Investasi Syariah TINJAUAN TEORITIS
19
dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Investasi juga merupakan bentuk aktif dari ekonomi syariah sebab setiap harta ada zakatnya, jika harta
tersebut didiamkan maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong setiap muslim untuk
menginvestasikan hartanya. Harta yang diinvestasikan tidak akan termakan oleh zakat, kecuali keuntungannya saja. Hadits Rasulullah SAW, dari Amr bin
Syu’aib :
”Ketahuilah, siapa yang memelihara anak yatim, sedangkan anak yatim itu memiliki harta, maka hendaklah ia menginvestasikannya membisniskannya,
janganlah ia membiarkan harta itu terus berkurang l antaran zakat”
Dalam investasi syariah ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan prinsip-prinsip syariah, yaitu
7
: a.
Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang
haram. b.
Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi. c.
Keadilan pendistribusian kemakmuran. d.
Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha. e.
Tidak ada unsur riba, maysir perjudianspekulasi, dan gharar ketidakjelasansamar-samar.
7
Muhammad Budi Setiawan, “Pengantar Manajemen Investasi”, artikel diakses pada tanggal 24 Juni 2011 dari
http:cakwawan.wordpress.com20071124manajemen-investasi-syariah-bagian-1
20
Prinsip-prinsip investasi syariah di atas memiliki prinsip yang sesuai dengan ajaran Islam, begitu pula dengan sesuatu yang menjadi dasar atau
landasan bagi investasi syariah, semua aspek harus sesuai dengan sumber ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Di dalamnya banyak sekali dalil
yang menunjukkan bahwa dalam Islam sangat dianjurkan untuk mengelola dan memanfaatkan segala hal yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT
melalui ciptaan-Nya. Adapun dalil yang menjadi landasan mengenai investasi syariah ada di
dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 29 yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu
” QS. An-Nisa: 29.
Ayat di atas menunjukkan larangan untuk tidak merugikan orang lain dalam bermuamalah. Karena bermuamalah yang baik adalah ketika orang
merasa ridha atas apa yang kita lakukan padanya. Ayat ini juga memaparkan tentang investasi yang digambark
an oleh kata “tijarah” yang artinya
21
perdagangan. Perdagangan adalah salah satu bentuk investasi riil, dan dalam Islam, Rasulullah telah banyak mengajarkan bagaimana cara berdagang yang
baik. 3.
Investasi Saham Syariah Saham merupakan surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal
pada suatu perusahaan terbatas. Dengan demikian si pemilik saham merupakan pemilik perusahaan. Semakin besar porsi saham yang dimiliki
maka semakin besar pula kekuasaannya dalam perusahaan tersebut.
8
Produk investasi berupa saham pada prinsipnya sudah sesuai dengan ajaran Islam. Dalam teori percampuran, Islam mengenal akad syirkah atau
musyarakah yaitu suatu kerjasama antara dua atau lebih pihak untuk
melakukan usaha dimana masing-masing pihak menyetorkan sejumlah dana, barang atau jasa.
9
Di dalam literatur - literatur, tidak terdapat istilah atau pembedaan antara saham yang syariah dengan yang non syariah. Akan tetapi,
saham, sebagai bukti kepemilikan suatu perusahaan, dapat dibedakan menurut kegiatan usaha dan tujuan pembelian saham tersebut. Saham menjadi halal
sesuai syariah jika saham tersebut dikeluarkan oleh perusahaan yang kegiatan usahanya bergerak di bidang yang halal danatau dalam niat
pembelian saham tersebut adalah untuk investasi, bukan untuk spekulasi
8
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Jakarta: Kencana, 2009, h. 137.
9
Ahmad Rodoni, Investasi Syariah Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, h. 61.
22
judi. Untuk lebih amannya, saham yang dilisting dalam JII Jakarta Islamic Index
merupakan saham-saham yang Insya Allah sesuai syariah.
10
Para fuqaha Islam kontemporer berselisih pendapat dalam hal jual beli saham, khususnya yang berkenaan dengan aspek hukumnya. Sebagian dari
mereka memperbolehkan transaksi jual beli saham dan sebagian lain tidak memperbolehkannya.
Para fuqaha yang tidak membolehkan transaksi jual-beli saham memberikan beberapa argumentasi yang di antaranya adalah sebagai
berikut
11
: a.
Saham dipahami sebagaimana layaknya obligasi surat hutang, di mana saham juga merupakan hutang perusahaan terhadap para investor yang
harus dikembalikan, maka dari itu memperjualbelikannya juga sama hukumnya dengan jual-beli hutang yang dilarang syariah.
b. Banyaknya praktik jual-beli najasy penawaran palsu di bursa efek.
c. Para investor pembeli saham keluar dan masuk tanpa diketahui oleh
seluruh pemegang saham. d.
Harga saham yang diberlakukan ditentukan senilai dengan ketentuan perusahaan yaitu pada saat penerbitan dan tidak mencerminkan modal
awal pada waktu pendirian.
10
Sofyan Rizal, “Saham Syariah: pengertian, peluang dan hambatannya di Indonesia”, artikel diakses pada tanggal 7 November 2009 dari
www.alhikmah.ac.id
11
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Cet.II Jakarta: Kencana, 2008, h. 65-66.
23
e. Harta atau modal perusahaan penerbit saham tercampur dan mengandung
unsur haram sehingga menjadi haram semuanya. f.
Transaksi jual-beli saham dianggap batal secara hukum, karena dalam transaksi tersebut tidak mengimplementasikan prinsip pertukaran sharf,
jual-beli saham adalah pertukaran uang dan barang, maka prinsip saling menyerahkan taqabudh dan persamaan nilai tamatsul harus
diaplikasikan. Dikatakan kedua prinsip tersebut tidak terpenuhi dalam transaksi jual-beli saham.
g. Adanya unsur ketidaktahuan jahalah dalam jual-beli saham dikarenakan
pembeli tidak mengetahui secara persis spesifikasi barang yang akan dibeli yang terefleksikan dalam lembaran saham. Sedangkan salah satu
syarat syahnya jual-beli adalah diketahuinya barang maluumu al mabi. h.
Nilai saham pada setiap tahunnya tidak bisa ditetapkan pada satu harga tertentu, harga saham selalu berubah-ubah mengikuti kondisi pasar bursa
saham, untuk itu saham tidak dapat dikatakan sebagai pembayaran nilai pada saat pendirian perusahaan.
Para fuqaha yang membolehkan mengadakan jual beli saham memberikan pendapat bahwa saham sesuai dengan terminologi yang melekat
padanya, maka saham yang dimiliki oleh seseorang menunjukkan sebuah bukti kepemilikan atas perusahaan tertentu yang berbentuk aset, sehingga
saham merupakan cerminan kepemilikan atas aset tertentu. Logika tersebut dijadikan dasar pemikiran bahwa saham dapat diperjualbelikan sebagaimana
layaknya barang. Para ulama kontemporer yang merekomendasikan perihal
24
tersebut di antaranya Abu Zahrah, Abdurrahman Hasan, dan Khalaf sebagaimana dituangkan oleh Qardhawi dalam kitabnya Fiqhu Zakah yang
menyatakan bahwa jual-beli saham dibolehkan secara syariah dan hukum positif yang berlaku.
12
Aturan dan norma jual-beli saham tetap mengacu kepada pedoman jual-beli barang pada umumnya, yaitu terpenuhinya rukun, syarat, aspek an
taradhin , serta terhindar dari unsur maysir, gharar, riba, haram dan najasy.
Praktik forward contract, short selling, option dan insider trading, merupakan transaksi yang dilarang secara syariah dalam dunia pasar modal. Selain hal-hal
tersebut, konsep preferred stock atau saham istimewa juga cenderung tidak diperbolehkan secara syariah karena dua alasan yang dapat diterima secara
konsep syariah, dua alasan tersebut adalah: a Adanya keuntungan tetap pre- determinant revenue
, yang dikategorikan oleh kalangan ulama sebagai riba. b Pemilik saham preferen mendapatkan hak istimewa terutama pada saat
perusahaan dilikuidasi. Hal tersebut dianggap mengandung unsur ketidakadilan.
13
Adanya fatwa-fatwa ulama kontemporer tentang jual-beli saham semakin memperkuat landasan akan bolehnya jual-beli saham. Dalam
kumpulan fatwa Dewan Syariah Nasional Saudi Arabia yang diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz Ibn Abdillah Ibn Baz jilid 13 tiga belas bab jual-beli
12
Ibid., h. 66-67.
13
Ibid., h. 67.
25
fatwa nomor 4016 dan 5149 tentang hukum jual-beli saham dinyatakan sebagai berikut: Jika saham yang diperjualbelikan tidak serupa dengan uang
secara utuh apa adanya, akan tetapi hanya representasi dari sebuah aset seperti tanah, mobil, pabrik, dan yang sejenisnya, dan hal tersebut merupakan sesuatu
yang telah diketahui oleh penjual dan pembeli, maka dibolehkan hukumnya untuk diperjualbelikan dengan harga tunai ataupun tangguh, yang dibayarkan
secara kontan ataupun beberapa kali pembayaran, berdasarkan keumuman dalil tentang bolehnya jual-beli.
14