KARAKTERISASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

ATAU PALM OIL MILL EFFLUENT POME Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari PTPN VI PKS Adolina. Adapun hasil analisis karakteristik dari bahan baku yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Analisis Karakteristik LCPKS dari PTPN IV PKS Adolina No. Parameter Satuan Hasil Uji Metode Uji

1. pH

- 3,50-4,7 APHA 4500-H 2. Chemical Oxygen Demand COD mgL 41.818 SNI 3. Total Solid TS mgL 16.040-61.000 APHA 2540B 4. Volatile Solid VS mgL 16.060-52.360 APHA 2540E 5. 6. Total Suspended Solid TSS Total Suspended Solid TSS mgL mgL 2.920-24.700 1.920-25.800 APHA 2540D APHA 2540E 7. 8. 9. 10. Volatile fatty acids - Asam asetat - Asam propionat - Asam butirat Lemak Protein Karbohidrat mgL 1.508,987 560,0297 1.088,613 31,8 0,14 1,99 APHA 2540E Ekstraksi Sokletasi Kjeldah Lane Eynon Tabel 4.1 menunjukkan hasil analisis karakteristik LCPKS dari PKS Adolina dimana terdapat beberapa parameter di atas ambang baku mutu limbah buangan. Kondisi pH limbah cair yang rendah akan berdampak buruk terhadap lingkungan jika langsung dibuang ke badan air tanpa diolah. pH limbah yang diperoleh adalah 3,5- 4,5. Hasil pH ini menunjukkan limbah belum memenuhi batas yang diizinkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP 51-MENLH101995 yaitu sebesar 6-9[28]. Universitas Sumatera Utara 35 Dari table 4.1 tersebut menunjukkan LCPKS PKS Adolina memiliki kandungan COD yang tinggi yaitu 41.818. kandungan COD ini mennjukkan jumlah bahan organik yang ada dalam limbah. Nilai COD yang diperoleh telah melewati batas yang diizinkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP 51- MENLH101995 yaitu sebesar 500 mgL [28]. Tingginya nilai COD ini menunjukkan tingginya kandungan bahan organik yang ada dalam LCPKS sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan VFA. Pada Tabel 4.1 juga menunjukkan konsentrasi lemak yang tinggi pada POME. Lemak merupakan substart yang dapat diubah menjadi VFA yang kemudian diubah menjadi biogas dalam digestasi anaerobik. Selain lemak, karbohidrat dan protein juga merupakn senyawa kompleks yang dapat diubah menjadi VFA. Sehingga POME ini merupakan substarat yang bisa digunakan untuk penelitian ini.

4.2 HASIL PENELITIAN VARIASI HRT

PROSES LOADING UP Variasi HRT yang dilakukan dimulai dari HRT 20,15,10, dan 4 hari. Proses loading up dilakukan untuk membantu proses adaptasi dan pertumbuhan mikroba pada starter yang diambil dari kolam pengasaman PTPN III PKS Torgamba agar proses asidogenesis dapat berlangsung pada HRT operasi target. Selama proses loading up, fermentor dioperasikan dengan penurunan HRT dari 20,15, 10 dan 4 pada kondisi temperatur 45 C, pengadukan sebesar 150 rpm dan pH dijaga konstan pada 6 ±0,2 dengan penambahan natrium bikarbonat NaHCO 3 . Analisis pH, alkalinitas, TS, VS, TSS, VSS, COD serta VFA dilakukan untuk melihat metabolisme dan pertumbuhan mikroba selama proses loading up .

4.2.1 Korelasi pH dan Alkalinitas Pada Proses Loading Up

Proses asidognesis pada umumnya berlangsung pada pH yang rendah yaitu 4-6. Pada proses loading up ini fermentor dijaga pada pH 6 ±0,2. Untuk mengontrol pH fermentor ini ditambahkan NaHCO 3 . Profil pH dan Alkalinitas pada proses loading up ditunjukkan pada gambar 4.1. Universitas Sumatera Utara 36 Gambar 4.1 Hubungan pH dan Alkalinitas pada Proses Loading Up Pada Gambar 4.1, menunjukkan grafik pH diantara 5,8-6,2. pH dari umpan berkisar antara 3,5 - 4,5, sehingga untuk menjaga pH fermentor tetap berada antara 5,8-6,2 dilakukan penambahan NaHCO 3 . Senyawa NaHCO 3 ditambahkan untuk menetralkan sejumlah asam-asam yang terkandung di dalam POME dan meningkatkan kemampuan penyangganya sehingga tidak berdampak signifikan terhadap kondisi pH dan alkalinitas ketika diumpankan ke dalam fermentor [39]. Proses asidognesis pada umumnya berlangsung pada pH yang rendah.. Nilai alkalinitas yang diperoleh pada HRT 20 berfluktuasi antara 2.200 – 4.200 mgL, pada HRT 15 alkalinitas berfluktuasi antara 2.250 - 3.800 mgL, pada HRT 10 alkalinitas berfluktuasi antara 1.500 - 3.000 mgL, pada HRT 4 alkalinitas berfluktuasi antara 1.300 - 3.000 mgL. Nilai alkalinitas yang diperoleh antara 1.300 - 4.200. Nilai Alkalinitas yang diperoleh masih dalam rentang yang diizinkan yaitu 700 – 6.000 mgL [20,45]. Penelitian Shentil Khumar et al [45] dan Aslanzadeh et al [21] memberikan nilai alkalinitas masing masing 738-746 mgL dan 16.000 – 31.000 mgL. Pada proses loading up penurunan HRT tidak memberikan dampak yang signifikan pada perubahan alkalinitas. Grafik alkalinitas berfluktuasi pada kisaran pH dan alkalinitas asidognesis. 1 2 3 4 5 6 7 2000 4000 6000 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 pH A lk al in itas m g L Hari ke- Alkalinitas pH HRT 4 HRT 15 HRT 10 HRT 20 Universitas Sumatera Utara 37

4.2.2 Pengaruh HRT Terhadap Pertumbuhan Mikroba

Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu, pH, HRT dan alkalinitas [8] . Konsentrasi mikroorganisme yang terbentuk dinyatakan dalam volatile suspended solid VSS [46]. Pengaruh pH dan alkalinitas terhadap pertumbuhan mikroba ditunjukkan pada Gambar 4.2. Gambar 4.2 Pengaruh HRT terhadap Pertumbuhan Mikroba Pada gambar 4.2 menunjukkan konsentrasi VSS yang berfluktuasi pada semua HRT mengalami kestabilan pada HRT 4. Perubahan HRT menyebabkan penurunan konsentrasi mikroba dan kembali mengalami peningkatan setelah hari ke 13 pada setiap HRT. Keadaan ini menunjukkan mikroba melakukan adaptasi ketika HRT dari fermentor diubah. Setelah proses adaptasi konsentrasi mikroba kemudian meningkat. Pada gambar 4.2 pertumbuhan mikroorganisme pada HRT 4 menunjukkan hasil yang lebih baik. HRT juga merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme karena HRT mempengaruhi ketersediaan nutrisi bagi mikroorganisme untuk melakukan metabolisme. Setelah mengalami fluktuasi pada HRT 20,15 dan 10, mikroba mengalami pertumbuhan yang stabil pada HRT 4. Konsentrasi mikroba yang semakin banyak ini menunjukkan mikroba telah siap melakukan penguraian bahan organik [47]. Dari hasil ini menunjukkan HRT 4 sudah siap untuk proses digestasi anaerobik operasi target. Penelitian Yee shian 1 2 3 4 5 6 7 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 pH V S S m g L Hari ke- VSS Alkalinity HRT 4 HRT 15 HRT 10 HRT 20 Universitas Sumatera Utara 38 wong et al , 2013[20] dengan sampel limbah cair kelapa sawit juga memberikan HRT 4 sebagai HRT terbaik dalam proses digestasi anaerobik.

4.2.3 Reduksi Chemical Oxygen Demand COD Pada Proses Loading Up

Parameter Chemical Oxygen Demand COD menunjukkan jumlah oksigen total yang dibutuhkan untuk mengoksidasi materi organik. COD menunjukkan jumlah bahan organik yang ada dalam bahan baku. Reduksi nilai COD menunjukkan berkurangnya jumlah bahan organik yang ada dalam bahan baku [48]. Gambar 4.3 menunjukkan tingkat reduksi COD selama loading up Gambar 4.3 pengaruh HRT terhadap reduksi nilai COD Pada gambar 4.3 menunjukkan reduksi COD pada HRT 20, 15,10 dan 4 masing masing adalah 55 , 42, 43, 42. Reduksi COD tertinggi diperoleh pada HRT 20. HRT yang lebih lama akan memberikan waktu kontak yang lama antara bahan dan biomassa sehingga reduksinya lebih tinggi [20]. Hasil yang sama diperoleh oleh Yee sian wong et al dimana reduksi COD tertinggi diperoleh pada HRT yang lebih lama. Pada proses asidognesis reduksi COD yang tinggi harus dihindari karena reduksi COD yang tinggi akan menyebabkan terbentuknya gas metana. Pada proses loading up ini reduksi COD pada HRT 15,10 dan 4 relatif stabil. Pada proses asidognesis biasanya digunakan HRT yang pendek karna dapat meningkatkan efektifitas proses asidognesis dan menghasilkan reduksi COD yang Universitas Sumatera Utara 39 lebih rendah [49]. Sehingga untuk operasi target digunakan HRT 4 dengan reduksi COD yang tidak jauh berbeda dari HRT 15 dan 10.

4.2.4 Pembentukkan Volatile Fatty Acid VFA Pada Proses Loading Up

Proses asidognesis merupakan konversi bahan organik komplek menjadi asam lemak volatil, alkohol, aldehid dan gas seperti CO 2 , H 2 , dan NH 3 dan poduk samping lain. VFA merupakan asam lemak dengan atom karbon 2 sampai 5 asam asetat, asam propionat, asam butirat dan lain lain. VFA dapat digunakan untuk memproduksi biogas, biohidrogen. Grafik 4.4 menunjukkan pengaruh HRT terhadap pembentukan VFA yang dinyatakan dalam bentuk asam asetat, asam propionat, asam butirat. Gambar 4.4 Pengaruh variasi HRT terhadap pembentukan VFA Pada proses asidognesis, VFA merupakan produk utama yang ingin dihasilkan. Komposisi dari VFA mempengaruhi keberlangsungan proses digestasi anaerobik. Terbentuknya asam propionat melebihi 3000 mgL dapat menghambat proses digestasi anaerobik [50]. Metabolisme asam propionat menjadi asam asetat relatif lama sehingga menyebabkan akumulasi yang berakibat pada kegagalan proses digestasi anaerobik. Dari grafik 4.4 diatas menunjukkan VFA pada HRT 20 adalah 15.975,9 mgL dengan asam asetat, asam propionat dan asam butirat masing masing adalah 8.274685 mgL, 3.456,628 mgL, 4.244,586 mgL. VFA yang dihasilkan pada 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20 15 10 4 V F A m gL HRT Asam Asetat Asam Propionat Asam Butirat Total Universitas Sumatera Utara 40 HRT 15 adalah 12.118,38 mgL dengan asam asetat, asam propionat dan asam butirat masing masing adalah 6.080,505 mgL, 3.082,163 mgL, 2.955,713 mgL. VFA yang dihasilkan pada HRT 10 adalah 10.805,27 mgL dengan asam asetat, asam propionat dan asam butirat masing masing adalah 4.762,664 mgL, 3.009,715 mgL, 3.032,892 mgL. VFA yang dihasilkan pada HRT 4 adalah 14.984,32 mgL dengan asam asetat, asam propionat dan asam butirat masing masing adalah 7.279,023 mgL , 2.122,409 mgL, 5.582,886 mgL. Total VFA yang lebih banyak terbentuk pada HRT 20 yaitu 15.975,9 mgL . Tetapi pada HRT ini terbentuk asam propionat yang tinggi yaitu 3.456,628 mgL. Jumlah asam propionat ini akan menjadi inhibitor dalam proses. Total produksi VFA yang diperoleh pada HRT 4 yaitu 14.984,32 mgL merupakan yang tertinggi setelah HRT 20. Asam propionat yang dihasilkan adalah 2122.409 mgL. Jumlah ini masih berada dibawah kadar asam propionat yang bisa menjadi inhibitor dalam proses digestasi anaerobik. Sehingga pada proses loading up ini HRT 4 memberikan hasil VFA yang lebih baik.

4.2.5 Rasio VFAAlkalinitas Pada Proses Loading Up

Penurunan kemampuan penyangga dari fermentor dapat disebabkan oleh akumulasi dari VFA. Kesetimbangan antara alkalinitas dan VFA dalam fermentor sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan proses metabolism mikroba. Parameter rasio VFAAlkalinitas dapat digunakan untuk mengetahui kesetimbangan proses digestasi anaerobik tahap asidognesis [49]. Gambar 4.5 menunjukkan rasio VFAalkalinitas pada proses loading up Universitas Sumatera Utara 41 Gambar 4.5 pengaruh HRT terhadap rasio VFAAlkalinitas Gambar 4.5 menunjukkan rasio VFAAlkalinitas pada HRT 20,15,10 dan 4 masing masing adalah 5,16;4,03;5,27 dan 7,23. Proses digestasi anaerobik tahap asidognesis dan metanognesis memiliki rasio VFAAlkalinitas yang berbeda. Pada proses asidognesis rasio VFAAlkalinitas harus lebih besar dari 1 sedangkan rasio VFAAlkalinitas pada proses metanognesis lebih kecil dari 0,8. Pada proses asidognesis, semakin tinggi rasio VFAAlklinitas maka proses yang berlangsung semakin stabil [53]. Pada penelitian ini, proses asidognesis telah berlangsung pada semua HRT dimana rasio VFAAlkalinitas yang diperoleh lebih besar dari 1. Rasio VFAAlklinitas tertinggi diperoleh pada HRT 4 yaitu 7,23. Hasil ini menunjukkan HRT 4 merupakan HRT yang paling stabil dan digunakan dalam operasi target atau variasi pH. Selain itu, pada subbab 4.2.2 telah dijelaskan bahwa konsentrasi mikroba yang dihasilkan mulai stabil pada HRT 4. Kestabilan ini menunjukkan HRT 4 merupakan yang terbaik digunakan untuk operasi target. Pada subbab 4.2.3 hasil reduksi yang lebih kecil diperoleh pada HRT 4. Pada subbab 4.2.4 VFA yang dihasilkan juga lebih baik pada HRT 4 sehingga HRT 4 merupakan HRT yang lebih baik untuk digunakan pada operasi target. 5,16 4,03 5,27 7,23 1 2 3 4 5 6 7 8 5 10 15 20 25 V F A A lk al in itas HRT Universitas Sumatera Utara 42

4.3 HASIL PENELITIAN VARIASI pH OPERASI TARGET

Pada operasi target Variasi pH fermentor dijalankan pada HRT 4. Kecepatan pengadukan 150 rpm, suhu 45 C dan dilakukan variasi pH yaitu pH 6; 5,5 ; 5 dan 4,5. Pengaturan dan variasi pH dilakukan dengan penambahan NaHCO 3 . Senyawa tersebut dapat meningkatkan alkalinitas dan kemampuan penyangga dari fermentor agar proses metabolismenya stabil serta kondisi pH yang diiginkan tercapai. Percobaan untuk masing-masing variasi pH dijalankan selama 15 hari yang mana merupakan hasil perkiraan waktu yang dibutuhkan agar proses stabil. Adapun data-data analisis yang diambil selama tahapan operasi target berupa pH, alkalinitas, TS, VS, TSS, VSS, COD, dan VFA. 4.3.1 Pengaruh Alkalinitas terhadap pH pada Operasi Target Kondisi pH di dalam fermentor sangat bergantung kepada alkalinitasnya. Gambar 4.6 menunjukkan pengaruh pH terhadap alkalinitas pada operasi target selama 15 hari waktu pengambilan data untuk tiap variasi pH dan Gambar 4.7 menunjukkan pengaruh pH terhadap rerata alkalinitas. Gambar 4.6 Pengaruh Alkalinitas Terhadap pH pada Operasi Target 1 2 3 4 5 6 7 - 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 pH A lk al in itas m g L Hari ke- Alkalinitas pH pH 4,5 pH 5,5 pH 5 pH 6 Universitas Sumatera Utara 43 Gambar 4.7 Pengaruh pH terhadap Rerata Alkalinitas Dari gambar 4.6 diatas menunjukan grafik pH dan alkalinitas yang berfluktuasi. Nilai alkalinitas yang diperoleh pada pH 6 berfluktuasi antara 1.300 - 3.000 mgL, pada pH 5,5 alkalinitas berfluktuasi antara 1.200 – 2.000 mgL, pada pH 5 alkalinitas berfluktuasi antara 1.100 – 2.000 mgL. Untuk pH 4,5 alkalinitas belum bisa diukur dengan metode yang ada. Alkalinitas menunjukkan kemampuan dari fermentor untuk menjaga kestabilan pH nya. Untuk menjaga pH sesuai yang diinginkan ditambahkan NaHCO 3. Jumlah NaHCO 3 yang ditambahkan berbeda untuk masing masing variasi pH. Untuk mencapai alkalinitas yang tinggi maka ditambahkan NaHCO 3 yang semakin banyak yang menyebabkan pH juga semakin tinggi [51], Sehingga alkalinitas yang dihasilkan lebih tinggi pada pH yang lebih tinggi. Penurunan alkalinitas terjadi pada setiap perubahan variasi pH dari fermentor. Penurunan nilai alkalinitas ini dapat dilihat pada saat perubahan variasi pH dari 6 menjadi 5,5. Penurunan nilai alkalinitas ini disebabkan karna untuk menurunkan pH dari 6 menjadi 5,5 tidak dilakukan penambahan NaHCO 3 atau penambahannya semakin sedikit. Pada gambar 4.7 menunjukkan nilai alkalinitas dari pH ; 5 ; 5,5 dan 6 masing masing adalah 1677 ± 279, 1587 ±216, 2073 ± 568. Standar deviasi alkalinitas menunjukkan besarnya perubahan alkalinitas yang terjadi pada pH tersebut. Semakin tinggi pH, alkalinitas yang diperoleh cenderung meningkat. Alkalinitas tertinggi diperoleh pada pH 6. Alkalinitas yang tinggi akan bisa menjaga kestabilan pH sehingga sangat baik untuk pertumbuhan mikroba [52]. 500 1000 1500 2000 2500 3000 4,5 5 5,5 6 6,5 A lk al in itas m g L pH Universitas Sumatera Utara 44 Tetapi, perubahan alkalinitas yang tinggi dapat menghambat metabolisme mikroba dan menurunkan produksi VFA.

4.2.2 Pengaruh Kondisi pH terhadap Pertumbuhan Mikroba

Konsentrasi mikroba pada penelitian ini dinyatakan oleh konsentrasi VSS, sebagaimana telah dijelaskan pada subtopik 4.2.2 sebelumnya. Adapun pengaruh variasi pH terhadap perubahan konsentrasi VSS pada operasi target selama 15 waktu pengambilan data untuk tiap variasi pH dipaparkan pada Gambar 4.8 sebagai berikut dan gambar 4.9 menunjukkan pengaruh pH terhadap rerata VSS Gambar 4.8 Pengaruh pH terhadap Konsentrasi VSS pada Operasi Target Gambar 4.9 Pengaruh pH terhadap Rerata Konsentrasi VSS Error Bar Menyatakan Standar Deviasi 1 2 3 4 5 6 7 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 pH V S S m g L Hari ke- VSS pH pH 4,5 pH 5,5 pH 5 pH 6 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 4 4,5 5 5,5 6 6,5 P ad atan Te r su sp e n si m g L pH Universitas Sumatera Utara 45 Konsentrasi mikroba dalam fermentor dapat dinyatakan dalam volatile suspended solid VSS [46]. Dari grafik 4.8 terlihat terjadi penurunan VSS pada perubahan pH, tetapi kembali meningkat seiring bertambahnya waktu asidogenesis. Penurunan konsentrasi mikroba ini menunjukkan proses adaptasi mikroba terhadap lingkungannya. Pada Gambar 4.9 menunjukkan nilai VSS tertinggi diperoleh pada pH 6 yang menunjukkan konsentrasi mikroba yang lebih tinggi pada pH tersebut. VSS yang dihasilkan pada pH 4,5;5;5,5 dan 6 masing masing adalah 11900 ± 2.983, 15.760 ± 13.017, 15.513 ± 3.961 dan 21.320 ± 225. Perubahan konsentrasi mikroba dalam proses digestasi anaerobik disebabkan oleh perubahan keadaan lingkungannya seperti alkalinitas, HRT dan pH. Parameter parameter ini harus diketahui sehingga proses asidognesis dapat memberikan hasil yang maksimal. Mikroba asidognesis pada umumnya akan tumbuh optimal pada pH 5-6 [53], sehingga pada pH 4,5 konsentrasi mikroba dalam fermentor sangat sedikit. Alkalinitas yang tinggi juga akan bisa menjaga kestabilan pH sehingga sangat baik untuk pertumbuhan mikroba [52]. Pada subbab 4.3.1 alkalinitas tertinggi diperoleh pada pH 6. Alkalinitas yang tinggi ini dapat menjadi faktor yang menyebabkan tingginya konsentrasi mikroba yang diperoleh pada pH 6. Menurunnya konsentrasi mikroba pada pH 5,5 dapat disebabkan karna rendahnya alkalinitas dan pada pH tersebut. Penelitian oleh Bambang et al , 2015 [54] dengan sampel limbah cair pabrik kelapa sawit pada suhu termofilik 55 o C memberikan konsentrasi mikroba tertinggi sebesar 20.620 mgVSSL. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini memberikan nilai VSS yang lebih tinggi.

4.3.3 Pengaruh pH terhadap Reduksi Volatile Solid VS

Parameter volatile solid VS menunjukkan jumlah bahan organik komplek yang terdapat dalam suatu bahan. Nilai VS pada penelitian ini ditunjukkan pada gambar 4.10 dan rerata nilai VS ditunjukkan pada gambar 4.11 Universitas Sumatera Utara 46 Gambar 4.10 Pengaruh pH terhadap Reduksi VS pada Operasi Target Gambar 4.11 Pengaruh pH terhadap Rerata Reduksi VS Error Bar Menyatakan Standar Deviasi Gambar 4.10 menunjukkan grafik yang berfluktuasi dari nilai VS fermentor. Niai VS ini berfluktuasi dengan berfluktuasinya pH dari fermentor. yang diperoleh. Pada pH 6 VS berfluktuasi diantara 16.180 mgL sampai 31.820 mgL, pada pH 5,5 nilai VS berfluktuasi diatara 17.300 mgL sampai 29.700 mgL, pada pH 5 nilai VS berfluktuasi diantara 17.220 mgL sampai 26.160 mgL, pada pH 4,5 nilai VS berfluktuasi diantara 9.860 mgL sampai 28.080 mgL. Dari grafik 4.11 diperoleh VS effluent pada pH 4,5 adalah 23.971 ± 4.363 mgL dengan persen reduksi VS sebesar 8 , VS effluent pada pH 5 adalah 1 2 3 4 5 6 7 - 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 45.000 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 pH V S m g L Hari ke- VS effluent pH pH 4,5 pH 5,5 pH 5 pH 6 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 V S m g L pH VS influent VS effluent Universitas Sumatera Utara 47 23.080 ± 3.166 mgL dengan persen reduksi VS sebesar 4 , VS effluent pada pH 5,5 adalah 31.459 ± 5.174 mgL dan 22.995 ± 3.470 dengan persen reduksi VS sebesar 27 , VS effluent pada pH 6 adalah 33.393 ± 3.129 mgL dengan persen reduksi VS sebesar 28 . Nilai VS menunjukkan banyaknya bahan organik komplek yang terdapat dalam bahan [16]. Semakin tinggi VS yang tereduksi menunjukkan semakin banyak bahan organik yang dikonversi oleh mikroba dalam fermentor. Menurut Zhang et al, 2015 [49] konsentrasi mikroba yang tinggi tidak selalu memberikan nilai reduksi bahan organik yang tinggi. Keadaan ini disebabkan karena aktifitas mikroba dipengaruhi oleh pH dan suhu dari fermentor. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan yang diperoleh Yangyang et al, 2015 [55] sebesar 26,62 , Dareoti et al, 2015 [56] sebesar 25 , tetapi Dong et al, 2015 [53] memperoleh hasil yang lebih tinggi yaitu 65 . Sehingga pada penelitian ini pH 6 merupakan pH yang optimal bagi mikroba untuk mereduksi bahan organik pada limbah pada suhu 45 o C.

4.3.4 Pengaruh pH terhadap Degradasi Chemical Oxygen Demand COD

Seperti yang dinyatakan sebelumnya nilai COD menunjukkan banyaknya bahan organik yang terdapat dalam bahan. Reduksi nilai COD menunjukkan berkurangnya jumlah bahan organik yang ada dalam bahan baku [48]. Berikut Gambar 4.12 menunjukkan pengaruh pH terhadap reduksi COD. Grafik 4.12 pengaruh pH terhadap reduksi COD 42 39 38 38 20 40 60 15 30 45 60 R e d u k si C O D Hari Reduksi COD pH 6 pH 4,5 pH 5,5 pH 5 Universitas Sumatera Utara 48 Reduksi COD pada pH 4,5;5;5,5 dan 6 masing masing adalah 38, 38, 39 dan 42. Reduksi COD yang terjadi relative stabil pada semua variasi pH. Reduksi COD tertinggi diperoleh pada pH 6. Pada proses digestasi anaerobik tahap asidognesis reduksi COD yang tinggi harus dihindari. Reduksi COD yang tinggi memungkinkan terbentuknya biogas atau terjadinya proses metanognesis. Yee Shian Wong et al, 2013 [20] menyatakan reduksi COD yang tinggi akan menyebabkan produksi gas metana yang semakin tinggi. Reduksi COD sebesar 87,8 dapat menghasilkan 3000 mL biogashari. Pada subbab 4.3.3 degradasi VS yang diperoleh juga pada pH 6 yaitu 28 . Hasil ini menunjukkan bahwa degradasi bahan organik tertinggi pada pH 6 dari parameter VS dan COD.

4.3.5 Pengaruh pH terhadap Pembentukkan Volatile Fatty Acid VFA

Seperti yang disebutkan dalam subbab 4.2.4 bahwa proses asidognesis merupakan konversi bahan organik menjadi asam lemak volatil, alkohol, aldehid dan gas seperti CO 2 , H 2 , dan NH 3 dan poduk samping lain. VFA merupakan asam lemak dengan atom karbon 2 sampai 5 asam asetat, asam propionat, asam butirat dan lain lain. Gafik 4.13 mennjukkan pengaruh pH terhadap pembentukan VFA. Grafik 4.13 pengaruh pH terhadap pembentukan VFA Dari grafik 4.13 menunjukkan total VFA yang dihasilkan meningkat dari pH 4,5 sampai pH 5,5 kemudian menurun lagi ketika pH dari fermentor 6. Dari grafik 4.12 diatas menunjukkan VFA pada pH 6 adalah 14.984,32 mgL dengan asam asetat, asam propionat dan asam butirat masing masing adalah 7.279,023 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000 4,5 5 5,5 6 V F A m gL pH Asam Asetat Asam Propionat Asam Butirat Total Universitas Sumatera Utara 49 mgL, 2.122,409 mgL, 5.582,886 mgL. VFA yang dihasilkan pada pH 5,5 adalah 20.298,85 mgL dengan asam asetat, asam propionat dan asam butirat masing masing adalah 8.503,904 mgL, 2.341,383 mgL, 9.453,559 mgL. VFA yang dihasilkan pada pH 5 adalah 16.499,06 mgL dengan asam asetat, asam propionat dan asam butirat masing masing adalah 5.538,212 mgL, 1.969,66 mgL, 8.991,189 mgL. VFA yang dihasilkan pada pH 4,5 adalah 13.706,6 mgL dengan asam asetat, asam propionat dan asam butirat masing masing adalah 5.804,927 mgL , 2.276,935 mgL, 5.624,736 mgL. Total VFA tertinggi yang dihasilkan pada pH 5,5 yaitu 20.298,85 mgL dengan asam propionat yang dihasilkan sebanyak 2.341,383 mgL. Komposisi dari VFA juga menjadi faktor yang mempengaruhi proses digestasi anaerobik. Jumlah asam propionat lebih besar dari 3000 mgL dapat menghambat proses digestasi anaerobik. Jumlah asam propionat yang dihasilkan pada pH 5,5 masih lebih rendah dari kadar propionat yang dapat menghambat proses digestasi anaerobik yaitu 3000 mgL [50]. Hasil ini menunjukkan bahwa pH 5,5 merupakan pH optimum bakteri asidognesis pada suhu 45 o C untuk memproduksi VFA. Penelitian oleh Kun Wang et al, 2014 [44] memberikan VFA tertinggi pada pH 6 yaitu 918,23 mgL pada suhu operasi 35 C. Perbedaan hasil ini menunjukkan produksi VFA tertinggi dipengaruhi oleh temperatur dan pH operasi. Menurut Kun Wan et al, 2014 [44] pH, temperatur dan HRT merupakan kunci keberhasilan proses digestasi anaerobik. Dari subbab 4.3.2, konsentrasi mikroba tertinggi diperoleh pada pH 6 sedangkan produksi VFA mengalami penurunan pada pH 6. Menurut Stametelatou et al, 2011 proses asidognesis dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain suhu, pH, HRT dan alkalinitas. Sehingga dengan konsentrasi mikroba yang besar belum memastikan akan memberikan produksi VFA yang lebih besar, karena aktifitas metabolisme mikroba tersebut dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya seperti alkalinitasnya. Tingginya standar deviasi alaklinitas pada pH 6 menunjukkan perubahan alkalinitas yang tinggi terjadi pada pH tersebut. Keadaan ini mengakibatkan aktifitas dari mikroba pada tidak efisien dan VFA yang dihasilkan lebih sedikit daripada pH 5,5. Universitas Sumatera Utara 50

4.3.6 Pengaruh pH terhadap Rasio VFAAlkalinitas

Penurunan kemampuan penyangga dari fermentor dapat disebabkan oleh akumulassi dari VFA. Parameter rasio VFAAlkalinitas dapat digunakan untuk mengetahui keseimbangan proses fermentasi. [49]. Gambar 4.14 menunjukkan pengaruh pH terhadap rasio VFAAlkalinitas. Alkalinitas pada pH 4,5 belum terukur dengan menggunakan metode yang ada. Gambar 4.14 Pengaruh pH terhadap Rasio VFAAlkalinitas Rasio VFAAlkalinitas pada pH 5;5,5 dan 6 masing masing 9,899;12,793 dan 7,227. Rasio VFAAlkalinitas pada pH 4,5 tidak dapat diperoleh disebabkan nilai alkalinitasnya belum bisa diukur dengan metode yang digunakan. Kestabilan proses digestasi anaerobik tahap asidognesis akan tercapai jika rasio VFAAlkalinitas lebih besar dari 1 dan dan rasio VFAAlkalinitas proses metanognesis lebih kecil 0,8. Semakin tinggi rasio VFAAlkalinitas maka proses asidognesis semakin stabil [54]. Dari grafik diatas rasio tertinggi dicapai pada pH 5,5 yaitu 12,793. Hasil menunjukkan proses asidognesis pada suhu 45 C stabil pada pH 5,5. Penelitian oleh Bambang et al, 2015 [54] memberikan nilai VFAAlkalinitas tertinggi sebesar 5,17 pada pH 5. Dari subbab 4.3.6 hasil VFA yang dihasilkan juga lebih baik pada pH 5,5. Hasil ini menunjukkan bahwa proses yang berlangsung lebih stabil pada pH 5,5 dan memberikan produksi VFA yang lebih tinggi pada pH tersebut. 9,899 12,793 7,227 2 4 6 8 10 12 14 4,5 5 5,5 6 V F A A lk al in ita s pH VFAAlkalinitas Universitas Sumatera Utara 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

2 14 107

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 0 22

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 1 2

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 0 5

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 0 16

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 0 5

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Laju Pengadukan pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 0 28

Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan pH pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan pH pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan pH pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Temperatur 45oC

0 0 6