redenominasi sehingga kontrol publik dapat tercipta. Redenominasi di Indonesia akan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, pada 2013-2015 diberlakukan
dua denominasi, yakni uang lama dan uang baru. Uang lama dengan digit tiga nol, dan uang baru dengan menghilangkan tiga digit nolnya dengan memberikan
tulisan “rupiah baru”. Tahap berikutnya, pada 2016-2018, secara berangsur-angsur dalam tiga tahun uang lama akan habis. Selanjutnya, pada 2019-2020, pemerintah
menghilangkan tulisan “baru” pada uang yang beredar, sehingga seluruh uang yang beredar di masyarakat adalah uang baru setelah diredenominasi. Namun,
pemerintah memberikan waktu 3 tiga tahun hingga tahun 2023 untuk menukarkan uang lama menjadi uang baru.
2.3 Redenominasi Bukan Sanering
Redenominasi sangat berbeda dengan sanering. Sanering merupakan uapaya memotong rupiah karena melejitnya angka inflasi yang tak kunjung turun
atau inflasi tidak terkendali. Indonesia pernah mengalami beberapa kali melakukan kebijakan mata uang.
Pertama,
peristiwa “Gunting Syafruddin” dilakukan pada awal 1950, yaitu dengan memotong uang kertas menjadi dua
bagian. Guntingan uang kertas sebelah kiri merupakan sebagai alat pembayaran yang sah dengan separuh nilainya dari yang tertera. Sedangakan guntingan
sebelah kanan ditukarkan dengan obligasi pemerintah yang dapat dicairkan beberapa tahun kemudian.
Kedua,
sanering dilakukan pada 25 Agustus 1959 dengan memangkas Rp. 1000 menjadi Rp. 100, dan Rp. 500 menjadi Rp 50,
sedangkan pecahan uang lainnya tetap. Pemerintah melakukan kebijakan sanering dengan tujuan untuk mengurangi jumlah uang beredar yang melonjak akibat
Universitas Sumatera Utara
kebijakan fiskal yang ekspansif yang dibiayai dari mencetak uang.
Ketiga,
redenominasi dilakukan pada 13 Desember 1965 dengan mengubah Rp. 1000 menjadi Rp. 1. Kebijakan redenominasi tersebut dilaksanakan berdasarkan
Penetapan Presidan No. 27 Tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan kesatuan moneter bagi seluruh wilayah Republik Indonesia termasuk Irian Barat.
Pengalaman tersebut sangat merugikan masyarakat Indonesia. Masyarakat harus memahami bahwa sanering bukan redenominasi. Sanering dilakukan
dilakukan pada saat angka inflasi tinggi, sedangkan redenominasi diterapkan saat angka inflasi rendah. Sanering dilakukan saat kenerja ekonomi memburuk,
sedangkan redenominasi dijalankan saat kinerja ekonomi berjalan dengan baik.
2.4 Dampak Redenominasi
Bank Indonesia merasa pecahan rupiah sudah terlalu besar karena jumlah nolnya sudah terlalu banyak. Jumlah nol yang banyak berdampak pada biaya
transaksi tidak efisien. Pihak perbankan menilai, Bank Indonesia harus berhati- hati dalam melakukan redenominasi mata uang rupiah. Hal ini dikarenakan
redenominasi akan memiliki efek yang besar bagi industri perbankan. Rencana redenominasi rupiah memakan biaya yang sangat tinggi.
Setidaknya, perbankan harus berinvestasi lagi di bidang teknologi informasi TI. Teknologi informasi tersebut perlu penyesuaian terhadap berapa banyak angka nol
uang tersebut. Bank Indonesia juga harus mengeluarkan dana yang besar untuk mengganti dan mencetak uang baru.
Redenominasi rupiah harus dibarengi dengan pembangunan persepsi masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Masyarakat harus paham bahwa
Universitas Sumatera Utara
redenominasi bukanlah pemotongan nilai mata uang, karena persepsi tersebut membuat masyarakat menarik dana mereka dari bank dan melakukan investasi ke
luar negeri. Redenominasi dilakukan dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pada saat itu, Indonesia bisa menyetarakan nilai rupiah dengan
mata uang negara-negara ASEAN. Pada dasarnya, redenominasi sangatlah baik, tetapi harus dipahami jika
kesiapan masyarakat menjadi hal utama sehingga Bank Indonesia harus melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat. Kesiapan masyarakat
menjadi poin terpenting bagi Bank Indonesia. Bank Indonesia bisa mensosialisasikan kebijakan tersebut melalui seminar dan pemberitahuan terlebih
dahulu ke masyarakat. Apabila masyarakat belum siap namun Bank Indonesia tetap menjalankan kebijakan tersebut, maka akan timbul gejolak ekonomi seperti
meningkatnya laju inflasi sehingga berdampak pada terhambatnya pembangunan. Sebelum melakukan redenominasi, Bank Indonesia harus meyakinkan
semua infrastruktur terkait agar disesuaikan sedemikian rupa dengan mata uang baru yang nolnya sedikit. Seluruh sistem penghitungan computer di Indonesia,
termasuk akuntansi, elektronik
data processing, cash flow,
dan sebagainya harus diubah, dan perubahan tersebut mengakomodasi hasil tahun-tahun sebelumnya.
Tanpa persiapan yang matang, perdagangan di pasar saham akan kacau karena tidak akan jelas perusahaan mana yang sehat dari segi keuangan, tidak jelas mana
yang untung dan mana yang rugi. Redenominasi hanya akan memberikan efek psikologis ke pasar saham.
Jika rencana tersebut tersosialisasi dengan baik, maka pasar saham tidak akan
Universitas Sumatera Utara
terpengaruh dan bias bergerak normal lagi. Jika Indeks Harga Saham Gabungan IHSG terpuruk maka redenominasi digabungkan dengan sentiment tingginya
inflasi membuat investor memilih keluar dari pasar saham. Redenominasi bisa berdampak negatif kepada pasar modal apabila inflasi tinggi.
Secara teori, redenominasi tidak akan memberikan efek negatif terhadap perekonomian. Ketakutan akan adanya kemungkinan inflasi akan meyebabkan
orang cenderung memegang barang, terutama barang yang tidak terpengaruh oleh inflasi seperti emas. Hal ini bisa berdampak buruk terhadap laju pertumbuhan
ekonomi karena berpotensi akan mengurangi konsumsi. Apabila terjadi penukaran rupiah ke mata uang lain yang lebih kuat, maka akan terjadi penurunan nilai
rupiah terhadap mata uang negara lain. Jika pelaku bisnis meyakini bahwa ekonomi berjalan dengan baik, maka
redenominasi bisa berjalan dengan lancar. Akan tetapi, apabila pelaku bisnis berpendapat bahwa redenominasi mengakibatkan angka inflasi meningkat, maka
daya beli masyarakat akan berkurang. Di samping itu, stabilitas politik sangat dibutuhkan untuk memunculkan dampak psikologis yang positif kepada pelaku
bisnis dalam menanggapi redenominasi. Bagi pelaku usaha, redenominasi Rupiah menghadirkan peluang dan
tantangan. Peluang yang ditawarkan sudah jelas, bahwa redenominasi akan meningkatkan keinginan konsumen untuk membeli barang dan jasa. Pelaku usaha
tinggal mencari cara untuk memastikan keinginan membeli tersebut menjadi pembelian yang sebenarnya. Sementara, tantangan yang dihadapi adalah
Universitas Sumatera Utara
memutakhirkan strategi
pricing
yang digunakan.
Strategi
pricing
yang sebelumnya digunakan mungkin menjadi tidak relevan lagi Mahardika, 2013.
2.4.1 Dampak Positif Redenominasi
Melalui redenominasi, maka nilai rupiah akan meliki kekuatan karena nilainya hampir mendekati dolar AS. Frekuensi pencetakan uang lama menjadi
lebih jarang. Karena dengan redenominasi tiga digit angka nol setiap pecahan rupiah uang kertas ribuan akan diganti dengan satu rupiah uang logam yang lebih
awet sehingga pencetakannya relatif lebih jarang. Redenominasi diperlukan untuk membangun infrastruktur pembayaran
non-tunai di masa depan, sebab semakin besar digit angka, maka sistem pencatatan dan akuntansi semakin sulit. Redenominasi akan menyederhanakan
penulisan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sejalan dengan fundamental ekonomi yang semakin kuat sehingga memberikan kebangsaan untuk memegang
uang rupiah. Menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan,
redenominasi atau penyederhanaan nilai nominal rupiah mempunyai beberapa manfaat, di antaranya kebanggaan sebagai bangsa. Dengan nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS masih besar, terdapat penilaian bahwa perekonomian Indonesia masih terbelakang. Kebijakan redenominasi juga akan memberikan
manfaat ekonomis kepada masyarakat. Manfaat paling utama adalah kebanggaan
pride
Purwanto, 2013.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Dampak Negatif Redenominasi
Penggantian mata uang secara serentak membutuhkan biaya operasional yang sangat besar karena para pengusaha harus berinvestasi lagi untuk mengganti
pembukuan, harus menyesuaikan sistem teknologi informasi dan untuk penyesuaian materi cetak.
Bagi Bank Indonesia, redenominasi akan membutuhkan dana yang besar karena Bank Indonesia harus melakukan pencetakan uang kembali untuk
mengganti uang lama yang akan diredenominasi. Selain itu, Bank Indonesia harus mewaspadai dampak sosial yang akan
terjadi setelah terjadi kebijakan itu diterapkan, berupa terjadinya trauma di masyarakatseperti kebijakan sanering pada jaman Orde Lama, sehingga
masyarakat tidak percaya pada rupiah. Berikut ini adalah dampak positif dan negatif lainnya dari redenominasi
yang tertera dalam tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Dampak Positif Redenominasi Rupiah
Aspek Dampak Negatif Denominasi
Besar Dampak Positif
Redenominasi
Inefesiensi Perekonomian
1. Waktu dan biaya transisi
cukup besar. 2.
Kebutuhan pengembangan infrastruktur untuk sistem
pembayaran non-tunai
di masa
mendatang dengan
biaya yang cukup signifikan. 3.
Meningkatnya biaya
pengadaan uang baru dengan pecahan yang lebih besar
untuk mengakomodasi
kebutuhan pembayaran tunai yang semakin meningkat.
1. Perekonomian
menjadi lebih
efisien. 2.
Ekspektasi inflasi
lebih rendah. 3.
Penghematan biaya pengadaan
uang dalam
jangka panjang.
Rupiah dipersepsikan
bernilai sangat rendah
1. Level nilai tukar Rupiah
terhadap mata uang asing termasuk
yang terendah
diantara negara ASEAN. 2.
Nilai uang rupiah sangat rendah diukur dari transaksi
untuk membeli keperluan masyarakat.
1. Meningkatkan
kebanggaan terhadap Rupiah.
2. Memfasilitasi
ASEAN
Economic Community
2015.
Kendala teknis akibat semakin
banyaknya digit angka
1. Keterbatasan alat transaksi
sehari-hari lainnya a.l argo taxi, pompa bensin, mesin
kasir .
2. Keterbatasan
beban penyimpanan,
pengolahan data statistik.
3. Keterbatasan
kapasitas penyelenggaraan
sistem pembayaran non tunai, antara
lain sistem ATM, sistem kartu kredit, sistem Real
Time
Gross Setlement
RTGS . 1.
Tidak perlu
penyesuaian infrastruktur
dan aplikasi dari waktu
ke waktu. 2.
Berkurangnya risiko human error.
Sumber : http:aijgeneva.files.wordpress.com201302materi-konsultasi-publik-redenominasi.pdf diakses pada 10 April 2013
Universitas Sumatera Utara
2.5 Tahap-tahap Pelaksanaan Redenominasi
Rencana redenominasi di Indonesia membutuhkan waktu yang cukup lama. Ada beberapa tahapan mulai dari sosialisasi, hingga penciptaan mata uang
baru setelah redenominasi. Adapun tahapan rencana redenominasi rupiah adalah sebagai berikut :
1. Tahun 2011-2012, pada tahun-tahun tersebut dilakukan sosialisasi.
2. Tahun 2013-2015, periode ini merupakan masa transisi. Pada masa transisi
digunakan dua mata uang rupiah, yakni memakai istilah rupiah lama dan rupiah hasil redenominasi yang disebut rupiah baru. Pada masa transisi ini
masyarakat juga menggunakan dua jenis mata uang. Pada masa transisi itu juga, Bank Indonesia akan mencetak uang baru yang diredenominasi.
Contohnya Bank Indonesia akan mencetak uang Rp. 10,- yang akan menggantikan uang pecahan Rp. 10.000,-
3. Tahun 2016-2018, pada periode ini, pemerintah menargetkan uang saat ini
rupiah lama akan benar-benar tidak beredar lagi. Bank Indonesia akan melakukan penarikan uang lama secara perlahan pada masa transisi.
4. Tahun 2019-2020, redenominasi dilaksanakan. Bank Indonesia akan
mengedarkan mata uang baru sebagai pengganti uang lama dan saat itu semua masyarakat akan melakukan transaksi jual beli dengan uang baru
yang telah diredenominasi. Masa transisi adalah masa yang penting. Harus ada tanda khusus pada
mata uang yang menunjukkan bahwa uang tersebut uang jenis redenominasi. Para penjual barang juga harus menempelkan dua jenis harga pada label harga: dengan
Universitas Sumatera Utara
harga apabila dibeli dengan uang bukan redenominasi, dan harga jika dibeli dengan uang redenominasi. Seperti di toko-toko luar negeri, juga ada banyak
konversi dalam mata uang asing pada satu label harga, misalnya harga dalam USD, dalam EURO, atau mata uang lain Nurullah,2013.
2.6 Stabilitas Sistem Keuangan SSK