Penjelasan Hakikat Pikiran Dan Buahnya

refleksi musnahnya sentuhan karena ketakjuban dan kebimbangan secara abadi. 3. Penempatantamkin sehingga tidak satu pun ada yang masuk ,atau tidak satu pun jalan yang melintasinya yang merupakan isyarat menuju pangkal kemandirian istiqrar. 8 Adanya kemanunggalan tujuan dan perspektif mistis telah menghadirkan keragaman tafsiran dzauq yang kemudian akan diwujudkan dengan standarisasi makrifat. Pengenalan kepada Allah tergantung dengan daya makrifatnya dan kedekatan terhadap totalitas Ilahiah diwujudkan dengan kemanunggalan hakikat hati sebagai poros makrifat yang menginterpretasikan konsep -konsep Ilahiat yang sekali lagi diproyeksikan ke hati dalam terminologi rukyat. Secara global buah dari makrifat adalah adanya mata hati bashirah, mukasyafah, musyahadah, muayanah pembuktian nyata, yaqin, ilham dan firasat. Pada tahapan ini juga tauhid telah mengalami transformasi dari tatanan burhan logis menjadi tatanan makrifat yang diindikasikan dengan maqam fana yaitu kondisi penunggalan diri kepada Al-Qidam Maha Dahulu meninggalkan segala yang hadits baru, berpaling dari segala yang baru untuk menghadap kepada yang Qadim sehingga seseorang mampu menyaksikan keindahan Zat Allah Taala secara spritual.

B. Penjelasan Hakikat Pikiran Dan Buahnya

Imam Al-Ghazali dalam Al-Ihya memberikan definisi tafakkur sebagai upaya menghadirkan dua pengetahuan dalam hati agar dapat membuah dari keduanya akan buah yang ketiga. Contohnya adalah bahwa barangsiapa yang cenderung kepada akhirat dan tidak memilih kehidupan dunia dan ia berkehendak mengetahui bahwa akhirat itu lebih utama daripada dunia. Maka baginya ada dua jalan: 1. Bahwa ia mendengar dari orang lain bahwa akhirat itu lebih utama untuk diutamakan daripada dunia, lalu ia mengikutinya dan 8 Imam Al-Ghazali,Raudhah,Surabaya,Risalah Gusti:2000,cet.IV,h.63 membenarkannya dengan tanpa penglihatan hati tentang hakikat perkara. Maka ia cenderung dengan alamnya kepada mengutamakan akhirat karena berpegang dengan perkataan orang semata-mata. Ini dinamakan taqlid dan tidak dinamakan pengetahuan. 2. Bahwa ia mengerti bahwa yang lebih kekal itu lebih utama , kemudian ia mengetahui bahwa akhirat lebih kekal. Maka berhasil baginya dari dua pengetahuan ini , pengetahuan yang ketiga yaitu: bahwa akhirat lebih utama untuk diutamakan. Tidak mungkin untuk meyakinkan mengetahui bahwa akhirat lebih utama untuk dipilih kecuali dengan dua pengetahuan yang terdahulu. Secara eksplisit Imam Al-Ghazali dalam pernyataan-pernyataan di atas sedang memperkenalkan konsep Logika. Adanya kecenderungan konsep Logika mengindikasikan bahwa dalam sufisme terdapat ruang -ruang yang kompleks dalam mengeksplorasi ilmu demi kebenaran hakiki. Seperti yang kita ketahui dalam logika ada nilai-nilai kebenaran yang harus dicari untuk menentukan sebuah nilai. Argumen-argumen yang disusun akan mengantarkan sebuah kesimpulan yang bersifat apriori yaitu murni definitif dan non-empris. Kesimpulannya disusun karena adanya hubungan logis antara dua premis yang saling berhubungan. Imam Al-Ghazali memberikan contoh deduktif silogisme dalam merumuskan sebuah kebenaran umum. Pola silogisme disusun dari dua proposisi pernyataan yang kemudian menghadirkan sebuah konklusi kesimpulan. Analisis struktural pada contoh di atas bila kita modifikasi dengan pola silogisme disyungtif adalah: 1. Yang lebih utama itu dunia atau akhirat. 2. Akhirat lebih kekal. Jadi, akhirat lebih utama. Jadi proses pertama dalam tafakkur adalah aktifitas logika yang menitikberatkan kepada pengetahuan-pengetahuan elementer untuk kemudian dibawa kepada sebuah kesimpulan. Adanya integrasi dan otonomsi ilmu pengetahuan akan melibatkan proses eksplorasi ilmu demi sintesa ilmu untuk dibawa ke hati. Dengan demikian daya kerja tafakkur melibatkan persepsi akal melalui aktifitas pendidikan dan pembelajaran. Lebih lanjut Imam Al-Ghazali menjelaskan rincian proses pra-tafakkur yang dikenalkan dengan istilah-istilah tadzakkur dan tafakkur. Beliau berkata: ”Adapun tadzakkur dan tafakkur maka itu adalah beberapa ibarat kata yang mempunyai satu arti yang tidak dibawahnya makna-makna yang berbeda”. Kedua istilah itu pokoknya adalah satu dengan dua aktifitas yang berbeda. Tadzakkur hanya melibatkan proses pengulangan sedangkan tafakkur terkait dengan sintesa ilmu. Dua gejala ini terkait dengan ranah-ranah psikologi manusia yang menetralisir konsep-konsep baku untuk menjelaskan universalitas yang secara inheren dan koheren terkandung dalam perspektif dan konklusi pemikiran logis. Rinciannya sebagai berikut: 1 Kognisi Psikologi kognitif adalah kajian studi ilmiah mengenai proses-proses mental atau pikiran intelektual. Tadzakkur dan tafakkur terlibat dalam proses mental intelektual yang dalam kegiatannya dipengaruhi oleh pengalaman belajar study experience. Ini sejalan dengan teori Gestalt Mex Weitheimer. Dalam teori Gestalt dijelaskan bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Ada dua hukum wajib dalam teori Gestalt yaitu: kejelasan pragnaz dan totalitas closure. 9 Tadzakkur dan tafakkur akan memberikan dunia konsep bagi ide-ide analitis yang secara struktural akan terkait dengan tujuan-tujuan ilmiah. Tujuan-tujuan ilmiah ini adalah struktur pertama bagi standarisasi kebenaran yang nantinya akan mendapat klarifikasi dan klasifikasi verbal dan non-verbal melalui cahaya Al-Quran dan Al-Hadis. Standarisasi kebenaran dalam batasan ini baru merupakan legitimasi akal yang akan memprioritaskan kaidah-kaidah logis yang akan memberikan tafsiran- tafsiran general-psikologis dalam mengakumulasi seluruh rancangan- rancangan terorganisir sebagai wujud konsepsi universalitas. Rancangan- 9 M.Dalyono,Psikologi PendidikanJakarta:RinekaCipta,1997Cet.III, h.63 rancangan ini terkait dengan seluruh tatanan interaktif manusia dengan ruang-ruang kognitif yang selalu terbuka dengan varian-varian variabel yang terjadi sebagai implikasi positif dengan obyek pemikiran . Dalam aplikasinya tafakkur dan tadzakkur sangat tergantung terhadap fakultas- fakultas kognisi yang akan memberikan produk-produk ilmu dalam rangka penyesuaian kausalitas dengan tatanan fitrah manusia. 2 Afeksi Tadzakkur dan tafakkur secara afektif bisa dijelaskan sebagai upaya pemberian nilai rasa dzauq bagi hati yang selektif dalam penerimaan- penerimaan konseptualnya, yang membawa pengaruh-pengaruh spritual maqamat-ahwal dalam aplikasinya. Jika dalam tatanan kognitif tadzakkur dan tafakkur berada pada ruang lingkup logika maka dalam tatanan afeksi pengetahuan-pengetahuan teoritis akan menjadi basis dzikir dalam transformasi nilai menuju aktifitas amal. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan ada tiga hal yang mesti bagi setiap mukmin dalam setiap situasi dan kondisi: perintah yang harus dilaksanakan, larangan yang harus dijauhi dan ketetapan yang harus diterima. 10 Nilai rasa dzauq yang muncul karena aktifitas tadzakkur dan tafakkur akan dibawa kepada hegemoni ritual ibadah yang akan menegakkan aspek syariat yang meliputi perintah dan larangan yang selanjutnya dihadapkan kepada pintu makrifat ketetapan yang harus diterima. Lalu akan terjadi penjabaran mutu ibadah dan kualitas hati yang akan mendefinisikan seluruh aktifitas ibadah. 3 Psikomotorik Ranah psikomotorik menekankan tentang proses -proses praktisi yang merupakan wujud tanggapan impulsif tentang bagaimana kontraksi- kontraksi pikiran terdefinisikan sebagai gerak solutif dalam pencapaian sebuah tujuan. Pada tingkatan psikomotorik pengetahuan sudah menjadi faktor pendorong untuk berbuat. Dalam prakteknya, tafakkur dan tadzakkur akan menjadi acuan dalam pengembangan kualitas dan kuantitas 10 Syekh Abdul Qadir Al-Jailani,Raihlah Hakikat,Bandung:PustakaHidayah,2007,Cet.I, h.55-56 ilmu dalam pencapaian makrifat yang diterapkan dalam dua pola aspek ubudiah dan uluhiah. Dalam aspek ubudiah,peranan tafakkur dan tadzakkur akan terlibat dalam aktifitas ibadah seperti ijtihad, muhasabah, muraqabah yang akan meningkatkan kualitas ibadah lahir dan batin. Dalam aspek uluhiah , tadzakkur dan tafakkur berasosiasi dengan makrifat dalam sintesa ilmu sebagai wujud domain pasif bagi hati yang merupakan sumber cahaya ilmu. Kedua proses inilah yang merupakan syarat mutlak tingkatan mulia gerbang kaum arifin. Ini tercermin dalam sabda Rasulullah SAW :”Sesungguhnya Allah Taala menyukai penglihatan yang meneliti dengan seksama ketika datangnya perkara -perkara yang syubhat dan akal yang sempurna ketika diserang nafsu-syahwat HR Abu Nuaim 11 Hadis ini menjelaskan tentang dua kekuatan psikomotorik dalam perjalanan spritual sufi. Kekuatan psikomotorik pertama adalah kekuatan hati yang sanggup menerangi kegelapan perkara-perkara syubhat. Perkara syubhat adalah perkara yang meragukan dan dalam sufisme keraguan adalah syirik yang merupakan salah satu dosa besar. Kekuatan hati yang suci akan membangkitkan ilmu Ladunni makrifat yang akan menghilangkan syubhat secara internal tauhid. Sementara dalam tatanan eksternal yang meliputi lintasan-lintasan jiwa akan membutuhkan aplikasi tafakkur dan tadzakkur yang akan mengukurnya dengan standar Al-Quran dan Al-Hadis. Kekuatan psikomotorik kedua adalah kekuatan akal yang akan mengintegrasikan tadzakkur dan tafakkur sebagai wadah dalam proses penyucian hati yang secara luas akan mencakup ruang lingkup ilmu-ilmu teoritis yang menuntut mujahadah dalam prakteknya. Hal ini karena kekuatan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor luar seperti daya -daya setani, syahwat, emosi , amarah dan lain-lain. Kekuatan ini terkait erat denan proses pendidikan dan pembelajaran. Secara psikomotorik ilmu diwujudkan secara esensial dalam hati dalam dua fase yaitu fase alamiah yang berupa potensi hati dalam pencapaian makrifat serta fase artifisial yang terbuka dalam eksplorasi fiskal dan non-fiskal dalam pencitraan ilmu. 11 Imam Al-Ghazali,Ihya UlumuddinSemarang,Asy-Sifa,2003Cet.tahun2003, h.149 Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin memberikan penjelasan tentang rangkaian kronologis proses proses tafakkur ,yang menurut beliau dibagi kepada lima tingkatan yaitu: 1. Tadzakkur yang merupakan upaya menghadirkan dua pengetahuan di dalam hati. 2. Tafakkur yang merupakan proses mencari pengetahuan baru dari proses tadzakkur. 3. Hasilnya pengetahuan yang dicari dan bersinarnya hati dengan dengannya. 4. Berubahnya keadaan hati dari apa yang telah ada disebabkan hasilnya cahaya makrifat. 5. Pelayanan anggota-anggota badan bagi hati menurut keadaan yang baru baginya. Proses-proses di atas merupakan rangkaian tafakkur sufistik yang diindikasikan dengan hati sebagai poros utama dalam upaya pencapaian makrifat dengan basis ilmu-ilmu teoritis.Inilah tujuan tafakkur secara hakiki. Tentang buah dari tafakkur beliau menguraikannya dalam Al-Ihya sebagai berikut: ”Adapun buah pikiran, maka itu adalah ilmu pengetahuan hal ihwal dan amal perbuatan. Tetapi buahnya yang khusus adalah ilmu, tidak yang lainnya. Ya, apabila ilmu berhasil di dalam hati, maka keadaan hati menjadi berubah. Apabila keadaan hati menjadi berubah maka amal perbuatan itu mengikuti keadaan. Keadaan mengikuti ilmu dan ilmu mengikuti pikiran. Jadi, pikiran adalah dasar dan kunci bagi segala kebaikan semuanya. Inilah yang tersingkap bagimu tentang keuntungan tafakkur dan bahwa tafakkur lebih utama daripada zikir dan tadzakkur. Karena tafakkur adalah zikir dan tambahan dan zikir hati itu lebih baik daripada amal perbuatan anggota badan. Bahkan mulianya amal itu karena adanya zikir padanya. Jadi, tafakkur lebih utama daripada sejumlah amal perbuatan.” Buah dari tafakkur adalah ilmu pengetahuan. Penjelasan tentang ilmu akan menuntun kita dalam memahami ilmu dalam batas-batas epistemologi, ontologi dan aksiologi. Ilmu memiliki dua komponen yaitu pertama , bahwa sumber asli seluruh pengetahuan adalah wahyu atau Al-Quran yang mengandung kebenaran absolut dan yang kedua, bahwa metode mempelajari pengetahuan yang sistematis dan koheren semuanya sama-sama valid, semuanya menghasilkan bagian dari satu kebenaran atau realitas. 12 Dua komponen ilmu inilah yang mengisyaratkan keutamaan ilmu sebagai kesempurnaan mutlak. Ini dikarenakan ilmu itu sendiri adalah sifat Allah dan para malaikat. Dengan ilmu para malaikat dan hamba- hamba Allah dapat mendekatkan diri secara sempurna kepada-Nya. Pendekatan diri kepada Allah tidak terkait dengan tempat melainkan dengan sifat ilmu. Semakin banyak dan semakin sempurna ilmu seseorang, ia akan semakin dekat kepada Allah dan semakin menyamai malaikat-malaikat- Nya.Keutamaan ini diisyaratkan dengan hadis Nabi yang berbunyi: ”Isi langit dan bumi memintakan ampunan untuk orang-orang berilmu”. 13 Ini dikarenakan ilmu untuk mencapai tujuan hidup dari sisi agama dan dunia karena tidak akan norma agama tanpa ada norma dunia. Dunia adalah media penghubung dan bukan tujuan sebagaimana klaim sebagian besar orang. Dilihat dari materinya,ilmu ada dua macam, yaitu ilmu syariat dan non- syariat. Ilmu syariat yaitu ilmu yang sumber rujukannya adalah para Nabi dan tidak dapat diatur oleh akal sebagaimana ilmu eksak. Ilmu syariat terdiri dari ilmu ushul, ilmu furu, ilmu muqaddimah pengantar, dan penyempurna. Ilmu-ilmu ini terkait dengan penelusuran jalan akhirat yang kemudian diklasifikasi lagi sebagai ilmu muamalah dan mukasyafah. Ilmu muamalah yaitu ilmu yang dipelajari dengan tujuan untuk diamalkan dalam perbuatan sedangkan ilmu mukasyafah yaitu ilmu yang dipelajari dengan tujuan terbukanya pengetahuan makrifat gnosis tanpa ada unsur amal perbuatan. Ilmu mukasyafah ini bersifat esoteris dan sangat samar. Ia puncak dari setiap ilmu bahkan tujuan dari semua ilmu yang ada. 14 Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: a Pokok-pokok ushul itu ada empat, yaitu kitabullah, sunnah, ijma dan atsar sahabat. 12 Prof.Mujamil Qomar,M.Ag,Epistemologi Pendidikan IslamJakarta:Erlangga,2007Cet.III,h.105 13 Imam Al-Ghazali,Buat Pecinta IlmuSurabaya:Pustaka progresif.2002Cet.I, h.6 14 Imam Al-Ghazali,Buat Pecinta IlmuSurabaya,Pustaka Progresif,2002Cet.I, h.110 b Cabang furu yaitu sesuatu yang dipahami dari pokok-pokok ini, bukan dengan kepastian lafal-lafalnya tetapi dengan pengertian- pengertian yang diketahui akal. Ini terbagi empat macam: c Berkaitan dengan kemaslahatan-kemaslahatan dunia dan itu termuat dalam kitab-kitab fiqih dan yang bertanggung jawab adalah para puqaha. d Sesuatu yang berkaitan dengan kemaslahatan-kemaslahatan akhirat.Yaitu ilmu mengenai keadaan hati dan akhlak yang terpuji dan tercela, sesuatu yang diridhai di sisi Allah Taala dan sesuatu yang dibenciNya. e Muqaddimat pendahuluan-pendahuluan yaitu ilmu-ilmu yang berlaku sebagai alat seperti ilmu bahasa dan tata bahasa karena keduanya itu merupakan alat bagi ilmu kitabullah Taala dan Sunnah Nabi SAW. f Penyempurna-penyempurna yaitu mengenai ilmu Al-Quran. Itu terbagi kepada sesuatu yang berkaitan dengan lafal seperti belajar qiraat dan makhraj-makhraj huruf, kepada yang berkaitan dengan makna seperti tafsir, karena bersandarnya juga kepada naql karena bahasa semata tidak dapat berdiri sendiri. 15 Ilmu non-syariat merupakan ilmu yang secara umum merupakan hasil pemikiran manusia yang terkait dengan potensi kemanusiaanya sendiri secara menyeluruh. Adapun klasifikasi ilmu non-syariat sebagai berikut: 1. Ilmu pasti matematika yang meliputi aritmetika, geometri, musik. 2. Ilmu perbintangan seperti astrologi dan astronomi. 3. Ilmu alam fisika seperti kedokteran,meteorologi,mineralogi. 4. Ilmu kimia. 5. Ilmu hayat seperti fisiologi dan biologi. 6. Fisika sosial seperti sosiologi, antropologi, ilmu hukum dan lain-lain. 16 Ilmu pengetahuan jika disandarkan kepada makrifat sebagai tujuan haqiqi 15 Imam Al-Ghazali,Ihya Ulumuddin,Semarang,Pustaka Asy-Sifa,2003Cet.tahun2003, h.54-55 16 Yesmil Anwar dan Adang,Pengantar Sosiologi HukumJakarta,Grasindo,2004Cet.III h.18 akan dibagi kepada tiga tingkatan. Pertama, ilmu perbekalan semisal ilmu fiqih yang terkait dengan kemaslahatan sosial. Kedua, ilmu yang dipergunakan untuk membersihkan hati dari segala sifat tercela serta akibat-akibat yang ditimbulkannya, seperti ilmu tasawuf. Ketiga, ilmu tentang sifat-sifat Allah Taala yang merupakan ilmu yang paling tinggi derajatnya. 17 C.Penjelasan Jalan-Jalan Pikiran Dalam pembahasan ini Imam Al-Ghazali sekilas menyorot tentang obyek tafakkur yang secara global menurut beliau terbagi kepada ilmu agama dan non- agama. Kemudian pembahasan dilanjutkan dengan klasifikasi ringkas tentang bahasan obyek ilmu muamalah yang merupakan medan kajian tafakkur, dimana klasifikasi diprioritaskan kepada hamba,sifat-sifatnya dan hal ikhwalnya untuk persiapan ibadah. Beliau berkata dalam Al-Ihya: ”Tersingkaplah bagimu membatasi pikiran pada bagian-bagian ini dengan contoh, yaitu bahwa keadaan orang yang berjalan kepada Allah Taala dan orang-orang yang rindu kepada perjumpaan denganNya adalah menyerupai keadaan orang-orang yang sangat rindu. Orang yang rindu akan tenggelam dengan cita-citanya dengan tidak melampui pikirannya dari keterkaitan dengan orang yang dirindukannya. Kalau ia berpikir pada orang yang dirindukannya, maka adakalanya ia berpikir tentang kecantikannya dan ia merasa nikmat dengan berpikir padanya dan dengan menyaksikannya.” Penjelasan di atas memetakan konsep tentang bagaimana tafakkur diaplikasikan sebagai sarana ibadah dalam perjalanan spritual yang dianalogikan dengan cinta kepada Allah Taala. Dalam hal ini Imam Al-Ghazali mengisyaratkan tentang jalan-jalan pikiran yang dimulai dengan tafakkur konseptual sebelum pada akhirnya dibawa ke dalam dzauq bagi hati. Hal ini terkait dengan dimensi-dimensi ruhani mistisisme yang sarat dengan persoalan-persoalan yang berkenaan dengan intuisi dan penyingkapan mistis dan tidak muncul dalam lingkup ilmu pengetahuan spekulatif dan tradisional. Eksplorasi pertama yang akan kita 17 Imam Al-Ghazali,Buat Pecinta Ilmu,Surabaya,Pustaka Progresif,2002Cet.I, h.120 lakukan berkaitan dengan pembahasan ini adalah tentang fakultas-fakultas kemanusiaan yang merupakan mediator pertama dalam tafakkur konseptual. Dalam prosesnya pikiran terakumulasi dalam kata,pengetahuan dan obyek yang diketahui dan sesuatu obyek pemikiran itu memiliki eksistensi sebagai individu dalam lisan atau dalam pikiran. Keberadaan sebagai individu merupakan keberadaan asasi, sementara keberadaan dalam pikiran adalah keberadaan formal dan dalam kesadaran serta keberadaan dalam lisan adalah verbal dan indikatif. 18 Fakultas-fakultas kemanusiaan adalah struktur mikro dalam menjelaskan tatanan kronologis pikiran yang membagi-bagi aktifitasnya secara aktif dalam dikotomi parsial yang menuntut sinergisasi stimulus dan kehendak bebas manusia. Stimulus disini adalah wujud reaksi dan tanggapan positif dalam penerimaan sebuah konsep yang tersusun sistematis dan ilmiah untuk ditransfer ke dalam fakultas-fakultas kemanusiaan yang selanjutnya akan dklasifikasi secara kulitatif dan kuantitatif partikulariat. Proses inilah yang secara kontinu akan mempengaruhi kehendak bebas yang merupakan supremasi aksi dan merupakan cetak biru kehendak Ilahi, sebagaimana yang tersirat dalam aforisme terkenal bahwa manusia adalah citra Tuhan. Bagian dari citra diantaranya adalah konsepsi yang merupakan determinasi akal. Fakultas-fakultas kemanusiaan menurut para filsuf dibagi menjadi dua bagian yaitu perseptif mudrikah dan motif muharrikah. Fakultas-fakultas perseptif ada dua macam yaitu eksternal zhahir dan internal batin. Fakultas perseptif eksternal terdiri dari lima indera yang terpasang pada tubuh. Sedang fakultas-fakultas perseptif internal ada tiga yaitu: 1. Fakultas imajinatif al-quwwah al-khayaliyyah, yang terletak di bagian depan otak, di belakang indera penglihatan. Dalam fakultas ini terekam bentuk-bentuk suatu yang terlihat, ketika mata ditutup bahkan data kelima indera terekam di dalamnya. 2. Fakultas estimative al-quwwah al-wahmiyyah, yang berfungsi mengetahui pengertian-pengertian atau konsep-konsep, sedang fakultas 18 Imam Al-Ghazali,Al-Asma Al-Husna,Bandung:Mizan,1995,Cet.II, h.17 yang pertama mengetahui bentuk-bentuk. Fakultas ini terletak di tengah bagian belakang. 3. Fakultas imajinasi sensitive mutakhaliyah untuk binatang dan kogitasi mufakkirah untuk manusia. Fungsinya adalah untuk menyusun bentuk-bentuk inderawi satu sama lain atau untuk menata pengertian-pengertian dan konsep-konsep di atas bentuk-bentuk. Ia berada di ronggga tengah otak di antara memori penyimpan bentuk dan penyimpan konsep. Fakultas motif muharrikah terbagi menjadi: 1. Penggerak dalam arti bahwa ia mendorong ke arah gerakan. Termasuk di antaranyafakultas hasrat inklinatif yaitu fakultas yang apabila bentuk yang diharap atau dibenci terpasang pada fakultas imajinatif, fakultas hasrat mendorong fakultas motif untuk aktif ke arah gerakan. Ia mempunyai dua sub-bagian: a Fakultas erotic al-quwwah asy-syahwatiyyah yaitu fakultas yang mendorong lahirnya gerakan yang mendekatkan pada hal-hal yang diimajinasikan sebagai keharusan untuk mencari kenikmatan. b Fakultas kemarahan al-quwwah al-gadabiyyah yaitu fakultas yang membangkitkan gerakan yang dipakai dalam usaha untuk menguasainya. 1. Penggerak dalam arti bahwa ia penggerak langsung. Fakultas ini beroperasi di dalam otot-otot dan syaraf-syaraf. Fungsinya adalah mengontak otot-otot dan untuk mendorong urat-urat dan ikat-ikat sendi tulang, yang terhubungkan dengan anggota-anggota badan, menuju posisi di mana fakultas ini mengatur jalannya. 19 Fakultas-fakultas kemanusiaan di atas merupakan tolak ukur kualitas dan kuantitas ilmu teoritis dalam substansi yang terbatas karena fakultas-fakultas ini terkait erat dengan potensi fitrah yang merupakan akses elementer koordinasi - koordinasi struktural pikiran dalam tatanan biologis. Tatanan biologis inilah yang 19 Imam Al-Ghazali,Tahafut Al-Falasifah,Yogyakarta:Islamika,2003Cet.I, h.230-231 mengintegrasikan potensi-potensi akal dalam wujud aksi dan reaksi. Wujud aksi dan reaksi membutuhkan klarifikasi obyektif yang akan memberikan sebuah rumusan holistik dalam tahapan yang terkenal dengan sebutan tafakkur. Pelaku klarifikasi ini terkait erat dengan kemampuan-kemampuan utama dalam terminologi sufi. Kemampuan-kemampuan utama ini terkait dengan kapasitas sufi sendiri dalam menafsirkan hakikat yang merupakan terminal terakhir maqamat- ahwal. Kita telah mengetahui bahwa dalam sufisme, kemampuan ini akan membagi para pencari kebenaran dalam dua opsi yang akan menentukan posisi maqamat-ahwalnya. Opsi pertama adalah golongan yang menempuh jalan tetapi masih terjebak dalam jalan itu sendiri karena kuatnya hubungan dengan kekuatan- kekuatan spritual yang melingkupi mereka, seperti misalnya rasa kerinduan dan kecintaan sebagai afinitas malaikat batin, kecintaan terhadap perjalanan batin sebagai efek dari wirid dan lain-lain. Akibatnya hanya sebagian dari kemampuan- kemampuan utama yang tersucikan dan mengakibatkan sang pencari ini mengalami kegagalan mencapai tahap akhir yaitu manusia sempurna Insan Kamil. Opsi kedua adalah golongan manusia sempurna dimana Zat Yang Maha Agung telah menunjuk mereka sebagai pemandu jalan spritual bagi manusia. Melalui perantara mereka, komunitas spritual disatukan dalam bentuk tarekat dan syariat yang merupakan salah satu tujuan Tuhan akan ditegakkan. Mereka terilhami dengan penglihatan batin ladunni atas apa yang harus dilakukan yang kemudian akan menetapkan jalan-jalan kebenaran. Dua opsi ini telah memberikan kesimpulan bagi kita bahwa struktur mikro di atas ternyata mengalami benturan fungsional dengan struktur makro yang merupakan wilayah hati. Struktur makro sendiri merupakan pembahasan tentang hati yang merupakan gerbang pembuka pintu-pintu kebenaran makrifat. Hubungan kedua struktur inilah yang menciptakan sebuah komposisi sempurna dalam merumuskan dan menafsirkan hakikat yang dikembalikan kepada kapasitas fitrah manusia. Kualitas dan kuantitas dari struktur mikro hanya akan terdefinisi secara terbatas dalam medan akal yang selanjutnya mendapat korelasi dzauq yang mendeterminasi struktur mikro dengan kualitas tertentu. Dalam struktur makro terdapat tiga komponen utama yang mendukung proses tafakkur menjadi sebuah aktifitas metafisika: 1. Substansi subtil yang muncul dari asap beragam unsur dalam makanan yang dicerna. Ia memiliki kapasitas untuk makanan, pertumbuhan dan perasaan inderawi. Ia dirujuk sebagai sebuah ruh yang bernafas, ruh alami, atau ruh halus. 2. Jiwa rasional yaitu jiwa yang mengatur tatanan manusia,yang memunculkan sifat-sifat serupa dalam diri manusia sebagai sebuah penglihatan semesta dan lima kemampuan, dengan semua percabangan mereka. Realitas mendasar dari jiwa rasional merupakan jiwa universal. Jiwa universal adalah penguasa mutlak semua komponen semesta. 3. Jiwa malaikat yaitu jiwa yang membuat sifat-sifat mampu menampung bentuk segala sesuatu yang harus terwujud, bahkan sebelum ia benar- benar mewujud. Jiwa malaikat laksana kapasitas manusia untuk memvisualkan sebuah perbuatan yang diharapkan dalam batin sebelum perbuatan itu diwujudkan ke dunia luar. 20 Tiga komponen ini telah menghasilkan tahapan-tahapan kausalitas yang berdampak terhadap aktifitas tafakkur. Karakter ruh halus rentan dikuasai oleh organ dan anggota-anggota tubuh yang merupakan fase nafsu Lawwamah mendorong aktifitas pikiran menjadi terkontaminasi negatif yang mengisyaratkan fluktuasi kemerosotan spritual. Jika ruh halus menghindari penyatuan dengan karakter organ-hewani maka ruh halus akan mendapat pengaruh dari akal yang akan melengkapi kondisi-kondisi spritual dengan gagasan-gagasan positif yang akan membantu menyelaraskan suasana jiwa dengan daya kerja anggota fisik. Tingkatan tertinggi adalah adanya bantuan dari jiwa malaikat dimana ruh halus mendapat pengendalian sehingga rahasia-rahasia misterius dan rahasia ruh-ruh surgawi terungkap dalam konsepsi Ladunni. Ketiga komponen ini saling melengkapi dan melalui ketiganya kondisi- kondisi spritual terungkap melalui sebuah dimensi komunikasi yang sarat dengan 20 Syah Waliyyulah Ad-Dahlawi.Pengetahuan SuciSurabaya:Risalah Gusti,2002Cet.I, h.17-18 variasi konseptual dalam tafsiran mistis. Tetapi ketiganya mendapat ujian dalam rangka pencapaian kualitas spritual tertentu. Salah seorang guru sufi berkata mengenai determinasi ujian ini: ”Pikiran itu ada empat yaitu dari Tuhan, dari malaikat, dari diri sendiri dan dari setan. Pikiran yang berasal dari Tuhan merupakan suatu teguran yang baik, pikiran dari malaikat adalah adalah motivasi untuk patuh, pikiran yang berasal dari diri sendiri adalah pemenuhan nafsu, pikiran dari setan merupakan ajakan kepada keingkaran. Dengan tuntunan tauhid pikiran dari Tuhan diterima, dengan tuntunan makrifat pikiran dari malaikat itu diterima,dengan tuntunan iman pikiran mengenai diri sendiri disangkal dan dengan tuntunan Islam pikiran dari setan ditolak. 21 Perkataan guru sufi di atas memberikan gambaran tentang adanya klasifikasi pikiran yang terjadi pada benak manusia. Pikiran apapun yang terjadi dalam benak seorang manusia turut ambil bagian dalam salah satu dari tiga situasi. Situasi pertama terjadi di hati yang disebut “keadaan-keadaan”emosi haal seperti ketakutan, harapan, depresi, cinta dan sebagainya. Situasi kedua terjadi di akal yang berupa bentuk penyingkapan kejadian-kejadian di masa depan. Situasi ketiga terjadi di hati dan akal dimana akal membayangkan dan membentuk sesuatu yang pasti, sedangkan hati memberikan ketetapan yang diperlukan impuls. 22 Referensi yang kita perlukan terkait dengan sintesa pikiran ini tentunya terkait dengan kemampuan dalam membedakan pikiran-pikiran positif dan negatif sehingga tidak terjadi tindakan-tindakan tercela. Pengujian dari tahapan ini akan efektif jika sumber -sumber pikiran diketahui . Logisnya sumber pikiran tentunya dikembalikan kepada karakteristik khas dari komponen- komponen tafakkur yang setiap saat memberikan rumusan-rumusan persuasif dalam pengambilan konsep. Akal dengan kekuatan persepsinya telah mempengaruhi hati yang lekat dengan dzauq sehingga menimbulkan kerancuan pikiran sehingga dibutuhkan upaya-upaya pembatasan melalui riyadhah yang merupakan salah satu terapi sufistik. Hal inilah yang memberikan bukti bagi kita betapa penyucian hati mencakup pembebasan aktual dari akal karena pikiran 21 Al-Kalabadzi,Ajaran Kaum SufiBandung:Mizan,1995Cet.I, h.111 22 Syah Waliyyullah Ad-Dahlawi,Pengetahuan SuciSurabaya:Risalah Gusti,2002Cet.I h.187-188 perseptif tidak akan sanggup merealisasikan tafsiran hakikat kebenaran. Di luar dari kondisi ini faktor luar rentan dalam mempengaruhi proses- proses suplementasi pikiran yang diindikasikan dengan adanya fluktuasi dan koordinasi akal, hati dan nafsu yang memberikan pola-pola tertentu. Salah satu faktor luar itu adalah daya setan yang memberikan unsur-unsur godaan dengan karakteristik pemalingan hati dari jalan yang lurus dengan memberikan fantasi- fantasi yang khas dengan impuls-impuls setan seperti rasa melankolis, kegamangan, kekerasan hati dan lain-lain. Jika setan telah berhasil masuk ke dalam jiwa manusia maka ia akan menjadi jahat, jiwanya menjadi kotor sehingga ia mau melakukan segala dosa baik besar atau kecil. 23 Pergolakan yang terjadi akibat pengaruh ini menghasilkan pikiran-pikiran yang buruk dan berisiko merusak tatanan spritual. Upaya menghilangkan pengaruh ini dengan ini cara memiliki pengetahuan untuk mengusir dan membuang pikiran-pikiran semacam itu dan berlindung kepada Tuhan dari mereka. Pengaruh berikutnya adalah pengaruh malaikat yang memberikan penurunan pikiran dari dunia gagasan yang merupakan kapasitas esensial mereka. Pengaruh ini hanya efektif jika si penerima telah berhasil menjadi manusia intuisi yang dicirikan dengan kesucian hati yang bisa memproyeksikan penjabaran hakikat esensial dan memberikan sebuah otoritas tersendiri dalam kaitannya dengan potensi penyingkapan mistis. Harus ada keseimbangan antara unsur-unsur subtil yang berupa karakteristik sifat-sifat mulia agar jiwa-jiwa malaikat bisa memberikan pertolongan spritualnya. Para malaikat dengan kekhususannya mewujud pada saat-saat yang berbeda dan akibatnya menjadi tertarik dengan wilayah-wilayah yang berbeda. Wilayah-wilayah spritual inilah yang mencirikan maqamat-ahwal yang disesuaikan dengan hakikat asli malaikat yang memiliki kapasitas menerima ilham dalam satu masalah tertentu. Impuls dan pikiran yang digolongkan diantara tahap kesempurnaan masuk ke dalam satu dari tiga pengelompokan. Kategori pertama ketika sebuah pikiran turun dari keakuan besar ke dalam keakuan kecil. Alasan penurunan ini adalah 23 Abdul Latif Faqih,Rahasia Segitiga,Allah-Manusia-SetanJakarta:Hikmah,2008Cet.I, h.184 satu bagian inheren dari sistem,dimana kebajikan universal telah mensyaratkan sebuah penetapan keuntungan atau hal lain di dunia. Kategori kedua adalah ketika pelatihan jiwa manusia memiliki ekuivalensinya di dunia gagasan dan ini menjadi perhatian impuls universal. Impuls ini menapis ke dalam hati manusia-manusia mulia yang secara terus menerus mengabdikan diri kepada dunia gagasan dan kepada para malaikat yang menjadi pembawa rahasia ini. Kategori ketiga adalah para malaikat yang bercahaya yang ditunjuk untuk mengawasi laku-laku pujian dan ketundukan melingkari siapa saja yang melaksanakannya dan sebagian pesona mereka memancar kepada akal dan hatinya. Jika hatinya yang berkuasa maka kualitasnya adalah sebuah keintiman dan ketenangan.Jika akal yang dominan, berkah mengambil bentuk firasat, ketetapan hatinya menjadi terhubung dengan niat untuk melaksanakan perbuatan baik yang sesuai dengan pemahaman para malaikat pikiran malaikat. 24 Setelah memberikan penjelasan tentang rangkaian jalan-jalan pikiran, Imam Al-Ghazali kemudian memformulasikan konsep tentang bagaimana tafakkur bisa memberikan pengaruh spritual dalam kaitannya dengan penyucian hati. Sang Imam berkata dalam Al-Ihya tentang konsep ini: ”Kemudian masing- masing dari yang tidak disukai di sisi Allah atau yang dicintai itu terbagi kepada lahiriah seperti perbuatan-perbuatan taat dan perbuatan-perbuatan maksiat yang berimbas kepada batiniah yang dicirikan dengan sifat-sifat yang menyelamatkan dan yang membinasakan yang tempatnya adalah di hati”. Pola-pola pikiran yang bertumpu pada runtutan pikiran-pikiran di atas bila terakumulasi akan menambah jalan-jalan pikiran dengan bagian-bagian yang lebih luas sehingga akan timbul dorongan alamiah untuk lebih berekspresi dan berkreasi dalam ruang tafakkur. 1. Perbuatan Maksiat Imam Al-Ghazali menjelaskan konsep tentang perbuatan maksiat yang merupakan salah satu hijab terbesar dalam perjalanan spritual. Imam Al-Ghazali dalam Al-Ihya mengatakan agar seorang hamba memeriksa muhasabah pada pagi hari akan semua anggota badannya yang tujuh secara terperinci kemudian badannya secara global. Apakah ia pada waktu mengerjakan maksiat, lalu ia 24 Syah Waliyyullah Ad-Dahlawi,Pengetahuan SuciSurabaya:Risalah Gusti,2002Cet.I,h.200-201 meninggalkannya, lalu ia memperbaikinya dengan meninggalkannya dengan penyesalan, atau ia menghadap kepadanya pada siang harinya, lalu bersiap-siap menjaga diri dan menjauhinya. Muhasabah seperti yang dikonsepkan oleh Sang Imam merupakan mata rantai pertama dalam persiapan tafakkur yang terkait dengan aspek ibadah. Karena dalam proses muhasabah ada penggunaan potensi “fuad” akal,fikir dan potensi “shadr” emosi,zikir untuk mempertanyakan dan menghitung perbuatannya dalam kaitannya dengan dunia luar. 25 Muhasabah dimulai dengan penelitian tentang potensi-potensi indera yang berpengaruh besar terhadap potensi hati. Potensi indra yang menyimpang mengindikasikan adanya penyakit bagi hati. Hati yang sakit adalah adalah hati yang tidak mampu lagi lagi menjalankan fungsi yang seharusnya yang selaras dengan tujuan penciptaannya yaitu hikmah, ilmu, makrifat dan mencintaiNya. Ini berarti siapa yang memiliki sesuatu dan sesuatu itu lebih dicintainya daripada Allah maka berarti hatinya telah dijangkiti penyakit. Konsepsi inilah yang mendorong kaum sufi melakukan mujahadah yang merupakan latihan spritual untuk mengembalikan kesucian hati sehingga cahaya hati memberikan pengaruh positif bagi indra yang dicirikan dengan akhlak mulia. Syekh Hasan Basri berkata, ”Dosa demi dosa sehingga membutakan hatinya.”Perkataan ini mengisyaratkan ketika dosa dan maksiat bertumpuk, hati akan tertutup yang berupa “raan” titik hitam dan selanjutnya menjadi tutup yang menguncinya sehingga hati berada dalam kegelapan. 26 Hal ini karena ketaatan adalah cahaya dan maksiat adalah kegelapan. Semakin kuat kegelapan dalam hati maka ilmu akan mengalami kondisi-kondisi destruktif yang merubah susunan alaminya menjadi pola-pola yang rancu dengan konsepsi-konsepsi yang menyesatkan. Betapa banyak ilmu yang bermanfaat tetapi tidak bisa membawa kebahagiaan karena faktor hati yang sakit. Contoh nyata adalah adanya kaum pecinta hawa nafsu yang telah tersesat karena hati yang sakit sekalipun mereka adalah kaum intelektual. Seperti aliran Tashbih aliran yang menyerupakan Tuhan,a liran Jabariah, aliran Qadariah dan lain-lain. 25 Toto Tasmara,Kecerdasan Ruhaniah,Jakarta:Gema Insani Press,2001Cet.II, h.77 26 Ibnu Qayyim Al-Jauziah,Penawar Hati Yang Sakit,Jakarta:Gema Insani Press,2005Cet.II,h.72 Imam Al-Ghazali dalam Al-Ihya memberikan uraian tentang muhasabah dalam kaitannya dengan perbuatan maksiat. Muhasabah dimulai dengan lisan yaitu dengan memeliharanya dari sifat tercela seperti:mengumpat, berdusta, berbantah-bantahan dan lain-lain. Indra pendengaran dijaga dari perkataan yang keji seperti ucapan dosa, umpatan, bidah dan lain-lain. Kemudian muhasabah tentang perut yaitu bagaimana agar perut diisi dengan makanan yang halal sehingga syahwat tercela dan godaan syetan bisa diredam. Kemudian muhasabah tentang makanan, pakaian, tempat tinggal, mata pencaharian. Imam Al-Ghazali selalu menerapkan tafakkur dalam setiap aspek muhasabah secara global pada semua anggota badan yang secara simultan diikuti dengan sikap muraqabah yang merupakan afiliasi hati sebagai realisasi ibadah batin dengan Tuhan Yang Maha Melihat. Relasi ini akan efektif secara langsung dalam mengobati penyakit-penyakit laten hati seperti: berkuasanya nafsu syahwat, marah, kikir, ombong, ujub, ria, dengki, buruk sangka, lalai, ghurur dan lain-lain. Muhasabah ini jika mendapat dugaan tentang kesuciannya di dalam hati maka selanjutnya tafakkur akan diarahkan tentang cara pengujiannya dan mencari persaksiannya dengan tanda-tanda atasnya. Pengujiannya bisa berupa tindakan- tindakan ekstrim dalam laku mujahadah sementara tanda-tandanya adalah tingkatan-tingkatan spritual. Imam Al-Ghazali dalam kitab Mizan Al-Amal lebih lanjut mengatakan bahwa perbuatan maksiat disebabkan karena keterbatasan dan kelalaian manusia.Keterbatasan ini menyangkut tentang kekurangan potensi lahir dan kelalaian menyangkut tentang kebodohan dan pengaruh hawa nafsu. Kebodohan ini bisa diakibatkan oleh kelalaian dengan persepsi-persepsi yang salah tentang agama dan juga adanya keyakinan bahwa kebahagiaan adalah kenikmatan duniawi dan bahwa urusan akhirat adalah sesuatu yang tidak memiliki dasar kebenaran. Keterbatasan dan kelalaian ini menciptakan variasi-variasi akal yang selanjutnya menciptakan beragam karakter sifat dan ilmu. Akibat pengaruh ini akal kadang-kadang mungkin memahami dasar perbuatan dan akibat buruk yang dihasilkannya tetapi ia tidak dapat melaksanakan perintah-perintahnya. Terkadang akal menyerap pengetahuan yang ditujukan untuk memperkuat dorongan- dorongan negatif yang dikonsepsikan lewat kemungkinan-kemungkinan profit semata dan rencana-rencana efektif yang mengakibatkan keyakinan mengalami perubahan. Perbuatan maksiat memperoleh yurisdiksi dari syariat yang memuat hukum suci Tuhan dan di dalam syariat fungsi hati dikembalikan kepada fitrahnya. Karena ada banyak keragaman dalam karakter dasar manusia maka sarana penyucian juga akan berbeda sehingga ruang lingkup topik ini akan menjadi luas.Hendaknya diingat bahwa tahapan-tahapan penyucian juga berbeda- beda dan masing-masing memiliki bentuk dan polanya sendiri.Inilah mengapa masalah ini begitu rumit karena tidak adanya kemampuan dalam memahami bagaimana mencapai kesatuan di dalam semua bentuk dan pola yang beragam sebagai akibat interaksi potensi-potensi jiwa. Solusinya adalah menyadari dan membedakan semua bentuk dan pola yang berbeda dan pemahaman yang baik tentang metode yang dipergunakan untuk mencapai tujuan hakiki. 2. Perbuatan Taat Imam Al-Ghazali dalam menjelaskan tentang laku perbuatan taat kembali memadukan muhasabah dan tafakkur yang menitikberatkan kepada pemeliharaan ibadah. Pemeliharaan ibadah ini menurut beliau dimulai dengan muhasabah dan tafakkur terhadap shalat-shalat fardhu yang meliputi cara pelaksanaan,istiqamah serta pelaksanaan shalat-shalat sunnat. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa perbuatan taat secara global mencakup pemeriksaan tentang semua anggota badan dan aktifitas muamalah. Karena hal itu merupakan alat-alat dan sebab-sebab untuk mendapatkan kesucian hati dengan proses yang menerapkan pikiran yang halus terhadap macam-macam amalan taat, yang pada akhirnya menghasilkan pendorong dalam bersegera kepada amalan-amalan taat. Jadi, Imam Al-Ghazali membuat pola konsepsi perbuatan taat yang dikembalikan kepada konsepsi ibadah internal dan eksternal dengan muhasabah dan tafakkur sebagai titik tolak momentumnya. Momentum inilah yang menghubungkan nilai-nilai ibadah yang diwujudkan dengan tindakan moral akhlakul karimah. Moral sendiri secara esensial merupakan bagian dari ibadah sehingga relasi-relasi yang timbul murni merupakan sebuah do’a. Do’a merupakan otak ibadah yang berarti gagasan-gagasan Tuhan telah mengalami proyeksi fungsi dengan struktur baku yang ditetapkan dalam syariat yang pada gilirannya menjadi sarana munajat suci di dalam hati. Manusia dengan fitrahnya mengakui bahwa tindakan moral adalah tindakan yang agung dan mulia walaupun terkadang dipandang tidak rasional menurut naluri, logika, atau kebiasaan. 27 Ini berarti tindakan moral bisa terrealisasi sekalipun tanpa pengaruh akal karena dominansi hati yang merupakan alam bawah sadar di kedalaman jiwa bisa memberikan impuls-impuls solutif dan persuasif karena hati menyimpan potensi fitrah berupa pengetahuan suci Ilahiah, hukum-hukum-Nya, afal-afal-Nya serta iradah-Nya. Hakikat ibadah adalah sebuah perjalanan dari alam fisik menuju alam gaib yang sarat dengan lintasan-lintasan hati serta kenikmatan ruhaniah. Ibadah yang benar akan menggapai keridaan Tuhan. Dalam ibadah inilah seseorang akan selalu berprilaku normal di dunia dan mendapatkan kesehatan jiwanya.Implikasi ibadah kepada Allah adalah perilaku normal dan juga kesehatan jiwa atas keikhlasannya melakukan ibadah. 28 Konsepsi tentang hakikat ibadah mengindikasikan syarat ibadah yang menolak syirik karena makrifat berdiri di ujung yang berseberangan dengan syirik. Ibadah sufistik adalah sebuah upaya untuk mengetahui,mendaki dan mendekati tempat sumber cahaya wujud secara internal dan secara eksternal yang merupakan sarana jihad pertarungan ruhani untuk menaklukkan kecenderungan tubuh demi kesempurnaan akhlak yang secara psikologi disebut kesehatan jiwa. Ada beberapa faktor pendorong ibadah menurut Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Mizan Al-Amal. Menurut beliau pendorong ibadah ada tiga;yang pertama adalah orang yang beribadah karena senang terhadap pahala dan kenikmatan surga atau terhadap hukuman dan siksa neraka.Ini adalah derajat kebanyakan orang. Tingkatan berikutnya adalah orang yang beribadah karena mengharapkan pujian dan takut murkaNya. Ini adalah derajat orang-orang yang 27 Murtadha Mutahhari,Energi IbadahJakarta:Serambi,2007Cet.I,h.28 28 M.Izuddin Taufik,Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi IslamJakarta:Gema Insani Press,2004Cet.II, h.449 shalih. Tingkatan tertinggi adalah orang-orang yang beribadah karena mengharapkan kedekatan diri kepada Allah dan mencari ridhaNya, merindukan bertemu denganNya dan bergabung ke dalam golongan malaikat-malaikat yang dekat kepadaNya. Ibadah merupakan tingkatan rububiyah pertama dimana dalam ibadah manusia mampu menundukkan dirinya sendiri. Artinya ibadah telah berhasil memunculkan cahaya hati dan penglihatan batin sebagai visi positif dari ibadah yang berimbas pada penguasaan diri, semangat untuk menangkal naluri syahwat sehingga ia bisa menjadi hakim bagi dirinya sendiri serta punya kekuatan untuk mengimbangi segala hasrat dan keinginannya. Ibadah semuanya bermuara kepada amal-amal ketaatan dan tauhid. Ini karena amal-amal ketaatan dan tauhid merupakan sebab-sebab yang disukai olehNya dan sebab-sebab ini mengakibatkan adanya pemberian pahala dan ihsan. Sedangkan syirik dan dosa maksiat merupakan sebab-sebab yang dibenci olehNya tetapi mengakibatkan keadilan sekalipun pemberian berdasarkan anugerah lebih disukaiNya daripada pemberian dengan keadilan. 29 Tingkatan berikutnya dari aplikasi ibadah adalah adanya kemampuan dalam menundukkan setiap pemikiran negatif yang berupa imajinasi dan angan- angan. Ini merupakan kaitan yang secara kausal terkait dengan tafakkur karena adanya hubungan interaktif dengan fakultas-fakultas kemanusiaan. Imajinasi dan angan-angan merupakan potensi manusia yang memungkinkan pikiran berpindah secara leluasa dari suatu obyek ke obyek lainnya. 30 Pikiran yang dipenuhi oleh imajinasi dan angan-angan adalah salah satu perangkap setan untuk membelokkan tujuan hakiki ibadah. Sebab ibadah murni adalah esensi zikir yang akan menyingkap hakikat spritual yang meliputi empat tingkatan maqam wujud esensi yang meliputi Zat, Sifat, Asma dan Afal-Afal- Nya. Imajinasi dan angan-angan akan memberikan ilusi-ilusi delusif yang merupakan pemalingan hati terhadap jalan-jalan kebenaran.Ilusi ini berupa hijab yang akan mempengaruhi daya akal, yang memberikan efek konversi polutif yang 29 Imam Al-Jauziyyah,Tobat:Kembali Kepada AllahJakarta:Gema Insani Press,2006Cet.I,h.124 30 Murtadha Muthahhari,Energi IbadahJakarta:Serambi,2007Cet.I, h.181 mereka-reka sebuah solusi kebenaran demi mencapai keinginan rendah dari syahwat, amarah dan hawa nafsu. Ibadah juga merupakan bagian penting dari proses penyucian diri yang bertujuan untuk mendapatkan akses kepada sifat-sifat Ilahiah dan yang lainnya adalah untuk mencapai alam esensi. Konsepsi ibadah menurut kaum sufi sarat dengan aturan-aturan tarekat yang menitikberatkan pembersihan cermin hati dari citra binatang dan manusia dengan zikir-zikir suci. Citra binatang dan manusia merupakan bagian dari syahwat sebagai wujud kegelapan hati. Jika syahwat berbicara, ia keluar menuju kalbu dan dada. Kalbu adalah pimpinan seluruh anggota badan. Apabila kekuasaan dan kenikmatan syahwat menguasai kalbu maka kekuasaan dan kenikmatan makrifat juga akan bersembunyi di dalam kalbu sementara kekuatan, perhiasan dan sinar akal bersembunyi di dalam otak maka pikiran tidak bisa lagi mengontrol dan mengatur. Cahaya ilmu di dalam dada meredup,maka muncullah maksiat-maksiat badan. 31 Pengembalian wujud esensi hati terhadap kondisi fitrahnya yang berupa totalitas penerimaan cahaya Esensi Tuhan merupakan akhir perjalanan legitimasi keislaman seseorang yang berarti pengasingan diri terhadap segala sesuatu selain Esensi Allah. Ketika hati telah bersih dan suci dari selain Allah Taala maka hati akan dipenuhi oleh makrifat yang merupakan wujud akhlak yang mulia. Kesucian hati sesuai dengan kadar tauhid dan makrifat akan memunculkan perkataan dan perbuatan yang baik. Kehadiran hati karena pengaruh langsung tauhid dan makrifat akan menimbulkan rasa tunduk, tenang dan pasrah. Variasi laku ibadah yang melibatkan mujahadah tujuannya adalah membentuk sifat-sifat yang terpuji. Sifat-sifat yang terpuji ini merupakan bagian dari wujud otoritas akal yang telah berhasil memposisikan tafakkur sebagai sarana produksi dan apresiasi ilmu dan hikmah. Melalui kekuatan ilmu dan hikmah inilah potensi-potensi jiwa bisa dipengaruhi untuk kemudian diarahkan dalam pembentukan karakter-karakter terpuji lainnya. Karakter terpuji ini dikenal dengan sebutan sifat lurus yang moderat sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Fatihah ayat ke-enam.Lurus dalam 31 Al-Hakim Al-Tirmidzi,TheWisdom Of Al-Hakim Al-T irmidziJakarta: Serambi,2008Cet.I,H.175 sifat adalah bahwa kekuatan hikmah bisa bersifat “al-fitrah”,”al-tafrith” dan “al- wasath”. Sifat “al-wasath” inilah yang terpuji dan dinamakan hikmah. Dengan kelurusan akhlak inilah yang akan melahirkan kemampuan untuk mengatur dengan mendayagunakan pikiran dan pemahaman yang jernih terhadap suatu perbuatan serta mampu memahami rahasia godaan jiwa. Berbeda dengan sifat “al- ifrath”yang akan menimbulkan sifat makar dan perilaku makar. Sementara sifat “al-tafrith” akan menimbulkan perilaku bodoh, dungu dan gila. 32 Sebagai contoh adalah kekuatan amarah yang unsur lurusnyaal-wasath adalah keberanian. Sifat berani ini melahirkan sifat-sifat seperti murah hati,kuat menahan marah dan setia terhadap janji misalnya. Tapi kekuatan marah juga bisa memiliki sifat “al-ifrath” yang bisa menimbulkan perilaku-perilaku seperti: takabur, ujub, sombong dan sebagainya. Sedangkan sifat “al-tafrith” menciptakan perilaku-perilaku seperti: pengecut, lemah kemauan, tertutup sekalipun ada di jalan yang benar. Sementara itu kekuatan syahwat memiliki sifat “al-wasath” yang dinamakan kesucian. Darinya akan timbil perilaku dermawan, sabar, pemurah dan lain-lain. Kekuatan “al-tafrith” dari syahwat adalah sifat hasud, dengki, fitnah dan sebagainya. Imam Al-Ghazali dalam Al-Ihya telah membuat konsep tentang hubungan tafakkur dengan sifat-sifat terpuji ini yang merupakan salah satu produk ibadah. Beliau merinci sifat-sifat terpuji yang diantaranya adalah taubat, sabar, syukur, takut, harap, zuhud, ikhlas, benar dalam ketaatan, cinta kepada Allah Taala, ridha, rindu, khusyu, serta tawadhu. Menurut beliau sifat-sifat terpuji ini bisa diperoleh dengan cara melakukan tafakkur di dalam hatinya tentang aspek-aspek pendukung dalam kaitannya dengan sifat-sifat tersebut. Aspek-aspek pendukung ini adalah konsepsi-konsepsi ilmu yang dibangun atas pikiran-pikiran obyektif dalam rangka penyusunan sebuah kesimpulan. Dalam hal ini Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya referensi Al-Quran dan Al-Hadis sebagai sumber relevan dalam aktifitas ini. Salah satu contoh adalah sifat taubat yang bisa diperoleh dengan cara bertafakkur tentang dosa-dosa. Lalu dihubungkan dengan ancaman dan siksa yang 32 Imam Al-Ghazali,Mihrab Kaum ArifinSurabaya:Pustaka Progresif,2002Cet.II,H.165 pedih yang telah disebutkan dalam ajaran agama. Hal ini akan menimbulkan keyakinan tentang kemurkaan Tuhan sehingga terbangkit rasa penyesalan dan takut. Menurut Imam Al-Ghazali tingkatan pertama dalam tafakkur dalam kaitannya dengan sifat-sifat yang terpuji ini adalah tafakkur dalam ilmu-ilmu muamalah dan sifat-sifat hamba dari segi sifat-sifat yang dicintai atau dibenci oleh Allah Taala. Sementara tingkatan tertinggi adalah tafakkur tentang keagungan Allah Taala dan keelokan-Nya dengan disertai ketenggelaman hati. Maka jadilah cita- citanya menjadi sebentuk cinta kepada Allah Taala. Dalam sufisme interaksi antara tafakkur dengan perbuatan taat ibadah inilah yang akan membentuk empat sifat utama yakni hikmah, keberanian, kesucian dan keadilan. Pewaris sempurna empat sifat utama ini adalah Rasulullah SAW yang digambarkan sebagai Nabi dengan akhlak Al-Quran.

D. Aplikasi Tafakkur