40 mm.
2. Dipress lembaran katoda LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C agar permukaan material aktif lebih padat.
3. Diletakkan lembaran kedalam oven agar tidak terkontaminasi selama 16
jam.
4. Dipotong lembaran katoda LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C sesuai dengan ukuran
coin cell
.
27,5 cm
15 c m
1,55 cm
Gambar 3.1 Hasil Pemotongan Lembaran Katoda LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C
5. Dipotong seperator dengan ukuran
coin cell
tetapi melebihi ukuran pada lemaran katoda
coin cell
sebelumnya agar tidak terjadi hubungan pendek
yang dapat menyebabkan kegagalan baterai.
1,9 cm
Gambar 3.2 Hasil Pemotongan Lembaran Seperator
6.
Diukur ketebalan lembaran dan ditimbang berat lembaran setelah dipotong.
Universitas Sumatera Utara
3.3.4 Proses Pembuatan
Coin Cell
1. Dipersiapkan
casing coin cell
, lembaran katoda LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C, anoda litium metal, elektrolit LiPF
6
, separator dan
speciment.
2. Dihidupkan mesin
glovebox
untuk pembuatan baterai
coin cell
.
3. Disusun baterai
coin cell
sesuai dengan gambar :
Gambar 3.3 Susunan Baterai Sekunder Berbentuk
Coin Cell
9. Dipress baterai
coin cell
dengan alat
Crimping Machine
MSK-110. 10.
Dibiarkan baterai didalam
glovebox
selama 16 jam agar elektrolit meresap sempurna kedalam elektroda dan seperator sebelum dilakukan pengujian.
Universitas Sumatera Utara
3.4 Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.4 Diagram Alir Pembuatan Lembaran Katoda LiFe
0,9
Ni
0,1
PO
4
C
Hot plate dengan T = 70
o
C 300 rpm, t = 15 menit
Dicampurkan PVdF dengan pelarut DMAC 9 gram
Hot plate dengan T = 70
o
C , 300 rpm, t = 120 menit
Ditambahkan sedikit demi sedikit AB dan LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C hingga homogen
Slurry LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C
Sheet Casting
dengan
Doctor Blade
Karakterisasi Sel Baterai
-
Uji CD ½ sel
-
Uji CV ½ sel
-
Uji EIS ½ sel
Kesimpulan
Dicalendering
Lembaran Katoda LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C
Menggunakan Al foil ; ketebalan 200 m
Karakterisasi lembaran Uji SEM
Analisa Komposisi LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
3 gram : AB : PVdF 85 : 5 : 10
Dikeringkan suhu 60
o
C 30 menit
Coin Cell
Katoda LiFe
0.9
Ni
0.1
PO
4
C, Anoda Lithium Metal, Elektrolit
LiPF
6
di
Glovebox
Dikeringkan suhu 80
o
C 30 menit Dikeringkan suhu
100
o
C 30 menit
Dicutting
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Analisa XRD