48
BAB IV KONSEP TAFAKKUR SUFISTIK PADA BUKU IHYA
ULUMUDDIN KARYA IMAM AL-GHAZALI
A. Keutamaan Tafakkur
Allah Taala menyuruh untuk tafakkur mengenai kitab-Nya yang mulia dan Dia memuji kepada orang-orang yang melakukannya.Allah Taala berfirman:
Artinya:” yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi seraya berkata: Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka
peliharalah Kami dari siksa neraka”.
1
Ibnu Abbas RA berkata : ”Sesungguhnya suatu kaum berpikir tentang Allah Taala. Maka Rasulullah SAW bersabda : ”Berpikirlah tentang makhluk Allah
Taala dan janganlah kamu berpikir tentang Allah. Sesungguhnya kamu tidak akan mengagungkan kedudukanNya.”
2
Imam Al-Ghazali dalam bab ini hanya memberikan dalil -dalil Al-Quran ,hadis-hadis dan atsar-atsar yang menyorot
tentang keutamaan tafakkur. Keutamaan tafakkur dikembalikan kepada keutamaan ilmu karena tujuan tafakkur adalah sintesa ilmu yang posisinya lebih utama
daripada ibadah. Sebagaimana yang tersebut pada atsar yang tercantum pada kitab Al-Ihya :
”Dari Thawus ia berkata: ”Kaum Hawari bertanya kepada Nabi Isa bin Maryam: ”Wahai Rasulullah Apakah di atas bumi hari ini ada orang yang sepertimu? Nabi
1
Tim Departemen Agama,Al-Qur’an dan Terjemahnya,Semarang:Toha Putra,1995Cet.1995,h.110
2
Imam Al-Ghazali,Ihya Ulumuddin,Semarang :Asy-Sifa,2003Cet.2003, h.230
Isa menjawab: ”Ya, barang siapa yang ucapannya adalah zikir, diamnya adalah berpikir tafakkur dan pandangannya adalah mengambil ibarat iktibar, maka ia
adalah sepertiku”. Jadi, jelas bahwa zikir, tafakkur dan iktibar bermuara kepada ilmu sebagai representasi kualitas hati maqam yang dianalogikan dengan maqam
kenabian sebagaimana isi atsar tadi. Dalil-dalil di atas memposisikan dua aspek sentral keutamaan tafakkur
yaitu ilmu dan ibadah. Ilmu menjadi asal yang diikuti dan wajib didahulukan atas ibadah karena supaya bisa menghasilkan ibadah yang selamat dan benar.
3
Ibadah akan rusak jika syarat-syarat fundamentalnya tidak terpenuhi dan menyeret
pelakunya kepada kebutaan jalan-jalan spritual. Rinciannya meliputi disiplin ilmu-ilmu aqidah, fiqih, tasawuf dan ilmu-ilmu pendukung lainnya. Kesesuaian
antara ukuran ilmu dan relevansinya dengan tatanan spritual akan membentuk harmonisasi yang dalam taraf tertentu berpengaruh dalam kualitas ibadah.
Kualitas ibadah inilah yang mempengaruhi hati bukan ilmu dan kualitas hati ini akan memunculkan cita rasa dzauq intuisi yang mutlak diperlukan dalam
perjalanan spritual maqamat ahwal seperti rasa khauf takut, malu, sabar dan lain sebagainya..
Dalam atsar lain dari kitab Al-Ihya yang disebutkan Imam Al-Ghazali adalah perkataan Imam Junaid: ”Paling mulianya majlis dan paling tingginya
adalah duduk beserta berfikir pada lapangan tauhid , menghirup dengan udara makrifat, minum dengan gelas kecintaan dari lautan kasih sayang dan memandang
dengan bagus sangkaan kepada Allah Taala”. Dalam atsar ini termaktub keutamaan tafakkur secara global. Rinciannya adalah sebagai berikut :
1. Keutamaan pertama tafakkur dalam tatanan ilmu untuk sampai
kepada tatanan tauhid. Keutamaan ini terkait dengan fungsi tafakkur sebagai suplementasi hati dengan memberikan akses-akses ilmu
pengetahuan teoritis yang dibutuhkan dalam memberikan keseimbangan mutual dalam relasi kondisionalnya dengan aspek-aspek indera. Kondisi
ini adalah kondisi general bagi kaum sufi dalam perjalanan spritualnya sekalipun rumusan ini tidak bersifat mutlak karena dalam kesejatiannya
3
Imam Al-Ghazali, Meniti Jalan Menuju Surga,Jakarta:Pustaka Amani,1986 h.26
hati sanggup mengeksplorasi ilmu secara otonom tanpa proses belajar seperti yang terjadi pada kasus para Nabi. Poin utama dalam tahapan ini
adalah adanya keutamaan tafakkur sebagai susunan konstruktif bagi tahapan “yaqin”. ”Yaqin” adalah ilmu yang tidak merasuki seseorang yang
menyebabkan keraguan sepenuhnya.”Al-yaqin” tidak diucapkan dalam sifat Allah SWT , karena memang tidak relevan. Sedangkan “ilmul yaqin”
adalah “yaqin” itu sendiri. Termasuk kategori “yaqin” adalah “ainul yaqin” dan”haqqul yaqin.
4
Tafakkur memberikan bukti-bukti tauhid dengan ilmu-ilmu teoritis yang secara relevan mengukur konsepsi-
konsepsi struktural keabsahan “yaqin” yang justru “tercetak” secara fitrah dalam hati. Konsekuensinya adalah terwujudnya pola-pola konsepsional
definisi-definisi “tauhid” yang mengisyaratkan adanya kemutlakan variabel bagi dominansi aspek rububiah dan ilahiah.
2. Keutamaan tafakkur dengan basis makrifat. Makrifat adalah jiwa
taqarrub. Makrifat merupakan sesuatu yang diserap dan berpengaruh dalam hati dan kemudian pada seluruh anggota badan. Ilmu ibarat melihat
api, sedangkan makrifat ibarat cahaya yang menyala pada api.
5
Keutamaan tafakkur pada level ini adalah bersifat “pasif” dalam arti tidak terlibat
secara langsung dengan akal dan lebih interaktif dengan hati sebagai basis makrifat. Ketika ilmu telah dibawa kepada tatanan makrifat dalam hati
maka akan muncul “dzauq” sebagai implementasi kesucian hati yang akan memancarkan kualitas akhlaqul karimah. Indikatornya adalah keterbukaan
jiwa dalam mencerminkan toleransi sifat-sifat malakuti , seperti rasa khauf takut ,raja harap, tawakkal, sabar dan lain-lain. Isyarat tentang hal ini
terungkap dalam sajak mistis An-Niffari: Aku membuat huruf tegak di hadapan makhluk
Aku membuat amal tegak di hadapan huruf Aku membuat makrifat tegak di hadapan amal
4
Imam Al-Qusyairi,Risalatul Qusyairiyah,Surabaya:Risalah Gusti,2001Cet.I,h.69
5
Imam Al-Ghazali,Raudhah,Surabaya,Risalah Gusti:2000Cet.IV, h.43
Aku membuat ikhlas tegak di hadapan makrifat
6
Salah satu hal yang utama pada keutamaan tafakkur model ini adalah adanya tahapan ikhlas sebagai representasi kolaborasi sinergis “cahaya Ilahi”
yang diintegrasikan dengan konsepsi-konsepsi Ladunni yang selanjutnya diproses dalam medan tafakkur. Dengan kata lain makrifat memberikan bahan-bahan
teoritis dengan landasan tauhid untuk ditransformasikan ke dalam konsepsi akal bisa dalam wujud ilham ataupun firasat. Maqam ini sudah meliputi musyahadah
penyaksian dan ruyat melihat dengan “sirr” kalbu. Ia melihat untuk dimakrifati. Karena hakikat makrifat ada di dalam batin orang-orang melihat,
kemudian Allah SWT menghilangkan sebagian tirai hijab, lantas mereka diperlihatkan nur Zat-Nya dan sifat-sifat-Nya dari balik hijab agar makrifat
kepada-Nya.
7
Makrifat telah membuka jenjang-jenjang Maqamat-Ahwal yang akan membawa pemiliknya ke dataran keyakinan melalui rasa sukma dzauq sehingga
sampai kepada kedudukan wushul predikat bagi ketenggelaman hati dengan pesona Al-Haq yang merupakan tujuan final. Sifatnya variatif .Ada yang bertemu
Allah Taala melalui jalan afal dalam manifestasi tajalli, sehingga perbuatannya dan selain dirinya dalam situasi fana yang merupakan kondisi di luar ikhtiar dan
akal. Ada pula yang berada dalam kondisi mahabbah yang merupakan puncak rasa sukacita jiwa al-uns. Al-uns merupakan rasa suka dan kegembiraan karena
terjadinya mukasyafah kepada Allah dengan segala keindahan Jamal dan keagungan-Nya Jalal yang kemudian membuahkan kerinduan as-syauq yang
lebih utama dari al-uns. Uns mempunyai Al-wajd kondisi ekstase dengan klasifikasi:
1. Kedahsyatan ad-dahsyi yang merupakan gaibnya kalbu
dari sentuhan rasanya karena kejutan yang luar biasa. 2.
Keterpesonaanal-haiman. Apabila kalbu mulai tenang kemudian decaknya berulang-ulang, maka kalbu menjadi
takjub,bimbang akan kebajikan kharismanya yang merupakan
6
Syekh An-Niffari,Al-MawaqifBandung,Mizan,2004Cet.I,h.32
7
Imam Al-Ghazali,Raudhah,Surabaya,Risalah Gusti:2000Cet.IV, h.43
refleksi musnahnya sentuhan karena ketakjuban dan kebimbangan secara abadi.
3. Penempatantamkin sehingga tidak satu pun ada yang
masuk ,atau tidak satu pun jalan yang melintasinya yang merupakan isyarat menuju pangkal kemandirian istiqrar.
8
Adanya kemanunggalan tujuan dan perspektif mistis telah menghadirkan keragaman tafsiran dzauq yang kemudian akan diwujudkan dengan standarisasi
makrifat. Pengenalan kepada Allah tergantung dengan daya makrifatnya dan kedekatan terhadap totalitas Ilahiah diwujudkan dengan kemanunggalan hakikat
hati sebagai poros makrifat yang menginterpretasikan konsep -konsep Ilahiat yang sekali lagi diproyeksikan ke hati dalam terminologi rukyat.
Secara global buah dari makrifat adalah adanya mata hati bashirah, mukasyafah, musyahadah, muayanah pembuktian nyata, yaqin, ilham dan
firasat. Pada tahapan ini juga tauhid telah mengalami transformasi dari tatanan burhan logis menjadi tatanan makrifat yang diindikasikan dengan maqam fana
yaitu kondisi penunggalan diri kepada Al-Qidam Maha Dahulu meninggalkan segala yang hadits baru, berpaling dari segala yang baru untuk menghadap
kepada yang Qadim sehingga seseorang mampu menyaksikan keindahan Zat Allah Taala secara spritual.
B. Penjelasan Hakikat Pikiran Dan Buahnya