Analisis Nonlinier Time History pada Bangunan yang menggunakan Base Isolator akibat Gerakan Tanah oleh Gempa

(1)

ANALISIS NONLINIER TIME HISTORY PADA

BANGUNAN YANG MENGGUNAKAN BASE ISOLATOR

AKIBAT GERAKAN TANAH OLEH GEMPA

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian

Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

050404107

YOHANES SIBAGARIANG

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta kasih yang begitu besar kepada penulis hingga Tugas Akhir ini selesai. Tugas Akhir ini merupakan persyaratan untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang studi Struktur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Judul Tugas Akhir ini adalah ”Analisis Nonlinier Time History pada Bangunan yang menggunakan Base Isolator akibat Gerakan Tanah oleh Gempa.”

Penulis juga menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dorongan dari semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang setulusnya kepada : 1. Bapak Prof. DR. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak IR.Teruna Jaya, M.Sc., selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Hendri Singarimbun, ST senior saya sekaligus sudah saya anggap abang saya, yang sudah meluangkan waktu dan membimbing penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

5. Teristimewa buat Bapak saya Drs D. Sibagariang dan Mama saya N.Sinurat,S.Pd atas segala dukungan, pengorbanan, cinta, kasih sayang, kepercayaan serta doa yang tiada batas untuk penulis. You’re my best heroes I ever had. I’ll always love


(3)

terima kasih kuucapkan kepada kalian berdua. Semoga apa yang kalian

rencanakan dapat terwujud dengan sempurna. 6. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

7. Buat para pegawai yang telah membantu segala administrasi dari awal perkulihan sampai sekarang.

8. Teman-teman sipil angkatan 2005, Rudolf, Juara, Ngok, Gea, Crist, Ibnu Aqil, Benni Noor, Fauzan Azima dan kawan–kawan lainnya yang tidak tersebutkan namanya satu per satu oleh penulis, yang membuat hari-hari penulis lebih berwarna selama kuliah. Senior stambuk 2004, B’Nuel Syam dan K’Agustina (Kawan KP), B’Ferdi, B’Ijonk, B’Robbi, B’Ben, B’Aswin Hidaya, B’Budi dan stambuk 2004 lainnya yang secara tidak langsung membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini. Angkatan 2006, kawan irigasi (Benni, Farqi, Najib), Eriq, Mueq, Guntur, Paul, dan kawan-kawan. Tuhan memberkati kalian semua.

9. Rekan-rekan mahasiswa Katolik UKM KMK St. Yosef, Eng USU buat doa dan dukungannya.

10.Saudara seatap di kos Berdikari’44 : Badya Raja, Arthur, Hendro, Marganti, Dedy, Christofel, B’Edu, Hagai Jasefri, B’Erwin, Fernando, terimakasih penulis ucapkan karena telah menemani penulis baik suka maupun duka. Tuhan memberkati kalian. Tak lupa juga buat kos tetangga Berdikari’52 : Nellyong, Merryana Christina, yang selalu memberikan doa dan dukungannya. Penulis mengucapkan terima kasih.

11.Rekan-rekan Persekutuan Pemuda Pemudi Kristen Solagratia Berdikari (P3KS), Joice, Meisia, Yenni, Renhard, Ipet, Erikson, Devi, Boris, Ganda, B’Richie, yang selalu setia mendoakan penulis. Tuhan memberkati pelayanan kalian. Nora Zenia


(4)

yang selalu memberikan kritikan tentang ejaan dan pungtuasi pada penulis, terima kasih penulis ucapkan. Tak lupa juga buat teman-teman seperjuangan Arie (Ketua Panal 2010), Novel, Seksi Dana (Zessi, Nody, Nando) dan seluruh jajaran Panitia Natal 2010, penulis mengucapkan terima kasih.

12.Serta buat rekan-rekan yang tidak bisa disebutkan penulis namanya satu persatu yang secara langsung maupun tak langsung mendoakan penulis. Tuhan memberkati kalian.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih memiliki kekurangan-kekurangan yang tidak disadari oleh penulis, disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Untuk itu segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari semua pihak demi kebaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pengetahuan bagi yang membacanya.

Medan, 29 September 2010

05 0404 107


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………...i

DAFTAR ISI ……….…...iv

ABSTRAK……….…viii

DAFTAR NOTASI……….ix

DAFTAR GAMBAR………...x

DAFTAR TABEL………xi

BAB I. PENDAHULUAN………...1

1.1 Latar Belakang………...1

1.2 Permasalahan ………4

1.3 Tujuan Penulisan ………..6

1.4 Pembatasan Masalah……….6

1.5 Metode Pembahasan……….….7

BAB II. TEORI DASAR………...…8

2.1 Umum………....8

2.2 Karakteristik Struktur Bangunan……….…12

2.2.1. Massa………12

2.2.1.1 Model Lumped Mass………..….12

2.2.1.2 Model Consistent Mass Matrix………..…….13

2.2.2. Kekakuan ………...…..14

2.2.3. Redaman………...……15

2.2.3.1 Damping Klasik (Classical Damping)……….16


(6)

2.3 Simpangan (Driff) Akibat Gaya Gempa………..…17

2.4 Derajat Kebebasan (Degree Of Freedom, DOF)………..18

2.4.1 Persamaan Diffrensial Pada Struktur SDOF………19

2.4.2 Analisis Non-Linear Pada Bangunan Tidak Bertingkat…...…22

2.4.3 Analisis Non-Linear Pada Struktur Bertingkat………25

BAB III . ANALISIS BASE ISOLATOR PADA BANGUNAN ………27

3.1 Umum ……….….27

3.2 Lead Rubber Bearing………..…..29

3.2.1. Sejarah Lead Rubber Bearing………..….29

3.2.2. Pemodelan Sistem Peredam Gempa LRB………..…..30

3.2.3. Teori Non-Linear Pada Lead Rubber Bearing………….……34

3.2.4. Analisis Dinamik Non-Linear pada Lead Rubber Bearing…..39

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN………42

4.1 Data Struktur ……….……..42

4.2 Pengerjaan Model Struktur………..44

4.3 Perhitungan Beban Struktur ………47

4.3.1 Beban Mati………...……47

4.3.2 Beban Hidup………...…….47

4.3.3 Beban Gempa………...…48

4.3.4 Kombinasi Pembebanan………..…….48

4.4 Data-data Lead Rubber Bearing (LRB)………48

4.5 Prosedur Analisa SAP 2000 Versi 10.1 Input dan Output……...……51

4.6 Prosedur Perencanaan Bangunan Tahan Gempa Dengan Lead Rubber Bearing……….62


(7)

4.7.1. Kinerja Batas Layan (∆S) dan Kinerja Batas Ultimit (∆m)

tanpa menggunakan Lead Rubber Bearing………..63

4.7.1.1 Kinerja Batas Layan (∆S)………....63

4.7.1.2Kinerja Batas Ultimit (∆m)………...…..…66

4.7.2 Kinerja Batas Layan (∆S) dan Kinerja Batas Ultimit (∆m) dengan menggunakan Lead Rubber Bearing………....…68

4.8.2.1Kinerja Batas Layan (∆S)………....…68

4.8.2.2Kinerja Batas Ultimit (∆m)………...71

4.7.3 Momen………...…..74

4.8.3.1Output Momen tanpa Menggunakan Bearing……..…74

4.8.3.2Output Momen dengan Menggunakan Bearing…...…76

4.7.4 Gaya Lintang………78

4.8.4.1Gaya Lintang tanpa Menggunakan Bearing……….…78

4.8.4.2Gaya Lintang dengan Menggunakan Bearing………..79

4.8.5. Gaya Normal………80

4.8.5.1Gaya Normal tanpa Menggunakan Bearing……….…80

4.8.5.2Gaya Normal dengan Menggunakan Bearing……..…81

4.8.6. Perbandingan Gaya-gaya Maksimum Pada Kolom Tanpa Bearing dan Dengan Bearing………...……82

4.8.7. Pengerjaan Grafik Time History Terhadap Struktur Menggunakan SAP 2000……….….83

4.8.8. Kurva Time History Perbandingan Percepatan dan Displecemen terhadap Struktur………86

4.8.8.1Struktur Fixed base pada X-Y Plane @Z=24………...86


(8)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………..……93

5.1 Kesimpulan………..…93

5.2 Saran………...………..…93


(9)

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu daerah yang rawan terhadap gempa bumi, maka untuk mengurangi resiko bencana diperlukan suatu konstruksi bangunan tahan gempa. Perencanaan tahan gempa umumnya didasarkan pada analisis struktur elastik yang diberi faktor beban untuk simulasi kondisi ultimate (batas). Kenyataannya, perilaku runtuh bangunan saat gempa adalah inelastik. Metode perencanaan struktur tahan gempa dibagi menjadi dua, yaitu perencanaan konvensional yang berdasarkan konsep bagaimana meningkatkan kapasitas tahanan struktur terhadap gaya gempa yang bekerja padanya. Konsekwensinya adalah pada bangunan dimana kekakuan lateralnya cukup besar akan mengalami percepatan lantai yang besar, sedangkan pada bangunan fleksibel akan mengalami perpindahan lateral yang cukup besar. Kemudian metode yang kedua yaitu dengan pendekatan teknologi dengan menambahkan alat-alat peredam ke struktur. Pada tugas akhir ini dibahas alat-alat peredam gempa, yaitu lead

rubber bearing..

Adapun yang menjadi tujuan dari tugas akhir ini adalah membandingkan struktur yang menggunakan lead rubber bearing dan yang tidak menggunakan lead

rubber bearing (konvensional). Di dalam tugas akhir ini, struktur bangunan yang

dimodelkan adalah gedung 6 lantai yang terletak di Indonesia. Struktur bangunan tersebut dimodelkan dengan bantuan program SAP V10.0.1. Kemudian beban gempa direncanakan dengan analisa non-linier, yaitu gempa El-centro N-S yang direkam pada tanggal 15 mei 1940 di California.

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa struktur yang menggunakan lead rubber bearing mampu mereduksi perpindahan, momen, gaya lintang, dan gaya normal. Dan bangunan yang tidak menggunakan lead rubber

bearing tidak memenuhi syarat kinerja batas layan dan batas ultimit yang telah


(10)

DAFTAR NOTASI

F’c : Mutu beton Fy : Tegangan leleh L : Lebar bangunan H : Tinggi bangunan t : Tebal pelat lantai K : Kekakuan Bearing A : Luas damper E : Modulus Elastisitas D : Diameter bearing V : Kecepatan

α : Ratio damping R : Faktor reduksi gempa U1 : Perpindahan arah X U2 : Perpindahan arah Y U3 : Perpindahan arah Z

Δs1 : Simpangan antar lantai arah X

Δs2 : Simpangan antar lantai arah Y

Δs3 : Simpangan antar lantai arah Z

Δs ijin : Kinerja batas layan yang diizinkan

Δm1 : Kinerja batas ultimit arah X

Δm2 : Kinerja batas ultimit arah Y


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Tektonik Kepulauan Indonesia………1

Gambar 1.2 Lempeng Subduction………...2

Gambar 2.1 Bangunan tanpa base isolator………...9

Gambar 2.2 Permodelan Struktur SDOF……….20

Gambar 3.1 Elastomeric Bearing……….31

Gambar 3.2 Sliding bearing………..31

Gambar 3.3 Permodelan Lead Rubber Bearing………32

Gambar 3.4 Pendekatan bi-linier hysterisis loop………..35

Gambar 3.5 Perpindahan pada bangunan dan bangunan dengan base isolator……38

Gambar 4.1 Tampak Perspektif………44

Gambar 4.2 Tampak Depan………..45

Gambar 4.3 Tampak Samping………..45

Gambar 4.4 Denah Bangunan………..46

Gambar 4.5 Potongan Melintang………..46

Gambar 4.6 Input Lead Rubber Bearing………..50

Gambar 4.7 Menu new model………..51

Gambar 4.8 Menu Define……….52

Gambar 4.9 Menu Material Property………52

Gambar 4.10 Menu Frame Properties……….53

Gambar 4.11 Menu Area Sections………..54

Gambar 4.12 Menu Section Data………55

Gambar 4.13 Menu Tumpuan………..56


(12)

Gambar 4.15 Load Case………...57

Gambar 4.16 Grafik El-Centro………59

Gambar 4.17 Data Input Analysis Case……….…59

Gambar 4.18 Input Analysis Case Respon X………60

Gambar 4.19 Input Analysis Case Respon Y………..61

Gambar 4.20 Struktur tanpa LRB………63

Gambar 4.21 Struktur dengan menggunakan Lead Rubber Bearing……….……..68

Gambar 4.22 Input Plot Function………84

Gambar 4.23 Input Joint Plot Function………85


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Penampang Balok……….53

Tabel 4.2 Penampang Kolom………53

Tabel 4.3 Dimensi Pelat……….54

Tabel 4.4 Hasil displacement maksimum tanpa LRB………....64

Tabel 4.5 Driff Antar Tingkat maksimum arah X (∆s1) tanpa LRB…………..65

Tabel 4.6 Driff Antar Tingkat maksimum arah Y (∆s2) tanpa LRB…………..65

Tabel 4.7 Driff Antar Tingkat maksimum arah Z (∆s3) tanpa LRB…………...65

Tabel 4.8 Kinerja batas ultimit maksimum arah X (∆m1) tanpa LRB………..66

Tabel 4.9 Kinerja batas ultimit maksimum arah Y (∆m2) tanpa LRB…………67

Tabel 4.10 Kinerja batas ultimit maksimum arah Z (∆m3) tanpa LRB………….67

Tabel 4.11 Hasil displacement maksimum menggunakan LRB………69

Tabel 4.12 Driff Antar Tingkat maksimum arah X (∆s1) menggunakan LRB…..70

Tabel 4.13 Driff Antar Tingkat maksimum arah Y (∆s2) menggunakan LRB…..70

Tabel 4.14 Driff Antar Tingkat maksimum arah Z (∆s3) menggunakan LRB…..70

Tabel 4.15 Kinerja batas ultimit maksimum arah X (∆m1) menggunakan LRB...72

Tabel 4.16 Kinerja batas ultimit maksimum arah Y (∆m2) menggunakan LRB...72

Tabel 4.17 Kinerja batas ultimit maksimum arah Z (∆m3) menggunakan LRB…73 Tabel 4.18 Hasil momen maksimum pada kolom tanpa LRB ………...75

Tabel 4.19 Hasil momen maksimum pada balok tanpa LRB……….75

Tabel 4.20 Hasil momen maksimum pada kolom menggunakan LRB…………..76

Tabel 4.21 Hasil momen maksimum pada balok menggunakan LRB…………...77

Tabel 4.22 Hasil gaya lintang maksimum pada kolom pada LRB……….78

Tabel 4.23 Hasil lintang maksimum pada balok tanpa LRB………..79


(14)

Tabel 4.25 Hasil gaya lintang maksimum pada balok menggunakan LRB……80 Tabel 4.26 Hasil gaya normal negatif maksimum pada kolom tanpa

menggunakan LRB……… ………...81 Tabel 4.27 Hasil gaya normal positif maksimum pada kolom tanpa

menggunakan LRB………81 Tabel 4.28 Hasil gaya normal negatif maksimum pada kolom dengan

menggunakan LRB……….………81 Tabel 4.29 Perbandingan momen, gaya lintang, dan gaya normal tanpa dan

dengan menggunakan LRB……….82 Tabel 4.30 Perbandingan momen dan gaya lintang tanpa dan dengan


(15)

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu daerah yang rawan terhadap gempa bumi, maka untuk mengurangi resiko bencana diperlukan suatu konstruksi bangunan tahan gempa. Perencanaan tahan gempa umumnya didasarkan pada analisis struktur elastik yang diberi faktor beban untuk simulasi kondisi ultimate (batas). Kenyataannya, perilaku runtuh bangunan saat gempa adalah inelastik. Metode perencanaan struktur tahan gempa dibagi menjadi dua, yaitu perencanaan konvensional yang berdasarkan konsep bagaimana meningkatkan kapasitas tahanan struktur terhadap gaya gempa yang bekerja padanya. Konsekwensinya adalah pada bangunan dimana kekakuan lateralnya cukup besar akan mengalami percepatan lantai yang besar, sedangkan pada bangunan fleksibel akan mengalami perpindahan lateral yang cukup besar. Kemudian metode yang kedua yaitu dengan pendekatan teknologi dengan menambahkan alat-alat peredam ke struktur. Pada tugas akhir ini dibahas alat-alat peredam gempa, yaitu lead

rubber bearing..

Adapun yang menjadi tujuan dari tugas akhir ini adalah membandingkan struktur yang menggunakan lead rubber bearing dan yang tidak menggunakan lead

rubber bearing (konvensional). Di dalam tugas akhir ini, struktur bangunan yang

dimodelkan adalah gedung 6 lantai yang terletak di Indonesia. Struktur bangunan tersebut dimodelkan dengan bantuan program SAP V10.0.1. Kemudian beban gempa direncanakan dengan analisa non-linier, yaitu gempa El-centro N-S yang direkam pada tanggal 15 mei 1940 di California.

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa struktur yang menggunakan lead rubber bearing mampu mereduksi perpindahan, momen, gaya lintang, dan gaya normal. Dan bangunan yang tidak menggunakan lead rubber

bearing tidak memenuhi syarat kinerja batas layan dan batas ultimit yang telah


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Wilayah-wilayah gempa yang ada di Indonesia sudah disajikan baik di Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia Untuk Gedung (PPTGIUG, 1981) maupun di Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (TCPKGUBG,2002). Wilayah Indonesia dibagi dalam 6 (enam) wilayah gempa dengan masing-masing tingkat kerawanan terjadinya gempa dan wilayah Indonesia merupakan wilayah yang sering dilanda gempa karena terletak pada 3 (tiga) lempeng besar (mega plates) yaitu lempeng Australia-Hindia bergerak ke Utara, lempeng Asia Tenggara (Sunda) bergerak ke Utara, lempeng Pasifik bergerak ke Barat.

Gambar 1.1 Peta Tektonik Kepulauan Indonesia


(17)

penyebab gempa adalah runtuhnya dinding gua, adanya tumbukan meteor, kegiatan vulkanik/gunung berapi. Indonesia pada umumnya memiliki bentuk pertemuan lempeng Subduction, yaitu pertemuan 2 lempeng yang satu lempeng memotong lempeng lain ke arah bawah permukaan Lithosphere. Akibat bentuk pertemuan lempeng inilah di Indonesia sering terjadi gempa bumi.

Gambar 1.2 Lempeng Subduction.

Gempa bumi tidak mungkin dicegah dan sulit sekali diramalkan kapan terjadi, dimana lokasinya dan berapa magnitudenya. Jadi yang harus dilakukan adalah bagaimana mengatasi atau memperkecil pengaruh kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa bumi. Pada perencanaan bangunan, parameter gempa bumi yang langsung mempengaruhi perencanaan adalah percepatan tanah yang ditimbulkan gelombang

seismic yang bekerja pada massa bangunan. Percepatan tanah yang ditimbulkan

biasanya besarnya tergantung pada faktor seperti kekuatan gempa bumi (magnitud), kedalaman pusat gempa bumi, jarak episenter ke daerah yang dituju, sistem pondasi, massa, geometri bangunan dan lain sebagainya.

Kerusakan bangunan akibat gempa secara konvensional dapat dicegah dengan memperkuat struktur bangunan terhadap gaya gempa yang bekerja padanya. Namun, hasil ini sering tidak memuaskan karena kerusakan elemen baik struktural maupun nonstruktural umumnya disebabkan adanya interstory drift (perbedaan simpangan


(18)

antar tingkat). Untuk memperkecil interstory drift dapat dilakukan dengan memperkaku bangunan dalam arah lateral. Tetapi , hal ini akan memperbesar gaya gempa yang bekerja pada bangunan. Metode yang lebih baik adalah dengan meredam energi gempa sampai pada tingkat yang tidak membahayakan bangunan.

Sejalan dengan perkembangan teknologi bahan/sistem untuk anti gempa, telah ditemukan bahan anti seismik yang disebut juga dengan base isolator dalam hal ini adalah Lead Rubber Bearing (LRB). Base Isolator ini dipasang pada dasar bangunan, sehingga struktur atas bangunan tidak terikat dengan struktur pondasi. LRB adalah salah satu system anti seismic base isolator yang banyak digunakan pada bangunan untuk mereduksi gaya gempa. LRB ini terdiri dari beberapa lapisan karet alam atau sintetik yang mempunyai nisbah redaman kritikal antara 2-5%. Untuk meningkatkan nisbah damping bahan karet ini dicampur dengan extrafine carbon block, oil atau resin, serta bahan isian lain sehingga meningkatkan damping antara 10% sampai 20% pada shear strain 100%. Untuk dapat menahan beban vertikal (tidak tejadi tekuk), maka karet diberi lempengan baja yang dilekatkan ke lapisan karet dengan system vulkanisir. Untuk meningkatkan nisbah redaman ini, maka pada bagian tengahnya diberi batangan bulat dari timah.

Konsep dasar cara kerja base isolator ini adalah dengan memisahkan bangunan/struktur dari komponen horizontal pergerakan tanah dengan menyisipkan bahan isolator dengan kekakuan horizontal yang kecil antara bangunan atas dengan pondasinya. Bangunan dengan sistem ini mempunyai frekuensi yang jauh lebih kecil dari bangunan biasa, akibatnya percepatan gempa yang bekerja pada bangunan lebih kecil. Ragam getar pertama bangunan hanya menimbulkan deformasi lateral pada system isolator, sedangkan bangunan atas akan berperilaku sebagai benda getar. Ragam-ragam getar yang lebih tinggi menimbulkan deformasi pada struktur adalah


(19)

orthogonal terhadap ragam pertama sehingga energi gempa tidak disalurkan kepada bangunan.

1.2 PERMASALAHAN

Base isolator atau disebut sistem anti seismik, merupakan suatu sistem yang

sangat kuat untuk perencanaan bangunan. Sebaliknya bangunan yang mempunyai kapasitas tahanan terbatas terhadap gempa bumi sebaiknya menggunakan base

isolator. Perencanaan konvensional bangunan tahan gempa adalah berdasarkan

konsep bagaimana meningkatkan kapasitas tahanan struktur terhadap gaya gempa yang bekerja padanya. Pada bangunan yang kekakuan lateralnya cukup besar akan mengalami percepatan lantai yang besar, sedangkan pada bangunan fleksibel akan mengalami perpindahan lateral yang cukup besar, sehingga bangunan akan mengalami kerusakan yang signifikan pada peristiwa gempa kuat.

Di Indonesia pada umumnya menggunakan konsep bangunan elastis, dimana bangunan itu dirancang sekaku mungkin. Akibatnya apabila ada gempa besar maka bangunan itu tidak sanggup menahan gaya lateral yang disebabkan oleh gempa, sehingga bangunan tersebut akan mengalami kerusakan. Untuk itulah diperlukan langkah-langkah untuk meminimalisir keruskan akibat gempa tersebut. Salah satunya adalah dengan menggunakan base isolator.

Sistem kerja base isolator yang dipasang pada pondasi agar struktur atas tidak terikat dengan pondasi, agar ketika terjadi gaya gempa base isolator akan mengikuti arah gerakan sehingga akan meredam getaran gempa. Dengan demikian struktur bangunan akan lebih fleksibel dalam arah horizontal akibat gerakan tanah dan meredam dan mereduksi energi gempa. Base isolator ini bahkan mampu mereduksi gaya gempa tersebut sampai 70%.


(20)

LRB dalam analisa struktur dapat dimodelkan sebagai model linier atau bi-linier. Untuk analisis linier digunakan kekakuan efektif (Keff ), sedangkan untuk analisis non

linier ada 3 parameter yang menentukan karakteristik dari LRB, yaitu : 1. Kekakuan awal ( K1 )

2. Kekakuan pasca leleh ( K2 )

3. Kekakuan leleh antar inti timah ( Q )

Kekakuan awal K1 yang cukup besar direncanakan untuk menahan beban angin dan

gempa kecil. Pada umumnya nilai kekakuan ini mencapai 6.5 sampai 10 kali dari kekakuan pasca leleh K2. Untuk analisis linier biasanya digunakan kekakuan effektif

Keff, Kekakuan K1 dan K2 ditentukan dari test percobaan hysterisis loop, sedangkan

kekakuan effektif ditentukan dari persamaan berikut ini (Naeim and Kelly, 1999)

Keff = K2 + Q

D

, D > Dy

dan

Q = AP

τ

y

Dimana Ap dan τy adalah luas penampang dan tegangan geser leleh inti timah.

Besarnya tegangan geser leleh berkisar antara 800 Mpa - 1000 Mpa.

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan dari tugas akhir ini adalah :

1. Memperkirakan karakteristik (K1, K2, dan Q) dari Lead Rubber Bearing (LRB) .

2. Mengetahui perbandingan percepatan pada struktur sesudah dan sebelum menggunakan base isolator.


(21)

3. Menghitung base shear arah memanjang dan melintang, momen, interstory driff, kinerja batas ultimit akibat gempa pada bangunan tersebut.

4. Untuk mengetahui efektifitas base isolator pada struktur bangunan.

5. Membandingkan kondisi mana yang lebih ekonomis antara menggunakan base

isolator atau tanpa menggunakan base isolator.

1.4 PEMBATASAN MASALAH

Adapun yang menjadi batasan masalah adalah: 1 Struktur berada pada wilayah gempa Indonesia. 2 Bangunan yang ditinjau yakni bertingkat enam

3 Bearing yang digunakan adalah LRB yang berbentuk lingkaran.

4 Peraturan yang dipakai adalah Eurocode 8

5 Base Isolator diletakkan antara pondasi dengan struktur utama, yakni di atas

pondasi

1.5 METODE PEMBAHASAN

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi literatur yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku yang berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini serta masukan-masukan dari dosen pembimbing. Penganalisaan struktur dilakukan dengan program komputer yaitu Program SAP 2000 versi 10.0.1 untuk mempercepat perhitungan.


(22)

BAB II

TEORI DASAR

2.1 UMUM

Kerusakan bangunan akibat gempa dapat diantisipasi dengan beberapa metode, baik secara konvensional maupun secara teknologi yang dinamakan Lead

Rubber Bearing (LRB). Bahan isolator LRB ini dipasang agar struktur atas bangunan

tidak terikat dengan struktur pondasinya. Fungsi LRB ini antara lain adalah memikul beban gravitasi atau berat bangunan. Sehingga membuat struktur atas bangunan lebih fleksibel dalam arah horizontal akibat gerakan tanah dan meredam dan mereduksi energi gempa.

Perencanaan konvensional bangunan tahan gempa adalah berdasarkan konsep bagaimana meningkatkan kapasitas tahanan struktur terhadap gaya gempa yang bekerja padanya. Misalnya dengan menggunakan shear wall, sistem rangka pemikul momen khusus, sistem rangka dengan bracing dan sebagainya. Konsekwensinya, pada bangunan dimana kekakuan lateralnya cukup besar akan mengalami percepatan lantai yang besar, sedangkan pada bangunan fleksibel akan mengalami perpindahan lateral yang cukup besar, sehingga bangunan akan mengalami kerusakan yang signifikan pada peristiwa gempa kuat.


(23)

Gambar 2.1 Bangunan tanpa base isolator (Gempa di Algeria,2003)

Filosofi perencanaan bangunan tahan gempa yang diadopsi hampir seluruh negara didunia mengikuti ketentuan berikut ini:

1. Pada gempa kecil bangunan tidak boleh mengalami kerusakan.

2. Pada gempa menengah komponen struktural tidak boleh rusak, namun komponen non-struktural diijinkan mengalami kerusakan.

3. Pada gempa kuat komponen struktural boleh mengalami kerusakan, namun bangunan tidak boleh mengalami keruntuhan.

Jadi, bangunan yang dirancang secara konvensional harus mampu berdeformasi inelastik, dengan kata lain bangunan harus berprilaku daktail. Namun, meningkatkan kinerja bangunan pada level operasional merupakan tujuan utama bagi beberapa tipe bangunan seperti:

- Bangunan yang berhubungan dengan fasilitas keadaan darurat (rumah sakit, pembangkit listrik, telekomunikasi, dsb)

- Bangunan dengan komponen atau bahan yang beresiko tinggi terhadap makhluk hidup (fasilitas nuklir, bahan kimia, dsb)


(24)

- Bangunan yang berhubungan dengan orang banyak (mall, apartemen, perkantoran, hotel, dsb)

- Bangunan yang berhubungan dengan pertahanan Negara.

- Bangunan yang memiliki komponen dan peralatan elektronik yang mahal. - Bangunan/museum/monumen/ yang berhubungan dengan sejarah.

Untuk menghindari kerusakan bangunan-bangunan tersebut diatas akibat gempa merupakan hal yang sulit apabila menggunakan perencanaan konvensional, karena bergantung kepada kekuatan komponen struktur itu sendiri, serta perilaku respon pasca elastic.

Seiring dengan perkembangan teknologi dalam perencanaan bangunan tahan gempa, telah dikembangkan suatu pendekatan desain alternatif untuk mengurangi resiko kerusakan bangunan akibat gempa, dan mampu mempertahankan integritas komponen struktural dan non-struktural terhadap gempa kuat. Pendekatan desain ini bukan dengan cara memperkuat struktur bangunan, tetapi adalah dengan mereduksi gaya gempa yang bekerja pada bangunan. Salah satu konsep pendekatan perencanaan yang telah digunakan banyak orang adalah dengan menggunakan LRB.

Dalam perencanaan struktur atau bangunan yang mempunyai ketahanan terhadap gempa dengan tingkat keamanan yang memadai, struktur yang harus dirancang dapat memikul gaya horizontal atau gaya gempa yang harus diperhatikan adalah bahwa struktur dapat memberikan layanan yang sesuai dengan perencanaan. Menurut Paulay (1988), tingkat layanan dari struktur gaya gempa terdiri dari tiga, yaitu:

1. Serviceability

Jika gempa dengan intensitas percepatan tanah yang kecil dalam waktu ulang yang besar mengenai struktur, disyaratkan tidak mengganggu fungsi bangunan,


(25)

seperti aktivitas normal didalam bangunan dan perlengkapan yang ada. Artinya tidak dibenarkan ada terjadi kerusakan pada struktur baik pada komponen struktur maupun dalam elemen non-struktur yang ada. Dalam perencanaan harus diperhatikan control dan batas simpangan (driff) yang dapat terjadi semasa gempa, serta menjamin kekuatan yang cukup bagi komponen struktur untuk menahan gaya gempa yang terjadi dan diharapkan struktur masih berprilaku elastis.

2. Kontrol kerusakan

Jika struktur dikenai gempa dengan waktu ulang sesuai dengan umur atau masa rencana bangunan, maka struktur direncanakan untuk dapat menahan gempa ringan atau gempa kecil tanpa terjadi kerusakan pada komponen struktur ataupun maupun komponen non-struktur, dan diharapkan struktur dalam batas elastis.

3. Survival

Jika gempa kuat yang mungkin terjadi pada umur/masa bangunan yang direncanakan membebani struktur, maka struktur direncanakan untuk dapat bertahan dengan tingkat kerusakan yang besar tanpa mengalami kerusakan dan keruntuhan

(collapse). Tujuan utama dari keadaan batas ini adalah untuk menyelamatkan jiwa

manusia.

2.2 KARAKTERISTIK STRUKTUR BANGUNAN

Pada persamaan diffrensial melibatkan tiga properti utama suatu struktur yaitu massa, kekakuan dan redaman. Ketiga properti struktur itu umumnya disebut dinamik karakteristik struktur. Properti-properti tersebut sangat spesifik yang tidak semuanya digunakan pada problem statik. Kekakuan elemen/struktur adalah salah satu-satunya karakteristik yang dipakai pada problem statik, sedangkan karakteristik yang lainnya yaitu massa dan redaman tidak dipakai.


(26)

2.2.1 Massa

Suatu struktur yang kontiniu kemungkinan mempunyai banyak derajat kebebasan karena banyaknya massa yang mungkin dapat ditentukan. Banyaknya derajat kebebasan umumnya berasosiasi dengan jumlah massa tersebut akan menimbulkan kesulitan. Hal ini terjadi karena banyaknya persamaan differensial yang ada. Permodelan pokok yang umumnya dilakukan untuk mendeskripsikan massa struktur dibagi atas 2 permodelan massa struktur.

2.2.1.1 Model Lumped Mass

Model pertama adalah model diskretisasi massa yaitu massa diangggap menggumpal pada tempat-tempat (lumped mass) join atau tempat-tempat tertentu. Dalam hal ini gerakan / degree of freedom suatu join sudah ditentukan. Untuk titik model yang hanya mempunyai satu derajat kebebasan / satu translasi maka nantinya elemen atau struktur yang bersangkutan akan mempunyai matriks yang isinya hanya bagian diagonal saja. Clough dan Penzien (1993) mengatakan bahwa, bagian

off-diagonal akan sama dengan nol karena gaya inersia hanya bekerja pada tiap-tiap

massa. Selanjutnya juga dikatakan bahwa apabila terdapat gerakan rotasi massa (

rotation degree of freedom ), maka pada model lumped mass ini juga tidak akan ada rotation moment of inertia. Hal ini terjadi karena pada model ini massa dianggap

menggumpal pada suatu titik yang tidak berdimensi (mass moment of inertia dapat dihitung apabila titik tersebut mempunyai dimensi fisik). Dalam kondisi tersebut terdapat matriks massa dengan diagonal mass of moment inertia sama dengan nol.

Pada bangunan gedung bertingkat banyak, konsentrasi beban akan terpusat pada tiap-tiap lantai tingkat bangunan. Dengan demikian untuk setiap tingkat hanya ada satu tingkat massa yang mewakili tingkat yang bersangkutan. Karena hanya terdapat satu derajat kebebasan yang terjadi pada setiap massa/tingkat, maka jumlah


(27)

derajat kebebasan pada suatu bangunan bertingkat banyak akan ditunjukkan oleh banyaknya tingkat bangunan yang bersangkutan. Pada kondisi tersebut matriks massa hanya akan berisi pada bagian diagonal saja.

2.2.1.2 Model Consistent Mass Matrix

Model ini adalah model yang kedua dari kemungkinan permodelan massa struktur. Pada prinsip consistent mass matrix ini, elemen struktur akan berdeformasi menurut bentuk fungsi (shape function) tertentu. Permodelan massa seperti ini akan sangat bermanfaat pada struktur yang distribusi massanya kontinu.

Apabila tiga derajat kebebasan (horizontal, vertikal dan rotasi) diperhitungkan pada setiap node maka standar consistent mass matrix akan menghasilkan

full-populated consistent matrix artinya suatu matrix yang off-diagonal matriksnya tidak

sama dengan nol. Pada lumped mass model tidak akan terjadi ketergantungan antar massa (mass coupling) karena matriks massa adalah diagonal. Apabila tidak demikian maka mass moment of inertia akibat translasi dan rotasi harus diperhitungkan.

Pada bangunan bertingkat banyak yang massanya terkonsentrasi pada tiap-tiap tingkat bangunan, maka penggunaan model lumped mass masih cukup akurat. Untuk pembahasan struktur MDOF seterusnya maka model inilah (lumped mass) yang akan dipakai, karena tidak terjadi ketergantungan antar massa. Untuk menghitung massa dapat dipakai formulasi sederhana yaitu:

m=

g W

(2.2.1)

dimana: m = massa struktur (kg dtk 2/cm) W = Berat beban terbagi rata (kg)


(28)

2.2.2 Kekakuan

Kekakuan adalah salah satu dinamik karakteristik struktur bangunan yang sangat penting disamping massa bangunan. Antara massa dan kekakuan struktur akan mempunyai hubungan yang unik yang umumnya disebut karakteristik diri atau

Eigenproblem. Hubungan tersebut akan menetukan nilai frekuensi sudut ω, dan

periode getar struktur T. Kedua nilai ini merupakan parameter yang sangat penting dan akan sangat mempengaruhi respon dinamik struktur. Secara teoritis hubungan kekakuan dan periode adalah :

T =

k m

π

2

Pada prinsip bangunan geser (shear building) balok pada lantai tingkat dianggap tetap horizontal baik sebelum maupun sesudah terjadi pergoyangan. Adanya plat lantai yang menyatu secara kaku dengan balok diharapkan dapat membantu kekakuan balok sehingga anggapan tersebut tidak terlalu kasar. Pada prinsip desain bangunan tahan gempa dikehendaki agar kolom lebih kuat dibandingkan dengan balok, namun demikian rasio tersebut tidak selalu linear dengan kekakuannya. Dengan prinsip shear building, struktur dimungkinkan untuk memakai lumped mass model. Pada prinsip ini, kekakuan setiap kolom dapat dihitung berdasarkan rumus yang telah ada. Pada prinsipnya, semakin kaku balok maka semakin besar kemampuannya dalam mengekang rotasi ujung kolom, sehingga akan menambah kekuatan kolom. Perhitungan kekakuan kolom akan lebih teliti apabila pengaruh plat lantai diperhatikan sehingga diperhitungkan sebagai balok T.

Kekakuan kolom jepit-jepit dirumuskan sebagai berikut:

K = 123

h EI


(29)

Sedangkan kekakuan jepit-sendi dapat dihitung sebagai berikut:

K = 3 3

h EI

(2.2.3)

Dimana : K = kekakuan kolom (kg/cm) E = elastisitas (kg/cm2) I = inersia kolom (cm4) h = tinggi kolom (cm)

2.2.3 Redaman

Redaman merupakan peristiwa pelepasan energi (energi dissipation) oleh struktur akibat adanya berbagai macam sebab. Beberapa penyebab itu antara lain adalah pelepasan energi oleh adanya gerakan antar molekul didalam material, pelepasan energi oleh gesekan alat penyambung maupun system dukungan, pelepasan energi oleh adanya gesekan dengan udara dan pada respon inelastic pelepasan energi juga terjadi akibat adanya sendi plastis. Karena redaman berfungsi melepaskan energi maka hal ini akan mengurangi respon struktur. Secara umum redaman atau damping dapat dikategorikan menurut damping system dan damping types. Damping system yang dimaksud adalah bagaimana sistem struktur mempunyai kemampuan dalam menyerap energi. Menurut sistem struktur yang dimaksud, terdapat dua sistem disipasi energi yaitu :

2.2.3.1.Damping Klasik (Classical Damping)

Apabila dalam sistem struktur memakai bahan yang sama, yang mempunyai rasio redaman (damping ratio) yang relatif kecil maka sistem struktur tersebut mempunyai damping yang bersifat klasik (classical damping). Damping dengan sistem ini akan memenuhi kaidah kondisi orthogonal (orthogonality condition).


(30)

2.2.3.2.Damping Nonklasik (Non Classical Damping)

Damping dengan sistem ini akan terbentuk pada suatu sistem struktur yang memakai bahan yang berlainan yang mana bahan-bahan yang bersangkutan mempunyai rasio redaman yang berbeda secara signifikan. Sebagai contoh suatu bangunan yang bagian bawahnya dipakai struktur beton bertulang sedangkan bagian atasnya memakai struktur baja. Antara keduanya mempunyai kemampuan disipasi energi yang berbeda sehingga keduanya tidak bisa membangun redaman yang klasik. Adanya interaksi antara tanah dengan struktur juga akan membentuk sistem redaman yang non-klasik, karena tanah mempunyai redaman yang cukup besar misalnya antara 10-25 %, sedangkan struktur atasnya mempunyai rasio redaman yang relative kecil, misalnya 4-7 %.

Berdasarkan jenisnya, maka damping dapat dibedakan dalam beberapa golongan yaitu sebagai berikut:

1. Damping proporsional terhadap massa (Mass Proportional Damping)

Dalam hal ini suatu damping akan berbanding langsung dengan massa struktur. Apabila dipakai matriks massa diagonal, maka damping matriks juga hanya pada diagonal saja. Chopra (1995) mengatakan bahwa damping jenis ini agak kurang rasional secara fisik karena massa hanya bersinggungan dengan udara padahal redaman akibat ini relative kecil dan bahkan kadang-kadang dapat diabaikan.

2. Damping proporsional dengan kekakuan (Stiffness Proportional Damping) Senada dengan sebelumnya, redaman jenis ini merupakan fungsi dari kekakuan, artinya isian pada matriks redaman akan senada dengan matriks kekakuan. Selanjutnya Chopra (1995) mengatakan bahwa, damping jenis ini secara fisik agak rasional, karena disipasi energi akan dikaitkan dengan dengan deformasi antar tingkat. Deformasi atau simpangan antar tingkat banyak bergantung pada kekakuan dan


(31)

banyak pernyataan telah disampaikan bahwa semakin besar simpangan struktur maka semakin besar pula potensi meredam energi.

3.Damping proporsional dengan massa dan kekakuan (Mass and Stiffness Proportional Damping)

Menyadari bahwa dua jenis redaman di atas masih mempunyai kelemahan-kelemahan maka umumnya dipakai kombinasi antara kedua jenis redaman tersebut. Kelemahan-kelemahan terletak pada nilai-nilai rasio redaman pada mode-mode yang lebih tinggi. Pada jenis redaman yang pertama dan kedua, pada mode-mode yang lebih tinggi rasio redamannya menjadi sangat kecil dan sangat besar. Sebaliknya pada mode-mode yang rendah rasio redamannya menjadi kebalikannya. Dengan kenyataan inilah dipakai kombinasi antar jenis redaman yang pertama dengan yang kedua.

Masalah redaman pada struktur memang relatif lebih kompleks disbanding dengan dinamik karakteristik yang lain seprti massa dan kekakuan. Dua hal yang terakhir ini relatif mudah dimengerti dan dihitung. Sebaliknya masalah redaman, baik mekanisme dan besarannya relatif sulit dimengerti.

2.3 SIMPANGAN (DRIFF) AKIBAT GAYA GEMPA

Simpangan (driff) adalah sebagai perpindahan lateral relative antara dua tingkat bangunan yang berdekatan atau dapat dikatakan simpangan mendatar tiap-tiap tingkat bangunan (horizontal story to story deflection).

Simpangan lateral dari suatu system struktur akibat beban gempa sangat penting yang dilihat dari tiga hal, menurut Farzat (1989):

1. Kestabilan struktur (structural stability)

2. Kesempurnaan arsitektural (architectural integrity) dan potensi kerusakan bermacam-macam komponen bukan struktur


(32)

3. Kenyamanan manusia (human comfort), sewaktu terjadi gempa bumi dan sesudah bangunan mengalami gerakan gempa.

Richard (1987) berpendapat bahwa dalam perencanaan bangunan tinggi selalu dipengaruhi oleh pertimbangan lenturan (deflection), bukannya oleh kekuatan

(strength).

Simpangan antar tingkat dari suatu titik pada suatu lantai harus ditentukan sebagai simpangan horizontal titik itu, relative terhadap titik yang sesuai pada lantai yang berada dibawahnya. Perbandingan antar simpangan antar tingkat dan tinggi tingkat yang bersangkutan tidak boleh melebihi 0.005 dengan ketentuan dalam segala hal simpangan tersebut tidak boleh lebih dari 2 cm. Terhadap simpangan antar tingkat telah diadakan pembatasan-pembatasan untuk menjamin agar kenyamanan bagi para penghuni gedung tidak terganggu dan juga untuk mengurangi momen-momen sekunder yang terjadi akibat penyimpangan garis kerja gaya aksial didalam kolom-kolom (yang lebih dikenal dengan P-delta).

Berdasarkan UBC (1997) bahwa batasan interstory driff atau simpangan antar tingkat adalah sebagai berikut:

1. Untuk periode bangunan yang pendek T< 0.7 detik, maka simpangan antar

tingkat Δm ≤ 0.0025Ih atau 2.5%dari tinggi bangunan.

2. Untuk periode bangunan yang pendek T> 0.7 detik, maka simpangan antar

tingkat Δm ≤ 0.002Ih atau 2.0% dari tinggi bangunan.

2.4 DERAJAT KEBEBASAN (DEGREE OF FREEDOM, DOF)

Derajat kebebasan (degree of freedom) adalah derajat independensi yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu system pada setiap saat. Pada masalah dinamika, setiap titik atau massa pada umumnya hanya diperhitungkan berpindah


(33)

tempat dalam satu arah saja yaitu arah horizontal. Karena simpangan yang terjadi hanya terjadi dalam satu bidang atau dua dimensi, maka simpangan suatu massa pada setiap saat hanya mempunyai posisi atau ordinat tertentu baik bertanda negatif ataupun bertanda positif. Pada kondisi dua dimensi tersebut, simpangan suatu massa pada saat t dapat dinyatakan dalam koordinat tunggal yaitu Y (t). Struktur seperti itu dinamakan struktur dengan derajat kebebasan tunggal (SDOF system).

Model system SDOF atau berderajat kebebasan tunggal, setiap massa m, kekakuan k, mekanisme kehilangan atau redaman c, dan gaya luar yang dianggap tertumpu pada elemen fisik tunggal. Struktur yang mempunyai n-derajat kebebasan atau struktur dengan derajat kebebasan banyak disebut multi degree of freedom

(MDOF). Akhirnya dapat disimpulkan bahwa jumlah derajat kebebasan adalah jumlah

koordinat yang diperlukan untuk menyatakan posisi suatu massa pada saat tertentu.

2.4.1 Persamaan Differensial Pada Struktur SDOF

System derajat kebebasan tunggal (SDOF) hanya akan mempunyai satu koordinat

yang diperlukan untuk menyatakan posisi massa pada saat tertentu yang ditinjau. Bangunan satu tingkat adalah salah satu contoh bangunan derajat kebebasan tunggal.

Pada gambar 2.2 menunjukkan bahwa model matematik untuk SDOF system. Tampak bahwa P(t) adalah beban dinamik yaitu beban yang intensitasnya merupakan fungsi dari waktu. Struktur seperti pada gambar 2.2.a kemudian digambar secara ideal seperti tampak pada gambar 2.2.b yaitu gambar yang telah dimodelkan. Notasi m, k, c dan p(t) seperti yang tampak pada gambar berturut-turut adalah massa, kekakuan kolom dan redaman.


(34)

Gambar 2.2 Permodelan Struktur SDOF

Apabila beban dinamik P(t) bekerja ke arah kanan, maka akan terdapat perlawanan pegas, damper dan gaya redaman seperti pada gambar 2.2.c. gambar-gambar tersebut umumnya disebut free body diagram. Berdasarkan prinsip keseimbangan dinamik pada free body diagram tersebut, maka dapat diperoleh hubungan,

) (t

fI + fD(t) + fs(t) = p(t) (2.4.1)

Sedangkan untuk waktu singkat yang berikutnya ∆t persamaan akan menjadi fI(t+∆t) + fD(t+∆t) + fs(t+∆t)= p(t+∆t) (2.4.2)

Dengan mengurangkan Pers. (2.4.1) dengan Pers.(2.4.2) maka diperoleh bentuk pertambahan dari persamaan gerak untuk interval waktu t :

fI(t) + fD(t) + fs(t) = p(t) (2.4.3)


(35)

) (t

fI

∆ = fI(t+∆t)− fI(t)=mv(t) )

(t

fD

∆ = fD(t+∆t)− fD(t)=c(t) ∆v(t) )

(t

fs

∆ = fs(t+∆t)− fs(t)=k(t) ∆v(t) )

(t

p

∆ = p(t+∆t)− p(t) (2.4.4)

dimana telah diasumsikan bahwa massa selalu konstan, dan faktor-faktor c(t) dan k(t) masing-masing menunjukkan sifat-sifat redaman dan kekakuan yang sesuai dengan kecepatan dan perpindahan yang terjadi selama interval waktu seperti dinyatakan pada Gambar 2.3c dan d. Dalam praktek, kemiringan garis potong yang ditunjukkan dapat dievaluasi hanya dengan cara iterasi karena kecepatan dan perpindahan pada akhir pertambahan waktu tergantung dari sifat-sifat ini, atas dasar ini kemiringan garis singgung yang ditetapkan pada permulaan interval waktu sering digunakan sebagai gantinya.

c (t) =

t D v d df      

 k (t) = t

S dv df      

Dengan mensubsitusi pernyataan gaya Pers.(2.4.4) ke dalam Pers.(2.4.3) diperoleh bentuk akhir persamaan kesetimbangan yang bertambah untuk waktu t :

m v(t)+ c(t) v(t)+ k(t) v(t) = p(t) (2.4.5)

Sifat-sifat bahan yang ditinjau dari bahan analisis ini bisa mencakup setiap bentuk yang nonlinear. Jadi, gaya pegas f tidak perlu tergantung hanya dari S

perpindahan, seperti pada bahan elastik yang nonlinear. Suatu bahan histeretik yang nonlinear juga dapat ditentukan, dimana gaya tersebut tergantung dari riwayat deformasi yang telah lewat serta nilai arus perpindahan. Persyaratannya ialah bahwa sifat-sifat kekakuan harus ditetapkan secara lengkap baik dengan deformasi yang telah lewat maupun keadaan arusnya. Selain itu, di sini jelas bahwa asumsi implisit dari


(36)

massa yang konstan adalah sembarang, jadi harus juga dinyatakan sebagai suatu besaran yang bervariasi menurut waktu.

2.4.2 ANALISIS NON-LINEAR PADA BANGUNAN TIDAK BERTINGKAT Pada metode ini, diasumsikan menjadi sebuah respon linear dari struktur dan bearing. Walaupun keadaan ini jarang terjadi pada keadaan yang sebenarnya. Sistem isolasi dirancang untuk mengurangi gerakan dari struktur pada saat gempa, mempertahankan respon linear, walaupun isolator sering mengalami leleh ketika terjadi gerakan tanah. Regangan ini membuat respon ini lebih susah dihitung. Untuk mengantisipasi keadaan non linear ini, kekakuan efektif akan digunakan untuk menghitung deformasi elastis linear pada leleh dan deformasi plastis yang terjadi setelah batas leleh tercapai.

Pada kasus ini, akan memperhitungkan perpindahan, kecepatan, dan percepatan dari struktur. Metode β-Newmark dapat digunakan untuk menghitung kecepatan dan perpindahan struktur pada perubahan waktu Δt. Persamaan di bawah

ini adalah metode Newmark (Hilber,1977) yang memperhitungkan kecepatan akhir dan perpindahan :

{ }

d

b

( )

t

i+1

=

{ }

d

b

( )

t

i

+

[

( ) ( )

1

γ

{ }

d



b

t

i

+

γ

{ }

d



b

( )

t

i+1

]

t

i

( 2.4.6 )

{

d

b

( )

t

i+1

}

=

{ }

d

b

( )

t

i

+

{ }

d

b

( )

t

i

t

i

+

{ }

( )

{

( )

}

( )

2 1 2 1 i i b i

b t d t t

d ∆     +    

 −β  β  +

( 2.4.7 )

dimana :

γ ≡ faktor perkiraan untuk algoritmic atau damping numerik


(37)

Parameter ini mengizinkan sejumlah metodologi yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang akurat. Jika faktorγ dipakai kurang dari 0,5 maka terjadi damping negatif. Jika faktorγ dipakai 0,5 maka tidak terjadi damping tambahan dan metode yang dipakai adalah aturan trapezoidal.

Jika faktorγ dipakai lebih dari 0,5 maka terjadi damping positif. Apabilaβ sama dengan nol bisa menggunakan metode percepatan konstan. Apabilaβ sama dengan 0,25 dapat menggunakan metode percepatan rata-rata. Apabila β sama dengan

6

1 menggunakan metode percepatan linear.

Keterangan : v = v ( t ) = kecepatan pada waktu sesaat t 0

1

v = v ( t + t) = kecepatan untuk waktu sesaat berikutnya t

Dari persamaan di atas, maka diturunkan rumus dalam bentuk kesetimbangan perpindahan, kecepatan dan percepatan.

( )


(38)

Apabila persamaan ini disederhanakan dengan memakai nilai kesetimbangan dengan memasukkan kecepatan dan percepatan di atas interval waktu ∆ti

( )

{

db ti+1

}

=

[

{ }

db

( )

ti

{

db

( )

ti+1

}

]

ti

(2.4.9)

Dengan mengelompokkan bentuk perpindahan dan bentuk percepatan,mensubsitusikan persamaan di atas maka didapat persamaan yang lebih praktis yaitu :

( )

[ ]

[ ] [ ]

(

)

[ ]

( )

2

1 b i

i b t

i M C t K t

t

K = +γ ∆ +β +α ∆ (2.4.10)

{ }

D = 1

{ }

db

( )

titi (2.4.11)

{ }

D = 2

(

) ( )

{ }

db ti ti

{ }

db

( )

ti

( )

ti −

{

db

( )

ti

}

  

+

+α 2 α

2 1

1   (2.4.12)

Diasumsikan bahwa pergeseran lantai diabaikan dan kelakuan struktur sepenuhnya linear. Oleh karena itu, persamaan gerakan pada lantai 1 masih digunakan pada penyelesaian non linear. Untuk mencari percepatan pada lantai 1, maka digunakan persamaan seperti berikut ini :

n n n n n

n z z

z 1 2 1 1 1 1

1 +2ξ ω  +ω

 

=

(

)

= + 3 1 1 1 k gk nk bk

nkz α d

λ

(2.4.13) Sebagai catatan, bahwa bentuk pertama di sebelah kanan persamaan (2.4.13) diperoleh dari persamaan matriks.

[ ] [ ][ ]

b

{ }

b T

z

M Φ 

Φ

− 1 1

Sekarang, bentuk yang berbeda dari persamaan (2.4.13) lebih sering dipakai, jadi rumus di atas bisa diubah dengan mengembalikan ke persamaan displacemen sebenarnya sebagai ganti dari bentuk pengandaian displacemen, yaitu bentuk pertama di sebelah kanan dari persamaan di atas menjadi :

[ ] [ ]

{ }

b

[ ]

{ }

b T

d d

M1  1 

1 ≡ α

Φ −


(39)

2.4.3 ANALISIS NON-LINEAR PADA STRUKTUR BERTINGKAT

Metode ini hampir sama dengan analisis nonlinear tidak bertingkat ,juga menggunakan Metode β-Newmark . Tetapi perbedaannya adalah persamaan (2.4.6) dan persamaan (2.4.7) ditulis dalam bentuk vektor, yaitu :

( )

{

db ti+1

}

=

{ }

db

( )

ti +

[

( ) ( )

1−γ

{ }

db ti

{

db

( )

ti+1

}

]

ti (2.4.14)

( )

{

db ti+1

}

=

{

db

( )

ti

}

+

{ }

db

( )

titi+

{ }

( )

{

( )

} ( )

2 1 2 1 i i b i

b t d t t

d ∆     +    

 −β  β + (2.4.15)

Persamaan di atas dapat dikonversikan ke bentuk persamaan kesetimbangan, dan disederhanakan menjadi :

[ ]

{

( )

}

[ ]

{

{

( )

}

{

( )

}

}

(

)

[ ]

{ }

( )

{ }

( )

( )

{

( )

}( )

=       + + + + ∆ ∆ + + ∆ + + + 2 1 2 1 1 2 1

1 b b i i b i i b i i

i i b i b b i b t t t d t t d t t d K t t d t d C t d M β α γ     

[ ]

{

( )

}

[ ]

{

( )

1

}

[ ]

{

( )

1

}

1

+ +

= ∆ − ∆

k i t i

N k

k i

b

b d t M d t M d t

K  

α

−µ∆dgz

( )

ti+1

[ ]

Mt

{

sgn

( )

db

( )

ti

}

{ }

R (2.4.16) Untuk mendapatkan kesetimbangan percepatan yang tidak diketahui, maka digunakan :

( )

{

}

[ ]

( )

[ ]

{ }

[ ]

{ }

[ ]

{

( )

}

[ ]

{

( )

}

( )

[ ]

{

( )

( )

}

{ }

         ∆ + ∆ + ∆ + ∆ + + − = ∆ + + + + − +

R t d M t d t d M t d M D K D C t K t d i b t i gz i g t N k i k k b b i i b      sgn 1 1 1 1 2 1 1 1 µ (2.4.17)

Persamaan di atas masih sebuah fungsi dari percepatan struktur yang masih belum diketahui. Oleh karena itu, persamaan (2.4.30) harus dikerjakan secara serempak dengan persamaan lain. Persamaan dari gerakan oleh struktur adalah persamaan yang kedua yang bergantung pada keduanya. Apabila struktur diasumsikan untuk mempertahankan respon elastis, menjadi :

{ }

zu +diag

[

ξunωun

]

{ }

zu +diag

[ ]

ωun

{ }

zu =

[ ]

λu

{ }

zb +

[ ]

αu dg

2

2


(40)

Dimana :

[ ] [ ] [ ][ ]

uc b T

u

u =−Φ M Φ

λ (2.4.18)

[ ] [ ] [ ]

uc T u u =−Φ M

α (2.4.19)

Sehingga persamaannya menjadi :

[ ]

{ }

[ ] [ ][ ]

uc b

{ }

b

[ ]

u

{ }

b T

u b

u z Mz α d

λ =−Φ Φ = (2.4.20) Dengan mensubsitusikan persamaan (2.4.34) ke persamaan (2.4.31),maka didapat:

{ }

zu +diag

[

ξunωun

]

{ }

zu +diag

[ ]

ωun

{ }

zu =

[ ]

αu

{ }

db +

[ ]

αu

{ }

dg

2

2 (2.4.21)

Akselerogram gempa yang ditinjau dalam analisis respons dinamik linier dan non-linier riwayat waktu, harus diambil dari rekaman gerakan tanah akibat gempa yang didapat di suatu lokasi yang mirip kondisi geologi, topografi dan seismotektoniknya dengan lokasi tempat struktur bangunan gedung yang ditinjau berada. Untuk mengurangi ketidak-pastian mengenai kondisi lokasi ini, paling sedikit harus ditinjau empat buah akselerogram dari empat gempa yang berbeda, salah satunya harus diambil akselerogram Gempa El-centro N-S yang telah direkam pada tanggal 15 mei 1940 di California. Perbedaan keempat akselerogram tersebut harus ditunjukkan dengan nilai maksimum absolut koefisien korelasi silang antara satu akselerogram terhadap lainnya yang lebih kecil daripada 10%.

Berhubung gerakan tanah akibat gempa pada suatu lokasi tidak mungkin dapat diperkirakan dengan tepat, maka sebagai gempa masukan dapat juga dipakai gerakan tanah yang disimulasikan. Parameter-parameter yang menentukan gerakan tanah yang disimulasikan ini antara lain terdiri dari waktu getar predominan tanah, konfigurasi spectrum respons, jangka waktu gerakan dan intensitas gempanya.


(41)

BAB III

ANALISIS BASE ISOLATOR PADA BANGUNAN

3.1 UMUM

Gempa bumi di Indonesia semakin membuka mata kita betapa pentingnya penerapan teknik bangunan yang dapat meminimalkan efek gempa. Fakta telah menyebutkan,sebagian besar korban gempa akibat tertimpa bangunan. Kita harus memikirkan solusi teknik bangunan serta mengevaluasi dan mensosialisasikan aspek struktur bangunan di daerah rawan gempa.

Indonesia yang rawan gempa menuntut perlunya gerakan usaha preventif aktif dalam menghadapi gempa bumi. Gerakan itu selain mengakrabkan masyarakat dengan fenomena gempa bumi juga mencakup hal-hal teknis praktis yang menyangkut signifikansi aplikasi bangunan yang relative tahan gempa. Oleh sebab itu evaluasi total kinerja struktur bangunan sangat penting. Agar memenuhi kriteria keseimbangan antara biaya dan resiko yang dapat diterima, engineered building maupun non-engineered building harus memenuhi beberapa kriteria perencanaan sebagai berikut : Pertama, struktur harus tetap utuh dan mengalami kerusakan yang berarti, pada saat terjadi gempa sedang. Pada kondisi ini struktur diharapkan akan berespons di dalam kondisi elastis. Kedua,komponen non-struktural dari bangunan diperkenankan mengalami kerusakan, tetapi komponen struktural harus tetap utuh pada saat terjadi gempa sedang. Ketiga, pada saat terjadi gempa kuat, komponen struktural dan non struktural diperbolehkan mengalami kerusakan, tetapi struktur bangunan secara keseluruhan tidak boleh runtuh.

Agar didapatkan struktur yang kuat terhadap pengaruh gempa tetapi juga ekonomis, perlu dirancang struktur yang berperilaku inelastik pada saat terjadi gempa


(42)

kuat. Ini berartistruktur harus dirancang dengan tingkat daktalitas yang tinggi, sehingga pada saat terjadi gempa kuat struktur mempunyai kemampuan untuk menghalangi deformasi yang besar tanpa mengakibatkan keruntuhan.

Salah satu solusi tersebut adalah seismic bearing hasil rancang bangun beberapa teknolog dari Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor Jawa Barat. Teknologi Bangunan tahan gempa dengan metode ini mampu meredam berbagai energi dan gaya akibat gempa bumi dengan menggunakan bantalan karet alam yang dipadu dengan lempeng baja. Penggunaan bantalan karet alam itu telah teruji mampu melindungi bangunan terhadap gempa bumi dengan memakai prinsip base isolation.

Bantalan yang digunakan terbuat dari kombinasi lempengan karet alam dan lempeng baja . Bantalan itu dipasang di setiap kolom bagian bawah, yakni di antara pondasi dan bangunan. Karet alam berfungsi untuk mengurangi getaran gempa sedangkan lempengan baja digunakan untuk menambah kekakuan bantalan karet sehingga defleksi dan deformasi bangunan saat bertumpu di atas bantalan karet tidak besar.

Pengaruh gempa bumi yang sangat merusak struktur bangunan adalah load pad dari komponen gaya atau getaran horizontal. Getaran horizontal tersebut menimbulkan gaya reaksi yang besar, bahkan di ujung bangunan dapat mengalami perbesaran dua kali dari ukuran semula. Bila aliran gaya pada bangunan itu lebih besar dari kekuatan struktur maka bangunan tersebut akan rusak parah. Gaya reaksi yang diterima oleh struktur bangunan dapat dikurangi melalui penggunaan bantalan karet alam. Prinsip dasar cara perlindungan bangunan oleh bantalan karet alam adalah mengurangi getaran gempa bumi dengan arah horizontal sehingga memungkinkan struktur bangunan bergerak bebas tanpa tertahan oleh pondasi. Bantalan karet alam


(43)

memiliki fleksibilitas dan penyerap energi sehingga dapat meredam daya reaksi hingga 70%.

3.2 LEAD RUBBER BEARING

3.2.1 SEJARAH LEAD RUBBER BEARING

Walaupun dasar-dasar pokok peredam gempa telah diketahui selama abad ini, hanya pada 4 dekade terakhir sistem redaman gempa dalam menerima peranan gempa menjadi tersedia dan hanya selama dekade terakhir dipakai oleh masyarakat luas. Kelly (1996) mencatat beberapa contoh bangunan dengan peredam gempa. Meliputi 2 gedung yang dibangun dengan gulungan peredam, yaitu di Savastopol, Ukraina dan di Meksiko, dan sebuah bangunan di Cina dengan lapisan pasir diantara pondasi dan bangunan, bangunan ini dimaksud untuk memperbolehkan perilaku geser selama gempa.

Eisenberg (1992) menjelaskan sebuah bangunan yang dibangun pada tahun 1959 di Askhabad, Turkmenistan yang dibangun dengan kabel yang berperilaku sebagai pendulum. Bangunan pertama yang menggunakan sebuah sistem karet peredam yang merupakan bangunan sekolah tingkat 3 dibangun pada tahun 1969 di Skopje, Yugoslavia. Bangunan itu berdiri di peredam yang berbentuk solid tidak termasuk plat prategang baja horizontal, yang akan dilakukan saat ini. Pada tahun 1978 struktur pertama yang menggunakan system isolasi dengan menambah damping di Toetoe Viaduct di Pantai Utara di Selandia Baru (Skinner et al. 1993). Sistem isolasi itu terdiri atas baja yang dibungkus dan peredam karet dipadukan dengan sebuah peredam alam dengan gaya damping yang tinggi, yang terdiri atas sebuah lead core di tengah untuk energi dissipasinya.


(44)

Tipe ini sekarang banyak digunakan oleh para Insinyur yang dikenal sebagai Lead Rubber Bearing (LRB). Bangunan pertama yang menggunakan system peredam gempa LRB adalah William Clayton Building di Wellington, Selandia Baru pada tahun 1981.

Bangunan pertama yang dibuat bahan isolasi gempa di United States adalah

Foothill Commonities Law and Justice Center (FCLJC) di Rancho Cucamonga,

California pada tahun 1984-85, yang terletak kira-kira 20 km di bagian barat Gunung San Andreas. Walaupun FCLJC dihadirkan sebagai bangunan pertama yang menggunakan peredam gempa di United States dan diperlihatkan secara praktis dan ekonomis dalam hal peredam gempa sebagai alat untuk melindungi struktur dari kerusakan gempa. Proyek pertama FCLJC ternyata mengalami masalah, yaitu masalah ketetapan kode peredam gempa oleh pemerintah yang mengatur tentang struktur tahan gempa. Tanpa ketetapan itu, para perancang, pemilik dan pegawai gedung segan untuk memroses proyek tersebut. Pada tahun 1986 sebuah Komite Assosiasi Perancang Struktur di California Utara (SEAONC) menerbitkan Persyaratan Rancangan Peredam Gempa Sementara. Ketentuan ini, direvisi menjadi SEAOC Blue Book (SEAOC 1990,1996) kode perencanaan gedung (ICBO 1991,1994,1997).

3.2.2. Pemodelan Sistem Peredam Gempa Lead Rubber Bearing

Peredam gempa dikelompokkan menjadi 2 jenis,yaitu elastomeric bearings dan sliding bearings. Elastomeric bearings dibagi atas 2 jenis yaitu High Damping Rubber Bearing (HDR), Low-Damping Rubber Bearings (RB) atau Syntetic Rubber Bearing, Lead Rubber Bearing (LRB) atau Low Damping Rubber Bearing dengan memakai Lead Core.


(45)

Gambar 3.1 Elastomeric Bearing.

Sedangkan sliding bearings terbagi atas 2 jenis yaitu Flat-Sliding Bearing dan Spherical Sliding Bearing.

Gambar 3.2 Sliding Bearing

Elastomeric bearing adalah suatu peredam gempa yang fleksibel kepada

struktur yang tahan gempa. Elastomeric bearing ini terdiri atas lapisan yang tipis dari peredam alam yang digabung pada pelat baja. Peredam alam ini biasanya memiliki perilaku elastis yang linear yang memiliki damping efektif yang berkisar + 0.07 dengan kuat geser antara 0 sampai 2.

LRB pada umumnya dibuat dengan peredam yang memiliki damping yang rendah yang dilengkapi dengan lead core, yaitu campuran lempengan karet alam dan lempeng baja. Bantalan tersebut dipasang di setiap kolom yaitu diantara pondasi dan bangunan. Karet alam berfungsi untuk mengurangi getaran akibat gempa bumi yang


(46)

terjadi, lain halnya dengan bantalan karet sehingga penurunan bangunan saat bertumpu di atas bantalan karet tidak besar.

Gambar 3.3 Pemodelan Lead Rubber Bearing

LRB yang terdiri dari karet dan pelat baja dengan ketebalan tertentu, mampu menahan gaya vertikal karena nilai kekakuan yang tinggi. Alat ini juga mampu menahan gaya horizontal dengan sedikit perpindahan,dan juga mampu menahan frekuensi kecil untuk mengisolasi struktur pada tiap lantai yang masa layannya lebih dari 60 tahun. Penggunaan bantalan karet alam untuk melindungi bangunan terhadap gempa bumi, yang dikenal sebagai base isolation tampaknya akan semakin luas dan berkembang di masa yang akan datang. Indonesia sebagai salah satu negara yang rawan gempa diperlukan teknologi pembuatan bantalan tahan gempa. Balai Penelitian Taknologi karet Bogor sebagai Balai Penelitian mempunyai teknologi pembuatan bantalan tahan gempa yang digunakan untuk rumah tinggal maupun gedung bertingkat. LRB adalah anti seismik yang dapat mereduksi gaya gempa, sehingga pada saat terjadi gempa bangunan akan aman. Bangunan akan mengalami displacement akibat gempa, yang sebenarnya diakibatkan oleh adanya interstory driff (simpangan antar tingkat) yang berbeda tiap lantai. Untuk memperkecil interstory


(47)

akan memperbesar gaya gempa yang bekerja pada bangunan. Metode yang baik adalah dengan meredam energi gempa sampai pada tingkat yang tidak membahayakan bangunan.

Alat ini dipasang pada dasar bangunan, sehingga struktur atas bangunan tidak terikat dengan struktur pondasi. LRB adalah salah satu sistem anti seismik base

isolator yang banyak digunakan pada bangunan untuk mereduksi gaya gempa yang

terdiri dari beberapa lapisan karet alam atau sintetik yang mempunyai nisbah redaman kritikal antara 2-5%. Untuk meningkatkan nisbah damping bahan karet ini dicampur dengan extrafine carbon block, oil atau resin, serta bahan isian lain sehingga meningkatkan damping antara 10% sampai 20% pada shear strain 100%. Untuk dapat menahan beban vertikal (tidak terjadi tekuk), maka karet diberi lempengan baja yang dilekatkan ke lapisan karet dengan sistem vulkanisir. Untuk meningkatkan nisbah redaman ini, maka pada bagian tengahnya diberi batangan bulat dari timah, sehingga nisbah redaman sistem ini dapat mencapai hingga sampai 30%.

Konsep dasar cara kerja LRB ini adalah dengan memisahkan bangunan/struktur dari komponen horizontal pergerakan tanah dengan menyisipkan bahan isolator dengan kekakuan horizontal yang kecil antara bangunan atas dengan pondasinya. Bangunan dengan sistem ini mempunyai frekuensi yang jauh lebih kecil dari bangunan biasa, akibatnya percepatan gempa yang bekerja pada bangunan lebih kecil.

Alat ini biasanya memiliki kekakuan yang tinggi yang menyebabkan displacement kecil (dapat menahan gaya angin dan tekanan gempa) dan nilai kekakuan yang kecil untuk displacement tinggi (untuk mengisolasi bangunan akibat percepatan selama gempa besar). Kekakuan vertikal harus bisa lebih besar agar dapat menahan atau mendukung bangunan atau mencegah perputaran. Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan dan perakitan bearing (FEMA 451) yaitu


(48)

Buckling dan stabilitas dari bearing, besar tegangan dari bearing,ketahanan bearing, kelangsungan atau ketahanan dari bahan bearing,kapasitas displacemen dari komponen non-struktural, kapasitas displacemen dari gedung dan efek P-∆di atas dan di bawah sistem isolasi.

Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan pada merencanakan sistem peredam gempa yaitu :

1. Harus bersifat fleksibel agar dapat meningkatkan periode getaran dan mengurangi gaya gempa yang terjadi.

2. Memiliki energi dissipasi untuk mengurangi perpindahan (displacement) yang besar dari struktur.

3. Tahan terhadap gaya-gaya luar yang relatif kecil seperti angin dan gempa kecil.

3.2.3 TEORI NON-LINEAR PADA LEAD RUBBER BEARING

Perilaku hubungan gaya dan perpindahan pada LRB seperti ditunjukkan pada gambar 3.6. Dalam analisa struktur, LRB dapat dimodelkan sebagai model linier atau model non-linier. Untuk analisa linier digunakan kekakuan effektif Keff, sedangkan

untuk analisis nonlinier ada 3 parameter yang menentukan karakteristik dari LRB, yaitu: Kekakuan awal K1,kekakuan pasca leleh K2, dan kekuatan leleh antar inti timah

Q. Kekakuan awal K1 yang cukup besar direncanakan untuk menahan beban angin

dan gempa kecil. Pada umumnya nilai kekakuan ini mencapai 6.5 sampai 10 kali dari kekakuan pasca leleh K2. Untuk analisa linier biasanya digunakan kekakuan effektif Keff, kekakuan K1 dan K2, ditentukan dari test percobaan hysterisis loop, sedangkan

kekakuan effektif ditentukan dari persamaan berikut. (Naeim and Kelly,1999)

Keff = K2 +

D Q


(49)

dan

Q = A

P

τ

y (3.2.2)

Dimana Ap dan τy adalah luas penampang dan tegangan geser leleh inti timah.

Besarnya tegangan geser leleh berkisar antara 800 Mpa - 1000 Mpa.

Gambar 3.4 Pendekatan bi-linear hysterisis loop

Kekakuan leleh, k , biasanya lebih tinggi dari kekakuan geser dari bearing tanpa lead p

core.

t Gf A kp r L

Σ

= (3.2.3)

Dimana : A = luas bangun trapezium dari peredam r

t

Σ = tebal total dari peredam

G = modulus geser (biasanya diambil pada tegangan geser 0.5)

L

f = faktor luasan, diambil 1.15 dan daerah kekakuan elastis diambil


(50)

Pada LRB yang pada umumnya dirakit dari peredam alami yang memiliki damping yang rendah memiliki terdapat 3 parameter, yaitu kekakuan leleh kp, tegangan leleh

y

F dan perpindahan leleh dapat dirumuskan : p y k Q D 5 , 5 = (3.2.4)

Sedangkan tegangan leleh dirumuskan :

Fy =Q+kpDy (3.2.5) Hubungan Kekakuan leleh antar inti timah (Q) dan kekakuan leleh kp bisa juga

dirumuskan sebagai berikut :

Q =

y eff p eff D D D k 2 ) 2 ( 2 −

−πβπβ (3.2.6)

Dimana :

Dy = perpindahan leleh, pada percobaan disarankan berkisar antara 0.05 sampai 0.1

total tebal peredam.

eff

β = damping efektif

kp = kekakuan leleh

Sedangkan hubungan kekakuan leleh antar inti timah Q dan kekakuan efektif keff

dapat dirumuskan sebagai berikut :

Q = ) ( 2 2 y eff eff D D D k − πβ (3.2.7)

Nisbah redaman dengan pemodelan redaman viskos ekivalen diperoleh dari persamaan berikut ini (Chopra,1995).

ξ = S D E E π 4 1 (3.2.8)


(51)

Dimana ED adalah energi dissipasi per cycle (luas kurva hysterisis loop) diberikan

sebagai

ED = 4Q(D - Dy) (3.2.9)

Dan ES adalah energi regangan dirumuskan sebagai

ES =

2 1

Keff D2 (3.2.10)

Mengingat respons spectra dibuat berdasarkan nisbah redaman 5%, maka respons spectra yang digunakan pada bangunan yang menggunakan isolasi seismic dapat direduksi yang besarnya bergantung pada nisbah redaman isolator seismic tersebut. Salah satu formula yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya reduksi ini adalah berdasarkan Eurocode 8

η=

ξ

+ 5

10

(3.2.11)

Dimana ξ adalah nisbah redaman LRB.

Konsep bangunan dengan isolator adalah mengeliminasi pengaruh ragam-ragam getar yang lebih tinggi terhadap srtuktur. Persamaan gerakan bangunan dengan isolasi seismic akibat gaya gempa, ditinjau atas dua bagian yaitu pertama untuk struktur bangunan diatas isolator dan untuk struktur pada level bearing isolator. Tinjau suatu bangunan seperti gambar 9


(52)

Gambar 3.5 Perpindahan pada bangunan dan bangunan dengan base isolator

Suatu bangunan dengan jumlah lantai N. Penomoran lantai mulai dari 1 sampai N, dimana lantai paling bawah bertumpu pada bearing. Perpindahan relatif sampai lantai ditunjukkan seperti pada gambar berikut. Perpindahan pada tanah dinamakan dg , pada bearing db , dan lantai satu sampai atas berturut-turut dinamakan d1, d2, d3, d4,…,dN


(53)

3.2.4 ANALISIS DINAMIK NON-LINEAR PADA LRB

Setiap struktur perdam gempa harus memiliki syarat yaitu struktur harus stabil dalam artian bahwa struktur memiliki displacemen lebih kecil dari displacemen maksimum. Sistem energi dissipasi dan sisa dari sistem perlawanan gaya lateral akan mengikuti persyaratan sebagai berikut (FEMA 356 Section 9.3.6) :

1. Suhu pada saat pengerjaan.

Analisis gedung yang diperbaiki akan dihitung untuk mengetahui respons perpindahan gaya dari energi dissipasi berdasarkan variasi suhu dan kenaikan suhu bergantung pada waktu interpolasi gempa.

Beberapa analisis harus dilakukan untuk respon seismik bangunan selama Desain Gempa, dan mengembangkan batas pendefinisian respon yang diterima prototype alat dan peralatan produksi.

Respons gaya-perpindahan energi disipasi perangkat umumnya akan tergantung pada Ambient temperatur dan kenaikan suhu karena siklik atau eksitasi gempa.

2. Kondisi Lingkungan

Selain persyaratan untuk beban vertikal dan beban lateral yang disebabkan oleh angin dan gerakan gempa, perangkat energi disipasi harus didesain dengan pertimbangan kondisi lingkungan lainnya, termasuk efek penuaan, creep, kelelahan, ambient temperatur, dan pajanan terhadap kelembaban dan kerusakan zat.

3. Tenaga Angin

Umur dari perangkat disipasi energi, atau komponennya termasuk tanda pada cairan kental pada perangkat, harus diselidiki dan terbukti


(54)

cukup untuk kelangsungan perangkat desain. Perangkat dipakai harus menahan kekuatan angin pada rentang linear elastis.

4. Pemeriksaan dan Penggantian

Pemeriksaan dan penggantian perangkat energi disipasi harus dilakukan secara rutin.

5. Pemeliharaan Mutu Pabrik

Perencanaan pemeliharaan mutu untuk produksi perangkat disipasi energi harus ditetapkan oleh teknisi yang berpengalaman. Rencana ini harus mencakup uraian proses manufaktur, prosedur pemeriksaan, dan perlu pengujian untuk memastikan kontrol kualitas produksi perangkat. 6. Pemeliharaan

Teknisi harus merancang sebuah perawatan dan pengujian jadwal untuk perangkat disipasi energi untuk memastikan respon terhadap keandalan dari perangkat atas desain kehidupan perangkat. Tingkat pemeliharaan dan pengujian harus mencerminkan sejarah dipelayanan yang ditetapkan dari perangkat.

Pada perhitungan nonlinier harus digunakan untuk desain seismik yang bangunan terisolasi yang salah satu kondisi berikut ini berlaku (FEMA 356): 1. Struktur di atas sistem isolasi tidak linier untuk gerakan gempa bumi 2. Sistem isolasi tidak memenuhi seluruh kriteria berikut ini yaitu :

a) Bangunan ini terletak di Tanah Tipe A, B, C, atau D, atau E jika S1 >

0.6


(55)

1) Kekakuan efektif dari sistem isolasi didesain perpindahan lebih besar dari sepertiga dari kekakuan efektif sebesar 20% dari perpindahan desain.

2) Sistem isolasi mampu menghasilkan gaya lateral dari jumlah displacemen rencana paling sedikit 0.025W dan beban lateral lebih dari 50% dari jumlah displecemen rencana pada isolator.

3) Sistem isolasi memiliki sifat kekuatan defleksi yang independen terhadap tingkat beban.

4) Sistem isolasi memiliki sifat kekuatan defleksi yang independen terhadap beban vertical dan beban bilateral.

c). Struktur di atas sistem isolasi pameran global elastis perilaku untuk gerakan gempa sedang dipertimbangkan.

Analisis Time History Percepatan Nonlinear boleh digunakan apabila sudah memenuhi kedua syarat tersebut.


(56)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diberikan sebuah contoh perhitungan pada struktur 6 lantai dimana struktur yang dianalisis adalah struktur yang menggunakan sistem peredam energi (bearing) akibat gaya gempa. Adapun sistem peredam energi yang digunakan adalah LRB. Analisa dilakukan secara 3 dimensi, dalam pengerjaan analisa struktur dibantu dengan menggunakan program SAP 2000 v10.0.1.

4.1. DATA STRUKTUR

Adapun data-data yang dipergunakan dalam analisis akan ditentukan sebagai berikut :

• Mutu bahan :

1. Modulus Elastisitas(E) = 2 X 1010 Kg/m2 2. Mutu beton (f’c) = 25 Mpa

3. Tegangan leleh (fy) = 400 Mpa • Kategori gedung sebagai perkantoran.

• Suatu bangunan berlantai 6 dengan ketentuan sbb:

 Jarak antar portal arah memanjang L1 = 8 m

 Jarak antar portal arah melintang L2 = 6 m

 Tinggi kolom H = 4 m

• Dimensi balok, kolom dan pelat arah memanjang adalah sebagai berikut:

 Lantai 1-2

Dimensi kolom (bxh) : 80cm X 80cm Dimensi balok (bxh) : 40cm X 80cm


(57)

Tebal pelat lantai (t) : 15 cm

 Lantai 3-5

Dimensi kolom (bxh) : 80cm X 80cm Dimensi balok (bxh) : 40cm X 80cm Tebal pelat lantai (t) : 15 cm

 Lantai 6

Dimensi kolom (bxh) : 80cm X 80cm Dimensi balok (bxh) : 40cm X 80cm Tebal pelat lantai (t) : 15 cm

• Dimensi balok, kolom dan pelat arah melintang adalah sebagai berikut:

 Lantai 1-2

Dimensi kolom (bxh) : 80 cm X 80 cm Dimensi balok (bxh) : 35 cm X 70 cm Tebal pelat lantai (t) : 15 cm

 Lantai 3-6

Dimensi kolom (bxh) : 80 cm X 80 cm Dimensi balok (bxh) : 35 cm X 70 cm Tebal pelat lantai (t) : 15 cm

 Lantai 6

Dimensi kolom (bxh) : 80 cm X 80 cm Dimensi balok (bxh) : 35 cm X 70 cm Tebal pelat lantai (t) : 15 cm


(58)

4.2 PENGERJAAN MODEL STRUKTUR


(59)

Gambar 4.2 Tampak Depan


(60)

Gambar 4.4 Denah Bangunan


(61)

4.3 PERHITUNGAN BEBAN STRUKTUR

Pada kedua model struktur dikerjakan kombinasi pembebanan yang sama. Beban yang bekerja pada struktur terdiri dari beban mati, beban hidup dan beban gempa. Untuk beban gempa yang bekerja pada struktur digunakan beban gempa Time History El-Centro.

4.3.1 Beban Mati

Beban mati pada struktur berat sendiri struktur (dead load) dan area loads. Pada pemodelan ini beban mati (berat sendiri) akan dikalkulasikan secara otomatis oleh program SAP 2000.

Area Loads untuk pelat lantai 1 sampai 5 adalah :

• penutup lantai (keramik + spesi) = 24 kg/m2

• mechanical dan electrical = 25 kg/m2

• pengecoran lain-lain = 51 kg/m2 100 kg/m2 Area Loads untuk pelat atap lantai 6 adalah :

• mechanical dan electrical = 25 kg/m2

• pengecoran lain-lain = 75 kg/m2

Selanjutnya mekanisme transfer beban akan disalurkan berturut-turut pada balok, kemudian kolom dan yang terakhir pada pondasi.

4.3.2 Beban Hidup

Sesuai SKBI – 1.3.5.3.1987, besarnya beban hidup yang direncanakan untuk pelat lantai bangunan adalah 250 kg/m2. Sedangkan beban hidup untuk atap atau bagian atap yang dapat dicapai orang, harus diambil minimum sebesar 100 kg/m2 pada bidang datar.


(62)

4.3.3 Beban Gempa

Analisis respons dinamik riwayat waktu digunakan sebagai simulasi gempa, yaitu sesuai dengan SNI 03– 1726 – 2003. Pada struktur ini digunakan gempa El-centro N-S yang telah direkam pada tanggal 15 mei 1940.

4.3.4 Kombinasi Pembebanan

Kombinasi yang digunakan pada struktur adalah : 1. 1 DL

2. 1 DL + 1 LL 3. 1.4 DL

4. 1.2 DL + 1.6 LL

5. 1.2 DL + 0.5 LL + Rx + 0.3 Ry 6. 1.2 DL + 0.5 LL + 0.3 Rx + Ry

Keterangan :

a. DL = Dead Load (beban mati) b. LL = Live Load (beban hidup)

c. Rx = Gaya Gempa arah X (beban gempa El-Centro) d. Ry = Gaya Gempa arah Y (beban gempa El-Centro)

4.4 DATA-DATA LEAD RUBBER BEARING (LRB)

Data masukan untuk isolator dalam hal ini yang digunakan adalah lead rubber

bearing (LRB), yaitu :

Data masukan untuk Lead Rubber Bearing (LRB) pada program SAP 2000 yaitu :

Dari hasil perhitungan SAP,maka didapat :


(63)

Joint OutputCase CaseType F3

158 COMB2 Combination 4039.053

Ket : *COMB2 = 1DL + 1LL

F3 max = 4039.053 kN < 5700 kN

Maka diambil :

a. Spesifikasi karet pada Lead Rubber Bearing

HDN.A.700 , dengan data sebagai berikut (data diambil dari pabrik) : V = 252 mm

kH = 1.71 kN/mm

D = 700 mm, H = 326 mm, B = 800 mm, Te = 180 mm.

Maka :

KH = 1.71 kN/mm = k2

eff

β = 12 %

Dy = 0.1 Te = 0.1 (180) = 18 mm = 18 x 10-3 = 0.018 m

1 2 K K

= 0.1 → K1 =

1 . 0 2 K = 1 . 0 71 . 1

= 17.1 kN/mm = 171000 kg/m

Fy = K1 x Dy = (17.1 kN/mm) (18 mm) = 307.8 kN = 307.8 x 102 kg = 30780 kg

b. Spesifikasi besi (lead core) pada Lead Rubber Bearing

HDN.A.900 , dengan data sebagai berikut (data diambil dari pabrik) : V = 280 mm

kH = 2.49 kN/mm


(1)

c) Displacemen pada X-Y Plane @Z=24 Displacemen Joint 133 arah UX

Titik Min -2.847e-03 pada 4.000e-01 Titik Max 3.449e-01 pada 2.700e+00

d) Displacemen pada X-Y Plane @Z=0


(2)

Titik Min -2.323e-03 pada 4.000e-01 Titik Max 3.109e-01 pada 2.7

e) Kurva Perbandingan Percepatan Dan Waktu Terhadap Jenis Struktur

Grafik 4.23 : Grafik Percepatan dan Waktu Struktur yang tidak menggunakan LRB

Struktur yang menggunakan LRB

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa percepatan yang dialami struktur yang tidak menggunakan lead rubber bearing lebih besar dibandingkan dengan struktur yang menggunakan lead rubber bearing. Percepatan yang dialami struktur tanpa menggunakan damper adalah 7.355 m/s2 atau 0.7g. Sedangkan struktur


(3)

f) Histerisis Loop pada Joint 86, X-Y Plane @Z=0

Titik Min -2.702e-01 pada titik 3.879e-05 Titik Max 2.187e-01 pada titik -2.089e-04


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Sesuai dengan hasil yang penulis lakukan dalam menganalisis bangunan 6 lantai dengan memakai jenis peredam Lead Rubber Bearing, maka didapatkan kesimpulan :

1. Dari hasil analisis dan perhitungan didapatkan bahwa struktur bangunan dengan menggunakan sistem peredam gempa yaitu lead rubber bearing akan diperoleh momen, gaya lintang (geser), gaya normal dan displacement (interstory drift) yang terjadi pada struktur akan menjadi lebih kecil dibandingkan dengan struktur yang tidak menggunakan lead rubber bearing. 2. Penggunaan lead rubber bearing sangat efektif untuk meredam beban lateral

akibat gempa.

3. Dari hasil perhitungan besarnya perpindahan tiap lantai dari struktur dengan menggunakan lead rubber bearing masih dalam batas perpindahan izin yang disarankan pada peraturan.

4. Penggunaan base isolator dapat memperbesar periode dari struktur sehingga besarnya akselerasi gempa maksimum pada periode tertentu dapat diperkecil.


(5)

drift ( perbedaan simpangan antar tingkat ). Untuk memperkecil interstory drift dapat dilakukan dengan memperkaku bangunan dalam arah lateral, tetapi hal ini akan memperbesar gaya gempa yang bekerja pada bangunan. Metode yang lebih baik adalah dengan meredam energi gempa sampai pada tingkat yang tidak membahayakan bangunan, yaitu salah satunya menyarankan memakai peredam Lead Rubber Bearing

2. Sebaiknya bangunan-bangunan yang dianjurkan memakai LRB adalah hotel, rumah sakit, gedung perkantoran, bangunan pendidikan. Karena pada saat terjadinya gempa maka orang-orang yang ada pada bangunan masih memiliki waktu untuk menyelamatkan diri.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Chopra,A.K.1995. Dynamics of Structures , Prentice-Hall,Englewoods Cliffs,NJ.

Connor J.Jerome. Introduction to Stuructural Motion Control. Massachusetts Institute of Technology (MIT), New Jersey 2002

Eurocode 8,” Design Of Structures For Earthquake Resistance,” Part 1: General Rules, Seismic Actions and Rules For Building.

FEMA 359, Seismic Isolation and Energy Dissipation, Chapter 9. Seismic Isolation Prestandard.

Kelly, J.M. and Naeim, F.(1999),”Design Of Seismic Isolated Building: From Theory to Practice,”John Wiley and Sons , Inc.,New York.

Kelly,J.M.1993. Earthquake-Resistant Design with Rubber, Springer-Verlag, New York.

Roke, A. D. (2005), “Thesis of Master of Science,” School Engineering, University of Pittsburrgh

Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1726-2003, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung, Bandung, Juli 2003

Taylor,Andrew W, and Takeru Igusa.2004. Primer on Seismic Isolation, Virginia,SEI

Teruna Rumbi, Daniel, Perencanaan Bangunan Tahan Gempa Dengan Menggunakan Base Isolator (LRB): Contoh Kasus Gedung Auditorium Universitas Cendrawasih,Papua, Dalam Seminar dan Pameran HAKI, 2007

Teruna Rumbi, Daniel, dan Hendri Singarimbun, Analisis Respons Bangunan ICT Universitas Syiah Kuala yang memakai Slider Isolator Akibat Gaya Gempa, Dalam Seminar dan Pameran HAKI,2010