Studi Kualitas Udara Melalui Pengamatan Tingkat Kandungan Suspended Particulate Matter(SPM) Dan Kimia Air Hujan (Kation Dan Anion) Di Kota Medan

(1)

STUDI KUALITAS UDARA MELALUI PENGAMATAN TINGKAT

KANDUNGAN SUSPENDED PARTICULATE MATTER(SPM) DAN KIMIA AIR HUJAN (KATION DAN ANION) DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

SUTRI NOVIKA 060801027

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PERSETUJUAN

Judul : STUDI KUALITAS UDARA MELALUI PENGAMATAN

TINGKAT KANDUNGAN SUSPENDED PARTICULATE MATTER (SPM) DAN KIMIA AIR HUJAN (KATION DAN ANION) DI KOTA MEDAN

Kategori : SKRIPSI

Nama : SUTRI NOVIKA

NIM : 060801027

Program Study : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan

Diluluskan di Medan, 12 April 2011

Diketahui/disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua, Pembimbing,

Dr. Marhaposan Situmorang Dr. Kerista Sebayang, MS NIP: 195510301980031003 NIP:195806231986011001


(3)

PERNYATAAN

STUDI KUALITAS UDARA MELALUI PENGAMATAN TINGKAT KANDUNGAN SUSPENDED PARTICULATE MATTER (SPM) DAN KIMIA AIR

HUJAN (KATION DAN ANION) DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, 12 April 2011

SUTRI NOVIKA 060801027


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan Syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang serta karunia-Nya kepada penulis hingga skripsi yang berjudul: “ Analisis Kualitas Udara Melalui Pengamatan Tingkat Kandungan Suspended Particulate Matter (Spm) Dan Kimia Air Hujan (Kation Dan Anion) Di Kota Medan ” berhasil diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktu yang telah

ditetapkan. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan terbaik di muka bumi.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Kerista Sebayang, MS, selaku pembimbing, dan Hendri Irwandi M.Si. yang telah memberikan panduan, bantuan, serta segenap perhatian dan dorongan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini. Paduan ringkas dan padat serta profesional telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Fisika Dr. Marhaposan Situmorang dan Dra.Justinon, M.Si, serta Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas MIPA USU. Ucapan terimakasih juga diberikan kepada Drs. Herli Ginting, MS, Dr. Susilawati, M.Si, dan Dr. Diana Alemin Barus, M.Sc, selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. Kemudian ucapan terimakasih kepada Bapak Drs. Setia Sembiring selaku dosen wali yang telah memperhatikan kemajuan studi penulis, serta Bapak dan Ibu Staf Pengajar Departemen Fisika FMIPA USU terima kasih atas ilmu yang diberikan selama ini, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat, dan tak lupa pula kepada seluruh staff pegawai pada departemen Fisika FMIPA USU.

Ucapan terimakasih terbesar penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta Mardiah atas segala cinta kasih dan do’a yang selalu dihadiahkan kepada penulis tanpa henti, Tak lupa pula terimakasih kepada sahabat-sahabat terbaik penulis Tari, Ririn, Tika, Kak Aisyah, Kak Novi, Kak Lili, Farida, Nova, Eva dan semua rekan-rekan fisika angkatan 2006, abang kakak senior dan juga adik-adik junior departemen Fisika. Semoga Allah SWT akan membalasnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas apa yang dikehendaki-Nya.


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan analisis terhadap kualitas udara di Kota Medan. Analisis didasarkan pada tingkat kandungan konsentrasi Suspended Particulate Matter (SPM) tahun 2001-2009 dan kandungan kimia air hujan antara rentang tahun 2001-2009. Data diperoleh dari Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Sampali Medan. Analisis terhadap konsentrasi SPM meliputi analisis perbandingan tingkat kandungan konsentrasi SPM tiap tahunnya dengan acuan baku mutu (230 μgram/Nm3 ). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa program aplikasi statistik SPSS 12.0, sedangkan metode statistik yang digunakan adalah metode korelasi Pearson linier sederhana. Hasil analisis terhadap data tingkat kandungan konsentrasi SPM menunjukkan bahwa konsentrasi SPM di Kota Medan pada tahun 2009 sudah 57,56% mendekati ambang batas baku mutu yaitu 230 μgram/Nm3 bedasarkan PP.No. 41 tahun 1999. Jumlah kendaraan bermotor cukup memiliki hubungan dengan peningkatan SPM, dengan nilai korelasi r = 0,477. Curah hujan memiliki hubungan yang kuat dalam menurunkan tingkat kandungan SPM, dengan nilai koefisien korelasi r = - 0,824. Jumlah kendaraan bermotor cukup memiliki hubungan dengan penurunan derajat keasaman (pH) air hujan, dengan nilai korelasi

r = -0,484.


(6)

STUDY OF AIR QUALITY BY MONITORING SUSPENDED PARTICULATE MATTER LEVELCONSENTRATION AND CHEMICAL ELEMENTS IN

RAINWATER (KATION-ANION) IN MEDAN ABSTRACT

Analysis of air quality in Medan has been done. It was done based on Suspended Particulate Matter (SPM) concentration level from 2001 until 2009. And chemical elements of rainwater from 2009. The data was taken from Meteorological and Geophysical Board. Analysis of SPM concentration, i.e. Comparison between SPM level concentration and quality standard of SPM concentration (230 μgram/Nm3). Data processing was done by using software for statistics, SPSS 12.0, and the method used was simple linear Pearson correlation method. The result of SPM concentration analysis showed that the concentration of SPM in Medan was 57,56 % going up to threshold value of quality standard of SPM concentration ( 230 μgram/Nm by 3 PP.No. 41, 1999) in 2009. The number of motor vehicles have enough correlation in the increasing of SPM, with a correlation coefficient r = 0,477. Rainfall has a strong correlation in the reducing of SPM, with a correlation coefficient r = - 0.824. The number of motor vehicles have enough correlation in the reducing of a acidity degree (pH) of rain, with a correlation coefficient r = -0.484. Correlation is given by analyzing correlation coefficient and determination coefficient.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penelitian 3

1.3 Manfaat Penelitian 3

1.4 Rumusan Masalah 3 1.5 Batasan Masalah 4

1.6 Sistematika Penulisan 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka 6

2.1. Kota Medan 6

2.2. Pencemaran Udara 7

2.2.1 Pengertian Pencemaran Udara 7

2.2.2 Sumber Pencemaran Udara 8

2.2.3 Klasifikasi Bahan Pencemar Udara 10 2.2.4 Dampak Pencemaran Udara 11

2.3. Partikulat di Udara 13

2.3.1 Definisi Partikulat 14

2.3.2 Efek Partikulat 15

2.4. Hujan 16 2.4.1 Curah Hujan 17

2.4.2 Kimia Air Hujan 18

2.4.2.1 Keasaman (pH) Air Hujan 18

2.4.2.2. Sulfat (SO4) 21 2.4.2.3. Nitrat (NO3) 21 2.4.2.4. Klorida (Cl) 21

2.5. Teori Korelasi 22

2.6. Program Aplikasi Statistik SPSS 26 Bab 3 Metodologi Penelitian 28


(8)

3.2.1. Data Suspended Particulate Matter (SPM), dan Kimia Air

Hujan (KAH) 29

3.2.2. Data Curah Hujan 30

3.2. Diagram Alir 31

3.3. Metode Pengolahan Data 32

3.3.1. Metode Korelasi Pearson Linier Sederhana 32

3.4. Alat Bantu Pengolahan Data 32

Bab 4 Analisa Data 34

4.1. Analisis Data SPM 34

4.2. Analisa Kimia Air Hujan 41

4.2.1. Analisa Korelasi Antara Konsentrasi

Ion-Ion Kimia Air Hujan 42

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 45

5.1 Kesimpulan 45

5.2 Saran 46

Daftar Pustaka 47

Lampiran 1 49

Lampiran 2 54

Lampiran 3 57


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Dampak pencemaran udara berupa gas 12

Tabel 2.2 Dampak Pencemaran udara berupa partikel 13 Tabel 3.1 Rata-Rata Kadar SPM (μgram/m3 udara 24 jam) Tahun 2001-2009 29 Tabel 3.2 Data Rata-Rata Keasaman (pH) Air Hujan Tahun 2001-2009 29 Tabel 3.3 Rata-Rata Kimia Air hujan Tahun 2009 30 Tabel 3.4 Curah Hujan Medan-Sampali Tahun 2000-2009 30 Tabel 4.1. Hasil Analisa Data Rata-Rata Tahunan Untuk Suspended Particulate

Matter (SPM) Pada Tahun 2001 Sampai Dengan 2009 34 Tabel 4.2 Hasil Analisa Data Tingkat Pencemaran Suspended Particulate Matter

(SPM) di Kota Medan dengan Acuan Baku Mutu Udara Ambient 36 Tabel. 4.3 Hasil Analisis Data Rata-Rata Bulanan untuk SPM dan Curah Hujan di

Kota Medan Pada Tahun 2001-2009 37

Tabel. 4.4 Hasil Analisis Data Rata-Rata Tahunan untuk SPM dan

Jumlah Kendaraan Bermotor 39

Tabel 4.5 Matriks Koefisien Korelasi Antara Konsentrasi Ion-Ion


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Grafik Konsumsi Bahan Bakar Minyak Domestic

Dari Berbagai Sektor Di Indonesia 9 Gambar 2.2 Pembentukan Perubahan Wujud Asam. 20 Gambar 2.3 Grafik Y Vs X untuk (a) Koefisien Korelasi Positif(sempurna),

(b) Koefisien Korelasi negatif(sempurna),

(c) Koefisien Korelasi r = 0. 24 Gambar 2.4 Grafik Y Vs X untuk (a) Koefisien Korelasi Positif, (b) Koefisien

Korelasi Negatif. 25

Gambar 2.5 Data Editor pada SPSS 28

Gambar 2.6 Contoh Output Data pada SPSS dengan Viewer 28 Gambar 4.1 Grafik Konsentrasi SPM rata-rata tahunan di Kota Medan

tahun 2001-2009 35

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Curah Hujan Dengan Konsentrasi SPM

Di Kota Medan Tahun 2000-2009 38 Gambar 4.3 Grafik Korelasi Antara Rata-Rata Curah Hujan Bulanan Terhadap SPM Di Kota Medan Pada Tahun 2000-2009 38 Gambar 4.4 Grafik Korelasi Jumlah Kendaraan Bermotor Terhadap Konsentrasi SPM di Kota Medan Tahun 2001-2009 40 Gambar 4.5 Grafik Derajat Keasamaan (Ph) Air Hujan Rata-Rata Tahunan


(11)

ABSTRAK

Telah dilakukan analisis terhadap kualitas udara di Kota Medan. Analisis didasarkan pada tingkat kandungan konsentrasi Suspended Particulate Matter (SPM) tahun 2001-2009 dan kandungan kimia air hujan antara rentang tahun 2001-2009. Data diperoleh dari Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Sampali Medan. Analisis terhadap konsentrasi SPM meliputi analisis perbandingan tingkat kandungan konsentrasi SPM tiap tahunnya dengan acuan baku mutu (230 μgram/Nm3 ). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa program aplikasi statistik SPSS 12.0, sedangkan metode statistik yang digunakan adalah metode korelasi Pearson linier sederhana. Hasil analisis terhadap data tingkat kandungan konsentrasi SPM menunjukkan bahwa konsentrasi SPM di Kota Medan pada tahun 2009 sudah 57,56% mendekati ambang batas baku mutu yaitu 230 μgram/Nm3 bedasarkan PP.No. 41 tahun 1999. Jumlah kendaraan bermotor cukup memiliki hubungan dengan peningkatan SPM, dengan nilai korelasi r = 0,477. Curah hujan memiliki hubungan yang kuat dalam menurunkan tingkat kandungan SPM, dengan nilai koefisien korelasi r = - 0,824. Jumlah kendaraan bermotor cukup memiliki hubungan dengan penurunan derajat keasaman (pH) air hujan, dengan nilai korelasi

r = -0,484.


(12)

STUDY OF AIR QUALITY BY MONITORING SUSPENDED PARTICULATE MATTER LEVELCONSENTRATION AND CHEMICAL ELEMENTS IN

RAINWATER (KATION-ANION) IN MEDAN ABSTRACT

Analysis of air quality in Medan has been done. It was done based on Suspended Particulate Matter (SPM) concentration level from 2001 until 2009. And chemical elements of rainwater from 2009. The data was taken from Meteorological and Geophysical Board. Analysis of SPM concentration, i.e. Comparison between SPM level concentration and quality standard of SPM concentration (230 μgram/Nm3). Data processing was done by using software for statistics, SPSS 12.0, and the method used was simple linear Pearson correlation method. The result of SPM concentration analysis showed that the concentration of SPM in Medan was 57,56 % going up to threshold value of quality standard of SPM concentration ( 230 μgram/Nm by 3 PP.No. 41, 1999) in 2009. The number of motor vehicles have enough correlation in the increasing of SPM, with a correlation coefficient r = 0,477. Rainfall has a strong correlation in the reducing of SPM, with a correlation coefficient r = - 0.824. The number of motor vehicles have enough correlation in the reducing of a acidity degree (pH) of rain, with a correlation coefficient r = -0.484. Correlation is given by analyzing correlation coefficient and determination coefficient.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan

kota terbesar di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur dan berada pada

ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Sebagai pusat pemerintahan daerah, pusat pelayanan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat, pusat perdagangan dan pusat perindustrian, Kota Medan mempunyai luas sekitar 265,10 km2 dengan jumlah penduduk 2.109.339 jiwa dan kepadatan mencapai 7.956 jiwa/ km2 (sumber BPS.2010). Peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi masyarakat menyebabkan pembangunan fisik kota terus melaju dengan pesat. Hal ini menyebabkan berkurangnya ruang terbuka hijau dan meningkatnya konsumsi energi fosil yang berdampak pada pencemaran udara. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah penurunan kualitas udara yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia, khususnya Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). Salah satu penyebab ISPA adalah debu-debu di atmosfer yang bertebaran dan angin yang terus berhembus. Debu-debu dan emisi kendaraan dapat masuk melalui saluran pernafasan (Umar Zein,2008), dimana secara keseluruhan partikulat debu di atmosfir disebut sebagai

Suspended Particulate Material (SPM) atau Total Suspended Particulate (TSP). Selama 10 bulan periode Januari hingga Oktober 2010, sejumlah 1.033 warga Medan, dirawat di Rumah Sakit Umum dr Pringadi Medan (RSUPM) akibat penyakit Inspeksi Saluran Pernafasan Atas (Pemko, Medan).

Suspended particulate matter (SPM) merupakan campuran material padatan dan cairan yang mengambang di udara yang besarnya melebihi satu molekul tetapi garis


(14)

tengahnya lebih kecil dari 500 mikron. Partikel-partikel ini berada di atmosfer dalam berbagai ukuran dengan berbagai sifat fisik dan kimianya. Partikel dengan garis tengah lebih kecil dari satu micron(<1 ) lazimnya disebut Aerosol, yang dapat tetap μ berada di udara dan mudah bergerak seperti gas juga dapat merupakan inti kondensasi uap. Sifat lain dari partikel tersuspensi adalah dapat berfungsi sebagai katalis yang juga dapat menyerap energi sinar dan cahaya. Nilai ambang batas SPM berdasarkan PP.No.41 tahun 1999, adalah 230μg/m3air/24jam.

Pengukuran kimia air hujan dimaksudkan untuk mengetahui kandungan bahan-bahan pencemar udara yang terkandung dalam proses pengendapan basah (Wet Deposition). Dalam proses ini, bahan-bahan pencemar dari sumber pencemar (Source) memasuki udara/atmosfer bebas, kemudian dengan bantuan energi sinar matahari teroksidasi dan bereaksi dengan uap air membentuk asam. Asam-asam ini akan terlarut dalam butiran-butiran awan, yang akhirnya turun sebagai hujan. Hujan diklasifikasikan sebagai hujan asam, apabila derajat keasaman (pH) air hujan <5,6. pH normal air hujan berkisar antara 5,6-6,0.

Pada dasarnya udara yang merupakan suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar yang terdispersi ke udara dan menyebar ke lingkungan sekitarnya. Kecepatan penyebaran ini tergantung dari keadaan geografis dan meteorologi setempat. Menurunnya kualitas udara akibat terjadinya pencemaran di suatu wilayah seringkali baru dirasakan setelah dampaknya menyebabkan gangguan kesehatan pada makhluk hidup, terutama pada manusia.

Karena itu peneliti tertarik mencoba melakukan penelitian untuk menganalisa konsentrasi Suspended particulate matter (SPM) dan kimia air hujan di Kota Medan sehingga dapat menjadi suatu informasi yang berguna untuk kita dalam upaya mengetahui sejauh mana tingkat pencemaran udara di Kota Medan.


(15)

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian yang akan dilaksanakan memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Menganalisis tingkat pencemaran konsentrasi Suspended Particulate Matter

(SPM) dan derajat keasaman (pH) air hujan di Kota Medan.

2. Menganalisis hubungan curah hujan terhadap konsentrasi Suspended Particulate Matter (SPM) dan kimia air hujan (pH,Ca2+,Mg2+,Na+,

+

K ,NH4+,Cl−,SO42−,NO3−,DHL) di Kota Medan.

3. Menganalisis hubungan jumlah kendaraan bermotor terhadap Suspended Particulate Matter (SPM) dan derajat keasaman air hujan.

1.3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi tentang kualitas udara di Kota Medan, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran fisika lingkungan sehingga dapat dijadikan salah satu pedoman dalam usaha-usaha pelestarian lingkungan di Kota Medan.

1.4. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kualitas udara di Kota Medan antara tahun 2001 sampai dengan 2009 ditinjau dari Suspended Particulate Matter (SPM) dan derajat keasaman (pH) air hujan di kota Medan.

2. Bagaimana cara menganalisis hubungan-hubungan beberapa faktor yang mempengaruhi SPM dan kimia air hujan ( pH, Ca2+,Mg2+,Na+,

+


(16)

1.5. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis hubungan curah hujan, jumlah kendaraan terhadap konsentrasi

Suspended Particulate Matter (SPM) di Kota Medan dilakukan untuk rentang tahun 2001-2009.

2. Analisis hubungan curah hujan terhadap kimia air hujan (Kation dan Anion) di Kota Medan dilakukan untuk 2009.

3. Data diolah secara statistik berdasarkan metode korelasi Pearson linier sederhana.

4. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SPSS 12.0.

1.6. Sistematika Penulisan

Laporan tugas akhir ini disusun dalam lima bab yaitu sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, tujuan penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab ini menjelaskan landasan teori yang digunakan dalam penelitian, yaitu pencemaran udara, partikulat di udara, kimia air hujan, dampak pencemaran udara, dan teori korelasi.

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab ini membahas penyelesaian pengolahan data yang akan dianalisis, dan alat bantu yang akan digunakan.


(17)

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

Bab ini memberikan hasil uji korelasi pada data-data SPM dan KAH dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya.

Bab 5 Kesimpulan dan saran

Bab ini memberikan kesimpulan dari hasil analisa data-data yang telah dilakukan dan juga memberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kota Medan

Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha di tahun 1974. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli. Kota Medan mempunyai iklim tropis, pada tahun 2009 suhu minimum berkisar antara 22,5oC-24,0oC. Suhu maksimum berkisar 31oC-33,3oC. Kelembaban rata-rata udara di wilayah Kota Medan pada tahun 2009 ialah 86%, dan kecepatan angin rata-rata sebesar 1,73 m/sec (menurut stasiun sampali).

Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut: Utara berbatasan dengan Selat Malaka, Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, dan Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kota Medan adalah 2.109.339 jiwa, yang terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan (sumber BPS Kota Medan). Luas hutan kota di Medan kini hanya 31,2 hektar. Selain hutan kota, di Medan terdapat 111 taman kota seluas


(19)

124,664 hektar (sumber menlh). Hutan kota, selain sebagai paru-paru kota, berfungsi untuk menetralisasi hujan asam sebagian besar wilayah Kota.

2.2. Pencemaran Udara

2.2.1. Pengertian Pencemaran Udara

Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti. Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global.

Menurut Chambers (1976) dan Masters (1991), yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material. Selain itu pencemaran udara dapat pula dikatakan sebagai perubahan atmosfer oleh karena masuknya bahan kontaminan alami atau buatan ke dalam atmosfer tersebut (Parker, 1980). Menurut Kumar (1987), pencemaran udara adalah adanya bahan polutan di atmosfer yang dalam konsentrasi tertentu akan mengganggu keseimbangan dinamik di atmosfer dan mempunyai efek pada manusia dan lingkungannya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1999 mengenai Pengendalian Pencemaran udara, yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam udara ambient oleh kegiatan manusia sehingga mutu udara ambient turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambient tidak memenuhi fungsinya. Di mana udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam


(20)

wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya.

Pengertian lain dari pencemaran udara adalah adanya bahan kontaminan di atmosfer karena ulah manusia. Hal ini untuk membedakan dengan pencemaran udara alamiah dan pencemaran udara di tempat kerja. Udara sebagai salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, merupakan kebutuhan utama bagi manusia, hewan dan tanaman dalam mempertahankan hidupnya. Polusi udara dapat disebabkan oleh aktivitas manusia yaitu antara lain oleh industri, alat transportasi, aktivitas rumah tangga dan perkantoran. Diantara sumber polutan tersebut kendaraan bermotor merupakan sumber polutan terbesar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh JICA dan Bapedal tahun 1995 dan studi ADB bekerja sama dengan KLH pada tahun 2001, kendaraan bermotor memberikan kontribusi lebih dari 70% terhadap pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia.

2.2.2. Sumber Pencemaran Udara

Hampir semua kegiatan manusia memasukan pencemar ke dalam atmosfer. Proses alami juga memasukan bahan-bahan lain selain yang kita anggap sebagai unsur penyusun udara bersih. Setelah pencemar dipancarkan, bahan ini menyebar terbawa angin dan tercampur secara horizontal dan vertical oleh pembaur bergalik dan gegolak. Lama waktu rata-rata pencemar menetap dalam atmosfer berbeda-beda. Untuk zarah besar dan untuk gas yang reaktif, lama waktu itu mungkin hanya dalam ukuran menit atau paling besar dalam ukuran jam. Untuk belerang dioksida lama waktu tersebut diperkirakan beberapa hari, tetapi untuk karbon monoksida dapat beberapa bulan.

Jika pencemar dikeluarkan secara merata di permukaan bumi dan bercampur diseluruh atmosfer, maka sekalipun pencemar dengan masa-bertahan yang cukup panjang, akan memiliki kadar yang demikian rendah sehingga tidak ada artinya dibanding dengan tingkat pencemaran rata-rata saat ini. Tetapi karena pencemaran


(21)

tersebut terjadi di daerah yang kecil, dan diperlukan waktu bagi pencemar tersebut untuk menyebar, maka terkumpullah kadar cemaran yang tidak dapat diterima.

Sumber pencemaran udara secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua sumber utama yaitu:

a. Sumber alamiah: Pencemaran udara yang berasal dari sumber alamiah ini berasal dari kejadian-kejadian atau aktivitas alam yang tidak dapat diduga sebelumnya, seperti letusan gunung berapi, keluarnya gas beracun akibat gempa bumi, dan lain-lain.

b. Sumber buatan manusia: Kegiatan manusia dapat mengubah lingkungan hidup yang antara lain disebabkan oleh perkembangan budaya, penggunaan ilmu dan teknologi, serta diringi oleh pola konsumsi yang berlebihan. Beberapa aktifitas manusia yang dapat menimbulkan pencemaran udara antara lain aktifitas transportasi, pembangkit listrik, proses pembakaran tidak sempurna, pembakaran bahan baker baik kegiatan industri maupun dosmestik, serta kegiatan industri dan pertambangan.

(Sumber: DJMIGAS 2010)

Gambar 2.1 Grafik Konsumsi Bahan Bakar Minyak Domestik Dari Berbagai Sektor Di Indonesia


(22)

2.2.3. Klasifikasi Bahan Pencemar Udara

Bahan pencemar udara atau polutan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu polutan primer dan polutan sekunder. Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu, dan dapat berupa polutan gas dan partikel. Polutan gas terdiri dari senyawa karbon (yaitu hidrokarbon teroksigensi, dan karbon oksida), senyawa sulfur (sulfur oksida), senyawa nitrogen (yaitu nitrogen oksida dan amoniak), senyawa halogen (fluor, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon terklorinasi). Partikel yang di atmosfer mempunyai karakteristik yang spesifik, dapat berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair di atmosfer. Bahan partikel tersebut dapat berasal dari proses kondensasi, proses disperse (misalnya proses menyemprot) maupun proses erosi bahan tertentu. Asap (smoke) seringkali dipakai untuk menunjukkan campuran bahan partikulat (particulate matter), uap (fumes), gas, dan kabut (mist).

Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia di udara dan bentuk perubahannya sebagai hasil rekasi kimia, misalnya reaksi foto kimia. Sebagai akibat semua reaksi tersebut, kadar pencemar primer berkurang dan kadar pencemar sekunder meningkat. Reaksi kimia lainnya terjadi lebih lambat, sehingga perubahan sifat pencemar itu terjadi pada jarak yang lebih jauh dari sumbernya. Jadi belerang dioksida ( ) berangsur-angsur teroksidasi lebih lanjut menjadi belerang trioksida ( ), yang memiliki afinitas yang kuat terhadap molekul air dan bergabung dengan molekul air tersebut membentuk tetes-tetes asam sulfat ( ). Tetes asam sulfat ini dapat bergabung dengan amoniak, yang sering terdapat di udara sebagai hasil pembusukan tumbuhan, sehingga membentuk zarah ammonium sulfat. Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak stabil.

2 SO 3

SO

4 2SO H

Proses kecepatan dan arah reaksinya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: a. konsentrasi relatif dari bahan reaktan

b. derajat fotoaktivasi c. kondisi iklim


(23)

d. topografi lokal dan adanya embun.

2.2.4. Dampak Pencemaran Udara

Pencemaran udara berdasarkan pengaruhnya terhadap gangguan kesehatan dibedakan menjadi 3 jenis :

a. Irintasia: Biasanya polutan ini bersifat korosif. Merangsang proses peradangan hanya pada saluran pernapasan bagian atas, yaitu saluran pernapasan mulai dari hidung hingga tenggorokkan. Misalnya Sulfur Dioksida, Sulfur Trioksida, Amoniak, debu. Iritasi terjadi pada saluran pernapasan bagian atas dan juga dapat mengenai paru-paru sendiri.

b. Asfiksia: Disebabkan oleh ber-kurangnya kemampuan tubuh dalam menangkap oksigen atau mengakibatkan kadar O2 menjadi berkurang. Keracunan gas Karbon

Monoksida mengakibatkan CO akan mengikat hemoglobin sehingga kemampuan

hemoglobin mengikat O2 berkurang terjadilah Asfiksia. Yang termasuk golongan ini adalah gas Nitrogen, Oksida, Metan, Gas Hidrogen dan Helium.

c. Anestesia: Bersifat menekan susunan syaraf pusat sehingga kehilangan kesadaran, misalnya aeter, aetilene, propane dan alkohol alifatis.

Pencemaran udara dapat berupa gas dan partikel. Adapun dampak kedua jenis zat pencemar ini diberikan pada tabel 2.1. dan tabel 2.2.


(24)

Tabel 2.1 Dampak pencemaran udara berupa gas

No Bahan pencemar Sumber Dampak/akibat pada individu/masyarakat 1.

Sulfur Dioksida (SO2)

Batu bara atau bahan bakar minyak yang mengandung Sulfur. Pembakaran limbah pertanah.

Proses dalam industri.

Menimbulkan efek iritasi pada saluran nafas sehingga menimbulkan gejala batuk dan sesak nafas.

2. Hidrogen Sulfa (H2S)

Dari kawah gunung yang masih aktif.

Menimbulkan bau yang tidak sedap, dapat merusak indera penciuman (nervus olfactory)

3.

Nitrogen Oksida (N2O)

Nitrogen Monoksida (NO)

Nitrogen Dioksida (NO2)

Berbagai jenis pembakaran.

Gas buang kendaran bermotor.

Peledak, pabrik pupuk.

Menggangu sistem pernapasan. Melemahkan sistem pernapasan paru dan saluran nafas sehingga paru mudah terserang infeksi.

4.

Amoniak (NH3)

Proses Industri

Menimbulkan bau yang tidak sedap/menyengat. Menyebabkan sistem pernapasan, Bronchitis, merusak indera penciuman. 5.

Karbon Dioksida (CO2)Karbon Monoksida (CO)Hidrokarbon Semua hasil pembakaran.Proses Industri.

Menimbulkan efek sistematik, karena meracuni tubuh dengan cara pengikatan hemoglobin yang amat vital bagi oksigenasi jaringan tubuh akaibatnya apabila otak kekurangan oksigen dapat menimbulkan

kematian. Dalam jumlah kecil dapat menimbulkan gangguan berfikir, gerakan otot, gangguan jantung.


(25)

Tabel 2.2 Dampak Pencemaran udara berupa partikel No Bahan pencemar Sumber Dampak/akibat pada

individu/masyarakat 1.

Debu - partikel Debu domestik maupun dari industri Gas buang kendaraan bermotor Peleburan timah hitamPabrik battere

Menimbulkan iritasi mukosa, Bronchitis, menimbulkan fibrosis paru.

Dampak yang di timbulkan amat membahayakan, karena dapat meracuni sistem pembentukan darah merah . Menimbulkan gangguan pembentukan sel darah merahPada anak kecil menimbulkan penurunan kemampuan otakPada orang dewasa menimbulkan anemia dan gangguan tekanan darah tinggi.

2 Benzen Kendaraan

bermotor.Daerah industri.

Menimbulkan gangguan syaraf pusat.

3 Partikel polutan bersifat biologis berupa : Bakteri, jamur, virus,

Daerah yang kurang bersih lingkungannya

Pada pencemaran udara ruangan yang ber AC dijumpai beberapa jenis bakteri yang mengakibatkan penyakit pernapasan.

2.3. Partikulat di Udara

Salah satu parameter pencemar udara adalah debu (suspended particulate matter).

Saat ini pembahasan tentang partikulat sebagai pencemar udara menjadi perhatian di berbagai Negara, mengingat terdapat bukti kuat mengenai korelasi antara polusi udara dan dampaknya pada kesehatan manusia terutama yang disebabkan oleh partikulat (World Bank, 2003). Secara keseluruhan partikulat debu di atmosfir disebut sebagai


(26)

2.3.1. Definisi Partikulat

Materi partikulat (particulate matter) didefinisikan sebagai material dalam bentuk solid maupun liquid di udara dengan ukuran diameter partikel sekitar 0,005μmhingga 100μm meskipun yang dalam bentuk suspensi secara umum kurang dari 40μm(1μm= 1 mikron meter=10-4 cm). Partikulat yang berukuran 2 – 40 mikron tidak bertahan terus di udara dan akan segera mengendap. Partikulat yang tersuspensi secara permanen di udara juga mempunyai kecepatan pengendapan, tetapi partikulat-partikulat tersebut tetap di udara karena gerakan udara.

Partikulat di udara tidak hanya dihasilkan dari emisi langsung berupa partikulat, tetapi juga dari emisi gas-gas tertentu yang mengalami kondensasi dan membentuk partikulat, sehingga ada partikulat primer dan sekunder. Partikulat primer adalah partikel yang langsung diemisikan berbentuk partikulat, sedangkan partikel sekunder adalah partikel yang terbentuk di atmosfer.

Beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan partikulat, yakni:

a. Dust (debu): Debu berukuran antara 1-104 μm. Merupakan partikel padat, berukuran kecil, berasal dari pecahan massa yang lebih besar, terjadi melalui proses penghancuran, pengasahan, peledakan pada proses atau penanganan material seperti semen, batubara.

b. Fumu (Uap): Diameter partikel uap antara 0,03 hingga 0,3μm. Merupakan partikel padatan dan halus sering berupa oksida logam, berbentuk melalui kondensasi uap materi padatan dari proses sublimasi, ataupun pelelehan logam.

c. Mist (kabut): Mist memiliki diameter kurang dari 10 μm. Merupakan partikel cair berasal dari proses kondensasi uap air, umumnya tersuspensi dalam atmosfer atau berada dekat dengan permukaan tanah.


(27)

d. Fog (kabut): Fog adalah mist bila konsentrasi mist cukup tinggi sehingga menghalangi pandangan.

e. Fly ash (abu terbang): Fly ash memiliki diameter antara 1sampai 103μm. Abu terbang merupakan partikel yang tidak terbakar pada proses pembakaran, terbentuk pada proses pembakaran batubara. Fly ash umumnya terdiri dari material dan logam anorganik.

f. Spray (uap). Uap memiliki range diameter antara 10 sampai 103μm.

2.3.2. Efek Partikulat

Besarnya efek yang ditimbulkan oleh partikulat merupakan fungsi dari range ukuran partikulat di udara, konsentarasi partikel serta komposisi fisik-kimia partikel di udara. Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat dari pembakaran tak sempurna bahan bakar minyak yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap (suspensi partikel kecil di udara atau aerosol yang berasal dari pembakaran tak sempurna dari suatu bahan bakar).

Asap ini dapat mengurangi jarak pandang karena partikulat memencarkan dan memantulkan sinar matahari sehingga mengurangi intensitas sinar yang jatuh ke permukaan bumi, intensitas pengurangan jarak pandang ini tergantung kepada ukuran dan bentuk dari partikulat. Menurunnya jarak pandang berdampak negatif terhadap sistem transportasi. Asap ini juga menyebabkan kotornya pakaian dan bahan tekstil, korosi pada bahan bangunan dari logam serta merusak cat bangunan. Hal ini dapat memperlama periode hujan dan salju. Selain itu asap juga dapat merusak kesehatan mahluk hidup. Partikulat yang menempel pada permukaan daun dapat merusak jaringan daun jika terserap ke dalamnya. Selain itu partikulat akan menutup stomata sehingga mengurangi kemampuan tumbuhan untuk berfotosintesis dan mengganggu pertumbuhannya. Hewan yang memakan tumbuhan yang terlapisi oleh partikukat dapat mengalami gangguan pencernaan bahkan kematian karena keracunan zat-zat berbahaya yang terdapat pada partikulat tersebut.


(28)

Efek partikulat pada kesehatan manusia menjadi berbahaya dikarenakan ukuran partikulat yang sangat kecil dapat menembus system pernapasan sampai ke bagian paru-paru bagian dalam. Terlebih lagi partikulat dapat mengikat polutan lain yang terdapat di dalam udara. Pada konsentrasi tinggi, partikulat tersuspensi berbahaya terhadap kesehatan manusia terutama terhadap pernafasan. Tingkat bahaya dipengaruhi oleh ukuran partikulat yang dihirup dan seberapa jauh memasuki saluran pernafasan.

Tanda-tanda kerusakan daun akibat pencemar udara terutama adalah:

a. Nercrocis atau hilangnya warna daun. Necrocis menandakan adanya jaringan yang mati pada struktur daun.

b. Chlorosis atau hilangnya klorofil. Klorosis merupakan gejala umum pada tumbuhan, umumnya disebabkan kekurangan beberapa nutrient. Klorosis ditandai oleh warna hijau pucat atau warna kuning pada sturktur daun.

c. Bercak pada permukaan atas daun.

2.4. Hujan

Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan. Presipitasi sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju dan hujan es) atau aerosol (seperti embun dan kabut). Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi karena sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis ini disebut sebagai virga, yaitu tetes air (hujan) atau es yang jatuh dari atmosfer tetapi tidak sampai ke permukaan tanah.

Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban dari laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung, lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula. Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujan atau rain gauge. Jumlah air hujan tersebut dinyatakan sebagai kedalaman air yang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang lebih 0.25 mm. Satuan


(29)

curah hujan menurut SI adalah milimeter, yang merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi. Air hujan sering digambarkan sebagai berbentuk "lonjong", lebar di bawah dan menciut di atas, tetapi ini tidaklah tepat. Air hujan kecil hampir bulat. Air hujan yang besar jatuh lebih cepat berbanding air hujan yang lebih kecil. Hujan sendiri merupakan proses alamiah yang bermanfaat untuk membersihkan polutan di atmosfer. Termasuk diantara polutan itu adalah partikel-partikel yang tersuspensi di udara (SPM). Ketika hujan turun, butiran hujan akan menyapu beberapa partikel besar dalam lintasannya dengan sebuah proses yang secara ilmiah dinamakan coalescene, yaitu penggabungkan dua tetes atau lebih air menjadi satu dengan ukuran menjadi lebih besar.

2.4.1. Curah Hujan

Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Curah hujan adalah butiran air dalam bentuk cair atau pada di atmosfer yang jatuh ke permukaan bumi. Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting

bagi kehidupan di bumi. Jumlah curah hujan dicatat dalam inci atau millimeter (1 inci = 25,4 mm). Jumlah curah hujan 1 mm, menunjukkan tinggi air hujan yang

menutupi permukaan 1 mm, jika air tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer. (Bayong, 2004). Curah hujan bertindak sebagai pencuci atmosfer dan mengurangi penyebaran pencemar di atmosfer. (Bayong, 2004). Secara umum, alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan disebut penakar hujan atau istilah lainnya rain gauge (penakar hujan).

Satuan curah hujan yang umum digunakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika adalah millimeter (mm). Jadi jumlah curah hujan yang diukur sebenarnya adalah tebal atau tingginya permukaan air hujan yang menutupi suatu area di permukaan bumi. Curah hujan 1 mm artinya dalam area 1 m2 (1 meter persegi) pada tempat yang datar tertampung air setinggi 1 mm atau tertampung sebanyak 1 liter atau 1000 ml. Diperkirakan volume air hujan yang jatuh di seluruh dunia setiap tahunnya adalah sekitar 505.000 km3 dan sekitar 398,000 km3-nya jatuh di lautan. Jika


(30)

dirata-ratakan, seluruh permukaan daratan di bumi mengalami curah hujan sekitar 1 meter (39 inci) dan di lautan sekitar 1,1 meter (43 inci).

2.4.2. Kimia Air Hujan

Kimia air hujan adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan komposisi kimia dari butiran awan, air hujan di atmosfer. Kimia air hujan merupakan suatu subjek penting dalam kimia atmosfer yang membuktikan bahwa air hujan dapat mencuci ion-ion yang berada di atmosfer. Karenanya, perubahan komposisi kimia air hujan juga dapat merupakan indikator utama dalam perubahan komposisi atmosfer. Pengukuran unsur kimia air hujan sangat penting untuk mengelompokkan unsur-unsur kimia utama di dalam air hujan, yang mencerminkan variasi komposisi kimia atmosfer serta kemungkinan penurunan kualitas udara di suatu wilayah. Pengetahuan tentang jumlah dan jenis ion alami yang tersebar di atmosfer dan yang terkandung dalam air hujan amat penting dalam pengelolaan pertanian, hutan dan ekosistem air.

Beberapa pengaruh perubahan kimia dalam deposisi atmosfer dapat dikenali sebagai berikut:

a. Perubahan atau berkurangnya produktivitas tanaman pertanian, hutan, tanah datar, rawa dan air tanah.

b. Pengaruh terhadap kesehatan dan kemampuan berkembang biak hewan local, satwa liar, ikan, dan beberapa spesies air tawar lainnya.

c. Proses pengaratan pada logam dan bahan bangunan.

2.4.2.1. Keasaman (pH) Air Hujan

Dalam ilmu kimia, derajat keasaman diukur dengan pH yang menunjukkan kadar ion H+ yang terdapat didalam sebuah larutan yang dinyatakan dalam kadar H+, karena pH menggunakan skala logaritma. pH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakann intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan.


(31)

Dalam penyediaan air pH merupakan satu faktor yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaman dari air akan sangat mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya koagulasi kimiawi, dan dalam pencegahan korosi. pH merupakan suatu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan atau kehidupan mikroorganisme dalam air, secara empiris pH yang optimum untuk tiap spesies harus ditentukan, kebanyakan dari mikroorganisme tumbuh terbaik pada pH 6,0-8,0. Air hujan normal sedikit asam dengan pH sekitar 5,6, karena karbon dioksida (CO2) dan air bereaksi membentuk carbonic acid (asam lemah). Jika air hujan memiliki pH dibawah 5,6 maka dianggap sudah tercemari oleh gas mengandung asam di atmosfer. Makin rendah pH air hujan tersebut, makin berat dampaknya bagi mahluk hidup.

Hujan asam juga dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa material seperti batu kapur, pasirbesi, marmer, batu pada diding beton serta logam. Ancaman serius juga dapat terjadi pada bagunan tua serta monument termasuk candi dan patung. Hujan asam dapat merusak batuan sebab akan melarutkan kalsium karbonat, meninggalkan kristal pada batuan yang telah menguap. Seperti halnya sifat kristal semakin banyak akan merusak batuan. Logam besi dapat bereaksi cepat dengan asam klorida (HCl) membentuk besi (II) klorida (FeCl2) dan gas hidrogen (H2). Sifat ini dapat menjelaskan mengapa asam bersifat korosif terhadap sebagian besar logam. Uji sederhana lain yang dapat membedakan asam dan basa adalah reaksi asam asetat dengan senyawa-senyawa yang mengandung ion karbonat (CO32-) membentuk gas karbon dioksida, kalsium asetat dan air. Sedangkan basa secara umum tidak bereaksi dengan logam, namun basa kuat juga bersifat korosif dan jika mengenai kulit akan mengakibatkan luka bakar dan merusak jaringan.

Istilah hujan asam digunakan untuk polusi asam dalam bentuk basah yang dapat berupa hujan, salju, kabut, dan uap air. Asam adalah substansi yang berdisosiasi dalam air sehingga menghasilkan ion hydrogen yang korosif. Polutan asam dapat berpindah dari atmosfer ke permukaan bumi dalam bentuk basah dan kering. Deposisi kering ialah peristiwa terkenanya benda dan mahluk hidup oleh asam yang ada dalam udara. Ini dapat terjadi pada daerah perkotaan karena pencemaran udara akibat kendaraan maupun asap pabrik. Selain itu deposisi kering juga dapat terjadi di daerah perbukitan


(32)

yang terkena angin yang membawa udara yang mengandung asam. Biasanya deposisi jenis ini terjadi dekat dari sumber pencemaran.

Deposisi basah ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asap di dalam udara larut di dalam butir-butir air di awan. Deposisi asam dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam sehingga asam itu terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi.

Beberapa proses dapat menghasilkan berbagai wujud asam (Gambar 2.2). Nitrogen oksida (NOx) dan sulfur dioksida (SO2) dilepaskan ke atmosfer dari berbagai sumber, jatuh ke tanah dengan mudah dalam bentuk kering. Wujud kering ini kemudian dirubah menjadi asam ketika bertemu dengan air. Kebanyakan perubahan wujud asam basah terbentuk ketika nitrogen oksida (NOx) dan sulfur dioksida (SO2) dirubah menjadi asam nitrit (HNO3) dan asam sulfur (H2SO4) melalui oksidasi dan disolusi. Perubahan wujud basah dapat juga terbentuk ketika gas ammonia (NH3) dari sumber alam dirubah menjadi ammonium (NH4).

Sumber: www.physicalgeography.net/fundamentals/acid


(33)

2.4.2.2. Sulfat (SO4)

Sufat merupakan sejenis garam dari asam sulfat. Ion sulfat merupakan sejenis anion poliatom dengan rumus empiris (SO4)-2. Ia terdiri dari atom pusat sulfur dikelilingi oleh empat atom oksigen dalam susunan tetrahidron. Kebanyakan sulfat sangat larut dalam air. Sulfat berwujud sebagai zat mikroskopik (aerosol) hasil dari pembakaran bahan bakar fosil dan biomassa. Apa yang dihasilkan menambah keasaman atmosfer dan mengakibatkan hujan asam.

2.4.2.3. Nitrat (NO3)-

Nitrat adalah ion organik alami, yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-tama menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan di bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan. Tingginya kadar nitrat pada air minum terutama yang berasal dari sungai atau sumur di dekat pertanian juga sering menjadi sumber keracunan nitrat terbesar. Pada kondisi yang normal, baik nitrit maupun nitrat adalah komponen yang stabil dan dapat meledak pada suhu yang sangat tinggi dan tekanan yang sangat besar. Pekerja yang bekerja ditempat pembuatan pupuk dan bahan peledak sangat mungkin terpapar nitrat secara inhalasi karena terhisap debu yang mengnadung garam nitrat. Debu nitrat ini dapat dengan mudah bercampur dengan gula dan kulit. Hal ini juga terjadi pada para petani yang sering menggunakan pupuk yang mengandung nitrat.

2.4.2.4. Klorida (Cl)

Konsentrasi 250 mg/l unsur ini dalam air merupakan batas maksimal konsentrasi yang dapat mengakibatkan timbulnya rasa asin yang terkandung adalam air hujan. Konsentrasi klorida dalam air dapat meningkat dengan tiba-tiba dengan adanya kontak dengan air bekas. Klorida mencapai air alam dengan banyak cara. Kemampuan


(34)

melarutkan pada air adalah untuk melarutkan klorida dari lapisan-lapisan yang lebih dalam. Percikan dari laut terbawa ke pedalaman sebagai tetesan atau sebagai kristal-kristal garam kecil, yang dihasilkan dari penguapan air di dalam tetes tersebut. Disamping itu banyak air buangan dari industri yang mengandung klorida dalam jumlah yang cukup besar.

2.5. Teori Korelasi

Dalam teori probabilitas dan statistika, korelasi, juga disebut koefisien korelasi, adalah nilai yang menunjukkan kekuatan dan arah hubungan linier antara dua peubah acak (random variable). Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antar dua variabel (atau lebih). Arah dinyatakan dalam bentuk hubungan positip (+) atau negatip (-), sedangkan kuatnya hubungan dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi. Hubungan dua variabel dinyatakan positip jika nilai suatu variable ditingkatkan maka akan meningkatkan nilai variabel lainnya, sebaliknya jika nilai variabel tersebut diturunkan maka akan menurunkan nilai variabel yang lain.

Hubungan dua variabel dinyatakan negatip jika nilai suatu variabl ditingkatkan maka akan menurunkan nilai variabel lainnya, sebaliknya jikanilai variabel tersebut diturunkan maka akan menaikkan nilai variable yang lain. Korelasi yang digunakan dalam karya tulis ini adalah korelasi Pearson. Di mana korelasi Pearson merupakan statistika parametrik yang digunakan untuk pengujian hipotesis bila data berdistribusi normal serta berbentuk interval dan rasio. Skala interval adalah skala yang memiliki ciri-ciri mengklasifikasi, mengurutkan, menghitung jarak antara dua titik skala, dan titik skala nol tidak tetap serta rasio tergantung pada satuan skala yang digunakan, contoh skala ini adalah pengukuran suhu. Skala rasio adalah skala yang memiliki ciri-ciri mengklasifikasi, mengurutkan, menghitung jarak antara dua titik skala, dan titik skala nol tetap serta rasio tidak tergantung pada satuan skala yang digunakan. Skala rasio mencerminkan nilai sebenarnya dari data dan bisa dilakukan operasi matematis. Contoh skala ini adalah massa, hasil belajar, tinggi badan dan berat badan.


(35)

Contoh korelasi nonparametik yang tidak digunakan dalam karya tulis ini adalah Korelasi Rank Spearman, dan Kendall. Statistika nonparametrik digunakan untuk pengujian hipotesis bila data berbentuk nominal dan ordinal. Skala nominal adalah skala yang digunakan hanya untuk membedakan suatu ukuran dari ukuran yang tanpa memberi atribut lebih besar atau lebih kecil. Jadi sifat skala ini adalah hanya mengklasifikasi obyek. Contoh skala ini adalah jenis kelamin, jenis warna dan merk motor. Skala ordinal adalah skala yang digunakan untuk membedakan suatu ukuran dari ukuran dengan memberi atribut lebih besar atau lebih kecil tetapi tidak dapat mencari selisih atau perbedaan antar skala. Jadi sifat skala ini adalah mengklasifikasi dan mengurutkan. Contoh skala ini adalah nilai ujian (A, B, C, D,E) dan kerusakan (parah, sedang, ringan).

Kelebihan dari korelasi Pearson yaitu sebagai berikut:

(1) Koefisien korelasi Pearson dapat menunjukkan arah hubungan antar variabel. (2) Koefisien korelasi Pearson dapat menunjukkan tingkat korelasi variabel.

Adapun kekurangan dari korelasi Pearson yaitu: (1) Tidak terpengaruh dengan nilai ekstrim.

(2) Koefisien korelasi bisa salah jika pemilihan variabelnya tidak tepat.

Koefisien korelasi positif terbesar adalah 1 dan koefisien korelasi negatif terbesar adalah -1, sedangkan yang terkecil adalah 0. Bila hubungan antara dua variabel atau lebih itu mempunyai koefisien korelasi 1 atau -1, maka hubungan tersebut sempurna. Dalam arti kejadian-kejadian pada variabel satu akan dapat dijelaskan atau diprediksikan oleh variabel yang lain tanpa terjadi kesalahan (error). Semakin kecil koefisien korelasi, maka akan semakin besar error untuk membuat prediksi.

Analisis korelasi dilakukan dengan tujuan antara lain:

a. Untuk mencari bukti terdapat tidaknya hubungan (korelasi) antar variabel,

b. Bila sudah ada hubungan, untuk melihat besar kecilnya hubungan antar variabel, dan.

c. Untuk memperoleh kejelasan dan kepastian apakah hubungan tersebut berarti (meyakinkan/signifikan) atau tidak berarti (tidak meyakinkan).


(36)

Koefisien korelasi linier antara dua variabeldapat dicari dengan persamaanberikut:

( )

}

{

( )

}

{

2 2 2 2

Y Y n X X n Y X XY n r Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ

= (2.1)

Keterangan :

r = Koefisien korelasi pearson X = Variabel x dalam skala interval Y = Variabel y dalam skala interval n = Jumlah responden

Koefisien korelasi terletak antara -1 dan 1, yaitu -1≤r ≤1.

a. nilai r=−1, disebut korelasi linear negatif (berlawanan arah); artinya terdapat hubungan negative yang sempurna antara variabel X dengan variabel Y.

b. nilai r=1, disebut korelasi linear positif (searah); artinya terdapat hubungan positif yang sempurna antara variabel X dengan variabel Y.

c. nilai , disebut tidak berkorelasi secara linear; artinya tidak ada hubungan antara variabel X dengan Y.

0 = r Y X r=1 Y X r=-1 Y X r=0

(a) (b) (c)

Gambar 2.3 Grafik Y Vs X untuk (a) Koefisien Korelasi Positif(sempurna), (b) Koefisien Korelasi negatif(sempurna), (c) Koefisien Korelasi r =0


(37)

Y

X 0<r<1

Y

X -1<r<0

(a) (b)

Gambar 2.4 Grafik Y Vs X untuk (a) Koefisien Korelasi Positif, (b) Koefisien Korelasi Negatif

Semakin titik-titik hubungan yang kita bikin membentuk Garis Lurus –> Semakin Kuat Hubungan antara variabel X dan Y yang kita amati (nilai r semakin mendekati 1 atau -1).

Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel diberikan kriteria sebagai berikut (Sarwono:2006):

a. Bila r =±1.00; korelasi sempurna(kedua variabel memiliki hubungan yang sempurna), artinya titik titik hubungan yang dibuat kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna (membentuk garis lurus).

b. Bila 0,75 < r < 0,99 atau -0,75 < r < -0,99; korelasi sangat kuat(kedua variabel memiliki hubungan yang sangat kuat). Artinya titik-titik hubungan yang dibuat kedua variabel hampir membentuk garis linier sempurna.

c. Bila 0,5 < r < 0,75 atau -0,5 < r < -0,75; korelasi kuat(kedua variabel memiliki hubungan yang kuat). Artinya sebaran titik- titik koordinat antara dua variabel membentuk garis linier.


(38)

d. Bila 0,25 < r < 0,50 atau -0,25 < r < -0,50; korelasi cukup (kedua variabel cukup memiliki hubungan). Artinya sebaran titik- titik koordinat antara dua variabel hampir membentuk garis linier.

e. Bila 0,0 < r < 0,25 atau -0,25 < r < 0,0; korelasi sangat lemah (kedua variabel memiliki hubungan yang lemah). Artinya sebaran titik- titik koordinat antara dua variable membentuk lingkaran yang memanjang.

Berdasarkan kriteria hubungan antara dua variabel dapat disimpulkan bahwa semakin Koefisien Korelasi Mendekati 0, maka Semakin Lemah Hubungan yang ada.

2.6. Program Aplikasi Statistik SPSS

SPSS sebagai software statistik pertama kali dibuat tahun 1968 oleh tiga mahasiswa Stanford University yang dioperasikan pada komputer mainframe. SPSS saat itu adalah singkatan dari Statistical Package for the Social Sciences, sekarang diperluas untuk melayani berbagai jenis penggunaan seperti untuk proses produksi di pabrik, riset ilmu-ilmu sains dan lainnya. Sehingga sekarang kepanjangan dari SPSS adalah

Statistical Product and Service Solutions.

SPSS memuat perangkat-perangkat statistik dasar, sehingga cukup baik dipergunakan untuk memahami sifat-sifat suatu data, dan pengolahan data secara sederhana. Kelebihan dari SPSS ialah penggunaan menu-menu di SPSS lebih mudah dan simple dibandingkan Minitab yang mengharuskan pengguna membuka banyak window. Kekurangan dari SPSS ialah model permasalahannya hanya terbatas pada Model Regresi Linear, Pengujian Non Parametik, Analisis Korelai, Model Time Series, dan Model Log Linear (logit).

Ada pun penjelasan mengenai proses statistik dengan SPSS yaitu sebagai berikut. a. Data yang akan diproses dimasukkan lewat menu data editor yang otomatis


(39)

Gambar 2.5 Data Editor pada SPSS

b. Data yang telah di-input kemudian diproses lewat menu data editor.

c. Hasil pengolahan data muncul pada layar (window) dari SPSS yaitu viewer. Pada

viewer, informasi atau Output SPSS bisa ditampilakan berupa teks/tulisan, tabel,

chart atau grafik.


(40)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data Stasiun Klimatologi Klas I Sampali Medan yang mana data dari stasiun ini dianggap dapat mewakili data-data untuk menunjang penelitian daerah sekitar Kota Medan, Dan data Dirlantas Poldasu Medan, Data-data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: data Suspended Particulate Matter (SPM), Derajat Keasaman (pH), curah hujan, dan data Kendaraan Bermotor, Data yang diolah adalah data pada tahun 2001-2009. Untuk data Kimia Air Hujan (KAH) data yang diolah adalah data pada tahun 2009. Di harapkan hasil analisa data-data tersebut nantinya dapat menerangkan kondisi Kota Medan.

3.2.1 Data Suspended Particulate Matter (SPM), dan Kimia Air Hujan (KAH) Sampel diambil tiap minggu dan data yang dipakai adalah rata-rata bulanan. Waktu pengamatan weekly dengan satu kali pengukuran selama 24 jam. Format data untuk

Suspended Particulate Matter (SPM) dan data kimia air hujan dapat dilihat pada masing-masing tabel di bawah ini.


(41)

Tabel 3.1 Rata-Rata Kadar SPM (μgram/Nm3) Tahun 2001-2009 Tahun

Bulan

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata2 1 137,79 99,42 127,91 172,26 121,06 106,77 104,39 181,62 141,93 132,57 2 259,14 122,73 142,59 187,69 184,24 126,06 192,03 178,53 139,72 170,3 3 91,67 108,37 109,8 106,97 270,23 109,29 162,46 139,89 135,36 137,12 4 97,88 104,2 150,87 76,89 89,91 177,25 206,07 162,39 155,21 135,63 5 60,06 137,66 101,68 143,1 131,06 95,86 97,69 129,15 118,72 112,78 6 89,88 123,13 158,06 112,48 122,27 87,54 141,09 178,19 151,55 129,35 7 43,54 105,44 100,47 236,67 156,87 107,75 103,61 95,24 118,28 118,65 8 98,09 117,36 149,88 213,16 170,11 116,9 110,21 163,99 98,83 137,61 9 59,23 107,36 90,46 90,81 97,8 109,67 67,07 88,62 104,44 90,61 10 65,85 110,43 108,64 121,12 185,97 108,26 63,32 91,89 145,12 111,18 11 96,33 108,97 125,21 131,17 118,06 126,56 88,41 73,78 122,03 110,06 12 84,66 131,31 73,81 128,67 89,57 134,8 165,72 84,45 157,77 116,75 Rata2 98,68 114,7 119,95 143,42 144,76 117,23 125,17 130,65 132,41

Sumber : Stasiun Klimatologi Sampali Medan

Tabel 3.2 Data Rata-Rata Keasaman (pH) Air Hujan Tahun 2001-2009

Tahun rata2

Bulan

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1 4,19 4,57 5,41 5,55 4,11 4,45 5,16 4,95 4,54 4,77 2 4,89 4,22 5,61 4,86 4,5 5,25 4,3 5,44 5,1 4,91 3 5,75 5,23 6,51 5,14 5,48 4,33 4,98 5,62 4,82 5,32 4 5,49 5,3 4,3 5,79 4,95 4,53 4,12 4,83 4,92 4,91 5 5,78 4,63 5,23 5,23 5,46 5,38 5,31 4,94 4,64 5,18 6 4,94 5,53 5,58 5,76 5,96 5,43 5,67 5,27 5,23 5,49 7 4,87 5,52 5,23 5,43 4,97 5,94 5,87 5,29 5,34 5,38 8 5,87 5,43 5,84 5,94 5,34 5,92 5,58 5,37 5,28 5,62 9 5,18 5,13 5,44 4,92 5,23 5,41 5,6 4,13 4,9 5,1 10 5,22 5,68 4,58 4,78 5,06 4,28 4,63 5,1 4,76 4,9 11 3,99 5,7 4,94 4,79 5,29 4,5 4,59 5,36 5,5 4,96 12 4,77 5,67 4,79 4,52 4,2 4,67 5,1 5,04 5,44 4,91 rata2 5,08 5,22 5,29 5,23 5,05 5,01 5,08 5,11 5,04 Sumber : Stasiun Klimatologi Sampali Medan


(42)

Tabel 3.3 Rata-Rata Kimia Air hujan Tahun 2009

Satuan : Derajat Keasaman (pH)# Daya Hantar/DH= (mho)# Ca2+, Mg2+, Na+, K+, (NH4)+, Cl-, (SO4)2- , (NO3)-, (mg/l)

Bulan pH DH Ca2+ Mg2+ Na+ K + (NH4)+ Cl

2 4)

(SO (NO3)− 2 5,1 15,2 0,416 0,079 0,38 0,184 0,651 0,808 2,477 0,748 5 4,64 22,1 0,686 0,098 0,295 0,167 0,18 0,774 2,392 1,386 6 5,23 13,5 0,181 0,026 0,098 0,115 1,202 0,383 2,013 1,443 7 5,34 8,7 0,232 0,026 0,201 0,163 0,732 0,577 1,227 0,99 8 5,28 9,1 0,174 0,03 0,158 0,137 0,699 0,311 1,378 0,78 9 4,9 14,9 0,186 0,032 0,082 0,113 0,5 0,911 2,043 1,648 10 4,76 12,1 0,562 0,081 0,232 0,244 0,477 0,439 1,683 1,386 11 5,59 10,7 0,481 0,063 0,205 0,228 0,232 0,442 1,161 0,683 12 5,44 41,6 2,731 0,323 2,196 1,088 1,591 3,402 4,071 2,751

Sumber : Stasiun Klimatologi Sampali Medan

3.2.2. Data Curah Hujan

Pengamatan curah hujan dengan alat penakar hujan biasa dilakukan setiap hari / mutlak pada pukul 07,00 waktu setempat (walau tidak ada hujan).

Tabel 3.4 Curah Hujan Medan-Sampali Tahun 2001-2009

Tahun Bulan 2001

(mm) 2002 (mm) 2003 (mm) 2004 (mm) 2005 (mm) 2006 (mm) 2007 (mm) 2008 (mm) 2009

(mm) Rata2 1 124 30 124 67 73 120 212 53 203 111,78

2 69 66 32 192 29 159 15 15 83 73,33

3 138 40 12 218 34 123 11 121 177 97,11

4 77 56 291 51 103 322 104 153 184 149

5 307 99 220 53 118 248 339 125 131 182,22

6 200 68 204 185 147 236 179 62 35 146,22

7 96 80 199 140 279 140 331 219 159 182,56

8 247 85 145 138 141 206 172 257 152 171,44

9 250 343 350 505 252 300 308 254 247 312,11

10 527 241 279 228 563 313 428 435 154 352 11 275 201 226 129 268 166 450 233 214 240,22 12 412 125 191 178 343 310 357 194 65 241,67 Sumber : Stasiun Klimatologi Sampali Medan


(43)

3.2. Diagram Alir

Pengumpulan Data (a)

SPM Kimia Air Hujan

Curah Hujan

Jumlah Kendaraan Bermotor

(b) Input Data Ke SPSS

Output Data Berupa Koefisien Korelasi (c)

Curah hujan dengan konsentrasi SPM Kendaraan bermotor dengan konsentrasi SPM Kendaraan bermotor dengan derajat keasaman (pH)

Analisa Data

Penarikan Kesimpulan (d)


(44)

Keterangan diagram alir:

a. Pengumpulan Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh di BMKG Sampali Medan dari tahun 2001 sampai dengan 2009.

b. Input Data ke SPSS. Data yang diInput meliputi data SPM (Suspended Particulate Matter), derajat keasaman (pH) air hujan, jumlah kendaraan bermotor, curah hujan, dan kimia air hujan (Ca2+,Mg2+,Na+,

+

K , , , , ,DH), Prosedur Input Data dijelaskan pada

lampiran 1. + 4

NH Cl− SO42− NO3−

c. Output Data, Hasil keluaran berupa koefisien korelasi yang dapat ditunjukkan pada lampiran 2.

d. Penarikan Kesimpulan, Kesimpulan diambil berdasarkan hasil analisis dari keluaran atau Output SPSS dan melalui analisis langsung data yang diperoleh.

3.3. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara statistik dengan menggunakan metode korelasi (Teknik statistik yang digunakan untuk meguji ada/tidaknya hubungan serta arah hubungan dari dua variabel atau lebih). Adapun metode korelasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode korelasi pearson linier sederhana, Dalam pengolahan data pada karya tulis ini penulis menggunakan perangkat lunak (software) sebagai implementasi sistem yaitu SPSS 12,0 for windows dalam masalah memperoleh hasil perhitungan.

3.3.1. Metode Korelasi Pearson Linier Sederhana

Pengolahan data dengan korelasi Pearson yang diaplikasikan ke data SPM dilakukan untuk mengindentifikasikan sumber-sumber yang memperngaruhi SPM. Karena data yang digunakan dalam karya tulis ini berbentuk interval dan rasio.


(45)

Dalam korelasi Pearson, koefisien korelasi (r) digunakan untuk mengetahui kuat atau tidaknya hubungan antara dua buah variabel atau lebih. Adapun dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan dikorelasikan, yaitu :

a. Curah hujan terhadap SPM.

b. Curah hujan terhadap Kimia Air Hujan.

c. Jumlah kendaraan bermotor terhadap SPM, dan derajat keasaman (pH).

Untuk koefisien korelasi Perason sederhana dapat diselesaikan dengan rumus:

( )

}

{

( )

}

{

2 2 2 2

Y Y n X X n Y X XY n r Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ

= (3,1)

Dimana, r = Koefisien korelasi pearson

X = Variabel x dalam skala interval

Y = Variabel y dalam skala interval

n = Jumlah responden

3.4. Alat Bantu Pengolahan Data

Dalam pengolahan data beberapa alat Bantu yang digunakan antara lain, yaitu :

a. Perangkat Lunak SPSS 12,0 untuk mengolah data secara statistik,

b. Microsoft Excel untuk membuat grafik Perbandingan curah hujan terhadap Konsentrasi SPM, grafik perbandingan laju pertumbuhan kenderaan bermotor terhadap konsentrasi SPM, dan grafik rata-rata derajat keasamaan tahun 2001 – 2009.


(46)

BAB 4 ANALISA DATA

4.1. Analisis Data SPM

Berdasarkan data tabel 3.1, maka dapat diperoleh data rata-rata tahunan untuk

Suspended Particulate Matter (SPM) pada tabel 4.1. dibawah ini.

Tabel 4.1 Hasil Analisa Data Rata-Rata Tahunan Untuk Suspended Particulate Matter (SPM) Pada Tahun 2001 Sampai Dengan 2009

Konsentrasi SPM (μgram/Nm3) Rata-Rata Tahunan di Kota Medan

Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata2

98,68 114,7 119,95 143,42 144,76 117,23 125,17 130,65 132,41

Dari hasil analisis data rata-rata tahunan untuk Suspended Particulate Matter (SPM) tabel 4.1, maka dapat ditentukan rata-rata konsentrasi SPM antara tahun 2001 sampai dengan 2009 yaitu 125,21 . Dari tabel 4.1, juga dapat ditentukan grafik konsentrasi SPM rata-rata tahunan di Kota Medan tahun 2001-2009 yang ditunjukkan gambar 4.1.

3 m gram/N


(47)

Gambar 4.1 Grafik Konsentrasi SPM rata-rata tahunan di Kota Medan tahun 2001-2009

Dari hasil analisis SPM pada grafik 4.1 menunjukkan nilai konsentrasi SPM dengan rata-rata tahunan tertinggi terjadi pada tahun 2004 dan 2005.

Untuk menghitung perbandingan antara konsentrasi SPM rata-rata tahunan dengan nilai baku mutu udara ambien dipergunakan persamaan 4.1 sebagai berikut :

% Pencemaran konsentrasi SPM = 100%

SPM mutu baku Nilai

tahunan SPM

i konsentras rata

-Rata

x (4.1)

Dimana nilai baku mutu SPM adalah sebesar 230 μgram/Nm3 bedasarkan PP.No. 41 tahun 1999.

Adapun % pencemaran konsentrasi SPM pada tahun 2001 adalah sebagai berikut :

% Pencemaran konsentrasi SPM = 100%

gram/Nm 230

m gram/N 98,68

3 3

x μμ


(48)

Perhitungan yang sama dilakukan untuk tahun 2002 sampai dengan tahun 2009, sehingga diperoleh hasil analisa data tingkat pencemaran suspended particulate matter

(SPM) di Kota Medan dengan acuan baku mutu udara ambient untuk rentang tahun 2001-2009 yang ditunjukkan pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Analisa Data Tingkat Pencemaran Suspended Particulate Matter (SPM) di Kota Medan dengan Acuan Baku Mutu Udara Ambient

Tingkat Pencemaran Suspended Particulate Matter (SPM) di Kota Medan

Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata2 42,9% 49,87% 52,15% 62,35% 62,94% 50,96% 54,42% 56,8% 57,56%

Berdasarkan data tabel 4.1 dan table 4.2, dilihat bahwa nilai rata-rata konsentrasi SPM untuk daerah Kota Medan masih dibawah ambang batas yang telah ditentukan yaitu 230 μgram/Nm3. Namun, jika ditinjau dari persentase pencemaran SPM rata-rata antara tahun 2001 sampai dengan 2009 pada tabel 4.2, konsentrasi SPM di Kota Medan rata-rata melebihi 50% mendekati ambang batas menurut baku mutu SPM PP.No. 41 tahun 1999 (230 μgram/Nm3). Untuk tahun 2004 dan 2005 konsentrasi SPM mengalami peningkatan, sehingga pada tahun 2004 konsentrasi SPM di Kota Medan 62,35% mendekati baku mutu dan tahun 2005 konsentrasi SPM 62,35% mendekati baku mutu. Dan dilihat dari kecenderungan untuk tiap tahunnya kosentrasi SPM cenderung meningkat.

Berdasarkan data tabel 3.1, dan data tabel 3.4, maka diperoleh data rata-rata bulanan untuk SPM dan curah hujan tahun 2001 hingga 2009 yang ditunjukkan pada tabel 4.3.


(49)

Tabel 4.3 Hasil Analisis Data Rata-Rata Bulanan untuk SPM dan Curah Hujan di Kota Medan Pada Tahun 2001-2009

Bulan SPM

(μgram/Nm3)

Curah Hujan (mm)

1 132,57 111,78

2 170,3 73,33

3 137,12 97,11

4 135,63 149

5 112,78 182,22

6 129,35 146,22

7 118,65 182,56

8 137,61 171,44

9 90,61 312,11

10 111,18 352

11 110,06 240,22 12 116,75 241,67

Dari tabel 4.3. diperoleh grafik perbandingan curah hujan dengan kadar SPM, hal ini dapat ditunjukkan pada gambar 4.2. Dan diperoleh grafik korelasi jumlah curah hujan dalam tiap bulan terhadap rata-rata SPM pada tahun 2001 sampai dengan 2009 di Kota Medan, hal ini ditunjukkan pada gambar 4.3.


(50)

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Curah Hujan Dengan Konsentrasi SPM Di Kota Medan Tahun 2001-2009

Gambar 4.3 Grafik Korelasi Antara Rata-Rata Curah Hujan Bulanan Terhadap SPM Di Kota Medan Pada Tahun 2001-2009

Dari gambar 4.2 terlihat bahwa kadar SPM berbanding terbalik terhadap jumlah hari hujan dalam tiap bulan. Pada bulan-bulan basah (bulan dengan curah hujan tinggi) kadar SPM rendah, demikian sebaliknya, pada bulan-bulan kering (bulan dengan curah hujan rendah), kadar SPM tinggi. Hal ini disebabkan karena pada bulan-bulan


(51)

kering tidak banyak SPM yang terlarut pada air hujan, maka sedikit terjadi pembersihan atmosfer. Sebaliknya, pada bulan-bulah basah atau curah hujan tinggi maka banyak SPM terlarut pada air hujan. Sedangkan dari gambar 4.3. terlihat bahwa kadar SPM memiliki hubungan yang linier terhadap jumlah hari hujan dalam tiap bulan.

Dari hasil pengolahan data tabel 4.3 (Lampiran 2.A) menunjukkan nilai koefisien korelasi curah hujan dengan konsentrasi SPM sebesar r = - 0,824. Nilai korelasi ini menggambarkan bahwa curah hujan memiliki hubungan yang berkriteria sangat kuat dengan kadar SPM. Tanda negatif pada nilai koefisien korelasi menunjukkan apabila curah hujan tinggi maka kadar SPM rendah.

Dari data tabel 4.1 dan data jumlah kenderaan bermotor tahun 2001 hingga 2009. Maka diperoleh data rata-rata tahunan untuk SPM dan jumlah kenderaan bermotor yang ditunjukkan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil Analisis Data Rata-Rata Tahunan untuk SPM dan Jumlah Kendaraan Bermotor

Tahun Jumlah Kenderaan Bermotor (Unit)

SPM (μgram/m3

udara)

2001 1277142 98,68

2002 1426996 114,7

2003 1664930 119,95

2004 1957703 143,42

2005 2285404 144,76

2006 2555453 117,23

2007 2896912 125,17

2008 3304728 130,65


(52)

Dari tabel 4.4 diperoleh grafik korelasi jumlah kendaraan bermotor terhadap rata-rata SPM pada tahun 2001 sampai dengan 2009 di Kota Medan, hal ini ditunjukkan pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Grafik Korelasi Jumlah Kendaraan Bermotor Terhadap Konsentrasi SPM di Kota Medan Tahun 2001-2009

Dari gambar grafik 4.4. terlihat bahwa kadar SPM memiliki hubungan yang linier dan berbanding lurus terhadap jumlah kendaraan bermotor.

Dari hasil pengolahan data tabel 4.4. (Lampiran 2.B) menunjukkan nilai koefisien korelasi kendaraan bermotor dengan kadar SPM sebesar r = 0,477. Nilai korelasi ini menggambarkan jumlah kendaraan bermotor berkriteria cukup memiliki hubungan dengan kadar SPM. Korelasi bernilai positif (tanda positif tidak dicantumkan pada nilai korelasi) mengambarkan semakin tinggi jumlah kendaraan bermotor maka kadar SPM akan semakin tinggi.


(53)

4.2. Analisa Kimia Air Hujan

Berdasarkan data pada tabel 3.2, maka dapat ditentukan grafik derajat keasaman (pH) air hujan rata-rata tahunan di Kota Medan antara tahun 2001-2009 yang ditunjukkan pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Grafik Derajat Keasamaan (Ph) Air Hujan Rata-Rata Tahunan Di Kota Medan Tahun 2001-2009

Dari gambar 4.5 dapat dilihat derajat keasaman mengalami penurunan pada tahun 2005, 2006, dan 2009. Dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2009 Kota Medan memiliki air hujan yang berata bersifat hujan asam. Hal ini dilihat dari nilai rata-rata derajat keasaman (pH) di Kota Medan lebih kecil dari 5,6 ( pH≤ 5,6). Dimana nilai pH 5,6 adalah batas normal dari keasaman air hujan (Seinfeld dan Pandis, 1998). Dari hasil pengolahan data jumlah kendaraan bermotor di Kota Medan dan data derajat keasaman (pH) di Kota Medan. (Lampiran 2. C) menunjukkan nilai koefisien korelasi kendaraan bermotor dengan derajat keasaman (Ph) air hujan di Kota Medan sebesar r = -0,484. Nilai korelasi ini menggambarkan jumlah kendaraan bermotor berkriteria cukup memiliki hubungan dengan derajat keasaman (pH) air hujan di Kota


(54)

Medan. Korelasi bernilai negatif mengambarkan semakin tinggi jumlah kendaraan bermotor maka derajat keasaman (pH) air hujan akan semakin rendah atau air hujan akan semakin asam.

4.2.1. Analisa Korelasi Antara Konsentrasi Ion-Ion Kimia Air Hujan

Dari Tabel 3.3 dan Tabel 3.4, dapat diperoleh analisis korelasi konsentrasi ion-ion kimia air hujan dan curah hujan di Kota Medan pada tahun 2009, dan korelasi antara konsentrasi ion-ion kimia air hujan. Hasil pengolahan korelasi (Lampiran 2.D) dapat ditunjukkan oleh matriks koefisien korelasi antara konsentrasi ion-ion kimia air hujan di Kota Medan tahun 2009 pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Matriks Koefisien Korelasi Antara Konsentrasi Ion-Ion Kimia Air Hujan Di Kota Medan Tahun 2009

pH Daya Hantar

+ 2

Ca Mg2+ Na+ K+ NH4+

Cl SO42NO3

Daya

Hantar 0.075

+ 2

Ca 0.256 0.947

+ 2

Mg 0.204 0.953 0.995 +

Na 0.346 0.930 0.986 0.979 +

K 0.370 0.903 0.987 0.974 0.991 +

4

NH 0.496 0.588 0.612 0.580 0.700 0.682 −

Cl 0.269 0.952 0.959 0.953 0.976 0.959 0.674 −

2 4

SO -0.010 0.955 0.857 0.881 0.866 0.815 0.635 0.901 −

3

NO -0.029 0.872 0.815 0.795 0.796 0.800 0.662 0.857 0.832 Curah


(55)

Dari tabel 4.5 dapat dilihat koefisien korelasi konsentrasi ion-ion kimia air hujan dengan curah hujan bertanda negatif. Hal ini menggambarkan bahwa konsentrasi ion-ion kimia air hujan tinggi pada curah hujan rendah, berkaitan dengan proses pencucian atmosfer oleh jumlah air hujan yang relatif rendah akan bersifat memekatkan kandungan ion-ion yang terlarut pada air hujan. Konsentrasi variabel anion seperti sulfat (SO42−), nitrat (NO3−), klorida Cl−, dan kation seperti kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+), natrium (Na+), kalium (K+) menggambarkan hubungan yang sangat kuat terhadap peningkatan daya hantar listrik (DH) air hujan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi ion-ion kimia air hujan terhadap daya hantar listrik (DH) yang diperoleh. Yaitu untuk ( ) nilai r = 0.955 , nitrat ( ) nilai

r = 0.872, klorida nilai r = 0.959, kalsium ( −

2 4

SO NO3

Cl Ca2+) nilai r = 0.947, magnesium

(Mg2+) nilai r = 0.953, natrium (Na+) nilai r = 0.930, dan kalium (K+) nilai r = 0.903.

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi dengan adalah sebesar r = 0.995, nilai koefisien korelasi

+ 2 Ca +

2

Mg Ca2+ dengan adalah

sebesar r = 0.986, nilai koefisien korelasi

+ Na +

2

Ca dengan K+ adalah sebesar r = 0.987, Ca2+ dengan Cl− adalah sebesar r = 0.959, nilai koefisien korelasi Mg2+ dengan Na+ adalah sebesar r = 0.979, nilai koefisien korelasi Mg2+ dengan K+ adalah sebesar r = 0.974, nilai koefisien korelasi Mg2+ dengan adalah sebesar r = 0.953, nilai koefisien korelasi

Cl +

Na dengan K+ adalah sebesar r = 0.991, nilai koefisien korelasi dengan adalah sebesar r = 0.976, dan nilai koefisien korelasi

+

Na Cl

+

K dengan adalah sebesar r = 0.959. Hal ini menggambarkan bahwa ion–ion kimia air hujan seperti

Cl

+ 2

Ca , Mg2+, Na+, K+, dan saling berhubungan dan menunjukkan korelasi atau hubungan yang sangat kuat. Hal ini berkaitan dengan ,

Cl +

2

Ca Mg2+, Na+, K+, dan yang juga merupakan penguapan yang terjadi di permukaan laut.

Cl


(56)

Dari tabel 4.5 juga dapat dilihat bahwa dan memilik hubungan yang timbal balik dengan derajat keasaman (pH) air hujan. Semakin tinggi konsentrasi dan maka derajat keasaman (pH) akan semakin kecil atau bersifat

semakin asam, hal ini ditunjukan dari nilai koefisien korelasi dan

terhadap derajat keasaman (pH) air hujan bertanda negatif, yaitu nilai koefisien korelasi dengan (Ph) adalah sebesar r = -0.010, dan nilai koefisien korelasi

dengan (Ph) adalah sebesar r = -0.029. −

2 4

SO NO3

2 4

SO NO3

2 4

SO NO3

2 4

SO

3


(57)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Tingkat pencemaran SPM di Kota Medan antara tahun 2001 sampai dengan 2009 masih dibawah ambang batas dengan rata-rata konsentrasi SPM yaitu 125,21 μgram/Nm3 , namun Konsentrasi SPM di Kota Medan sudah lebih dari 50% mendekati ambang batas menurut baku mutu SPM PP.No. 41 tahun 1999 (230 μgram/Nm3).

2. Nilai korelasi antara curah hujan bulanan terhadap konsentrasi SPM di Medan pada tahun 2001-2009 didapat nilai r = - 0,824. Nilai korelasi ini menggambarkan bahwa jumlah curah hujan memiliki hubungan yang berkriteria sangat kuat terhadap penurunan konsentrasi SPM di atmosfer.

3. Kota Medan sudah memiliki air hujan yang berata-rata bersifat hujan asam. Hal ini dilihat dari nilai rata-rata derajat keasaman (pH) di Kota Medan lebih kecil dari 5,6 ( pH 5,6). ≤

4. Koefisien korelasi kendaraan bermotor terhadap konsentrasi SPM didapat nilai r = 0,477. Dan koefisien korelasi kendaraan bermotor dengan derajat keasaman (Ph) air hujan didapat nilai r = -0,484. Nilai korelasi ini menggambarkan jumlah kendaraan bermotor berkriteria cukup memiliki hubungan terhadap peningkatan konsentrasi SPM dan penurunan derajat keasaman (Ph) air hujan di Kota Medan.


(58)

5.2. Saran

1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan untuk melakukan pengambilan data secara langsung ke daerah-daerah tertentu yang sering terkena polutan seperti kawasan industri dan membandingkannya dengan daerah yang masih asri seperti daerah pedesaan.

2. Pada penelitian selanjutnya diharapkan untuk menganalisis faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas udara suatu daerah seperti analisis kandungan gas karbon monoksida pada udara terbuka.

3. Pada penelitian selanjutnya diharapkan untuk dapat memperkirakan tingkat kandungan SPM untuk tahun berikutnya berdasarkan analisis parameter-parameter yang mempengaruhinya dengan mempergunakan metode regresi.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes Soegianto. 2005. Ilmu Lingkungan. Surabaya: Air langga University Press.

Arya Wisnu. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: ANDI.

Astri, N. 2005. Bioindikator Kualitas Udara. Jakarta: Universitas TRISAKTI.

Budiwati Tuti.2010. “Analisis korelasi pearson untuk unsur-unsur kimia air hujan di bandung”. Jurnal Sains Dirgantara7(2):hal100-112.

Eddy Prahasta. 2002. Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika.

Gusti Gratimah. 2009. Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Co2 Antropogenik Di Pusat Kota Medan. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Iman Supardi. 2003. Lingkungan Hidup dan Kelestriannya. Bandung : P.T. ALUMNI.

Khusnul Khotimah. 2007. Analisis Korelasi Rank Kendall Dan Aplikasinya Dengan Program Spss. Tugas Akhir. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Neiburger dan Morris. 1995. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. Bandung: ITB.

Noneng Dewi Zannaria. 2008. Studi Karakteristik Kimia Paparan Partikulat Terespirasi. Tesis. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Mangasa, N, Soerjadi, W.H, dan Yunus. 2004. “Analisis kemantapan udara untuk dispersi polutan di propinsi Banten”. Jurnal MG 5(4).

Rina Melianti Sinaga. 2009. Analisa Korelasi Jumlah Kendaraan Bermotor Dan Panjang Jalan Terhadap Kecelakaan Lalu-Lintas Di Tapanuli Utara. Tugas Akhir. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Tarigan, Abner. 2009. Estimasi Emisi Kendaraan Bermotor Di Beberapa Ruas Jalan Kota Medan. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.


(1)

Akan tampil di layar sebagai berikut:


(2)

LAMPIRAN 2

HASIL KELUARAN SPSS

A.

Koefisien Korelasi Curah Hujan Dengan Konsentrasi SPM

Correlations

1 -.824**

. .001

12 12

-.824** 1

.001 .

12 12

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

SPM

CurahHujan

SPM CurahHujan

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

Keterangan: N menunjukkan jumlah observasi/sampel sebanyak 12, sedangkan

hubungan korelasi ditunjukkan oleh angka -

.824(**)

yang artinya besar

korelasi yang terjadi antara variabel

Curah Hujan

dan

SPM

adalah

sebesar r = -

0,824

.

B.

Koefisien Korelasi Kendaraan Bermotor Dengan Konsentrasi SPM

Correlations

1 .477

. .194

9 9

.477 1

.194 .

9 9

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

SPM

Kenderaan


(3)

Keterangan: N menunjukkan jumlah observasi/sampel sebanyak 9, sedangkan

hubungan korelasi ditunjukkan oleh angka

.477

yang artinya besar

korelasi yang terjadi antara variabel

Kendaraan Bermotor

dan

Konsentrasi SPM

adalah sebesar r =

0,477

.

C.

Koefisien Korelasi Kendaraan Bermotor Dengan Derajat Keasaman

(Ph)

Correlations

1 -.484

. .186

9 9

-.484 1

.186 .

9 9

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

pH

kenderaan

pH kenderaan

Keterangan: N menunjukkan jumlah observasi/sampel sebanyak 9, sedangkan

hubungan korelasi ditunjukkan oleh angka -

.484

yang artinya besar

korelasi yang terjadi antara variabel

Kendaraan Bermotor

dan

Derajat

Keasaman (Ph)

adalah sebesar r = -

0,484

.


(4)

D.

Koefisien Korelasi Antara Konsentrasi Ion-Ion Kimia Air Hujan

Correlations

1 .075 .256 .204 .346 .370 .496 .269 -.010 -.029 -.142

. .847 .506 .598 .362 .327 .174 .484 .979 .942 .715

9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

.075 1 .947** .953** .930** .903** .588 .952** .955** .872** -.436

.847 . .000 .000 .000 .001 .096 .000 .000 .002 .241

9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

.256 .947** 1 .995** .986** .987** .612 .959** .857** .815** -.387

.506 .000 . .000 .000 .000 .080 .000 .003 .007 .304

9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

.204 .953** .995** 1 .979** .974** .580 .953** .881** .795* -.403

.598 .000 .000 . .000 .000 .102 .000 .002 .010 .283

9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

.346 .930** .986** .979** 1 .991** .700* .976** .866** .796* -.431

.362 .000 .000 .000 . .000 .036 .000 .003 .010 .246

9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

.370 .903** .987** .974** .991** 1 .682* .959** .815** .800** -.373

.327 .001 .000 .000 .000 . .043 .000 .007 .010 .323

9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

.496 .588 .612 .580 .700* .682* 1 .674* .635 .662 -.690*

.174 .096 .080 .102 .036 .043 . .046 .066 .052 .040

9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

.269 .952** .959** .953** .976** .959** .674* 1 .901** .857** -.342

.484 .000 .000 .000 .000 .000 .046 . .001 .003 .368

9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

-.010 .955** .857** .881** .866** .815** .635 .901** 1 .832** -.552

.979 .000 .003 .002 .003 .007 .066 .001 . .005 .123

9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

-.029 .872** .815** .795* .796* .800** .662 .857** .832** 1 -.320

.942 .002 .007 .010 .010 .010 .052 .003 .005 . .401

9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

-.142 -.436 -.387 -.403 -.431 -.373 -.690* -.342 -.552 -.320 1

.715 .241 .304 .283 .246 .323 .040 .368 .123 .401 .

9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

Pearson Corr Sig. (2-tailed) N Pearson Corr Sig. (2-tailed) N Pearson Corr Sig. (2-tailed) N Pearson Corr Sig. (2-tailed) N Pearson Corr Sig. (2-tailed) N Pearson Corr Sig. (2-tailed) N Pearson Corr Sig. (2-tailed) N Pearson Corr Sig. (2-tailed) N Pearson Corr Sig. (2-tailed) N Pearson Corr Sig. (2-tailed) N Pearson Corr Sig. (2-tailed) N pH DH Ca Mg Na K NH4 Cl SO4 NO3 Curah.H

pH DH Ca Mg Na K NH4 Cl SO4 NO3 urah.Huja

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). *.


(5)

LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41 TAHUN 1999

TANGGAL : 26 MEI 1999

BAKU MUTU UDARA AMBIEN NASIONAL

No. Parameter

Waktu

Pengukuran

Baku Mutu

Metode Analisis

Peralatan

1 SO2 1 Jam 900 ug/Nm3 Pararosanilin Spektrofotometer

(Sulfur Dioksida) 24 Jam 365 ug/Nm3

1 Thn 60 ug/Nm3

2 CO 1 Jam 30.000 ug/Nm3 NDIR

NDIR Analyzer

(Karbon Monoksida) 24 Jam

10.000 ug/Nm3

1 Thn

-3 NO2 1 Jam 400 ug/Nm3 Saltzman Spektrofotometer

(Nitrogen Dioksida) 24 Jam 150 ug/Nm3

1 Thn 100 ug/Nm3

4 O3 1 Jam 235 ug/Nm3 Chemiluminescent Spektrofotometer

(Oksidan) 1 Thn 50 ug/Nm3

5 HC 3 Jam 160 ug/Nm3 Flame Ionization

Gas

(Hidro Karbon) Chromatogarf

6 PM10 24 Jam 150 ug/Nm3 Gravimetric Hi - Vol

(Partikel < 10 um )

PM2,5 (*) 24 Jam 65 ug/Nm3 Gravimetric Hi - Vol

(Partikel < 2,5 um ) 1 Thn 15 ug/Nm3 Gravimetric Hi - Vol

7 TSP 24 Jam 230 ug/Nm3 Gravimetric Hi - Vol

(Debu) 1 Thn 90 ug/Nm3

8 Pb 24 Jam 2 ug/Nm3 Gravimetric Hi – Vol

(Timah Hitam) 1 Thn 1 ug/Nm3 Ekstraktif

Pengabuan AAS

9 Dustfall

30 hari

(Debu Jatuh )

10 Ton/km2/Bulan (Pemukiman)

Gravimetric Cannister


(6)

10 Total Fluorides (as F) 24 Jam 3 ug/Nm3 Spesific Ion Impinger atau

90 hari 0,5 ug/Nm3 Electrode Countinous

Analyzer

40 u g/100 cm2 dari

11 Fluor Indeks 30 hari

kertas limed filter

Colourimetric

Limed Filter Paper

12 24 Jam 150 ug/Nm3 Spesific Ion

Impinger atau Khlorine &

Khlorine Dioksida Electrode Countinous

Analyzer

Sulphat Indeks 30 hari 1 mg SO3/100 cm3 Colourimetric Lead

13

Dari Lead Peroksida

Peroxida Candle

Catatan :

Nomor 10 s/d 13 Hanya di berlakukan untuk daerah/kawasan Industri Kimia Dasar Contoh : - Industri Petro Kimia

- Industri Pembuatan Asam Sulfat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd